Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Analsis farmasi merupakan ilmu yang mempelajari analisis kimia ( bahan aktif dan
bahan tambahan) yang digunakan dalam bidang farmasi. Tujuan dari analisis farmasi
adalah menentukan kualitas atau mutu :
1) Bahan berupa bahan aktif atau bahan tambahan meliputi identitas, kadar, dan
kemurnian.
2) Sediaan farmasi atau obat meliputi identitas bahan aktif, kadar, dan kemurnian
serta karakteristik kerjanya.

Mengenai kemurnian sediaan farmasi ini, perlu untuk di analisis karena, pada
dasarnya terkait dengan stabilitasnya dapat menyebabkan dihasilkan hasil urai sehingga
penting untuk di analisis kemurniannya. Apabila sediaan farmasinya berkualitas dan
bermutu makan keduannya dapat digunakan dengan aman dan memberikan efek
farmakologis dan terapi sebagai mana yang diharapkan. Suatu bahan atau sediaan farmasi
disebut bermutu apabila hasil analisis dari bahan tersebut menunjukan kesesuaian dengan
spesifikasi yang ditetapkan. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai analisis antibiotik
-laktam.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa itu antibiotik -laktam ?
2. Apa saja macam-macam antibiotik -laktam ?
3. Bagaimana metode analisis volumetri, spektrofotometri, metode enzimatis, KCKT,
kromatografi cair-spektrometri massa, dan elektroforesis kapiler untuk untuk obat-
obat golongan antibiotik -laktam ?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan antibiotik -laktam


2. Menjelaskan macam-macam antibiotik  -laktam
3. Menjelaskan metode analisis volumetri, spektrofotometri, metode enzimatis, KCKT,
kromatografi cair-spektrometri massa, dan elektroforesis kapiler untuk untuk obat-
obat golongan antibiotik -laktam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Antibiotik -Laktam
Menurut Perez-Fernandez dkk (2012), istilah antibiotik merujuk pada
sejumlah besar senyawa kimia, baik alami maupun semi sintetik yang dapat
meyebabkan kematian bakteri (bakterisid) atau menghambat pertumbuhan bakteri
(bakteriostatik), dan karenanya mampu mencegah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri pada manusia dan hewan. Antibiotik berperan penting dalam pengobatan,
disebabkan keuntungan ekonomisnya karena beberapa antibiotika berspektrum luas,
serta dapat digunakan baik secara oral maupun secara injeksi.
Antibiotik -laktam merupakan kelompok kelompok antibiotika yang paling
sering digunakan untuk pengobatan anti infeksi. Antibiotik ini mempunyai cincin -
laktam yang bertanggung jawab pada aktivitas anti-bakterinya, serta berbagai jenis
rantai samping yang bertanggung jawab pada perbedaan sifat fisika-kimia dan
farmakognosinya. Termasuk antibiotik dalam kelompok antibiotik -laktam adalah
antibiotik golongan penisilin dan sefalosforin.

2.2 Macam-Macam Antibiotik  -Laktam


1. Kelompok Penisilin
Semua antibiotik penisilin mempunyai rumus bangun dasar seperti pada gambar
di bawah ini :

Penisilin mempunyai cincin tazolidin dan cincin -laktam. Atom H pada gugus
karboksilat (-COOH) dapat diganti dengan kation anorganik atau organik untuk
membentuk senyawa garam. Kation yang digunakan biasanya natrium, kalium,
alumunium, prokain, dan benzatin. Beberapa struktur kimia antibiotik penisilin

2
dapat dilihat pada tabel 4.1. Substitusi gugus R akan berpengaruh terhadap sifat
fisika-kimianya seperti kelarutanya dalam pelarut organik, penyerapan, stabilitas
terhadap asam, dan resistensi terhadap penisilinase.

3
Penisislin mudah sekali terurai, baik oleh asam atau basa. Secara umum, reaksi
peruraian penisilin dengan asam atau basa dapat dilihat dalam gambar 4.2. karena
adanya peruraian ini, maka beberapa peneliti mengembangkan metode analisis
untuk penentuan kadar penisilin dan hasil peruraiannya/degradasinya.

Penisilin G oleh penisilinase, asam atau basa akan terhidrolisis menjadi asam
penisiloat. Dengan amidase, penisilin akan terhidrolisis menjadi asam-6-amino
penisilinat. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan pada gambar 4.3 . penisilin juga
peka terhadap beberapa logam seperti tembaga, raksa, dan seng yang akan
menyerang cincin tiazolidin. Penisilin menjadi tidak aktif oleh oksidator, reduktor,
sistein, dan beberapa senyawa yang mengandung tiol.

4
2. Kelompok Sefalosforin
Antibiotik kelompok sefalosforin telah digunakan sejak tahun 1948. Antibiotik
ini berperan penting dalam pengobatan antimikroba modern, disebabkan oleh
aktivitas mikrobial intrinsiknya yang ditingkatkan, serta profil keselamatnya,
Asam-7-aminosefalosporanat yang tersusun dari cincin -laktam yang
digabungkan dengan cincin dihidrotiazin (gambar 4.4), akan tetapi berbeda dalam
hal sifat substituen yang terikat pada posisi -7 pada cincin cephem.
Substituen-substituen ini mempengaruhi baik sifat farmakokinetika (posisi -3)
atau pada spektrum antibakterinya (posisi -7). Secara tradisional, sefalosporin
dibagi kedalam agen generasi pertama, generasi kedua, ketiga dan ke empat.
Berbagai jenis obat kelompok sefalosforin dapat dilihat pada tabel 4.2

5
6
7
Sefalosforin dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram posotif dan negatif dengan menggangu pembentukan dinding sel
bakteri. Sefalosforin merupakan antibiotika yang juga sering digunakan karena
spektrum antibakterinya yang luas. Lebih dari 60 sefalosforin dari 4 generasi telah
tersedia di pasaran, karenanya sangat penting untuk mengembangkan metode
analisisnya.

2.3 Metode Analisis Volumetri, Spektrofotometri, Metode Enzimatis, KCKT,


Kromatografi Cair-Spektrometri Massa, Dan Elektroforesis Kapiler Untuk
Obat-Obat Golongan Antibiotik -Laktam.
Analisis antibiotika secara hayati merupakan metode yang paling cocok.
Metode ini merupakan metode pilihan pertama untuk penentuan senyawa antibiotik
baru. Pada penentuan secara hayati, potensi antibiotik dinyatakan dalam satuan unit.

8
Jika keadaan memungkinkan baru ditetapkan secara kimia. Dalam bab ini penetapan
secara hayati tidak dibicarakan.
Penetapan antibiotik secara fisika-kimia makin sering digunakan sebab
mempunyai ketelitian yang tinggi, waktu analisis yang lebih cepat,dan lebih objektif
sehingga bisa menggantikan penetapan antibiotika secara hayati. Dengan mempelajari
sifat kimia dan rumus bangun dari suatu antibiotik,maka dapat disusun penetapan
secara kimiawi yang lebih baik. Metode yang paling baik adalah metode yang dapat
menetapkan suatu senyawa secara kuantitatif tanpa diganggu oleh hasil perurainnya
atau senyawa lain yang mempunyai sifat kimia yang serupa. Penetapan secara kimia
diharapkan lebih spesifik daripada penetapan secara hayati. Biasanya taraf
kepercayaan metode kimia didasarkan pada pendekatan hasil antara yang didapat
secara kimia dan secara hayati, sebab penetapan suatu antibiotik baru umummnya
dilakukkan dengan menetapkan aktifitas antibakterinya, sehingga aktifitas unit
merupakan ukuran jumlah antibiotik yang ditetapkan. Dengan dapat dibuatnya
antibiotik murni, maka penetapan secara kimia berkembang dengan menetapkan
jumlah zat dalam berat dan tidak lagi dalam unit, walaupun demikian, Beberapa
antibiotik masih diukur dalam aktifitas unit dan ini dapat diubah menjadi unit perberat
jika diperlukan. Berikut akan diuraikan cara analisis beberapa antibiotik beta-laktam :
1. Volumetri
Antibiotika beta laktam dalam sediaan tunggal atau dalam keadaan bulk dapat
dianalisis secara volumetri menggunakan metode iodometri dan metode asidi
alkalimeteri.
a. Metode iodometri
Cincin beta laktam pada penisilin dipecahkan oleh alkalin atau
penisilinase menghasilkan asam penisilat. Asam penisiloat yang terjadi dapat
ditetapkan kadarnya secara iodometri karena asam ini dapat mengikat
iod,sedangkan penisilin tidak dapat mengikat iot.
Cara penetapan kadar penisilin jumlah secara iodometri : lebih kurang
50 mg Na ampisilin yang ditimbang seksama dilarutkan dalam air secukupnya
hingga 100 ml.sebanyak 5,0 ml larutan dipipet kedalam labu bersumbat
kaca,ditambah 1 ml natrium hidroksida 1 N dan dibiarkan selama 20
menit.Larutan selanjunya ditambah 5 ml larutan dapar yang dibuat dengan
mencampurkan 5 ml asam asetat 12 %,5 ml larutan natrium asetat 27% dan 15
ml air.Selanjutnya,larutan ditambahkan 1 ml asam klorida 1 natrium dan 10 ml

9
iodium 0,01 natrium,dibiarkan selama 20 menit,dan terlindung dari
cahaya.Larutan dititrasi dengan baku natrium tisulfat 0,01
natriummenggunakan indikator 1ml kanji 0,5%.

