Anda di halaman 1dari 14

RUMAH SAKIT UMUM

WIRADADI HUSADA SOKARAJA


Jl. Menteri Supeno No. 25 Sokaraja-Banyumas Telp. (0281) 6846225
Fax. (0281) 6846371 E-mail: rswiradadi@yahoo.co.id
SOKARAJA – BANYUMAS

PANDUAN PENYUSUNAN PANDUAN PRAKTIK


KLINIK

RUMAH SAKIT UMUM WIRADADI HUSADA


2018
RUMAH SAKIT UMUM
WIRADADI HUSADA SOKARAJA
Jl. Menteri Supeno No. 25 Sokaraja-Banyumas Telp. (0281) 6846225
Fax. (0281) 6846371 E-mail: rswiradadi@yahoo.co.id
SOKARAJA – BANYUMAS

KATA PENGANTAR

Dalam penyelenggaraan medis yang baik, efektif, efisien, dan berkualitas dibutuhkan
sumber daya manusia, fasilitas, prafasilitas, peralatan, serta dana sesuai dengan prosedur yang
memadai. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kesadaran konsumen akan haknya dalam
pelayanan kesehatan.
Panduan Praktik Klinis ( PPK) merupakan suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu
yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien. Implementasi PPK bertujuan
untuk menstandarkan pelayanan yang akan di berikan kepada pasien berdasarkan hasil
diagnosis yang di temukan oleh dokter atau profesional pemberi asuhan lainnya. Dalam
penyusunan PPK perlu memperhatikan komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi
dari PPK dengan acuan sumber pustaka dan keilmuan dari setiap staf medis fungsional
(SMF).
Oleh karena itu dengan adanya Panduan Penyusunan PPK ini diharapkan mampu
memberikan dampak positif terhadap mutu pelayanan klinis di RSU Wiradadi Husada.

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I. DEFINISI ............................................................................................................ 1


BAB II. RUANG LINGKUP ............................................................................................ 2
BAB III. TATA LAKSANA .............................................................................................. 6
BAB IV. DOKUMENTASI ................................................................................................ 10
Lampiran Format Panduan Praktik Klinis ........................................................................... 11
BAB I
DEFINISI

Panduan Praktik Klinis (PPK) adalah rekomendasi untuk pelayanan kesehatan


berdasarkan penelitian terkini sebagai rujukan dokter/ PPA lain dalam tatalaksana
kondisi atau situasi spesifik. Panduan ini berbasis bukti ( Evidence Base Medicine) saat
ini dan tidak menyediakan langkah – langkah dalam perawatan dan pengobatan, namun
memberikan informasi tentang pelayanan yang paling efektif

Panduan Praktik Klinis adalah istilah teknis sebagai pengganti Standar Prosedur
Operasional (SPO) dalam Undang-undang Praktik Kedokteran 2004 dan Undang-
Undang Keperawatan yang merupakan istilah administratif. Penggantian ini perlu untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi, bahwa “standar” merupakan hal
yang harus dilakukan pada semua keadaan. Jadi secara teknis Standar Prosedur
Operasional (SPO) dibuat berupa Panduan Praktik Klinis (PPK) yang dapat berupa atau
disertai dengan salah satu atau lebih: alur klinis (Clinical Pathway), protokol, prosedur,
algoritme, dan lain-lain.
BAB II

RUANG LINGKUP

1. RUANG LINGKUP
a. Jenis Panduan Praktik Klinis
Jenis Panduan Praktik Klinis (PPK) dibuat dengan rujukan lain Panduan Praktik
Klinis (PPK) dapat sama atau berbeda di RS yang beda. Di dalam rumah sakit
PPK dibuat dan disetujui berdasarkan masing – masing SMF yang di miliki oleh
rumah sakit.
b. Form Panduan Praktik Klinis
Berisi tentang :

 Definisi
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
 Kriteria Diagnosis
 Diagnosis
 Diagnosis Banding
 Terapi
 Prognosis
 Tingkat Evidens
 Tingkat Rekomendasi
 Penelaah Kritis
 Indikator Medis
 Kepustakaan

2. LANDASAN
a. Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran
wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran dan kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan
menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
hak:
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
b. Permenkes 1438/ 2010
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kedokteran meliputi Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK) dan SPO.
(2) PNPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Standar Pelayanan
Kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi profesi serta
disahkan oleh Menteri.
(3) SPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dan ditetapkan oleh
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.
Pasal 4
(1) Standar Pelayanan Kedokteran disusun secara sistematis dengan
menggunakan pilihan pendekatan:
a. Pengelolaan penyakit dalam kondisi tunggal, yaitu tanpa penyakit lain
atau komplikasi;
b. Pengelolaan berdasarkan kondisi.
(2) Standar Pelayanan Kedokteran dibuat dengan bahasa yang jelas, tidak
bermakna ganda, menggunakan kata bantu kata kerja yang tepat, mudah
dimengerti, terukur dan realistik.
(3) Standar Pelayanan Kedokteran harus sahih pada saat ditetapkan, mengacu
pada kepustakaan terbaru dengan dukungan bukti klinis, dan dapat
berdasarkan hasil penapisan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan atau institusi pendidikan
kedokteran.
c. Permenkes No.11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
d. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1
Standar PMKP 5 & TKRS 11.2
Berdasarkan standar SNARS Edisi 1 PMKP Standar PMKP 5 diungkapkan
bahwa setiap tahun rumah sakit harus memilih fokus perbaikan, proses, serta hasil
praktik klinis dan manajemen mengacu pada misi rumah sakit, kebutuhan pasien,
dan jenis pelayanan. Pemilihan ini berdasarkan atas proses yang berimplikasi
risiko tinggi, diberikan dalam volume besar. Atau cenderung menimbulkan
masalah. Fokus pe rbaikan praktik klinis melibatkan Komite Medis dan Kelompok
Staf Medis (KSM) terkait.
Mutu pelayanan klinis prioritas dilakukan evaluasi menggunakan indikator-
indikator mutu yang terdiri dari Indikator Area Klinis (IAK), Indikator Area
Manajemen (IAM), dan Indikator Mutu Sasaran Keselamatan Pasien (ISKP).
Indikator-indikator mutu tersebut dapat digunakan sebagai indikator audit medis
dan atau audit klinis sesuai dengan dimensi mutu WHO.
Standar PMKP 5.1
Dilakukan evaluasi proses pelaksanaan panduan praktik klinik, alur klinis
(clinical pathway), dan/atau protokol klinis, dan/atau prosedur, dan/atau standing
order di prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis.
Ketua Kelompok Staf Medis telah menetapkan paling sedikit 5 (lima) prioritas
panduan praktik klinis-alur klinis dan/ atau protokol klinis dan atau prosedur
dan/atau standing order sebagai panduan standardisasi proses asuhan klinik yang
dimonitor oleh Komite Medik dengan tujuan sebagai berikut:
1. melakukan standardisasi proses asuhan klinik;
2. mengurangi risiko dalam proses asuhan terutama yang berkaitan asuhan kritis;
3. memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam memberikan
asuhan klinik tepat waktu dan efektif;
4. memanfaatkan indikator prioritas sebagai indikator dalam penilaian kepatuhan
penerapan alur klinis di area yang akan diperbaiki di tingkat rumah sakit;
5. secara konsisten menggunakan praktik berbasis bukti (“evidence-based
practices”) dalam memberikan asuhan bermutu tinggi.
Penerapan panduan praktik klinis-clinical pathway dipilih oleh tiap-tiap
kelompok staf medis adalah di unit-unit pelayanan di tempat DPJP memberikan
asuhan. Mengacu pada prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan
dievaluasi maka selain ditetapkan indikator mutu, juga diperlukan standardisasi
proses asuhan klinis pada prioritas pengukuran mutu di rumah sakit.
Karena itu, pimpinan medis bersama-sama dengan komite medis dan
kelompok staf medis agar memilih dan menetapkan 5 (lima) PPK, alur klinis
(clinical pathway), dan/ atau protokol klinis, dan/ atau prosedur, dan/ atau
standing order yang dipergunakan untuk pengukuran mutu prioritas rumah sakit
dengan mengacu pada panduan praktik klinis dan alur klinis yang sudah
diterapkan oleh kelompok staf medis di unit-unit pelayanan.
BAB III
TATALAKSANA
A. PERSIAPAN
1. Komite medis membuat kebijakan untuk menugaskan kepada setiap staf medis
fungsional ( SMF) membuat pendataan PPK yang akan dibuat.
2. Perencanaan rapat komite medis dengan SMF di dalam rumah sakit
3. Membentuk tim penyusun sesuai dengan kompetensinya
4. Ketua SMF membuat surat tugas kepada tim penyusun tentang pendelegasian
5. Setiap SMF melakukan pemilihan penyakit berdasarkan jenis yang termasuk High
Cost, High Risk, dan High Volume sebanyak 10 penyakit tertinggi yang ada saat
rencana pembuatan PPK
6. Perencanaan pertemuan secara berkala dari SMF dan tim penyusun yang
dikordinasikan oleh komite medik
7. Pengumpulan hasil pertemuan sebagai dokumentasi untuk dasar tindakan selanjutnya

B. PENYUSUNAN

1. Kriteria penyakit yang dapat dibuat adalah penyakit atau kondisi klinis yang bersifat
multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat diprediksi.
2. Pembuatan PPK bersumber pada panduan nasional praktek klinis ( PNPK) sebagai
tinjauan pustaka
3. Bila tidak terdapat PNPK pada bidang penyakit tersebut, maka dapat menggunakan
refrensi dari jurnal terbaru, buku ajar terbaru, atau refrensi yang lain yang telah di
sepakati oleh staf medis fungsional (SMF)
4. Penyesuaian standar yang terdapat dalam pedoman nasional praktek klinis ke panduan
praktik klinis sesuai fasilitas yang di miliki RSU Wiradadi Husada
5. Format clinical pathway berupa tabel yang kolomnya berisi Definisi, Anamnesis,
Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang, Kriteria Diagnosis, Diagnosis, Diagnosis
Banding, Terapi, Prognosis, Tingkat Evidens, Tingkat Rekomendasi, Penelaah Kritis,
Indikator Medis, Kepustakaan
C. PENYANGKALAN ( DISCLAIMER)

1. Dalam setiap dokumen tertulis PPK serta perangkat implementasinya mutlak harus
dituliskan bab tentang disclaimer (wewanti/ penyangkalan). Hal ini dimaksudkan
untuk :
a. menghindari kesalah pahaman atau salah persepsi tentang arti kata standar,
yang dimaknai harus melakukan sesuatu tanpa kecuali.
b. menjaga autonomi dokter bahwa keputusan klinis merupakan wewenangnya
sebagai orang yang dipercaya pasien.
2. Dalam disclaimer minimal harus mencakup :
a. PPK dibuat untuk average patient
b. PPK dibuat untuk penyakit/ kondisi patologis tunggal
c. Reaksi individual terhadap prosedur diagnosis dan terapi bervariasi
d. PPK dianggap valid pada saat dicetak
e. Praktek kedokteran modern harus lebih mengakomodasi preferensi pasien dan
keluarga
3. Bab tambahan yang dapat disertakan pada disclaimer :
a. PPK dimaksudkan untuk tatalaksana pasien sehingga tidak berisi informasi
lengkap tentang penyakit
b. Dokter yang memeriksa harus melakukan konsultasi bila merasa tidak
menguasai atau ragu dalam menegakkan diagnosa dan memberikan terapi
c. Penyusun PPK tidak bertanggung jawab atas hasil apa pun yang terjadi akibat
penyala gunaan PPK dalam tatalaksana pasien

