Anda di halaman 1dari 12

1.

ASPAL
Aspal merupakan material utama pada konstruksi lapis perkerasan lentur
(flexible pavement) jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan
pengikat agregat, karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat
adhesif, kedap air dan mudah dikerjakan. Silvia ( 1990 ) membedakan Aspal
untuk material jalan atas :
1.1 Aspal Alam
Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, contohnya :
 Lake asphalt, terdapat di Trinidad, Bermuda. Aspal ini jika diurai
akan didapatkan bahan-bahan dengan komposisi 40% bitumen, 30
% bahan eteris, 25 % bahan mineral dan 5 % bahan organik.
 Batu Aspal (rock asphalt) dipulau Buton Sulawesi Tenggara, aspal
ini dikenal juga dengan Butas (Buton Asphalt) atau Asbuton (Aspal
Batu Beton), terdapat didalam batu karang, sehingga asplanya
bercampur dengan batu kapur (CaCO3).
Dilihat dari segi fisiknya aspal alam dibagi menjadi aspal padat /
batuan, aspal plastis dan aspal cair
Sifat-sifat aspal buton antara lain : kadar asphaltenenya jauh lebih tinggi
dan kadar maltenenya lebih rendah dibandingkan dengan aspal buatan. Oleh
karena itu asbuton mempunyai pelekatan yang lebih baik dan kepekaan
terhadap perubahan suhu yang lebih kecil.
Penggunaan aspal alam sudah banyak digunakan untuk pelapisan
konstruksi perkerasan, dimana yang sudah banyak digunakan adalah :
a. Lasbutag (Lapis Asbuton Agregat), merupakan lapisan konstruksi jalan
yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak
yang diaduk, dihamparkan dan dipadatkan secara dingin.
b. Latasbum (Lapis Asbuton Murni)
Lapis tipis asbuton murni (latasbum) merupakan lapisan penutup yang
terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan
tertentu yang dicampur secara dingin dan menghasilkan tebal
maksimum 1 cm.
1.2 Aspal buatan (Bitumen)
Aspal buatan merupakan bitumen yang merupakan jenis aspal hasil
penyulingan minyak bumi yang mempunyai kadar parafin yang rendah dan
disebut dengan paraffin base crude oil.
Aspal buatan dilihat dari segi bentuk dibagi menjadi 3 bentuk yang
antara lain:
a. Aspal Padat
Aspal buatan atau bitumen ini merupakan hasil penyulingan
minyak bumi yang kemudian disuling sekali lagi pada suhu yang sama
tetapi dengan tekanan rendah (hampa udara), sehingga dihasilkan
bitumen yang disebut dengan ‘straight bitumen’.
Pada umumnya bitumen jenis ini mempunyai penetrasi yang
tinggi. Untuk mendapatkan bitumen dengan penetrasi yang lebih rendah,
maka residu hasil penyulingan hampa udara tadi diberikan lagi proses
tambahan berupa pencampuran dengan udara pada suhu 400o C dan
disebut dengan proses “blowing”. Dengan proses blowing ini, maka
beberapa sifat bitumen diperbaiki, antara lain : peningkatan kadar
asphaltene, sifat lekat dan sifat kepekaan terhadap udara. Kekurangan
dari proses “blowing” ini adalah kemungkinan terjadinya retak
(cracking) akibat adanya proses kimia berupa pemecahan molekul-
molekul besar menjadi molekul-molekul kecil dan terjadinya arang
(carbon). Adanya pemecahan molekul ini bisa mengakibatkan
berkurangnya bitumen dan tidak homogen. Proses ini memakan biaya
yang cukup tinggi dan harus dilaksanakan dengan hati-hati, dan hasil
yang diperoleh disebut dengan ‘semiblown asphalt’.
Jenis – jenis aspal padat antara lain :
 Straight Run (Bitumen Hasil Langsung)
Jenis aspal ini dibuat dari minyak bumi, biasanya minyak bumi
yang banyak mengandung aspal dan sedikit parafin, karena parafin akan
banyak mempengaruhi pelekatan aspal pada batuan. Minyak bumi terbut
kemudian disuling untuk memisahkan bagian-bagian yang mudah
menguap. Residu atau sisa destilasi kemudian disuling kembali pada
suhu yang sama dengan tekanan rendah (hampa udara) dan menghasilkan
fraksi seperti minyak pelumas dan sisanyaakan menjadi “straight run