Dilakukan titrasi blanko dengan cara :

Diambil 5,0 ml larutan yang sama dan dimasukkan kedalam labu


bersumbat kaca.Larutan ditambah 5 ml larutan dapar dan 10,0 ml iodium 0,01
natrium,dibiarkan selama 20 menit dan terlindung dari cahaya. Larutan
dititrasi dengan baku natrium tiosulfat 0,01 natrium menggunakan indikator 1
ml kanji 0,5%. Selisih volume larutan baku tiosulfat blanko dengan volume
tiosulfat awal setara dengan jumlah iodium yang bereaksi dengan Na
ampisilin.
Tiap mil natrium tiosulfat 0,01 N setara dengan 3,714 mg Na
ampisislin. Setelah hidrolisis,diduga satu molekul penisilim menyerap 8 atom
ion,tetapi percobaan selanjutnya menunjukkan jumlah ion yang diseraap
bervariasi tergantung pada keadaannya.Oleh karena itu,dianjurkan untuk
menetapkan sendri berat ekivalennya dengan menggunakan penisilin murni.
Dengan dikerjakan sama dengan sampel, maka dapat ditetapkan berat
ekivalennya.Sebagai penisislin baku dapat digunakan garam penisislin yang
sama dengan sampel atau penisislin yang lain sehingga dalam hal ini harus
diperhatikan berat molekulnya.Untuk penisilin O, harus digunakan juga baku
penisislin O juga, sebab gugul alil merkaptometil juga menyerap iodium.
Molekum penisilin membentuk 1 gugus karboksil, yang dapat dititrasi dengan
baku alkali. Metode ini cocok untuk menetapkan garam penisisilin dalam
tablet dan dalam suspensi minyak.
Cara analisis penisilin dengan metode alkalimetri: pH penisilinase
diatur menjadi 7,5 dengan menggunakan indikator merah fenol.dibuat warna
perbanding dengan mencampur 1 ml larutan tersebut dengan 10 ml air yang
mengandung 0,2 ml merah fenol.lebih kurang 50 mg penisilin yang ditimbang
saksama dilarutkan dalam 10 ml air yang mengandung 0,2 ml indikator merah
fenol.pH larutan diatur dengan membandingan terhadap warna
perbanding.Larutan ditambah 1 ml penisilinase,didiamkan selama 40 menit
pada suhu kamar lalu dititrasi dengan natrium hidroksida 0,01 Natrium sampai
warna merahnya sama dengan warna perbanding,didiamkan beberapa saat dan

10
jika perlu dititrasi lagi. Tiap mil Natrium hidroksida 0,01 natrium setara
dengan 6023 IU penisilin.
2. Spektrofotometri
Baik spektrofotometri didaerah ultraviolet (panjang gel.200-380) atau didaerah
tampak (visibel) telah digunakan untuk analisis beta laktam,baik dalam keadaan ruah
(bulk material) atau dalam sediaan farmasetik.
a) Spektrofotometri UV
Spektrum absorbsi penislin pada daerah ultraviolet disebabkan oleh
kromoform pada gugus R.Benzil penisilin menunjukan panjang gelombang
maksimal pada 257 dan 263 nm.Hal ini sebabkan adanya gugus benzil
pada molekulnya.Pensilin dalam suasana asam terurai menjadi asam
penisilat yang mempunyai panjang gelombang maksimal di 322
nm.Hidrolisis ini diekerjakan dengan memanaskannya setelah dilarutkan
dalam dapar asetat pH 4,6 yang mengandung tembaga (II) sulfat.
Pembuatan dapar asetat pH 4,6 : sebanyak 50 ml asam asetat 0,4 M
dicampur dengan 50 ml natrium asetat 0,4 M,lalu ditambah tembaga (II)
sulfat secukupnya hingga kadarnya 0,45 ppm.
Cara penetapan kadar penisilin secara spektrafrotometri : lebih kurang
20 mg penisilin yang ditimbang saksama,dilarutkan dalam air secukupnya
hingga satu liter. Pada 10,0 ml larutan ditambah 30 ml dapar asetat pH 4,6.
Laruta dipipet 2x,masing-masing 4,0 ml untuk sampel dan untuk
blanko.Larutan sampel dipanaskan diatas penangas air selama 15 menit
menggunakan corong kecil sebagai kondensor.Setelah dingin,absrobansi
kedua larutan tersebut dibaca pada panjang gelombang hingga 322 nm
dengan menggunakan air sebagai blanko.kurva baku dibuat dengan cara
yang sama. Metode ini digunakan untuk menetapkan sediaan berbentuk
tablet,obat suntik,dan saleb. Adanya laktosa tidak mengganggu,sedangkan
adanya tembaga dalam jumlah yang besar akan menyebabkan hasil yang
jelek.
Metode analisis dengan spektrofotometri UV juga telah dikembangkan
dengan perubahan penisilin menjadi turunan piperasin 2,5 dion yang
bersesuaian,dengan memanaskannya dalam larutan ion seng sorbitol dalam
larutan alkali.Turunan ini mampu menyerap uv seacar kuat di ⱹmaks 322
nm. Reagen sorbitol 20% b/v disiapkan dalam bufer karbonat 0,2 M yang

11
mengandung 15 µg/ml Zn2+,dan pH larutan akhirnya adalah 9,25 ±0,05.Ion
seng (II) ditambahkan dalam bentuk seng (II)sulfat.
Prosedur analisis : larutan sampel amino penisilin yang akan dianalisis
dilarutkan dalam air (0,8 mg/ml).Dua larutan sebanyak 0,5 ml yang sama (
A dan B) dipipet dalam tabung ujian terpisah.Larutan A dimasukkan
dalam tabung uji ditambahkan dengan 5,0 ml liter sorbitol dan tabung
ditutup,lalu diletakkan dalam penangas air suhu 60oc selama 10
menit,selanjutnya,sebanyak o,5 ml larutan ini dipipet dan dimasukkan
kedalam kuvet(3 ml yang mengandung 2ml NaOH 1 m dan absorbansinya
diukur pada ⱹ 322 nm sampai absorbansi maksimumnya dicapai 1 sampai 3
menit. Sebagai blanko digunakan campuran 1 ml reagen dan 4 m, reagen
NaOH 1 m.Sampel B dicampurkan dengan 5,0 ml aquadest dan
ditambahkan dengan NaOH sebagaimana dijelaskan pada sampel A.
Perbedaan absorbansi larutan A dan B dihitung,dan konsentrasi penisilin
sampel awal ditentukan dengan kurva kalibrasi standar. Perlu dicatat
bahwa jika larutan ampisilin yang akan dianalisis tidak mengandung
produk piperasindion, maka larutan B harus dihilangkan dari prosedur.

Penjelasan : Metode yang dikembangkan aminopisilin diatas


melibatkan tahap-tahap berikut :

 Reaksi penisislin dengan sorbitol untuk menghasilkan turunan


piperazindion yang bersesuaian melalui pembentuk zat antara ester
penisiloil
 Hasil reaksi derivatisasi ini ditambah dengan NaOH 1 molar untuk
menghasilkan produk yang menyerap kuat di ‫ג‬maks 322 nm.Shelke
dkk.(2009) menggunakan metode spektrofotometri untuk analisis
sefuroksim dalam sediaan farmasetik.Spektra UV larutan ini dalam
buffer fosfat 0,07 M (pH 7,0) dibaca pada panjang gelombang 281
nm. Hukum Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi 4-28 µg/ml.
b) Spektrofotometri tampak
Cincin beta laktam pada penisilin dapat bereaksi dengan hidroksilamin
membentuk asam hidroksamat. Penambahan ion besi (III) kedalamnya
menghasilkan warna yang dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
Metode ini digunakan untuk penetapan penisilin jumlah.Karena beta
12
laktam merupakan bagian yang penting dalam reaksi ini,maka hasil
peruraian penisilin yang cincin beta laktamnya terbuka tidak mengganggu.
Berbagai metode spektrofotometri tampak telah digunakan untuk
analisis antibiotik beta laktam dalam sediaan farmasetik melalui
pembentukan kompleks dengan Cu (II) dan atau dengan nikel (II). Metode
spektrofotometri yang telah dimodifikasi juga dikembangkan untuk
analisis beberapa antibiotika termasuk amoksisilin dan ampisilin melalui
reaksi kompleksasi transfer muatan dengan kloranil. Amoksisilin dan
ampisilin juga dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri
menggunakan kalium iodat,asam pikrat dan asam pikramat. Selain dengan
yang disebutkan diatas,ada beberapa metode spektrofotometri tampak yang
telah dikembangkan oleh para peneliti untuk penentuan antibiotik beta
laktam sebagaimana akan diuraikan dibawah ini.
Gugus-gugus amina pada ampisilin, diklusasilin, fluksasilin dan
amoksilin membentuk pasangan-pasangan ion dengan kompleksbiner
molibdenum (V)-tiosianat melaluiatom nitrogen obat-obat ini yang
terprotonasi.Mo(V) yang di bentuk melalui reduksi Mo(VI) dengan asam
aksorbat akan bergabung dengan ammonium tiosianat untuk membentuk
kompleks biner Mo(V)-tiosianat yang berwarna merah dalam larutan
hcl.Pada penambahan ampisilin, dikluksasilin, flukloksasilin dan
amoksisilin, suatu pasangan ion berwarna merah oranye akan terbentuk
pada konsentrasi asam yang sama. Pasangan-pasangan ion ini larut
dalammetilen klorida,sementara kompleks ekstrasi ganda diperlukan untuk
mengekstrasi pasangan-pasangan ion ini secara kuantitatif kedalam fase
organik. Spektra absorbsi pasangan ion yang terekstraksi dalam metilen
klorida menunjukkan panjang gelombang maksimal di 467 nm untuk
keempat obat ini terhadap reagen blanko.
Reduksi Mo(VI) menjadi Mo(V) dapat terjadi dengan asam aksorbat
atau tiosianat(SCN) dalam media asam.Akan tetapi, kecepatan, sensitifitas,
dan stabilitas komlpeks biner pasangan Mo(V)-tiosianat ditingkatkan
dengan menggunakan asam aksorbat. Asam aksorbat memberi nilai yang
reprodusibel dan mampu melindungi beberapa ion yang
menganggu.Sebanyak 5 mL HCL 4 M adalah sesuai untuk pembentukan
Mo(V)-tiosianat-pasangan ion beta laktam.Persamaan yang

13
menggambarkan reaksi Mo(VI) dengan ammonium tiosianat dalam HCL 4
M dan dengan adanya asam aksorbat adalah sebagaimana dalam gambar di
bawah ini.
Dalam metode ini,pembentukan pasangan-pasangan ion secara
sempurnah memerlukan 15 menit sebelum ekstrasi dengan metilen klorida
pada suhu 25oC.Absorbansi kompleks biner Mo(V)-tiosianat stabil setelah
15 menit,sementara pasangan ion Mo(V)-tiosianat- obat memerlukan 15
menit lagi untuk sempurnanya pembentukan pasangan ion yang dapat
diukur pada panjang gelombang 467 nm.

Prosedur penentuan ampisilin,dikluksasilin,fluksasilin dan


amoksisilin : sebanyak 4 mL ammonium molibdat 80 µg/mL,2 mL HCL 4
M dan masing-masing 5 ml ammonium tiosianat dan asam askorbat 10%
diletakan dalam corong pisah berkapasitas 5 ml.Campuran dibiarkan
selama 15 menit pada suhu kamar (20 ± 5oC).Sejumlah volume yang
berbeda (0,1-7 ML)larutan obat ampisilin,dikluksasilin,fluksasilin atau
amoksisilin ditambahkan dan diencerkan dengan air deionisasi sampai 25
mL.Setelah 15 menit yang lain,sebanyak 10 ml metilen klorida
ditambahkan (2 kali masing-masing dengan 5 ml),campuran digojogsecara
baik selama 1 menit dan dibiarkan untuk terpisah menjadi 2 fase.Ekstrak
metilklorida dikeringkan melalui natrium sulfat anhidrat dan absorbansi
ekstrak yang telah disaring diukur pada panjang gelombang 467 nm

14
terhadap reagen blanko,yang disiapkan dengan cara yang sama akan tetapi
tidak mengandung obat.

Prosedur analisis kapsul/kaplet : Berat 10 kapsul obat yang akan


dianalisis (ampisilin,diklusasilin,fluksasilin atau amoksisilin)ditimbang
dan digerus sampai menjadi serbuk halus.Sejumlah serbuk yang
mengandung kurang lebih 250 mg obat ditimbang secara
seksama,dilarutkan dengan metanol sedikit mungkin,disaring melalui
kertas saring whatman nomor 41 dan dicuci dengan pelarut
metanol.Selanjutnya,filtrat dan hasil cuciannya diencerkan sampai 100 ml
dengan air deionisasi dalam labu yang terkalibrasi.Sejumlah alikuot
digunakan untuk penentuan masing-masing obat dengan prosedur
sebagaimana diatas.

Spektroskopi secara kinetik telah dikembangkan oleh belal


dkk.(2000) untuk analisis analisis amoksisilin dan ampisilin.Metode ini
melibatkan hidrolisis antibiotika dengan HCL 1 M,netralisasi dengan
NaOH 1 M diikuti dengan penambahan palladium (II) klorida dengan
adanya KCL 2 M.Warna kuning yang terbentuk diukur pada 335
nm.Metode ini dilaporkan bersifat valid pada kisaran konsentrasi 8-40ppm
(amoksisilin)dan 10-40 ppm(ampisilin) dengan batas deteksi sekitar 0,75
ppm.

Penisilin telah diketahui dapat terhidrolisis dalam suasana asam


membentuk penisilamin dan peniloaldehida yang bersesuaian. Penisilin
selanjutnya bereaksi dengan palladium (II) klorida membentuk kompleks
berwarna kuning dengan absorbansi maksimal dipanjang gelombang 335
nm.

15
Berdasarkan optimasi suhu dan pH,diperoleh bahwa suhu 100oC
dan pH 0,6 adalah optimal untuk analisis amoksisilin dan ampisilin
dengan spektroskopi kinetik ini. Reaksi yang diusulkan pada analisis ini
adalah sebagai berikut :

(Usulan jalur reaksi antara penisilin (amoksisilin dan ampisilin) yang terhidrolisis dan paladium klorida)
Spektra yang dihasilkan antara Pd dengan penisilamin ditunjukan oleh
gambar berikut dan mempunyai panjang gelombang maksimal di sekitar 335
nm.

16
Metode spektrofotometri tampak yang sederhana dan peka juga telah
dikembangkan untuk analisis amoksisin berdasarkan pada reaksi substitusi
antara amoksisin dengan natrium 1,2-naftokuinon-4-sulfonat (NPS) pada
buffer pH 9 menghasilkan warna merah muda dengan panjang gelombang
maksimal 468 nm. Rasio stoikiometrik antara amoksisin dengan NPS adalah 1
: 1. Metode ini mengikuti hukum Lambert-Beer pada kisaran konsentrasi 0,8-
120 µg/ Ml amoksisilin. Metode yang digunakan ini selanjutnya digunakan
untuk analisis amoksisilin dalam sediaan tablet dan kapsul dan hasilnya setara
dengan metode resmi menggunakan KCKT.
Amoksisilin juga dapat dibentuk menjadi senyawa yang berwarna
setelah direaksikan dengan N,N-dimetil-p-fenilendiamin (DMPD) dengan
adanya kalium heksasianoferat (III) dalam medium alkali. Produk hasil reaksi
yang terbentuk dapat larut di air dan diukur pada panjang gelombang
maksimal 660 nm, dengan nilai koefisien absorptivitas sebesar 95731 mol-1cm-
1
.

(Mekanisme reaksi antara DMPD dengan amoksisilin menghasilkan senyawa indofenol)

17
Di bawah kondisi ini, DMPD yang mengalami oksidasi dengan kalium
heksasianoferat (III) kehilangan 2 elektron dan 1 proton membentuk zat antara
yang bersifat elektrofilik, yang mana zat antara ini merupakan spesies
pengkopling yang aktif. Zat antara DMPD mengalami substitusi elektrofilik
dengan bagian gugus fenol amoksisilin membentuk senyawa berwarna.
Reaksinya sebagaimana pada gambar di atas.
Empat metode spektrofotometri yang sederhana dan selektif telah
dikembangkan untuk analisis kuantitatif antibiotik β-laktam fenolik
(amoksisilin, cefoperazon, cefadroksil dan cefprozil) dalam bentuk murni dan
dalam sediaan farmasetik. Keempat metode itu adalah melalui : (1) nitrasi
antibiotika diikuti dengan kompleksasi dengan reagen nukleofilik, (2) nitrosasi
diikuti dengan pengkelatan logam, (3) pengkoplingan dengan reagen diazo dan
(4) reaksi dengan tembaga dan mengekstraksi kelat yang terbentuk ke dalam
kloroform.

1. Metode nitrasi antibiotika diikuti dengan kompleksasi dengan reagen


nukleofilik
Nitrasi antibiotik β-laktam menghasilkan pembentukan derivat
dinitro, yang keduanya berada pada posisi orto- terhadap gugus fenolik
seperti gambar di atas. Kompleks yang terbentuk antara derivat polinitro-
polinitro yang kekurangan elektron dan karbanion aseton yang dibentuk,
akan menghasilkan senyawa gabungan yang berwarna intens. Jenis
gabungan ini merupakan jenis Meisenheimer dan berbeda dari senyawa
gabungan yang dilakukan dengan penambahan alkali ke derivat nitro.
Senyawa gabungan yang dibentuk dari aseton-NaOH ini mempunyai
panjang gelombang maksimal di 390 nm.
Prosedur analisis antibiotik β-laktam dengan metode ini, untuk obat
murni : sejumlah obat (25-100 mg) dipindahkan ke dalam labu takar 100
mL, direaksikan dengan 2 mL asam nitrat dan 2 mL asam sulfat, campuran
dibiarkan selama 10 menit, selanjutnya didinginkan dan diencerkan sampai
batas tanda dengan aquades sampai 100 mL dalam labu takar. Sejumlah
0,5-3,0 mL alikuot larutan yang telah diencerkan ini dipindahkan ke dalam
labu takar 25 mL, ditambah dengan 2-3 mL aseton dan 5 mL larutan

18
kalium hidroksida dan diencerkan sampai volume dengan aquades.
Larutan berwarna ini dibaca absorbansinya di panjang gelombang 390 nm
terhadap blanko dan cefrozil).
2. Metode nitrosasi diikuti dengan pengkelatan logam
Derivat nitroso antibiotik β-laktam fenolik (amoksisilin,
cefoperazon, cefadroksil dan cefprozil) membentuk kelat dengan tembaga
(II). Kelat ini digunakan untuk pengembangan prosedur spektrofotometri.
Antibiotik β-laktam denga gugus –OH bereaksi dengan asam nitrat
menghasilkan senyawa derivat nitroso yang berwarna kuning. Derivat
nitroso yang terbentuk mampu melakukan automerisasi dengan adanya ion
logam membentuk senyawa berwarna yang intens. Skema reaksi antara
asam nitrat dengan antibiotik β-laktam fenolik yang diusulkan
sebagaimana dalam reaksi di bawah ini. Hasil reaksi ini mempunyai
panjang gelombang maksimal disekitar 520 nm. Rasio stoikiometri
(derivat o-nitroso terhadap tembaga (II) adalah 2: 1 untuk tembaga (II)
dibanding obat β-laktam fenolik.
Prosedur antibiotik β-laktam dengan metode ini, untuk obat murni :
ke dalam tabung uji bermulut lebar, sejumlah tertentu larutan standar
dipindahkan secara seksama dan volume diatur sampai 10,0 mL dengan
air. Larutan ditambah dengan 2 mL natrium nitrat 3% diikuti dengan 2 mL
tembaga asetat. Larutan dicampur dengan baik, lalu ditambah dengan 0,4
mL HCl 1 M. Tabung uji diletakkan dalam penangas air mendidih selama
25 menit. Larutan didinginkan dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam
labu takar 25 mL. Volume larutan dibuat sampai batas tanda dengan air.
Larutan berwarna ini dibaca absorbansinya dipanjang gelombang 520 nm
terhadap blanko. Untuk mengukur kadar senyawa obat dilakukan dengan
memasukan nilai absorbansinya ke dalam kurva kalibrasi yang disiapkan
dengan standar obat-obat ini (amoksisilin, cefoperazon, cefadroksil dan
cefprozil).
3. Metode pengkoplingan dengan reagen diazo
Senyawa o-nitroanilin yang terdiazotasi sebagai reagen pembentuk
warna (reagen kromogenik) dapat digunakan untuk analisis antibiotik β-
laktam fenolik (amoksisilin, cefoperazon, cefadroksil dan cefprozil). Rasio
garam diazonium : obat adalah 2 : 1. Stabilitas senyawa kompleks ini

19
dijaga dengan menggunakan 2,5 mL larutan natrium nitrit 3% dan medium
dibuat alkali dengan 3 mL. NaOH 1 N, konsentrasi NaOH yang lebih
tinggi akan menyebabkan pengendapan pengendapan produk reaksi.
Campuran reaksi dibiarkan selama 5 menit sebelum pengenceran dengan
aquades. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang maksimalnya
di sekitar 435 nm pada gambar di bawah ini. Senyawa diazo cukup stabil
untuk digunakan pada analisis kuantitatif. Pada metode ini, skema reaksi
yang diusulkan adalah sebagai berikut :

(Reaksi antara derivat antibiotik β-laktam fenolik dengan orto-nitro anilin menghasilkan
senyawa yang berwarna)
Prosedur analisis antibiotika β-laktam fenolik dengan metode
ini : sejumlah 1,0 mL o-nitroanilin dicampur dengan 2,5 mL larutan
natrium nitritdalam labu takar 25 mL, campuran didiamkan selama 10
menit. Sejumlah alikuot larutan standar / sampel (mengandung 0,2-1,2
mg) ditambahkan ke reagen diaozo diikuti dengan penambahan 3 mL
NaOH 1N, dan campuran dibiarkan selama 5 menit. Larutan
selanjutnya diencerkan sampai volume dengan aquades dan
absorbansinya diukur pada λ 435 nm terhadap blanko, yang

20
diperlakukan sama dengan di atas tetapi tidak mengandung senyawa
obat yang dianalisis.

(Reaksi antara produk pada metode 3 dengn ion Cu (II) membentuk kompleks ion-ligan)

4. Metode reaksi dengan tembaga dan mengekstraksi kelat yang terbentuk ke


dalam kloroform.
Metode ini merupakan perluasan dari metode 3 yang mana
senyawa hasil pengkoplingan dengan garam diazo digunakan sebagai agen
pengkelat untuk logam tembaga (II). Sebagaimana kita ketahui, senyawa
hasil pengoplingan ini mengandung gugus hidroksi fenolik yang protonnya
dapat diganti dengan mudah serta mengandung gugus diazo (-N=N-) yang
menawarkan pasangan elektron. Senyawa ini membentuk cincin
beranggota-5. Kompleks kelat tembaga (II)-ligan ini sangat susah larut
dalam air, akan tetapi mudah diekstraksi ke dalam kloroform untuk
menghasilkan larutan berwarna kuning Mempunyai panjang gelombang
maksimal di sekitar 415 nm( lihat gambar 4.14).

21
Prosedur analisis antibiotika beta – laktam fenolik dengan metode
(4):Sejumlah 1,0 Ml ∂-nitronlin di campur dengan 2,5 ml larutan narium
nitrit dan didiamkan selama 10 menit. Sejumlah alikuot larutan standar /
sampel (mengandung 0,2 – 1,2 mg) ditambahkan diikuti dengan
penambahan 1,5 ml NaOH 1 N dan campuran dibiarkan selama 5 menit
lalu di tambah dengan 5 ml larutan tembaga sulfat, di tambah 6 Ml asam
sulfat 1 N dan di ekstraksi 3 kali hingga volume total kloroform 25 Ml.
Larutan selanjutnya di encerkan sampai volume dengan aquades dan
absorbansinya diukur pada ɤ 435 nm terhadap blanko, yang di perlakukan
sama dengan di atas akan tetapi tidak mengandung senyawa obat yang
dianalisis. Larutan selanjutnya di baca absorbansinya pada ɤ 415 nm
terhadap blanko, yang di perlakukan sama dengan diatas akan tetapi tidak
mengandung senyawa obat yang di analisis.

Spektrofotometri tampak telah dikembangkan untuk analisis


antibiotika fenolik seperti amoksisilin, sefadroksil, dan vankomosin.
Metode ini didasarkan pada reaksi antara obat – obat dengan benzokain
terdiazotasi menghasilkan spesies berwarna kuning- orange dalam medium
trietilamina. Metode ini dapat di aplikasikan pada kisaran konsentrasi 0,8 –
12 µm/ ml (sefadroksil), 2-16 µm/ ml (amoksisilin), dan 2- 18 µm/ ml (
vankomisin). Senyawa yang terbentuk menyerap pada panjang gelombang
maksimal di 455 (sefadroksil dan amoksisilin) serta 422 nm untuk
vankomisin. Metode ini mempunyai batas deteksi sebesar 0,0034 µm
(amoksisilin), 0,018 µm (sefadroksil), dan 0,0156 µm (vankomisin).

Prosedur umum :

Pindahkan 1 ml larutan benzokain ( 2 mg/ml) ke dalam labu takar


25 ml, diikuti dengan penambahan 0,1 ml asam sulfat 0,5 M dan 2 ml
larutan NaNO2 0,1 %. Biarkan labu selama 15 menit, lalu tambahkan
sejumlah tertentu larutann standar obat (amoksisilin, sefadroksil, atau
vankomisin). Biarkan selama 5 menit dan akhirnya tambahkan 1 ml
larutan trietilamina dan encerkan sampai batas tanda dengan aquades,
biarkan selama 20 menit. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang
maksimal 455 untuk sefadroksil dan amoksisilin, serta 442 nm untuk

22
vankomisin. Spektra yang dihasilkan sebagaimana dalam gambar di
bawah.

Sefalosporin (sefriakom, sefuroksin, sefotaksim, seftazidim dan sefaleksim)


dalam sediaan farmasetik telah di analisis secara spektrofotometri tampak
tidak langsung.

Prosedur analisis tablet sefalosporin secara spektrofotometri :

Timbang sejumlah serbuk tablet yang setara dengan 250 mg


sefalosporin secara seksama dan larutkan dalam sejumlah akuades sehingga
obat terlarut, gojog larutan untuk mempercepat pelarutan obat sefalosporin dan
buat sampai 250,0 ml dengan akuades. Sejumlah alikuot (o,1 – 4,0 ml) di
tambah dengan 2 ml NaOH 0,1 M. Campuran reaksi di gojog dan dibiarkan
bereaksi pada suhu 800 C pada penangas air yang di kontrol secara termostatik
selama 10 – 15 menit. Setelah selesai, campuran di biarkan dingin pada suhu
ruang. Selanjutnya campuran di tambah dengan 0,3 ml HCl 1 M. Gojog
larutan beberapa menit dengan 5 ml karbon tetraklorida. Pisahkan lapisan

23
organik dan keringkan di bawah natrium sulfat anhidrat. Ukur absorbansinya
pada panjang gelombang 520 nm terhadap karbon tetraklorida.

Prosedur analisis sediaan suspensi:

Campuran kandungan 5 botol suspensi yang mengandung obat di


ambil untuk di analisis. Ambil 0,4 ml suspensi yang dicampur dengan baik
yang mengandung amoksisilin dan sefadroksil sebesar 10 mg, masukkan ke
dalam labu takar 50 ml, encerkan sampai batas tanda dengan aquades.
Campuran digojog, disaring, dan bagian pertama filtrat di buang. Lanjutkan
langkah analisis sebagaimana dalam prosedur umum di atas. Pada analisis
diatas, reaksi yang terjadi pada penetapan kadar amoksisilin adalah (gambar
4.16):

3. Spektrofluorometri
Metode spektrofluorometri telah digunakan untuk analisis sefuroksim.
Sefuroksim merupakan antibiotika sefalosporin semi sintetik. Secara struktur kimia,
perbedaan utama antara sefalosporin mengandung suatu gugus metoksiimino pada
posisi 7 pada cincin B- laktam, dan juga mengandung karbamat pada posisi 3 dalam
cincin, adanya gugus metoksiimino mampu memberikan peningkatan stabilitas
terhadap hidrolisis dengan beberapa enzim B- laktamase, dan adanya gugus karbamat
akan memberikan stabilitas metabolik.

24
Prosedur umum: alikuot larutan sefuroksim diencerkan secara sesuai, di
tambah dengan NaOH 1 M dan di panaskan pada suhu 900 C selama 1 jam untuk
menghasilkan produk berfluoresensi. Setelah selesai perlakuan dengan panas, larutan
segera di dinginkan pada suhu kamar dengan menggunakan penangas es, dan pH
larutan diatur 7 dengan penambahan HCl. Alikuot yang diihasilkan selanjutnya di
pndahkan ke loabu takar 25 ml sedemikian rupa sehingga larutan yang di hasilkan
mengandung 0,05 – 1,70 µg/ml sefalosporin terhidrolisis; sebanyak 5,0 ml buffer pH
10,5 ditambahkan, dan larutan di encerkan sampai volume dengan air. Intensitas
fluoresensi di ukur pada ɤeks 380 dan ɤeks 436 nm terhadap sampel blanko yang
diperlukan serupa. Konsentrasi sefuroksim yang terdapat dalam sampel di tentukan
dengan kurva kalibrasi.
Sediaan injeksi. Kandungan dalam vial injeksi diletakkan dalam labu takar
100 ml dan di encerkan sampai volume dengan air yang sebelumnya telah disaring
dengan Milli-Q. Suatu alikuot larutan yang mengandung obat 5 mg diencerkan dan di
kenai perlakuan suhu dalam lingkungan alkali sebagai dijelaskan diatas. Persentase
antibiotika dihitung dari kurva kalibrasi yang di peroleh dengan menggunakan standar
sefurokdsim.
Sediaan suspensi. sejumlah serbuk yang sesuai yang digunakan untuk
menyiapkan suspensi yang setara dengan 0,025 mg sefuroksin (dinyatakan dalam
natrium sefuroksim) di pindahkan ke dalam labu takar 250 ml. Sefuroksim asetil larut
dalam NaOH, dan karenanya di mungkinkan untuk melakukan proses hidrolisis
sebagaimana di atas untuk menghasilkan produk fluoresen yang sama dari sefurokdim
asetil. Setelah dilakukan pendinginan larutan yang telah terhidrolisis, larutan di
saring, dan dilanjutkan sebagaimana dalam prosedur umum.
4. Metode Enzimatis
Suatu metode spektrofotometri UV yang sederhana, cepat, peka dan tidak
mahal untuk analisis amoksisilin dan dalam sediaan farmasetik telah dikemabngkan
dengan mendasarkan pada 2 reaksi enzimatis. Dalam metode ini, rantai samping D- 4
hidroksifenilglisin pada amoksisilin secara selektif dipecah oleh aksi penisilin asilase.
Selanjutnya, senyawa hasil pecahannya bereaksi dengan 2- oksoglutarat dengan
katalis D- fenilglisin aminotransferase (D-PhgAT) menghasilkan produk yang sangat
menyerap UV, yakni 4- hidroksibenzoilformat. Banyaknya amoksisilin ditetapkan
sebagai perubahan absorbansi di 335 nm (gambar 4,17).

25
Prinsip reaksi amoksisilin dengan 2 enzim ini adalah sebagaimana di bawah
ini:

5. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan berbagai jenisnya (fase terbalik,
penukaran ion, interaksi hidrofilik) merupakan metode resmi yang di gunakan oleh
beberapa farmakope untuk determinasi kandungan antibiotika B- laktam, baik dalam
bulk atau dalam sediaan farmasetik.
a. Fase terbalik
Kebanyakan analisis amoksisilin dilakukan dengan menggunakan KCKT fase
terbalik dan detektor UV pada panjang gelombang pendek. Menggunakan KCKT fase
terbalik untuk analisis amoksisilin pada study bioekivalensi dengan kondisi KCKT
sebagai berikut :
Kolom : inerstil ODS (15 x 4,6 mm i.d; ukuran partikel 5 µm), suhu di atur 300C.

Fase gerak : buffer kalium dihidrogen fosfat (pH2,8) 30 Mm-asetonitril (97,5 : 2,5
v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit

Detektor : 210 nm

Standar internal :cefadroxil, deteksi cefadroxil = UV 263 nm

Penyimpanan kurva kalibrasi : larutan induk amoksisilin 1,00 mg/ml dan


standar internal cefadroxil 1,00 mg/ml disiapkan dalam asetonitril. Kisaran kalibrasi

26
sampel plasma standar adalah 0,15 – 15 µm/ml., disiapkan dengan menambahkan
sejumlah tertentu larutan induk amoksisilin kedalam plasma yang bebas obat dengan
mengandung sejumlah tertentu standar internal.

