Anda di halaman 1dari 2

(RUU PILKADA) HATI – HATI DENGAN

KEPENTINGAN PARTAI POLITIK, UTAMANYA


HARUS KEPENTINGAN RAKYAT TERLEBIH
DAHULU !!
By Penri Sitompul

Jelang momentum 25 September 2014 mengenai putusan DPR terkait RUU Pilkada
menyebabkan situasi politik kembali memanas, Tak terhindarkan lagi muncul
berbagai argumen pro dan kontra, kubu yang pro menyatakan bahwa Pilkada secara
langsung menelan biaya yang begitu besar dalam setiap penyelenggaraannya,
kemudian efek yang ditimbulkan oleh Pilkada langsung adalah terjadinya konflik
horizontal, dan kenapa mekanisme pilkada harus melalui DPRD, sebagai wujud
nyata Sila Ke Empat Pancasila.
Kubu yang kontra terhadap Pilkada oleh DPRD, Menyatakan bahwa sudah 9 tahun
sistem pilkada langsung berjalan dan tidak ada yang fatal, hanya saja mungkin bisa
salah tetapi mari kita perbaiki saja, bukan langsung mengembalikan lagi ke DPRD,
itu suatu kemunduran kalo ujung-ujungnya DPRD lagi sebab mengacu pada
konstitusi yaitu Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Memang kalau kita cermati, demokrasi butuh biaya tetapi jangan anggap remeh
persoalan biaya pilkada. Terkait persoalan biaya coba kita bersama memberikan
solusi begini, bahwa adakan saja pemilu secara serentak karena itu bisa menekan
kerugian akibat penyelenggaraan pilkada, hal itu penting karena mengingat putusan
MK terkait Penyelenggaraan Pilkada 2019 besok diadakan secara serentak.
Kemudian perihal pemimpin yang dihasilkan melalui pilkada secara langsung, ada
yang beranggapan bahwa pilkada langsung hanya menghasilkan produk pemimpin
yang korup karena hitungan kasarnya banyak kepala daerah yang terjerat kasus
korupsi, ukuran korup dijadikan alibi agar mengembalikan pilkada dilakukan oleh
DPRD saja. ini sesat karena persoalan korupsi adalah persoalan lain, jangan
kemudian berpikir bahwa pilkada langsung yang menyebabkan terjadinya korupsi.
Dan jikapun dengan pertanyaan yang sama apakah DPRD juga bersih?? Dan
apakah ada jaminan bahwa kejahatan korupsi tidak akan terjadi jika pemilihan
Kepala daerah lewat DPRD??
Lalu mengenai arti Pancasila sila ke Empat yang dituangkan dalam Pilkada melalui
DPRD, ini agak keliru sebab Pancasila sila ke Empat ada baiknya diterjemahkan
bukan pada tata cara pilkada tetapi terjemahkanlah pada proses perumusan
kebijakan. Konflik horizontal tidak akan terjadi jika para calon kepala daerah itu
legowo dengan hasil putusan, karena lembaga yang memutuskan hasil itu adalah
lembaga bentukan undang-undang, dan kalau masih beranggapan ada yang salah
dengan hasil pilkada setelah proses pemilihan kepala daerah ajukan ke lembaga
mahkamah konstitusi dan jika keputusan MK keluar dan menyatakan hasil yang
tidak sesuai dengan harapan, ya kembali koreksi diri dan konsolidasi kembali untuk
persiapan mendatang, terserah jika anda memposisikan diri sebagai oposisi
terhadap yang memenangkan kontes pilkada, alangkah baiknya jika sembari
mengoreksi diri dan kekalahan juga memberi dukungan kepada pemenang untuk
kepentingan daerah agar berhasil.
Semakin jelas terlihat bahwa ini sebenarnya persoalan politik yang coba dimainkan
untuk kepentingan koalisi partai semata, karena rakyat sudah merasakan langsung
manfaat pilkada yang diadakan secara langsung, ada Jokowi, Ahok, Tri, Ridwan dll,
rakyat sudah cerdas karena sosok pemimpin hasil pilkada langsung itu berhasil
mereformasi birokrasi yang rumit serta membuat terobosan- terobosan baru. Salah
satu contohnya fenomena blusukan, rakyat merasakan langsung ada pemimpin
yang hadir ditengah-tengah mereka. Rakyat ingin pemimpin yang mau melayani
mereka dengan baik dan mempercayakan untuk Jokowi menjadi Presiden.
Diatas semua persoalan itu mari kita utamakan kepentingan bangsa dan Negara
daripada kepentingan sekelompok koalisi partai politik yang tujuannya masih kabur,
Presiden kita Jokowi dalam memerintah 5 tahun kedepan mudah-mudahan bisa
mengedepankan dan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai