Anda di halaman 1dari 9

2.1.

Pengertian

Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Wati, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang,
baik secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan definisi ini, perilaku kekerasan dapat di
lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan saat sedang berlangsung atau perilaku
kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan). (Keliat, 2012)
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang
yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri orang lain
maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara
fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami perilaku
yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain ( Menurut Towsend
dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan di klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Menurut
Maramis dalam buku Yosep 2011).

2.2. Tanda dan Gejala


Data subyektif :
1. Mengatakan mudah kesal dan jengkel ,
2. Merasa semua barang tidak ada harganya sehingga dibanting-banting. ( Keliat, 1998 )
Data obyektif :
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Menegepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/ orang lain
10. Merusak barang atau benda
11. Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasan. (Keliat,
2012).

Menurut Fitria (2009) tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :
1. Fisik
Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah
dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras, kasar dan
ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, atau orang lain, merusak lingkungan, amuk
atau agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang mengeluarkan
kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreatifitas
terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
2.3. Rentang Respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Kekerasan adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

2.4. Faktor Predisposisi


1. Teori biologi
Beardasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan prilaku agresif, dimana jika terjadi
kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku) lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), lobius temporal (untuk interprestasi indra penciuman dan memori) akan
menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang
ada disekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologi, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut:
a. Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem saraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan-pesan yamg akan mempengaruhi sifat agresif.
b. Genetic faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat
dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh
faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karkotype XYY, pada umumnya
dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut
hukum akibat perilaku agresif.
c. Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia menghalangi peningkatan cortisol
terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah
terstimulasi untul bersikap agresif.
d. Brain Area dirsorder, gangguan pada sistem imbik dan lobus temporal, sindrom otak
organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilesi ditemukan sangat
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2. Faktor psikologis
a. Teori Psikoanalisa
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpusan fase
oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapatkan kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cendurung mengembangkan sikap agresif
dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompesasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan
tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b. Imitation, modeling, and information processing theory:
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
menolelir kekerasan.Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari madia atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pamukulan pada
boneka dengan raward positif (makin keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain
menonton tayangan cara mengasihii dan mencium boneka tersebut dengan reward
positif pula (makin baik belainya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak keluar
dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan
yang pernah dialaminya.
c. Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya.Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan
agresifitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan. (Yosep, 2011)

Menurut Farida (2010)faktor predisposisi berdasarkan faktor psikologis perilaku


kekerasan meliputi :
a. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan untuk
maengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi PK.
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang
tidak menyanangkan.
c. Frustasi
d. Kekerasan dalam rumah atau keluarga.

3. Factor sosial budaya.


Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau
kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada kemusyrikan
secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri.Kontrol
masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu dengan maraknya demontrasi,film-film
kekerasan, mistik tahayul dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi (Yosep,
2011).
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respons yang dipelajari. Sesuai dengan teori menurut bandura bahwa agresi
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Factor ini dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan potdapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima.(Wati, 2010).

4. Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan dan
bisikan syetan yang menyukai kerusakan agar menusia menyesal (devil support). Semua
bentuk kekerasan adalah bisikan syetan yang dituruti masunia sebagai bentuk kompensasi
bahwa kebutuhan dirinya terancam dan segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal
(ego) dan norma agama (super ego) (Yosep, 2011).

2.5. Faktor presipitasi


Menurut Yosep (2011) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan:
1. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuati dalam keluarga serta tidak membisakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam
menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa imjury
secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus injury perilaku
kekerassan adalah sebagai berikut(Wati, 2010) :
1. Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan
agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, mersa terancam
baik internal dari permasalan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3. Lingkungan: panas, padat, dan bising.

2.6. Mekanisme Koping


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,

termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan

untuk melindungi diri.

Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:

1. Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu

dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang

yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas

adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi

ketegangan akibat rasa marah.

2. Proyeksi

Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.

Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan

seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut

mencoba merayu, mencumbunya.

3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.

Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.

Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci

orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan

benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.

4. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap

dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya

seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan

kasar.

5. Displacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu

berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy

berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena

menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan

temannya.

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:

1. Menyerang atau menghindar

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi

terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi,

wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun,

pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat


diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan

disertai reflek yang cepat.

2. Menyatakan secara asertif

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu

dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk

mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa

menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat

juga untuk pengembangan diri klien.

3. Memberontak

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku memberontak untuk

menarik perhatian orang lain.

4. Perilaku kekerasan.

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan

Anda mungkin juga menyukai