Anda di halaman 1dari 9

ANEMIA GIZI BESI

1 PENGERTIAN
Anemia oleh orang awam dikenal sebagai “kurang darah”. Sebagian besar anemia di Indonesia
disebabkan oleh kekurangan zat besi. Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen
pembentuk Hb atau sel darah merah. Oleh karena itu disebut Anemia Gizi Besi.

Anemia gizi besi ini timbul akibat kosongnya cadangan zat besi tubuh sehingga cadangan zat besi
untuk eritropoesis berkurang yang menyebabkan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal.

2 PREVALENSI
Jika tidak segera ditangani anemia zat besi bisa menyebabkan ganguan kesehatan serius. Prevalensi
anemia gizi besi di Indonesia cukup tinggi. Menurut data yang dikeluarkan Depkes RI, pada kelompok
usia balita prevalensi anemia gizi besi pada tahun 2001 adalah 47,0%, kelompok wanita usia subur
26,4%, sedangkan pada ibu hamil 40,1%. Data WHO tidak kalah fantastis, hampir 30% total penduduk
dunia diperkirakan menderita anemia.
3 ETIOLOGI
Anemia gizi besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di bawah nilai normal
(hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal (mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya
akan menggangu metabolisme energi yang dapat menurunkan produktivitas. Penyebab anemia gizi besi
bisa disebabkan oleh beberapa hal. Seperti kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi,
menderita penyakit ganguan pencernaan sehingga menggangu penyerapan zat besi. Terjadi luka yang
menyebabkan pendarahan besar, persalinan, menstruasi, atau cacingan serta penyakit kronis seperti
kanker, ginjal dan penyak
4 PATOFISIOLOGI
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi,sehingga cadangan besi makin menurun. Apabila
cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus,maka penyediaan besi untuk eritoproesis berkurang, sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk
eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoesis.
Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer, sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada
saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan
gejala pada kuku, epitel mulut dan faring, serta berbagai gejala lainnya.

5. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN AGB


a. Asupan zat besi dalam makanan

Macam bahan makanan yang banyak mengandung zat besi dapat dilihat pada Tabel 2. Hati
adalah bahan makanan yang paling banyak mengandung zat besi. Daging juga banyak
mengandung zat besi. Dari bahan makanan yang berasak dari tumbuh-tumbuhan, maka kacang-
kacangan seperti kedelai, kacang tanah, kacang panjang koro, buncis serta sayuran hijau daun
mengandung banyak zat besi.

Selain dari pada banyaknya zat besi yang tersedia didalam makanan, juga perlu diperhatikan faktor-faktor
lain yang mempengaruhi absorpsi zat besi, antara lain macam-macam bahan makanan itu sendiri. Zat
besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah yang dapat diabsorpsi hanya sekitar 1-6 %, sedangkan
zat besi yang berasal dari hewani 7-22 %. Didalam campuran susunan makanan, adanya bahan
makanan hewani dapat meninggikan absorpsi zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Faktor ini
mempunyai arti penting dalam menghitung jumlah zat besi yang dikonsumsi oleh masyarakat yang tak
mampu, yang jarang mengkonsumsi bahan makanan hewani. (Husaini, 1989

Tabel 2. Zat Besi Dalam Bahan Makanan

No. Bahan Makanan Zat Besi (mg/100 g)


1. Hati 6,0 sampai 14,0
2. Daging Sapi 2,0 sampai 4,3

3. Ikan 0,5 sampai 1,0

4. Telur Ayam 2,0 sampai 3,0

5. Kacang-kacangan 1,9 sampai 14,0

6. Tepung Gandum 1,5 sampai 7,0

7. Sayuran Hijau Daun 0,4 sampai 18,0

8. Umbi-umbian 0,3 sampai 2,0

9. Buah-buahan 0,2 Sampai 4,0

10. Beras 0,5 sampai 0,8

11. Susu Sapi 0,1 sampai 0,4

Sumber : Davidson, dkk, 1973 dalam Husaini, 1989

Zat besi didalam bahan makanan dapat berbentuk hem yaitu berikatan dengan protein atau dalam bentuk
nonhem yaitu senyawa besi organic yang kompleks. Ketersediaan zat besi untuk tubuh kita dapat
dibedakan antara hem dan nonhem ini. Zat besi hem berasal dari hemoglobin dan mioglobin yang hanya
terdapat dalam bahan makanan hewani, yang dapat diabsorpsi secara langsung dalam bentuk kompleks
zar besi phorphyrin (“iron phorphyrin kompleks”). Jumlah zat besi hem yang diabsorpsi lebih tinggi
daripada nonhem. Untuk seseorang yang cadangan zat besi dalam tubuhnya rendah, zat besi hem ini
dapat diabsorpsi lebih dari 35 %, sedangkan buat orang yang simpanan zat besinya cukup banyak (lebih
dari 500 gram) maka absorpsi zat besi hem ini hanya kurang lebih 25 %. Dari hasil analisa bahan
makanan didapatkan bahwa sebanyak 30 – 40 % zat besi didalam hati dan ikan, serta 50-60 % zat besi
dalam daging sapi, kambing, dan ayam adalah dalam bentuk hem. (Cook, dkk dalam Husaini, 1989).
Zat besi nonhem pada umumnya terdapat didalam bahan makanan yang umumnya berasal dari tumbuh-
tumbuhan seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan dan serealia, dan dalam
jumlah yang sedikit daging, ikan dan telur. Zat besi nonhem didalam bentuk kompleks inorganic
Fe3+ dipecah pada waktu percernaan berlangsung dan sebagian dirubah dari Fe 3+ menjadi Fe2+ yang lebih
siap diabsorpsi. Konversi Fe3+ menjadi Fe2+ dipermudah oleh adanya faktor endogenus seperti HCl dalam
cairan sekresi gastric, komponen zat gizi yang berasal dari makanan seperti vitamin C, atau daging, atau
ikan.
Zat gizi yang telah dikenal luas dan sangat berperanan dalam meningkatkan absorpsi zat besi adalah
vitamin C. Vitamin C dapat meningkatkan absorpsi zat besi nonhem sampai empat kali lipat. Vitamin C
dengan zat besi mempunyai senyawa ascorbat besi kompleks yang larut dan mudah diabsorpsi, karena
itu sayur-sayuran segar dan buah-buahan yang mengandung banyak vitamin C baik dimakan untuk
mencegah anemia .

Selain faktor yang meningkatkan absorpsi zat besi seperti yang telah disebutkan, ada pula faktor yang
menghambat absorpsi zat besi. Faktor-faktor yang menghambat itu adalah tannin dalam the, phosvitin
dalam kuning telur, protein kedelai, phytat, fosfat, kalsium, dan serat dalam bahan makanan (Monsen and
Cookdalam Husaini, 1989). Zat-zat gizi ini dengan zat besi membentuk senyawa yang tak larut dalam air,
sehingga lebih sulit diabsorpsi. Seseorang yang banyak makan nasi, tetapi kurang makan sayur-sayuran
serta buah-buahan dan lauk-pauk, akan dapat menjadi anemia walaupun zat besi yang dikonsumsi dari
makanan sehari-hari cukup banyak. Kecukupan konsumsi zat besi Nasional yang dianjurkan untuk anak
balita berumur 1-3 tahun adalah 8 mg, sedangkan untuk anak balita berumur 4-6 tahun adalah 9 mg
(Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2003)
b. Pengetahuan

Tan (1979) mengatakan bahwa pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat,
termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap terhadap pangan dan kebiasaan makan.
Semakin sering suatu bahan pangan dikonsumsi dan semakin berat pangan tersebut dimakan, maka
semakin besar peluang pangan tersebut tergolong dalam pola konsumsi pangan individu atau
masyarakat.