D. IMPLEMENTASI
1. Seluruh kasus dilaksanakan sesuai PPK yang telah disahkan.
2. Dalam implementasi PPK harus sesuai kewenangan klinis staf medis.
3. Dalam menggunakannya pada pelayanan dapat dibantu dengan alat bantu
berupa clinical pathway, algoritme, protokol, prosedur tindakan, dan standing
order.
4. PPK hanya dapat digunakan pada pasien dengan keadaan yang rata-rata sering
terjadi.
5. PPK dapat diterapkan dengan baik pada penyakit dengan diagnosa tunggal,
tanpa komplikasi.
6. Penerapan PPK pada pasien dapat mengakibatkan respon yang bervariasi
terhadap prosedur diagnostik yang diberikan.
7. PPK yang dianggap masih valid untuk dilaksanakan dan diterapkan adalah
pada saat diterbitkan, tidak menutup kemungkinan untuk waktu mendatang
sudah tidak bisa digunakan karena terdapat studi yang lebih terkini, sehingga
perlu dilakukan revisi.
8. Penerapan PPK oleh dokter terhadap pasiennya harus tetap mematuhi proses
clinical decision making, dimana pasien berhak untuk memberikan
persetujuan atau penolakan terhadap tindakan yang akan dilakukan.
E. MONITORING DAN EVALUASI
1. Monitoring dan evaluasi terlaksananya PPK dalam pelayanan rumah sakit
dapat menggunakan perangkat proses audit medis yang dilakukan secara
berkala.
2. Penelaahan audit medis dapat memberikan sumber untuk revisi berupa:
a. Evaluasi kompetensi staf medis
b. Evaluasi peningkatan mutu berkelanjutan dalam PPK (revisi isi,
penambahan PPK, pembuatan prosedur tindakan/ clinical pathway)
c. PPK secara periodik dilakukan peninjauan kembali atau revisi setiap 2
(dua) tahun sekali, dengan atau tanpa perbaikan di dalamnya. Hal ini
dikarenakan dalam ilmu kedokteran selalu terdapat perkembangan
ilmu dan teknologi yang harus diikuti.

F. TINDAK LANJUT
1. Tindak lanjut dari evaluasi terhadap PPK dengan menggunakan audit klinis
dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian menurut permasalahannya :
a. Audit klinis kasus bermasalah Sumber didapatkan dari laporan
jaga/kompalin pasien/ronde ruangan. Pembahasan dapat berupa kasus
sulit atau kasus kematian. Hal ini dilakukan oleh SMF (1st party audit)
dan Komite Medis (2nd party audit)
b. Audit klinis sejumlah kasus dengan diagnosa tertentu Dilakukan oleh
Komite Medis dengan memilih kasus tertentu untuk dilakukan
penilaian dan analisis terhadap kesesuaian dengan PPK. Hasil dari
audit sebagai bahan rekomendasi untuk revisi PPK selanjutnya.
2. Setelah dilakukan audit nantinya akan dijadikan referensi terhadap perubahan
pada PPK untuk tatalaksana PPK berikutnya
3. PPK yang telah disusun dikumpulkan ke Komite Medis untuk diajukan ke
Direktur untuk diberikan surat keputusan pemberlakuan PPK tersebut pada
pelayanan rumah sakit.
BAB IV

DOKUMENTASI

1. Form Panduan Praktik Klinis


2. SPO Panduan Praktik Klinis
3. Rekomendasi dan tindak lanjut
4. Sosialisasi
5. Pelaporan
Lampiran 1
FORMAT PANDUAN PRAKTIK KLINIS

…………..*)judul PPK
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:

12

Rumah Sakit
Wiradadi Husada
Banyumas
Tanggal terbit: Mengetahui:
Direktur RSU Wiradadi Husada
Banyumas
PANDUAN
PRAKTIK KLINIS

…………………………….
NIPRS.
Definisi
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Kriteria Diagnosis
Diagnosis
Diagnosis Banding
Terapi
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan

Anda mungkin juga menyukai