ABORTUS
Penyusun :
Apriyogi Dwi Jaya
112016212
2. Definisi
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan
menurut gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan yaitu
abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa menggunakan
tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik
dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.6
3. Etiologi
Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar
abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotipe dari embrio.3Data ini berdasarkan
pada 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik
yang berupa aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau
poliploidi dari fertilas abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik
pada trimester pertama berupa trisomi autosom.3
Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum
normal oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya
usia. Trisomi (30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan
diikuti dengan sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang
sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir.3 Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain
seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk tetraploidi dan triploid dapat
dihubungkan dengan abortus absolut.3
Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan
sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu
memandangkan kelainan struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya
konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang
kehamilan.3
Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses impantasi
dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada kombinasi gen
yang abnormal dan gangguan fungsi uterus.3 Gangguan genetik seperti Sindroma
Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum
merupakan gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat abortus.3 Kelainan hematologik
seperti pada penderita sickle cell anemia, disfibronogemi, defisiensi faktor XIII
mengakibatkan abortus dengan mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.3
Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat
meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan.1 Pada kelainan ini, dilatasi
serviks yang “silent” dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.1 Wanita dengan
serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau
lebih dengan memperlihatkan gejala yang minimal.1 Apabila dilatasi mencapai 4 cm
atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran amnion akan
terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim.1 faktor-faktor yang
mengakibatkan serviks inkompeten adalah kehamilan berulang, operasi serviks
sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas
anatomi pada serviks.1
Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda
yang bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten namun, setelah
14-16 minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus
bahagian bawah dan serviks untuk melihat pendataran dan pemendekan abnormal
serviks yang sesuai dengan inkompeten serviks.1
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi sistem
pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral
secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya
kadar progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus.3
Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester
yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM
dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.3
Ada berbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang
berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta.3 Infeksi janin yang bisa berakibat
kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.3
Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian
janin.3 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa
mengganggu proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif
juga bisa mengakibatkan abortus.3 Infeki virus pada kehamilan awal dapat
mengakibatkan perubahan genetik dan anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela,
parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan varisella zoster.3
Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian abortus
- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler
yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)3
- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di
mana gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur dengan
gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat,atau
insufisiensi plasenta yang berat)3
- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi
pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan
6 minggu)3
- antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT,
kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma platlet
normal dan adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid)3
aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33%
pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang, ditemukan
infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.3
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang yang
diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan
infeksi.1 Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena
trauma .1
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan
kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6 faktor-faktor yang
terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan
kafein.
Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli
kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus.1 Namun, jika pada kontrasepsi
yang menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko
aborsi khususnya aborsi septik akan meningkat dengan signifikan.1
4. Patogenesis
Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan
nekrosis jaringan disekitar perdarahan.1 Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan
tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi karena
dianggap sebagai benda asing oleh tubuh.1 Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya
ditemukan fetus maserasi yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini
disebut blighted ovum.1
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan bisa terjadi. Jika fetus yang
tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps, abdomen dipenuhi
dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ internal.1 Kulit akan
tertinggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat minimal.1 Bisa juga
apabila cairan amniotik diserap, fetus akan dikompres dan mengalami desikasi, yang
akan membentuk fetus compressus.1 Kadang-kadang, fetus bisa juga menjadi sangat
kering dan dikompres sehingga menyerupai kertas yang disebut fetus papyraceous.1
6. Diagnosis
6.1 Anamnesis
3 gejala utama pada abortus adalah nyeri di perut bagian bawah terutamanya di
bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong dan perineum, perdarahan
pervaginam dan demam yang tidak tinggi.7 Gejala ini terutamanya khas pada abortus
dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan
adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT.6 Perdarahan
pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang
keluar juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau
seperti anggur. Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.6
Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat infeksi
traktus genitalis harus diperhatikan.6 Riwayat kepergian ke tempat endemik malaria dan
pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga
abortus akibat infeksi.7
6.2 Pemeriksaan Fisis
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.4 Palpasi abdomen dapat
memberikan tanda keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan pemeriksaan
bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi, dan
konsistensinya.4 Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum keadaan
serviks dapat dinilai sama ada terbuka atau tertutup , ditemukan atau tidak sisa hasil
konsepsi di dalam uterus yang dapat menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.4
Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4
7. Diagnosis banding.2
- polip endoserviks
- karsinoma serviks
8. Penatalaksanaan
Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total dan
pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun hubungan seksual.
Jika terjadi perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian
lanjutan dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang perdarahan terus
berlansung, kondisi janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain
dilakukan dengan segera. Pada perdarahan berlanjut khususnya pada uterus yang lebih
besar dari yang diharapkan, harus dicurigai kehamilan ganda atau mola.
8.2 Abortus insipiens.4
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan
aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka, Ergometrin
0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian persediaan
untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan dengan segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi ditunggu,
kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit oxytoxin dalam
500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40
tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi. Setelah penanganan,
kondisi ibu tetap dipantau.
Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan
hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, Ergometrin 0,2
mg IV atau misoprostol 400mcg per oral diberikan.
Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual. Evakuasi vakum
tajam hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual (AVM). Jika evakuasi
belum dapat dilakukan dengan segera, Ergometrin 0,2mg IM atau Misoprostol 400mcg
per oral dapat diberikan.
Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan dalam
500ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol 200mcg pervaginam diberikan
setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Hasil konsepsi yang tertinggal
dalam uterus segera dievakuasi.
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat
adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah penanganan
tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus 600mg/hari selama
2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi darah. Seterusnya lanjutkan
dengan konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.
Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang
biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang diketahui
secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya adalah baik
kecuali jika terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek
samping pada kehamilan berikut.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah
tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada
komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.
Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter
bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru
yang ringan atau gejala yang lebih berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia
dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani
surat persetujuan tindakan.
9. Komplikasi
9.1 Perdarahan.6
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau sesudah
abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan
serviks, dan juga koagulopati.
9.2 Perforasi.6
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan
alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.
9.3 Syok.6
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu
dilatasi juga bisa terjadi namum pasien sembuh dengan segera.
9.4 Infeksi.6
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan
flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci,
Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira,
jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria
dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada
abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba,
parametrium, dan peritonium.
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi
paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,
Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens.
Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan
Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat
membentuk gas.
10. Prognosis.6