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap perilaku dalam memilih makanan yang akan
berdampak pada asupan gizinya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat penting peranannya
dalam menentukan asupan makanan. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, masyarakat akan tahun
bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan. Memperbaiki konsumsi pangan merupakan salah
satu bantuan terpenting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu penghidupan (Suhardjo, 1986).

c. Pendidikan
Menurut Hidayat (1980), tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara
pemilihan bahan makanan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang
lebih baik dalam kuantitas dan kualitas dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah.
Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya (Soekirman, 1985). Anak-anak dari ibu
yang mempunyai latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta
tumbuh lebih baik. Hal ini disebabkan karena keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal-
hal yang baru untuk pemeriksaan kesehatan anaknya (Emelia, 1985 dalam Ginting, M, 1997).

Faktor pendidikan mengakibatkan perubahan perilaku dan mempunyai pengaruh terhadap penerimaan
inovasi baru, dalam hal ini perilaku makan yang sesuai dengan anjuran gizi (Pranadji, 1988)

d. Pendapatan

Peningkatan pendapatan rumah tangga terutama bagi kelompok rumah tangga miskin dapat
meningkatkan status gizi, karena peningkatan pendapatan tersebut memungkinkan mereka mampu
membeli pangan berkualitas dan berkuantitas yang lebih baik. Keadaan ekonomi merupakan factor yang
penting dalam menentukan jumlah dan macam barang atau pangan yang tersedia dalam rumah tangga.
Bagi Negara berkembang pendapatan adalah factor penentu yang penting terhadap status gizi.

Menurut Mosley dan Lincoln (1985), pendapatan rumah tangga akan mempengaruhi sikap keluarga
dalam memilih barang-barang konsumsi. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan
fasilitas lain. Semakin tinggi pendapatan maka cendrung pengeluaran total dan pengeluaran pangan
semakin tinggi (Hardinsyah & Suhardjo, 1987).

Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan dan
gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit,
menurunkan produktivitas kerja dan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang
konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya (Hardinsyah &
Suhardjo, 1987)

e. Frekuensi Makan

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak
dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah
gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sector
yang terkait.

Pola asuh merupakan suatu sistem atau tata cara seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan terutama
memberi makan dan merawat anak dengan baik. Menurut Nasedul dalam Sudarmiati (2006) semua
orang tua harus memberikan hak untuk bertumbuh. Semua anak harus memperoleh yang terbaik agar
dapat tumbuh secara penuh, tumbuh sesuai dengan apa yang mungkin dicapainya, bertumbuh sesuai
dengan kemampuan tubuhnya.
Salah satu factor yang paling penting untuk meningkatkan status gizi adalah konsumsi makanan.
Semakin baik konsumsi atau asupan zat gizi maka semakin besar kemungkinan terhindar dari status gizi
yang kurang atau buruk, baik dari segi jumlah maupun dari segi frekuensi makanan yang dikonsumsi.

Frekuensi makan pada keluarga di Indonesia umumnya adalah tiga kali dalam sehari. Hal ini terkait
dengan masalah fisiologis, artinya hampir semua zat gizi itu di metabolisme dalam tubuh selama kurang
lebih dari 4 jam. Untuk itu maka dianjurkan frekuensi makan yang baik adalah berpatokan dengan limit
waktu metabolisme itu.

f. Jenis Bahan Makanan

Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan
RI, ada 11 golongan bahan makanan. Berdasarkan penggolongan ini kemudian dapat dianalisa konsumsi
zat gizi yang diasup oleh seseorang. Setiap bahan makanan mempunyai susunan kimia yang berbeda-
beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi pula baik jenis maupun jumlahnya. Baik secara sadar
maupun tidak sadar manusia mengkonsumsi makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dengan demikian
jelas bahwa tubuh manusia memerlukan zat gizi atau zat makanan, untuk memperoleh energi guna
melakukan kegiatan fisik sehari-hari, untuk memelihara proses tubuh dan untuk tumbuh dan berkembang
khususnya bagi yang masih dalam pertumbuhan (Suhardjo, 1992).

Berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh dapat digolongkan kedalam enam macam yaitu karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Sementara itu energi yang diperlukan tubuh dapat diperoleh dari
hasil pembakaran karbohidrat, protein dan lemak di dalam tubuh. Di alam ini terdapat berbagai jenis
bahan makanan baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut pangan nabati maupun yang
berasal dari hewan yang dikenal sebagai pangan hewani (Suhardjo, 1992).

Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka timbul ketidakseimbangan antara
masukan zat-zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dengan mengkonsumsi makanan
sehari-hari yang beraneka ragam, kekurangan zat gizi jenis makanan lain diperoleh sehungga masukan
zat-zat gizi menjadi seimbang. Jadi, untuk mencapai masukan zat-zat gizi yang seimbang tidak mungkin
dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus terdiri dari aneka ragam bahan
makanan (Khumaidi, 1994).

6 MANIFESTASI KLINIS
Penderita anemia biasanya ditandai dengan mudah lemah, letih, lesu, nafas pendek, muka pucat, susah
berkonsentrasi serta fatique atau rasa lelah yang berlebihan. Gejala ini disebabkan karena otak dan
jantung mengalami kekurangan distribusi oksigen dari dalam darah. Denyut jantung penderita anemia
biasanya lebih cepat karena berusaha mengkompensasi kekurangan oksigen dengan memompa darah
lebih cepat. Akibatnya kemampuan kerja dan kebugaran tubuh menurun. Jika kondisi ini berlangsung
lama, kerja jantung menjadi berat dan bisa menyebabkan gagal jantung kongestif. Anemia zat besi juga
bisa menyebabkan menurunya daya tahan tubuh sehingga tubuh mudah terinfeksi.

Gejala anemia defisiensi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar berikut ini
a. Gejala Umum Anemia

Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi jika
kadar hemoglobin turun dibawah 7-8g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi, karena terjadi penurunan
kadar hemoglobin secara perlahan-lahan, sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya lebih cepat.

b. Gejala khas akibat defisiensi besi

Gejala yang khas dijumpai pada difisiensi besi yang tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah sebagai
berikut.

 Koilorikia : kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical,
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

 Atrofi papila lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang.

 Stomatitis angularis : adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak


sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

 Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.


 Atropi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.
c. Gejala penyakit dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia
defisiensi. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis
membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning.

7 DAMPAK AGB

1. Anak-anak :
1. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
2. Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak.
3. Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan tubuh menurun.
1. Wanita :
1. Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit.
2. Menurunkan produktivitas kerja.
3. Menurunkan kebugaran.
1. Remaja putri :
1. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
2. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
3. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.
4. Mengakibatkan muka pucat.
1. Ibu hamil :
1. Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan.
2. Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau BBLR (<2,5 kg).
3. Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan/atau bayinya.

8 KELOMPOK RENTAN

AGB bisa diderita siapa saja, namun ada masa rentan AGB. Diantaranya pada masa kehamilan, balita,
remaja, masa dewasa muda dan lansia. Pada ibu hamil, prevalensi anemia defisiensi berkisar 45-55%,
artinya satu dari dua ibu hamil menderita AGB.

Ibu hamil rentan terhadap AGB disebabkan kandungan zat besi yang tersimpan tidak sebanding dengan
peningkatan volume darah yang terjadi saat hamil, ditambah dengan penambahan volume darah yang
berasal dari janin. Wanita secara kodrat harus kehilangan darah setiap bulan akibat menstruasi,
karenanya wanita lebih tinggi risikonya terkena AGB dibandingkan pria. Anak-anak dan remaja juga usia
rawan AGB karena kebutuhan zat besi cukup tinggi diperlukan semasa pertumbuhan. Jika asupan zat
besinya kurang maka risiko AGB menjadi sangat besar.

Penyakit kronis seperti radang saluran cerna, kanker, ginjal dan jantung dapat menggangu penyerapan
dan distribusi zat besi di dalam tubuh yang dapat menyebabkan AGB.

