Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan
Pengertian
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Wati, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang,
baik secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan definisi ini, perilaku kekerasan dapat di
lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan saat sedang berlangsung atau perilaku
kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan). (Keliat, 2012)
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang
yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri orang lain
maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara
fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami perilaku
yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain ( Menurut Towsend
dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan di klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Menurut
Maramis dalam buku Yosep 2011).
Menurut Fitria (2009) tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :
1. Fisik
Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah
dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras, kasar dan
ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, atau orang lain, merusak lingkungan, amuk
atau agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang mengeluarkan
kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreatifitas
terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
2.3. Rentang Respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Kekerasan adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
2. Faktor psikologis
a. Teori Psikoanalisa
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpusan fase
oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapatkan kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cendurung mengembangkan sikap agresif
dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompesasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan
tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b. Imitation, modeling, and information processing theory:
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
menolelir kekerasan.Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari madia atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pamukulan pada
boneka dengan raward positif (makin keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain
menonton tayangan cara mengasihii dan mencium boneka tersebut dengan reward
positif pula (makin baik belainya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak keluar
dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan
yang pernah dialaminya.
c. Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya.Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan
agresifitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan. (Yosep, 2011)
4. Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan dan
bisikan syetan yang menyukai kerusakan agar menusia menyesal (devil support). Semua
bentuk kekerasan adalah bisikan syetan yang dituruti masunia sebagai bentuk kompensasi
bahwa kebutuhan dirinya terancam dan segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal
(ego) dan norma agama (super ego) (Yosep, 2011).
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa imjury
secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus injury perilaku
kekerassan adalah sebagai berikut(Wati, 2010) :
1. Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan
agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, mersa terancam
baik internal dari permasalan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3. Lingkungan: panas, padat, dan bising.
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
4. Reaksi formasi
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan
kasar.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu
berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
temannya.
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun,
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat
3. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku memberontak untuk
4. Perilaku kekerasan.
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan