Laporan Pendahuluan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Lodewijk Rorong
00000017603
1
HALUSINASI
HALUSINASI
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadinya pada saat kesadaran individu
itu penuh/baik (Stuart dan Sundeen, 2005).
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya
penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara
bisikan itu (Hawari, 2001).
2
HALUSINASI
6. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine
7. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
Figure 1. Mind Map Hlusinasi, Lodewijk Rorong (2017). App Mind Maple Lite
a. Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
3
HALUSINASI
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi
otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi
(post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress
b. Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
4
HALUSINASI
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
Perilaku klien: Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien
berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol,
gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut
apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.
5
HALUSINASI
Perilaku klien: Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks
dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara
tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999):
6
HALUSINASI
7
HALUSINASI
Menurut Stuart dan Larai (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu
yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah upaya atau cara untuk menyelesaikan masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping terbagi
menjadi 2 yaitu adaptif dan maladaptif.
Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas
Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
Menarik diri
8
HALUSINASI
POHON MASALAH
MASALAH KEPERAWATAN
Subjektif:
Objektif:
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk menfengarkan sesuatu
Disorientasi
9
HALUSINASI
Kosentrasi rendah
Pikiran cepat berubah-ubah
Kekacauan alur pikiran
Pemeriksaan fisik:
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan,
tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
1) Status mental
Penampilan: tidak rapi, tidak serasi
Pembicaraan: terorganisir/berbelit-belit
Aktivitas motorik: meningkat/menurun
Afek: sesuai/maladaprif
Persepsi: ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
nformasi
Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir
Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
Tingkat kesadaran
Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2) Mekanisme koping
Regresi: malas beraktifitas sehari-hari
Proyeksi: perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggungjawab
kepada oranglain.
Menarik diri: mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal
3) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
10
HALUSINASI
Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tujuan khusus
A. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1. Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2. Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
Perkenalkan diri dengan sopan.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
Jelaskan tujuan pertemuan.
Jujur dan menepati janji.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
B. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1. Kriteria evaluasi:
Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
2. Intervensi
Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional : Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya
juga dapat memutuskan halusinasinya.
Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional: Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam
melakukan intervensi.
11
HALUSINASI
12
HALUSINASI
2. Intervensi
Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
(tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional : Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.
Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional : Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
- Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
- Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional: Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus halusinasi secara
bertahap, misalnya dengan :
- Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
- Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
- Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).
- Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
- Mencari teman untuk ngobrol
Rasional: Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah
satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.
Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Rasional: Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.
Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan
stimulasi persepsi.
Rasional: Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat
halusinasi.
13
HALUSINASI
14
HALUSINASI
2. Intervensi
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat
minum obat.
Rasional:
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien
melaksanakan program pengobatan.
Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
Rasional:
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat
yang dirasakan.
Rasional:
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah
minum obat.
Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional:
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat, benar
waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional:
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk
pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
15
HALUSINASI
STRATEGI PELAKSANAAN
Pasien Keluarga
SP I SP 1 Keluarga:
Identifikasi jenis halusinasi Klien Pendidikan Kesehatan tentang pengertian
Identifikasi isi halusinasi Klien halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
Identifikasi waktu halusinasi Klien pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-
SP 2
Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
Latih Klien mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
SP 3
Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
Latih Klien mengendalikan halusinasi
dengan melakukan kegiatan (kegiatan
yang biasa dilakukan Klien di rumah)
16
HALUSINASI
REFERENSI
Sagala, E. (2013, December 4). Lapotran Pendahuluan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
[Web log post]. Retrieved from https://elmoresagala.wordpress.com/2013/12/04/laporan-
pendahuluan-gangguan-persepsi-sensori-halusinasi/
Nurwiyanto, S. (2011, May 7). Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Jiwa: Halusinasi [Web log
post]. Retrieved from http://virtuashare.blogspot.co.id/2011/05/karya-tulis-ilmiah-
keperawatan-jiwa.html
Stuart, G., & Sundeen, S. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi 3).
Jakarta: EGC
Zulkarnaen, I. (2015, January 24). Laporan Pendahuluan Halusinasi [Web log post]. Retrieved
from http://kuliahiskandar.blogspot.co.id/2015/01/laporan-pendahuluan-halusinasi.html
17