bitumen”. Bitumen jenis ini mempunyai penetrasi yang tinggi.
 Blown Bitumen (Bitumen Hasil Pencampuran Udara)
“Blowing” adalah proses tembahan, dimana residu dari
penyulingan vakum dicampur dengan udara pada suhu 4000 C. Proses ini
dilakukan jika bitumen yang dibutuhkan adalah bitumen dengan
penetrasi yang lebih rendah daripada “straight run”. Dengan proses ini
akan diperoleh dua keuntungan, yaitu penetrasi akan berkurang dan kadar
asphaltene bertambah.
Kerugian hasil blowing adalah akan terjadi pemecahan (cracking)
yaitu suatu proses kimia dimana molekul yang besar dipecah menjadi
molekul yang lebih kecil dan akan terjadi arang, sehingga hasil bitumen
akan berkurang dan menjadi tidak homogen.
Akibat terjadinya arang maka pelekatan terhadap batuan akan
berkurang karena arang tidak dapat larut secara baik dalam malten.
Proses blowing sendiri memerlukan biaya yang tinggi dan menimbulkan
polusi udara, sehingga untuk kebutuhan material jalan akan dilaksanakan
dengan hati-hati untuk menghasilkan “semi blown asphalt”.
Sifat aspal padat
Sifat bitumen yang dibutuhkan dan beberapa sifat penting untuk
digunakan sebagai bahan jalan :
 Untuk mencapai daya ikat yang baik, maka diperlukan daya lekat yang
baik. Sifat lekat bitumen terhadap batuan tidak disebabkan daya tarik
muatan listrik tetapi karena tekanan tersebut tergantung dari struktur
bitumen. Bitumen yang mengandung gugusan aromatik melekat lebih
baik pada batuan daripada bitumen yang mengandung banyak gugusan
parafin. Tekanan permukaan adalah energi yang dibutuhkan oleh bahan
tersebut untuk memperluas permukaan sehingga tekanan akan menjadi
lebih rendah pada suhu tinggi.
 Dapat menjadi cair
 Dapat menjadi cukup keras kembali sehingga membentuk campuran batu
aspal yang merekat dengan baik dan dapat dipadatkan untuk membentuk
konstruksi lapisan perkerasan yang stabil.
 Dapat menjadi cukup lunak sehingga campuran batu aspal tersebut tidak
menjadi rapuh pada suhu lunak yang dapat mengakibatkan kerusakan.
 Bitumen yang digunakan tidak boleh terlalu peka terhadap suhu karena
waktu penetrasi sangan tergantung pada suhu.
 Titik lembek aspal perlu mendapat perhatian, karena pada suhu tersebut
bahan mulai bergerak dengan kecepatan tertentu pada beban tertentu.
 Jika aspal makin keras, maka kadar asphaltene akan naik tetapi daktilitas
akan turun. Jika kadar parafin tinggi, maka sifat kepekaan aspal terhadap
suhu akan meningkat dan daya lekat akan kurang, selain itu daktilitas
juga akan berkurang.
Penggunaan aspal padat
Aspal padat dapat digunakan untuk hampir seluruh pekerjaan
pelaksanaan lapis perkerasan aspal, mulai dari pelapisan permukaan
sampai dengan pekerjaan konstruksi perkerasan jalan yang bermutu
tinggi seperti lapisan aspal beton.
b. Aspal Cair
Aspal cair adalah aspal keras yang dicampur dengan pelarut. Jenis
aspal cair tergantung dari jenis pengencer yang digunakan untuk
mencampur aspal keras tersebut.
Jenis aspal cair
 Aspal RC (Rapid Curing), aspal cair cepat mengeras yang merupakan
jenis aspal yang akan dengan cepat mengendap, merupakan aspal keras
yang dicampur dengan kerosin (bensin).
 Aspal MC (Medium Curing), merupakan jenis aspal yang akan
mengendap dalam waktu sedang, merupakan aspal keras yang dicampur
dengan minyak disel.
 Aspal SC (Slow Curing), merupakan jenis aspal yang akan dengan
lambat mengendap, merupakan aspal keras yang dicampur dengan residu
dari pengilangan pertama.
Sifat Aspal Cair
Aspal cair yang digunakan untuk mempermudah pelaksanaan
pekerjaan dan mempersingkat waktu pelaksanaan karena dengan
kecairannya, aspal akan lebih mudah mengalir diantara batuan dan
menyelimutinya untuk menghasilkan ikatan antara batu aspal.
Penggunaan Aspal Cair
Aspal cair dapat digunakan seperti halnya aspal padat.