Penyiapan sampel : sampel plasma manusia yang telah beku dicairkan,


selanjutnya ke dalam 500 µm plasma ditambah dengan 50 µm standar internal (66,7
µm/ml). Sampel divorteks dan sebanyak 0,5 ml asetonitril ditambahkan untuk
mengendapkan proteinnya. Setelah divorteks selama 2 menit, campuran di sentrifuge
pada 13.000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya sebanyak 0,7 ml diklorometan
ditambahkan. Setelah sampel divorteks selama 2 menit dan disentrifuge pada 13.000
rpm selama 5 menit, maka sebanyak 20 µm supernatan diinjeksikan kedalam
kromatografi cair. Metode yang digunakan di atas telah sukses digunakan untuk
analisis amoksisilin untuk tujuan bioekivalensi.

KCKT fse terbalik juga digunakan untuk analisis amoksisilin dalam darah,
dengan kondisi kromatografi sebagai berikut :

Matriks : darah

Kolom : Spherisorb ODS -2 (250 mm x 4 mm i.d, ukuran partikel 5 µm);


400C.

Fase gerak : asetonitrile – KH2PO4(Ph3,5;50 mMmengandung natrium


oktansulfonat 5 Mm )(35.65, v/v). pH diatur dengan asam fosfat.

Kec. Alir : isokratik 1,0 ml/menit

Volume injeksi : 50 µl

Detektror : fluoresen ; eksitasi = 355nm, emisi = 435 nm

Kisaran linear : 0,1 -40 µg/ml dalam bufer fosfat salin (PBS) (Ph6,0 ; 0,1 M)

Batas deteksi : 0,1 µm/ml

Penyiapan sampel : sebanyak 0,5 ml serum darah diencerkan dengan 2 ml air


deionisasi. Pengendapan protein dilakukan dengan menambah 1,5 ml asam
trikloroasetat 10 % (b/v). Sampel dengan segera disentrifus pada 4500 rpm selama 5
menit, pada suhu 4 0 C. Sebanyak 3 ml supernatan dipindahkan kedalam tabung gelas

27
12 ml bertutup rapat dan 0,5 ml NaOH 2 M. Campuran dibiarkan pada suhu kamar
selama 10 menit, sebelum ditambah dengan 0,5 ml HCl 2 M dan 2 ml Na2HPO4 0,5 M
yang mengandung merkuri diklorida 0,002%b/v. Tabung gelas diletakkan dalam
penangas air suhu 50 0C selama 35 menit dan selanjutnya di dinginkan dengan air.
Turunan amoksisilin yang berfluoresensi diekstraksi dengan 4 ml etil asetat.
Pemisahan fase dilakukan dengan sentrifuge pada 3000 rpm selama 10 menit, pada
suhu 18 0C dan sebanyak 3 ml supernatan diuapkan sampai kering dibawah aliran gas
nitrogen hangat suhu 400C. Residu yang telah dikeringkan dilarutkan kembali dalam
fase gerak, dan diinjeksikan ke sistem KCKT.

Matrik : plasma (matar, K.M 2006)

Kolom : symmetry C18 (250 mm x 4,6 mm; ukuran partikel 5µm)

Fase gerak : metanol : buffer kalium dihidrogen fosfat 75 Mm (10,90 v/v ) (pH
diatur 3,0 dengan asam fosfat).

Kec. Alir : isokratik 1,5 ml/menit

Volume injeksi : 20 µm

Detektor : UV 228 nm

Kisaran linear : 0,5 – 12 µg/ml

Standar internal : sefadroksil

Prosedur ekstraksi : sebanyak 0,2 ml plasma ditambah 20 µm standar internal


sefadroksil dalam etanol absolut 5 % (dalam air), ditambah 200µl buffer fosfat 0,1 M
Ph7,0. Tabung divorteks selama 30 detik dan disentrifus pada 15.000 x selama 15
menit. Alikuot di saring, dan diinjeksikan ke sistem KCKT.

Adanya amoksisilin secara bersama – sama dengan metronidazol dalam


sediaan lepas lambat mengambang juga dianalisis dengan KCKT fase terbalik. Kolom
yang digunakan adalah partisil 5 ODS -3 (100 mm x 4,6 mm i.d; 5 µm). Fase gerak
yang digunakan adalah campuran larutan buffer fosfat 0,05 M Ph4,7- metanol (95:5
v/v), dengan pH akhir diatur sampai 4,0 dan dilakukan degassing lalu disaring dengan
penyaring 0,45 mikron. Fase gerak dihantarkan secara isokratik dengan kecepatan alir

28
1,5 ml/ menit. Deteksi dilakukan dengan UV pada panjang gelombang 254 nm.
Teknik kuantifikasi dilakukan dengan metode standar eksternal.

Larutan standar amoksisilin dan metronidazol disiapkan baru dalam buffer


kalium dihidrogen fosfat Ph4,7 (0,05 M) pada konsentrasi 0,6 dan 0,3 mg/ml. Unutk
studi linieritas, sebanyak 9 titik dengan konsentrasi yang berbeda disiapkan termasuk
nilai batas kuantitasinya sebagai titik terkecil, yakni sebesar 0, 15 µm untuk
amoksisilin dan 0,13 µg untuk metronidazol. Untuk penentuan perolehan kembali
dilakukan dengan spiking placebo dengan standar amoksisilin dan metronidazol.

KCKT fase terbalik dan fase gerak isokratik juga telah sukses digunakan
untuk analisis amoksisilin secara bersama – sama dengan Asam klavulanat dalam
plasma manusia (Foroutan dkk., 2007). Kondisi kromatografi yang digunakan; kolom
adalah Chromolith Performance (RP-18e, 100 mm x 4,6 mm). Fase gerak yang
digunakan adalah campuran buffer dinatrium hidrogrn fosfat 0,02 M-metanol (4:96
v/v) dan pH diatur 3,0 serta dihentarkan secara isokratik dengan kecepatan alir 1,3
mL/menit. Deteksi dilakukan dengan UV pada panjang gelombang 228 nm.

Penyiapan standar: larutan induk amoksisilin (6 mg/mL) dan asam klavulanat (2


mg/mL) disiapkan dalam etanol. Selanjutnya, sebanyak 0,2; 1,0; 2,0; 4,0; 6,0; 9,0 dan
12,0 µg/mL larutan kerja amoksisilin dan 0,1: 0,5 : 1,0 : 2,0 : 3,0 : 4,0 dan 6,0 µg/mL
larutan kerja asam klavulanat disiapkan dengan menambahkan sejumlah tertentu
larutan induk amoksisilin dan asam klavulanat ke dalam plasma yang bebas obat.

Penyiapan sampel : ke dalam 0,5 mL plasma dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge


15 mL ditutup rapat ditambah dengan 20 µg/mL alopurinol 0,1 mg/mL sebagai
standar internal dan 0,7 mL asetonitril. Setelah dilakukan pencampuran selama 30
detik, campuran disentrifugasi selama 5 menit pada 8000 xg. Selanjutnya, sebanyak
0,75 diklorometan ditambahkan ke dalam 0,5 mL supernatan. Setelah pencampuran
selama 2 detik, campuran disentrifugasi selama 5 menit pada 8000 xg. Selanjutnya,
campuran 20 µg supernatan dan 30 µg fase gerak diinjeksikan ke sistem KCKT diatas.

Amoksisilin bersama-sama dengan ranitidin dalam plasma juga sukses


dianalisis dengan KCKT menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 230
nm. Pemisahan dengan kolom Hypersil ODS2 C18 (250 mm x 4,6 mm i.d; 5 µm) yang
dilengkapi dengan kolom pengaman phenomenex yang berisi C18. Fase gerak yang

29
digunakan adalah buffer kalium dihidrogen fosfat 50 mM, trietilamina, dan asetonitril
(1000:7; 40 v/v/v), dan pH diatur 2,6 dengan asam folat serta dihantarkan secara
isokratik dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit.

Penyiapan sampel: sampel plasma tikus dipindahkan ke dalam tabung sentrifus


polipropilen (1,5 mL). Sampel dideproteinase dengan penambahan 0,45 mL
asetronitril, divortex selama 30 detik dan selanjutnya disentrifugasi pada 3000 rpm
selama 10 menit. Cairan supernatan dipindahkan ke tabung polipropilen yang lain dan
dikeringkan dibawah aliran gas N2 pada suhu kamar. Residu dilarutkan kembali
dengan 0,15 mL air dan sebanyak 0,1 mL larutan yang telah dilarutkan kembali ini
diinjeksikan ke sistem KCKT.

Metode KCKT sederhana menggunakan detektor UV juga digunakan untuk


analisis amoksisilin secara bersama-sama dengan flukloksasilin dan rifampisin dalam
plasma neonatal. Sampel plasma diendapkan dengan baik menggunakan asam
perklorat (amoksisilin) atau metanol (rifampisin), atau diekstraksi dengan metilen
klorida (flukloksasilin). Pemisahan dilakukan dengan kolom C8 (250 mm x 4,6 mm; 5
µm). Fase gerak yang digunakan adalah kalium dihidrogen fosfat 0,067 M yang diatur
pH-nya 3,5 dengan asam fosfat 25%-metanol-air (450: 50: 100 v/v/v), dan
dihantarkan secara isokratik pada kecepatan alir 2,0 mL/menit. Detektor UV diatur
pada panjang gelombang 225 nm. Standar internal yang digunakan adalah sotalol
hodroklorida

Selain dengan detektor UV, adanya amoksisilin dalam plasma dan cairan
biologis yang lain dapat dianalisis dengan detektor fluoresensi untuk meningkatkan
sensitivitas dan selektifitasnya. Amoksisilin dan ampisilin pada pH 6 dapat
terdegradasi menghasilkan senyawa yang berfluoresensi.

Pemisahan dilakukan dengan kolom Kromasil ODS (150 x 3,2 mm i.d) yang
dilengkapi dengan kolom pengaman berbahan yang sama dan suhu diatur 40°C. Fase
gerak yang digunakan adalah metanol-air (55: 45 v/v) dan dihantarkan secara
isokratik pada panjang gelombang eksitasi dan emisi, masing-masing di 365 dan 445
nm. Volume sampel yang diinjeksikan adalah 20µL.

Penyiapan standar kalibrasi: sampel kalibrasi amoksisilin disiapkan dalam plasma


blanko (0,05 mL), salin (0,5 mL) dan salin yang dibufer fosfat (0,2 mL). Salin

30
digunakan untuk sampel cairan lambung. Sampel kalibrasi jaringan lambung
disiapkan dengan menambahkan jaringan lambung blanko (250 µL) ke larutan induk
amoksisilin dalam salin. Kalibrasi plasma dan jaringan lambung disiapkan pada
kisaran konsentrasi amoksisilin yang sesuai dengan konsentrasi amoksisilin yang
diharapkan dalam matriks biologis.

Prosedur ekstraksi: ke dalam 50 µL sampel dalam tabung Effendorf (kapasitas 1,5


mL) dan 0,45 mL air ditambahkan untuk meningkatkan volume sampel. Larutan
standar internal ampisilin (10µL, o,2 µg/mL) dan 5µL larutan asam perklorat dingin
dalam es 50% 9 b/v) selanjutnya ditambahkan. Larutan divortex sebentar dan
disentrifus pada 11.600 xg selama 10 menit. Sebanyak 0,45 mL supernatan
dipindahkan ke dalam 2,0 mL vial Effendorf gelap, ditambah dengan 50µL NaOH 5
M dan larutan divortex selama 5 menit. Asam kloida (50 µL, 5 M) ditambahkan untuk
menetralkan larutan dan sebanyak o,25 mL buffer fosfat 0,5 M yang mengandung
merkuri (bis) klorida dan formaldehid 1,0% v/v ditambahkan. Larutan divortex,
diinkubasikan pada 50°C selama 40 menit dan didinginkan dalam air selama 5 menit.
Larutan diekstraksi dengan menambahkan 0,8 mL etil asetat, divortex sebentar dan
disentrifus pada 11.600 xg selama 5 menit. Lapisan organik (atas) (sebanyak 0,6 mL)
dipindahkan ke dalam vial Effendorf gelap (1,5 mL) dan diuapkan sampai kering
dalam evaporator vakum selama 40 menit pada suhu 50°C. Residu dilarutkan kembali
dengan fase gerak, disaring dan diinjeksikan ke sistem KCKT.

b. Penukaran Ion
KCKT penukar ion telah digunakan untuk analisis flukloksasilin dan
amoksisilin dalam sediaan farmasetik (injeksi). Batas deteksinya cukup kecil
yakni sampai 0,2 µg/mL. Pemisahan dilakukan dengan kolom ZORBAX 300-
SCX (250 mm x 4,6 mm i.d; 5µm) suhu 25°C menggunakan fase gerak
ammonium dihidrogen fosfat 0,025 (pH diatur 2,6 dengan kecepatan alir 1,5
mL/menit dan dipantau dengan detektor UV pada panjang gelombang 225 nm.
Volume yang diinjeksikan sebesar 10µL.
Larutan standar gabungan yang mengandung flukloksasilin dan amoksisilin
disiapkan dalam air dengan konsentrasi masing-masing sebesar 0,1 mg/mL.
Larutan sampel yang mengandung flukloksasilin dan amoksisilin disiapkan dalam
air dengan konsentrasi masing-masing sebesar 0,1 mg/mL.

31
c. Interaksi Hidrofilik
Liu dkk. (2011) mengembangkan kromatografi interaksi hidrofilik sederhana
(hydrophilic interaction chromatography, HILIC) menggunakan kolom β-CD
(100 mm x 2,1 mm i.d; ukuran partikel 5 µm dan ukuran pori 10 nm) untuk
pemisahn sefalosporin. Suhu kolom diatur 30°C dan deteksi dilakukan dengan UV
pada panjang gelombang 254 nm. Fase gerak dihantarkan secara gradien 90-60%
B dalam 20 menit dengan kecepatan 0,2 mL/menit. Fase gerak A adalah
ammonium format 10 nM pH 6,8; fase gerak B adalah asetinitril-amonium format
100 mM (90: 10 v/v) dan pH datur 6,8.

6. Kromatografi Cair-Spektrometri Massa (LC-Ms)


Metode kromatografi cair yang dikombinasikan dengan spektrometri massa
yang dikenal dengan nama LC-MS dan ditandemkan lagi dengan spektrometer massa
(LC-MS/MS) telah digunakan untuk analisis amoksisilin dan ambroksol secara
bersama-sama dalam plasma manusia menggunakan klenbuterol sebagai standar
internal. Sampel plasma dikenai pengendapan secara sederhana menggunakan
metanol. Pemisahan dilakukan dengan Lichrospher C18 (150 mm x 4,6 mm i.d;
diameter partikel 5 mikron) menggunakan fase gerak yang dihantarkan secara gradien
dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .
Face gerak merupakan campuran eluen A berupa metanol (mengandung asam
formiat 0,2%) dan eluen B yang beru[a air (mengandung asam formiat 0,2%) dengan
kondisi gradien sebagai berikut :

Waktu Eluen A
0,0-1,0 95%
1,0-2,0 95-10%
2,0-4,8 10%
4,8-4,9 10-95%
4,9-6,5 95%

Instrumen dioperasikan dalam bentuk ion positif dengan memantau transisi


ion m/z 365,9 → 348,9 (amoksisilin), m/z 378,9 → 263,6 (ambroksol) dan m/z 277,0

32
→ 203,0 (standar internal). Kurva kalibrasi linear pada kisaran konsentrasi 5-20.000
ng/mL amoksisilin dan 1-200 ng/mL untuk ambroksol.