9 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah sebagai berikut:

1. Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia mikrositer hipokromik dengan
penurunan kadar Hb mulai dari ringan sampai berat. Indeks eritrosit sudah mengalami perubahan
sebelun kadar Hb menurun. Apusan darah menunjukkan anemia mikrositer hipokromik, anisositosis,
poikilositosis anulosit, leukosit dan trombosit normal, retikulosit rendah.
2. Kadar besi serum menurun kurang dari 50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) menigkat
lebih dari 350 mg/dl dan saturasi transferin kurang dari 15%.
3. Kadar serum feritin. Jika terdapat inflamasi, maka feritin serum sampai dengan 60 Ug/dl.
4. Protoporfirin eritrosit meningkat (lebih dari 100 Ug/dl)
5. Sumsum tulang. Menunjukkan hiperflasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil dominan.

10 PENCEGAHAN AGB

a. Diet Tinggi Zat Besi


Kekurangan zat besi merupakan faktor utama AGB. Pria dewasa angka kecukupan gizi zat besi (AKG)
yang dianjurkan adalah 13 mg/hari, wanita 14-26 mg/hari, sedangkan ibu hamil ditambah 20 mg dari AKG
wanita.
AGB dapat dicegah dengan menjalani pola makan sehat dan bervariasi. Pilih bahan pangan yang tinggi
akan zat besi, folat, vitamin B12 dan vitamin C. Vitamin B12 bermanfaat untuk melepaskan folat sehingga
dapat membantu pembentukan sel darah merah. Sedangkan vitamin C penting dikonsumsi penderita
AGB karena dapat membantu penyerapan zat besi. Selain diet tinggi zat besi, pemulihan AGB biasanya
diperlukan tambahan suplemen folat, vitamin B12 serta zat besi. Pemulihan terapi diet yang disertai
pemberian suplemen penderita AGB biasanya akan pulih setelah 6 bulan menjalani terapi.

b. Meningkatkan Konsumsi Makanan Bergizi.

- Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan,
ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan,tempe).

- Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun
singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan
zat besi dalam usus.

c. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah.

1. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti kecacingan, malaria
dan penyakit TBC.

11 PENATALAKSANAAN MEDIS/ THERAPY

a. Terapi Kausal.
Terapi kausal bergantung pada penyebabnya misalnya pengobatan cacing tambang, hemoroid dam
menoragi.

b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh.Biasanya diberikan secara
peroral atau parenteral.

- Zat besi Peroral.

Pengobatan melalui oral jelas aman dan murah dibandingkan dengan parenteral. Zat besi melalui oral
harus memenuhi syarat bahwa tiap tablet atau kapsul berisi 50-100 mg besi elemental yang mudah
dilepaskan dalam lingkungan asam, mudah diabsorpsi dalam bentuk fero, dan kurang efek samping. Ada
4 bentuk garam besi yang dapat diberikan melalui oral yaitu sulfat, glukonat, fumarat dan suksinat. Efek
samping yang terjadi biasanya pirosis dan konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah
kadar Hb normal untuk mengisi cadangan zat besi tubuh.

- Zat besi Parenteral


Diberikan bila ada indikasi seperti malabsorpsi, kurang toleransi melalui oral, klien kurang kooperatif,
dan memerlukan peningkatan HB secara cepat (pre operasi hamil trisemester terakhir).

Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex dan iron sorbitol citic acid complex yang
dapat diberikan secara IM dalam atau IV. Efek samping pada pemberian IM biasanya sakit pada bekas
suntikan sedangkan pemberian IV bias terjadi renjatan atau tromboplebitis.

c. Pengobatan lain

Pengobatan lain yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:

1. Diet : Sebaiknya diberikan makanan bergizi yang tinggi protein


terutama protein hewani.

1. Vitamin C : Diberikan 3x100mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi.


2. Tranfusi darah : Indikasi pemberian tranfusi darah pada anemia kekurangan besi
adalah :

 Adanya penyakit jantung anemik


 Anemia yang simtomatik
 Penderita memerlukan peningkatan kadar HB yang cepat.

https://kesehatanmendunia.wordpress.com/2012/01/23/anemia-gizi-besi/

Anda mungkin juga menyukai