Anda di halaman 1dari 17

Runing Head: HALUSINASI

Laporan Pendahuluan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Lodewijk Rorong
00000017603

Mental Health Nursing


Universitas Pelita Harapan
2017

1
HALUSINASI

HALUSINASI
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadinya pada saat kesadaran individu
itu penuh/baik (Stuart dan Sundeen, 2005).

Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya
penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara
bisikan itu (Hawari, 2001).

Halusinasi merupakan gangguan pancaindra manusia dalam keadaan kesadaran penuh.


Halusinasi menciptakan pengalamn yang tak nyata sehingga menggangu persepsi dan sensori
individu.

Setiono (2013) dalam blognya menuliskan macam-macam halusinasi:


1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan
yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

2
HALUSINASI

6. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine
7. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

PROSES TERJADINYA MASALAH

Figure 1. Mind Map Hlusinasi, Lodewijk Rorong (2017). App Mind Maple Lite

a. Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
 Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:

3
HALUSINASI

 Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
 Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
 Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi
otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi
(post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress
b. Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.

4
HALUSINASI

2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

c. Tanda dan gejala


1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien
mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih
mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.

Perilaku klien: Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien
berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol,
gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut
apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.

Perilaku klien: Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan


denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan dengan realitas.

3. Fase Ketiga / controlling


Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak
berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.

5
HALUSINASI

Karakteristik: Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan


mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku klien: Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa


menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu
mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah
dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk
dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat,
beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

Perilaku klien: Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks
dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara
tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999):

Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan


Gejala klinis :
 Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
 Menggerakkan bibir tanpa bicara
 Gerakan mata cepat
 Bicara lambat
 Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

6
HALUSINASI

Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan


Gejala klinis :
 Cemas
 Konsentrasi menurun
 Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata

Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan


Gejala klinis :
 Cenderung mengikuti halusinasi
 Kesulitan berhubungan dengan orang lain
 Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
 Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan


Gejala klinis:
 Pasien mengikuti halusinasi
 Tidak mampu mengendalikan diri
 Tidak mampu mengikuti perintah nyata
 Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
d. Rentang respon
Penilaian terhadap stressor yaitu respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak nyaman, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.

7
HALUSINASI

Menurut Stuart dan Larai (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu
yang berada dalam rentang respon neurobiologi.

Figure 2. Stuart and Laura (2001)

e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah upaya atau cara untuk menyelesaikan masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping terbagi
menjadi 2 yaitu adaptif dan maladaptif.

Adapun mekanisme koping yang adaptif pada halusinasi yaitu:

 Pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak pada perilaku


 Kekuatan dapat meliputi seperti modal inteligensia atau kreativitas yang tinggi
 Dukungan keluarga

Adapun mekanisme koping yang maladaptif pada halusinasi yaitu:

 Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas
 Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
 Menarik diri

8
HALUSINASI

POHON MASALAH

MASALAH KEPERAWATAN

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

DATA YANG PERLU DIKAJI

Subjektif:

 Klien mengatakan mendengar sesuatu


 Klien mengatakan melihat bayangan putih
 Klien mengatak dirinya seperti disengat listrik
 Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses.
 Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
 Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berebda pada dirinya

Objektif:
 Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
 Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
 Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk menfengarkan sesuatu
 Disorientasi

9
HALUSINASI

 Kosentrasi rendah
 Pikiran cepat berubah-ubah
 Kekacauan alur pikiran

Pemeriksaan fisik:

Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan,
tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

1) Status mental
 Penampilan: tidak rapi, tidak serasi
 Pembicaraan: terorganisir/berbelit-belit
 Aktivitas motorik: meningkat/menurun
 Afek: sesuai/maladaprif
 Persepsi: ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
nformasi
 Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir
 Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
 Tingkat kesadaran
 Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2) Mekanisme koping
 Regresi: malas beraktifitas sehari-hari
 Proyeksi: perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggungjawab
kepada oranglain.
 Menarik diri: mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal
3) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

10
HALUSINASI

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tujuan khusus
A. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1. Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2. Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
 Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
 Perkenalkan diri dengan sopan.
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
 Jelaskan tujuan pertemuan.
 Jujur dan menepati janji.
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
 Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
B. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1. Kriteria evaluasi:
 Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
 Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
2. Intervensi
 Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional : Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya
juga dapat memutuskan halusinasinya.
 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional: Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam
melakukan intervensi.

11
HALUSINASI

3. Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara:


 Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di
dengar.
 Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
 Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri
tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
 Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.
 Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional: Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor timbulnya
halusinasi.
4. Diskusikan dengan klien tentang :
 Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
 Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika
sendiri, jengkel, sedih)
Rasional : Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi
mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
5. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut,
sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Rasional : Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.

C. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.


1. Kriteria evaluasi:
 Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya.
 Klien dapat menyebutkan cara baru.
 Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yangtelah didiskusikan
dengan klien.
 Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
 Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.

12
HALUSINASI

2. Intervensi
 Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
(tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional : Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.
 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional : Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
- Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
- Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional: Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
 Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus halusinasi secara
bertahap, misalnya dengan :
- Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
- Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
- Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).
- Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
- Mencari teman untuk ngobrol
Rasional: Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah
satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.
 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Rasional: Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.
 Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan
stimulasi persepsi.
Rasional: Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat
halusinasi.

13
HALUSINASI

D. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.


1. Kriteria evaluasi
 Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
 Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan
halusinasi.
2. Intervensi
 Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama, tujuan
pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional: Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan
interaksi selanjutnya.
 Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga. Untuk mendapatkan
bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
 Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang:
- Pengertian halusinasi
- Gejala halusinasi yang dialami klien.
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
- Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
- Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi
tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah pengetahuan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah halusinasi.

E. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


1. Kriteria evaluasi
 Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.
 Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
 Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
 Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.
 Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.

14
HALUSINASI

2. Intervensi
 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat
minum obat.
Rasional:
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien
melaksanakan program pengobatan.
 Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
Rasional:
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
 Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat
yang dirasakan.
Rasional:
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah
minum obat.
 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional:
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat, benar
waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional:
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk
pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.

15
HALUSINASI

STRATEGI PELAKSANAAN

Pasien Keluarga
SP I SP 1 Keluarga:
 Identifikasi jenis halusinasi Klien Pendidikan Kesehatan tentang pengertian
 Identifikasi isi halusinasi Klien halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
 Identifikasi waktu halusinasi Klien pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-

 Identifikasi frekuensi halusinasi Klien cara merawat pasien halusinasi.

 Identifikasi situasi yang menimbulkan


halusinasi SP 2 Keluarga:

 Identifikasi respons Klien terhadap Melatih keluarga praktek merawat pasien

halusinasi langsung dihadapan pasien

 Ajarkan Klien menghardik halusinasi


SP 3 Keluarga:
 Anjurkan Klien memasukkan cara
Membuat perencanaan pulang bersama keluarg
menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian

SP 2
 Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
 Latih Klien mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
 Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

SP 3
 Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
 Latih Klien mengendalikan halusinasi
dengan melakukan kegiatan (kegiatan
yang biasa dilakukan Klien di rumah)

16
HALUSINASI

REFERENSI

Sagala, E. (2013, December 4). Lapotran Pendahuluan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
[Web log post]. Retrieved from https://elmoresagala.wordpress.com/2013/12/04/laporan-
pendahuluan-gangguan-persepsi-sensori-halusinasi/

Keliat, B.A., Akemat. (2007). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC

Nurwiyanto, S. (2011, May 7). Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Jiwa: Halusinasi [Web log
post]. Retrieved from http://virtuashare.blogspot.co.id/2011/05/karya-tulis-ilmiah-
keperawatan-jiwa.html

Stuart, G., & Sundeen, S. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi 3).
Jakarta: EGC

Zulkarnaen, I. (2015, January 24). Laporan Pendahuluan Halusinasi [Web log post]. Retrieved
from http://kuliahiskandar.blogspot.co.id/2015/01/laporan-pendahuluan-halusinasi.html

17

Anda mungkin juga menyukai