1.3 Aspal Emulsi


Aspal emulsi merupakan aspal cair yang lebih cair dari aspal cair
pada umumnya dan mempunyai sifat dapat menembus pori-pori halus dalam
batuan yang tidak dapat dilalui oleh aspal cair biasa. Aspal emulsi terdiri
dari butir-butir aspal halus dalam air yang diberikan muatan listrik sehingga
butir-butir aspal tersebut tidak bersatu dan tetap berada pada jarak yang
sama.
Karena adanya perbedaan muatan listrik yang diberikan, maka aspal
emulsi dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu aspal emulsi katonik,
aspal emulsi anionik, dan noninik.
Jenis Aspal Emulsi
 Aspal emulsi anionik adalah aspal emulsi yang diberikan muatan
listrik negatif dan umumnya dapat digunakan untuk melapisi
batuan yang basa dan netral dengan baik. Sifat lekat dari aspal
emulsi anionik berdasarkan penguapan air, yaitu berdasarkan
sifat tekanan permukaan dari batuan setelah air menguap. Aspal
emulsi anionik terdiri dai MC (labil), MS (agak labil), dan MC
(stabil).
 Aspal emulsi kationik adalah aspal emulsi yang bermuatan
listrik positif sehingga baik untuk digunakan melapisi batuan
netral dan alam seperti batuan andesit dan basal. Aspal emulasi
kationik terdiri dari : MCK (bekerja cepat), MSK (bekerja
kurang cepat) dan MLK (bekerja lamban).
 Aspal emulsi nonionik adalah aspal emulsi yang tidak bermuatan
listrik, karena tidak mengalami proses ionisasi.
Sifat Aspal Emulsi
Seperti telah dikemukakan, aspal emulsi mempunyai beberapa
klasifikasi dengan sifatnya masing-masing, sedangkan faktor yang
dapat mempengaruhi aspal emulsi antara lain sebagai berikut :
i. Sifat kimia aspal padat
ii. Kekerasan dan jumlah aspal semen yang digunakan
iii. Ukuran partikel aspal dalam emulsi
iv. Jenis dan konsentrsi zat emulsi yang digunakan
v. Keadaan pencampuran seperti suhu dan tekanan
vi. Muatan ion pada partikel emulsi
vii. Tingkat penambahan bahan
viii. Jenis peralatan yang digunakan dalam membuat emulsi
ix. Sifat zat emulsi
x. Penambahan zat kimia
Penggunaan Aspal Emulsi
Aspal emulsi dapat digunakan pada hampir semua kegiatan dari
aspal padat, bahkan lebih luas dan dapat digunakan dimana tidak
dapat diunakan aspal padat.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih
aspal emulsi adalah sebagai berikut :
i. Keadaan cuaca yang diperkirakan selama pelaksanaan :
pemilihan tingkat emulsi, perencanaan campuran dan peralatan
pelaksanaan
ii. Jenis dan ketersediaan agregat
iii. Ketersediaan peralatan pelaksanaan
iv. Lokasi geografis : jarak angkutan dan ketersediaan air
v. Pertimbangan lingkungan.
1.4 Ter
Ter adalah istilah umum untuk cairan yang diperoleh dari mineral
organis seperti kayu atau batu bara melalui proses pemijaran atau destilasi
pada suhu tinggi tanpa zat asam. Untuk konstruksi jalan digunakan ter yang
berasal dari batu bara, karena ter kayu sangat sedikit jumlahnya. Ter
mempunyai bau khusus karena adanya gugusan aromat dengan gugusan –
OH seperti plenol dan cresol. Umumnya dalam ter tidak terdapat susunan
parafin.