7. Elektroforesis Kapiler
Elektroforesis kapiler digunakan untuk analisis sefazolin, natrium sefuroksim,
natrium seftriaksom, dan seftazimiddalam suatu campuran. Pemisahan dilakukan
dengan kapiler silika lebur dengan ukuran 60 cm x 75 µm i.d; yag diatur pada suhu
25°C dengan voltase 18kV. Injeksi secara hidrodinamik digunakan untuk menginjeksi
sampel. Deteksi dilakukan dengan uV pada panjang gelombang 214 nm. Cairan
elektroforesis yang digunakan adalah buffer fosfat-borat dan 7,63 g natrium tetraborat
dalam 1 liter air dan pH diatur 6,5. Tiap liter larutan elektrolit ini mengandung 10 g
natrium dodesil sulfat dan 17,4 asam pentansulfonat. Semua obat kelompok
sefalosporin ini dilarutkan dalam air, masing-masing dengan konsentrasi 0,1-0,5
mg/mL.
Kromatografi kapiler elektrokinetik misel (KKEM) sukses digunakan untuk
analisis 9 antibiotika β-laktam (cloxacillin, dicloxacillin, oxacillin, penicillin G,
penicillin V, ampicillin, nafcillin, piperacillin, amoksicillin) dalam berbagai sediaan
farmasetik. Suatu model rancangan percobaan telah digunakan untuk optimasi
variabel utama yakni pH dan konsentrasi buffer, konsentrasi medium misel, voltase
untuk pemisahan dan suhu kapiler. Akhirnya buffer borat (26 mM) pada pH 8,5 yang
mengandung natrium dodesil sulfat digunakan sebagai elektrolit dasar.
Pemisahan dilakukan pada kapiler silika lebur 64,5 cm x 75 µm (panjang
efektif 56 cm) menggunakan voltase 20 kV. Deteksi dilakukan dengan UV-DAD pada
panjang gelombang 220 nm. Sampel diinkeksikan dalam mode hidrodinamik selama 5
detik di bawah tekanan 50 mbar. Suhu kapiler diatur 30°C. Ketika kapiler baru
digunakan, kapiler dibilas dengan larutan berikut : air Milli-Q selama 5 menit, NaOH
0,1 M selama 5 menit, air Milli-Q selama 5 menit dan akhirnya digelontor dengan
NaOH 0,1 M selama 2 menit, air Milli-Q selama 2 menit, dan dengan buffer kerja
selama 2 menit. Larutan elektroforetik disiapkan dengan mengatur pH larutan buffer
natrium tetraborat 26mM dengan SDS 100 mM sampai pH 8,5 dengan Hcl. Buffer
kerja disaring dengan penyaring membran PTFE 0,2 µm.
Untuk analisis tablet: sebanyak 10 tablet ditimbang, digerus dalam mortar dan
akhirnya sejumlah serbuk dilarutkan dalam air deionisasi dengan cara pembasahan
dalam penangas ultrasonik selama 20 menit dan disaring dengan kertas saring. Filtrat

33
diencerkan dengan air deionisasi sampai volume akhir 100 mL. Untuk analisis dengan
KKEM, sebanyak 12µL larutan ini dispiking dengan 0,14 mL standar internal asam p-
aminobenzoat (1 mg/mL) dan diencerkan dengan air deionisasi sampai 10 mL yang
mengandung ampisilin 12µg/mL dan asam p-aminobenzoat (PABA) 140 µg/mL.
Untuk analisis sediaan injeksi: sampel injeksi dilarutkan dalam 75 air
deionisasi dengan cara pembasahan dalam panangas ultrasonik selama 15 menit dan
disaring dengan kertas saring. Filtrat diencerkan dengan air deionisasi sampai volume
akhir 100 mL. Untuk analisis dengan KKEM, sebanyak 18 µL larutan ini dispiking
dengan 0,14 mL standar internal PABA (1 mg/mL) dan diencerkan dengan air
deionisasi sampai 10 mL yang mengandung ampisilin 18 µg/mL dan PABA 140
µg/mL.
Metode elektroforesis kapiler (EK) juga digunakan untuk analisis amoksisilin
dan asam klavulanat secara bersama-sama dalam sediaan injeksi. EK dilengkapi
dengan detektor UV pada panjang gelombang 214 nm. Pemisahan dilakukan dengan
kapiler silika lebur (60 cm x 75 µm) yang suhunya diatur pada 25°C dengan voltase
yang digunakan sebesar 18 kV. Digunakan hidrodinamik pada saat injeksi sampel.
Elektrolit EK yang digunakan adalah buffer borat-fosfat 0,02 M yang mengandung
natrium dodesil sulfat 1,44% dan pH-nya diatur sampai pH 8,66.
Elektroforesis zona kapiler yang sederhana digunakan untuk analisis 8 obat
kelompok sefalosporin yakni cefadroxil (CFL), cefixime (CIX), cefuroxime sodium
(CFR), ceftriaxone sodium (CTR), ceftizoxime (CFT), cefaclor (CFC), cefradine
(CFD), dan cefotoxime (CTA). Kondisi yang berpengaruh pada pemisahan adalah pH,
konsentrasi buffer dan potensial yang digunakan. Pemisahan dilakukan dengan kapiler
silika lebur (panjang total 57 cm, panjang efektif 50 cm, 75 µm (diameter dalam).;
375 µm (diameter luar). Suhu kapiler dan sampel dijaga pada suhu 25°C. Sampel
diinjeksikan dengan autosampler dan digunakan metode hidrodinamik (4 detik pada
0,5 psi). Buffer running adalah natrium tetraborat 50 mM (pH 9) dan poensial yang
digunakan 30 kV. Deteksi dilakukan dengan absorbansi UV pada panjang gelombang
214 nm.
Larutan induk sefalosporin CFC, CFD, CFR, CTR, CFT, dan CTA (1 mg/ mL)
disiapkan secara terpisah dengan melarutkan masing-masing 0,1 g obat sefalosporin
dalam 100 mL air. Untuk CFL dan CIX digunakan metanol-HCl 0,1 M (1:4 v/v)
sevagai ganti air. Campuran kedelapan sefalosporin disiapkan dengan melarutkan 10
mg tiap obat dalam air-HCL 0,1 M-metanol (2; 1; 1 v/v/v) sampai 10,0 mL. Larutan

34
yang mengandung CFD (3-1000 µg mL-1), CTA dan CFC (15-1000 µg mL-1), CFT,
CFR, dan CFL (5-1000 µg mL-1), CTR (10-1000 µg mL-1). Dan CIX (15-1000 µg
mL-1) diletakkan dalam vial (1,5 mL). Sebelum sampel diinjeksikan, kapiler dicuci
secara berurutan dengan NaOH 0,1 M selama 2 menit dan air selama 0,5 menit, dan
selanjutnya disetimbangkan dengan buffer running (cairan elektrolit) selama 2 menit.
Analisis sediaan farmasi: sejumlah serbuk tablet yang setara dengan 5-10 mg
sefalosporin ditimbang dan dilarutkan dalam metanol-HCl 0,1 M (1: 4 v/v). Tiap
sampel digojog untuk melarutkan bahan padat, lalu volume diatur sampai 10 mL dan
sampel disonikasi selama 10 menit. Larutan akhir disaring melalui kertas saring
Whatman nomer 42, dan sejumlah volume diencerkan dengan air deionisasi. Larutan
jernih dianalisis sebagaimana dijelaskan di atas dan kuantifikasi diperoleh dengan
menggunakan plot kalibrasi eksternal.
Metode elektroforesis zona kapiler telah dikembangkan untuk determinasi dan
pemisahan ceftriaxon, ceftizoxim, parasetamol, dan sodium diklofenak dalam
campuran obat, dalam sediaan farmasi, dan dalam serum darah. Larutan elektrolit
yang digunakan adalah natrium tetraborat 50 mM (pH 9,0). Kapiler silika lebur yang
tidak dilapisi digunakan untuk pemisahan dengan panjang 57 cm (panjang efektif 50
cm). Semua analit terpisah secara sempurna dalam waktu 8 menit pada voltase 18 kV.
Deteksi dilakukan dengan UV pada panjang gelombang 214 nm.

35
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Antibiotik -laktam merupakan kelompok kelompok antibiotika yang paling
sering digunakan untuk pengobatan anti infeksi. Antibiotik ini mempunyai
cincin -laktam yang bertanggung jawab pada aktivitas anti-bakterinya, serta
berbagai jenis rantai samping yang bertanggung jawab pada perbedaan sifat
fisika-kimia dan farmakognosinya.
 Macam-Macam Antibiotik  -Laktam, yaitu :
1. Kelompok Penisilin
Penisilin mempunyai cincin tazolidin dan cincin -laktam. Atom H pada
gugus karboksilat (-COOH) dapat diganti dengan kation anorganik atau
organik untuk membentuk senyawa garam. Kation yang digunakan
biasanya natrium, kalium, alumunium, prokain, dan benzatin.
2. Kelompok Sefalosforin
Antibiotik ini berperan penting dalam pengobatan antimikroba modern,
disebabkan oleh aktivitas mikrobial intrinsiknya yang ditingkatkan, serta
profil keselamatnya, Asam-7-aminosefalosporanat yang tersusun dari
cincin -laktam yang digabungkan dengan cincin dihidrotiazin, akan tetapi
berbeda dalam hal sifat substituen yang terikat pada posisi -7 pada cincin
cephem.
 Metode analisis untuk obat-obat golongan antibiotik -laktam, yaitu metode
volumetri, spektrofotometri, metode enzimatis, kckt, kromatografi cair-spektrometri
massa, dan elektroforesis kapiler.
B. Saran
Sebaiknya segera dilakukan pengadaan alat-alat laboratorium untuk membantu proses
pembelajaran.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Rohman, Abdul dan Sudjadi. 2012. Analisis Farmasi, cetakan I. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

37

Anda mungkin juga menyukai