2. Agregat
Agregat adalah matrial perkerasan berbutir yang digunakan untuk
perkerasan jalan, ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang
terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa
fragmen-fragmen. Sedangkan menurut Departemen
Pekerjaan Umum didefinisikan agregat merupakan sekumpulan butir – butir
batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, baik berupa hasil alam
maupun hasil buatan.
Menurut Silvia ( 2003 ) Agregat merupakan komponen utama dari struktur
perkerasan jalan, yaitu 90-95% berat atau 75-85% dari volume campuran.
Sehingga kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan
hasil campuran agregat dengan material lain (aspal).
3. Jenis – Jenis Agregat
Silvia ( 2003 ) membedakan agregat berdasarkan kelompok
terjadinya, pengolahan, dan ukuran butirnya. Berdasarkan proses
terjadinya agregat dapat dibedakan atas agregat beku, agregat sendimen
dan agregat metamorfik ini diperkuat oleh Athur ( 2003 ) Batuan alam
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu batuan beku, batuan
sendimen dan batuan metamorf.
a. Agregat beku
Agregat beku, adalah agregat yang berasal dari magma yang
mendingin dan membeku tedapat dua macam agregat beku yaitu
agregat beku luar dan dalam. Agregat beku luar umumnya
berbutir halus seperti batu apung, andesit, basalt, dll. Sedangkan
agregat beku dalam umumnya bertektur kasar seperti gabbro,
diorit, syenit.
b. Agregat sendimen
Agregat sendimen, adalah agregat yang berasal dari
campuran mineral, sisa – sisa hewan dan tanaman yang
mengalami pengendapan dan pembekuan. Berdasar proses
pembentukanya dapat dibedakan atas agregat sendimen yang
dibentuk dengan proses mekanik, prosese organis dan proses
kimiawi.
c. Agregat metamorfik
Agregat metamorfik, adalah agregat yang mengalimi
perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan
temperatur kulit bumi.
Berdasarkan pengolahannya dibedakan atas agregat siap pakai
(agregat alam) dan agregat perlu diolah.
a. Agregat siap pakai
adalah agregat yang terbentuk melalui proses erosi dan
degradasi sehingga sangat menentukan bentuk
partikelnya,agregat yang terbentuk karena proses erosi umumnya
bulat dantekstur permukaanya licin. Sedangkan agregat yang
terbentuk akibat degradasi umumnya membentuk sudut tajam
dan kasar. Agregat ini sering digunakan untuk matrial perkerasan
jalan.
b. Agregat yang diolah
adalah agregat yang diperoleh dari sungai – sungai atau
gunung – gunung yang berbentuk masif dan besar – besar
sehingga perlu diolah terlebih dahulu, umumnya mempunyai
bidang pecahan, bertekstur kasar dan ukuran agregat sesuai yang
diinginkan. Agreagat ini umumnya baik untuk matrial perkerasan
jalan.
Berdasarkan ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat
kasar, agregat halus, dan bahan pengisi ( filler ). The Asphalt
Instirut membedakan agregat berdasarkan ukuran butir menjadi.
 Agregat kasar
Agregat Kasar adalah kerikil sebagai hasil
desintegrasi alami dari bantuan atau berupabatu pecah yang
diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran
butir ntara 5-40 mm. Agregat Kasar, adalah agregat dengan
ukuran butiran butiran lebih lebih besar besar dari dari
saringan saringan No.88 (2,36 mm).

 Agregat Halus
Agregat Halus adalah pasir alam sebagai hasil
desintegrasi alami bantuan atau pasir yang dihasilkan oleh
inustri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar
5,0 mm.

 Bahan Pengisi (filler)


Bahan Pengisi (filler), adalah bagian dari agregat
halus yang minimum 75% lolos saringan no. 30 (0,06 mm)
4. Sifat – Sifat Agregat
Agregat yang digunakan untuk bahan perkerasan harus memiliki sifat
dan kualitas yang baik untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban
beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya. Sifat agregat ini
dikelompokan menjadi tiga :
 Kekuatan dan keawetan dipengaruhi oleh, gradasi, ukuran butir
maksimum, kadar lempung, kekerasan dan ketahanan, bentuk butiran
dan tekstur permukaan.
 Kemampuan dilapisi aspal dipengaruhi oleh, porositas,
kemungkinan basah dan jenis agregat.
 Kemudahan pelaksanaan dan lapisan yang nyaman dan
aman dipengaruhi oleh, tahanan geser dan komposisi campuran.
5. Gradasi Agregat
Adalah susunan butir agregat sesuai ukuran dan komposisi butiran
merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan stabilitas
perkerasan, menurut Silvia ( 1990 ) gradasi butiran dibedakan menjadi
gradasi seragram, gadasi rapat dan gradasi jelek/senjang.
a. Gradasi Seragam
 Terdiri dari butir – butir yang sama atau hampir sama besar.
 Kontak antar butir baik
 Kepadatan bervariasi tergantungdarisegregasi yang terjadi
 Stabilitas dalam keadaan terbatasi tinggi
 Stabilitas dalam keadaan lepas rendah
 Sukar untuk dipadatkan
 Mudah diresapi air
 Tidak dipengaruhi kadar air
b. Gradasi Baik
 Merupakan campuran agregat kasar dan halus dengan
komposisi yang seibang
 Kontak antar butiran baik
 Seragam dan kepadatan tinggi
 Stabilitas Tinggi
 Kuat menahan deformasi
 Sukar sampai sedang upayauntuk pemadatan
 Tingkat permeabilitas cukup
 Pengaruh kadar air cukup
c. Gradasi Jelek
 Sumber Silvia ( 1990 ) Adalah campuran agregat yang
tidak memenuhi dua katagori diatas
 Kontak antar butir jelek
 Seragam tetapi kepadatan jelek
 Stabilitas sedang
 Mudah dipadatkan
 Tingkat Permeabilitas rendah
 Kurang dipengaruhi oleh bervariasinya kadar air
6. Ukuran Maksimum Agregat
a. Ukuran maksimum agregat, ukuran saringan terbesar dimana
agregat lolos saringan 100%.
b. Ukuran nominal maksimum agregat, ukuran saringan terkecil
dimana agregat yang tertahan saringan tersebut ≤ 10%.
c. Ukuran maks agregat = satu saringan > ukuran nominal maks. .
6.1 Kebersihan Agregat (cleanliness)
Ditentukan dari banyaknya butiran halus (lolos saringan no.200)
seperti lempung, lanau atau adanya tumbuhan pada campuran
agregat. Hal tersebut dapat menghasilkan campuran beton aspal
mutu rendah, karena material halus membungkus patikel agregat
kasar sehingga ikatan agregat dan aspal berkurang dan mudah lepas
ikatan tersebut.
6.2 Daya Tahan Agregat
Merupakan ketahanan agregat terhadap penurunan mutu akibat
proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat mengalami degradasi,
yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butiran agregat. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh proses mekanis, misalnya gaya-gaya yang
terjadi selama pelaksanaan (penimbuan, penghamparan, pemadatan),
pelayanan terhadap beban lalu lintas dan proses kimiawi (pengaruh
kelembaban, kepanasan dan perubahan suhu).

6.3 Bentuk dan Tekstur Agregat


Silvia ( 20031990 )mengelompokkan bentuk partikel butir agregat
menjadi.
 Bulat (rounded)
 Lonjong ( elorigated )
 Pipih ( flaky )
 Kubus ( cubical )
 Tak beraturan ( irregular )
Sedangkan tekstur agregat dibedakan menjadi : licin, kasar atau
berpori.
 Agregat bentuk bulat umumnya licin sering ada di sungai,
menghasilkan daya pengunci & kestabilan rendah.
 Agregut kasar mempunyai gaya gesek yang baik, ikatan antar butir
kuat, sehingga mampu menahan deformasi akibat beban.
 Agregat bentuk kubus biasanya punya tekstur kasar sehingga
menghasilkan stabilitas yang baik.
 Agregat berpori (porous), dibedakan menjadi berpori sedikit, untuk
menyerap aspal sehingga terjadi ikatan yang baik antara aspal dan
agregat.dan berpori banyak, mempunyai tingkat kekerasan rendah
sehingga mudah pecah dan degradasi.

Anda mungkin juga menyukai