hingga kondisi sosial politiknya yang sangat erat dengan penyebab terjadinya
peristiwa berdarah pada Maret 1946 di keresidenan ini. Profil ini penting diketahui
sebab Sumatera Timur merupakan tempat peristiwa yang jadi objek penelitian ini.Hal
penting lainnya adalah, diharapkan dari profil ini bisa membantu mengasah penelitian
yang terdiri dari Kerajaan Langkat, Kerajaan Deli, Kerajaan Serdang, Kerajaan
Belanda sampai di wilayah Kerajaan Melayu di tepi Selat Malaka pada Agustus 1865,
keresidenan ini berhasil diinvasi.Wilayah ini kemudian diakui sebagai salah satu
terbaik yang dimiliki keresidenan ini, dalam tempo 10 tahun saja, Keresidenan
Sumatera Timur menjadi terkenal di dunia sebagai penghasil ekspor 1/3 dari total
ekspor yang dilakukan di seluruh Hindia Belanda (nama Indonesia saat dijajah oleh
23
Belanda). Oleh sebab kemakmuran dan banyaknya investasi modal asing itu tertanam
dalam bidang perkebunan besar dan tambang minyak, maka pada 1915, Keresidenan
Memasuki abad ke-20, Pemerintah Hindia Belanda mulai lebih keras lagi
Kolonial Belanda memaksakan raja-raja yang besar yaitu Siak, Langkat, Deli,
Serdang, Asahan dan Kualuh dan Pelalawan (Kampar) serta Riau-Lingga untuk
menandatangani “Politik Kontrak” tahun 1907. Hal ini juga berlaku pada Kerajaan di
Jawa, Kalimantan, dan lain-lain. Dengan tekanan yang keras maka Sultan Sulaiman
Syariful Alamsyah dari Serdang adalah yang terakhir dipaksa menandatangani Politik
Kontrak 1907 sambil mengucapkan pidato protes berbunyi, bahwa sekarang Raja-raja
Bumiputera diikat Belanda dengan rantai emas. Isi Politik Kontrak kira-kira bertujuan
untuk: (1) Membuat satu buah Kas Kerajaan bersama-sama, sehingga pendapatan
yang masuk ke kas masuk ke Pemerintah Hindia Belanda. Anggaran itu pula yang
itu; (2) Membuat Anggaran Belanja Kerajaan yang terpisah dari kas raja dan
banyaknya sesuai pendapatan yang bisa diperoleh oleh kerajaan itu sendiri dan hasil
negerinya; (3) Adanya pembayaran yang tetap dari hasil negeri kepada raja dan orang
besarnya; (4) Hak untuk memungut beacukai di pelabuhan (ekspor dan impor)
diambil alih Belanda dari tangan raja dengan dibayarkan ganti rugi tetap; (5) Adanya
37
Basarshah II, Tuanku Luckman Sinar. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Kata
Pengantar.
24
garis jelas mengenai warga/kaula kerajaan sebagaimana halnya di daerah
Gubernemen lainnya; (6) Membuka kesempatan timbulnya hak kebendaan atas tanah
untuk tempat tinggal di ibukota kerajaan (perlahan-lahan hak ulayat tanak dihapus). 38
Timur, maka akan diklasifikasikan menjadi kondisi sosial ekonomi dan kondisi sosial
politik. Sesuai dengan definisi gerakan sosial menurut Ritzer, gerakan sosial dapat
disisipkan dalam aktivitas ekonomi, sosial, kebudayaan hingga politik. Hal ini akan
38
Basarshah II, Tuanku Luckman Sinar. Ibid. Hal. 252-253.
39
Korte Velarking adalah bahasa Belanda dari Pernyataan Pendek, sebuah politik Belanda memperpendek jalur
birokrasi.Misalnya yang terjadi pada Indragiri, dalam hal ini rajanya haruslah tunduk kepada sembarang perintah
dari pembesar Belanda secara tak terbatas. Baca Basarshah II, Tuanku Luckman Sinar. Ibid. Hal 255.
25
semua raja-raja di Sumatera Timur.Di antara raja-raja yang paling banyak mendapat
keuntungan adalah Sultan Deli, Sultan Langkat, Sultan Serdang, dan Sultan Asahan.
menjalankan kekuasaan hukum adat mereka, antara lain yang terpenting adalah tanah.
pribadi para sultan dan datuk yang berkuasa di Sumatera Timur. Pada tahun 1915,
39,2 persen penghasilan pajak di Deli, 37,9 persen di Langkat, dan 51,9 persen di
Serdang masuk ke kantong pribadi sultan dan datuk-datuknya. Keuntungan dari pajak
Machmoed dari Kerajaan Langkat adalah yang paling kaya di antara mereka.Dengan
tahun 1931 mencapai f.184.568.Sultan Amaloedin dari Deli mendapat f. 472.094 dan
meskipun tidak sehebat Sultan-sultan Melayu juga menerima keuntungan yang besar
dari perkebunan itu.Di samping gaji mereka sebanyak f.6.720 setahun, dua rajanya
yang terkaya menerima uang jalan sebesar f.1800 setahun dan menerima upeti dari
rakyatnya.Para Sibayak di Tanah Karo mendapat gaji rata-rata f.2.400 setahun, jauh
40
Reid, Anthony. Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera Utara. Jakarta: Sinar
Harapan. 1987. Hal. 89
26
lebih sedikit dan gaji Sultan-sultan Melayu.Perinciannya adalah sebesar f.3.960
setahun untuk Sibayak Lingga dan f.1.200 setahun untuk Sibayak Kutabuluh. 41
Sejalan dengan kekayaan yang luar biasa inilah muncul perubahan gaya hidup
mampu membangun istana yang megah, membeli mobil mewah, dan pesiar ke
terjadi jurang pemisah yang lebar antara kaum elite Eropa dan kerajaan dengan orang
Cina, Jawa, India, Banjar, Sunda Mandailing, Bawean, Batak, Gayo, Alas, dan
pada zaman kolonial Belanda benar-benar kompleks dan bervariasi antara satu daerah
Pada lapisan atas terdapat kaum elite penguasa kolonial yang terdiri dari
beberapa lapisan. Pertama, orang-orang Eropa, yaitu pejabat-pejabat kolonial,
administrator perkebunan, dan para pengusaha.Kedua, keluarga enam
kesultanan Melayu, Langkat, Deli, Serdang dan Asahan, Kota Pinang, dan
Siak. Ketiga adalah para raja Karo dan Simalungun, kaum intelektual
41
Suprayitno.2001. Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia. Hal. 22-23.
27
Indonesia berpendidikan barat (dokter, pengacara, pejabat, sipil kolonial
senior), dan para pedagang kaya, Cina, India, dan Indonesia. 42
beberapa kali lipat yakni menjadi 1.693.200 jiwa. Penyebab semua ini adalah
masuknya kuli-kuli dari Jawa dan Cina dalam jumlah besar ke perkebunan-
perkebunan di Sumatera Timur dan adanya migrasi orang-orang dari Tapanuli, Aceh,
Dalam tahun 1929 diperkirakan terdapat 301.936 orang kuli yang bekerja di
perkebunan. Jumlah ini terdiri dari 275.233 kuli dari Jawa dan 26.703 kuli asal
jumlah penduduk Sumatera Timur lebih dari separuhnya adalah para penduduk
Adanya komposisi penduduk yang demikian itu menjadi penting dilihat dari
perbedaan kultur dan aspirasi politik di masa pergerakan kebangsaan Indonesia. Para
pendatang politik yang berbeda dari penduduk asli. Di samping itu, para pendatang
ini memiliki perbedaan kultur dengan para penduduk asli Sumatera Timur. Jumlah
42
Langenberg, Micheal. 1985. Regional Dynamic of The Indonesian Revolution: Unity from Diversity. Honolulu,
Hawaii. Hal. 115.
28
penduduk asli (Melayu, Karo dan Simalungun) pada tahun 1929 secara keseluruhan
kurang dari empat puluh persen dari seluruh penduduk Sumatera Timur.Dengan
kesultanan Melayu itu penduduk Jawa dan Cina menempati posisi mayoritas.Ini
terjadi karena adanya pemusatan perkebunan di daerah itu.Kondisi yang serupa juga
terjadi di tujuh kerajaan yang lebih kecil, yaitu Suku Siantar, dan Panai.Hanya di
empat kerajaan yaitu Karo, Lingga, Berusjahe, Suka dan Sarinembah, orang-orang
Pemukiman Cina dan Jawa tidak hanya ada di perkebunan tetapi juga di luar
perkebunan.Pada tahun 1926 hanya sekitar separuh dari penduduk Jawa yang tinggal
bermukim di kota-kota terdekat. Mereka yang Cina lebih banyak tinggal di daerah
seperti Belawan juga dihuni oleh orang Cina dalam jumlah yang besar.Di samping
itu, meluasnya penyebaran penduduk Batak Toba ke Sumatera Timur akibat adanya
yang mendesak raja-raja Panei, Bilah dan Siantar untuk mendatangkan para petani
43
Langenberg. Op.cit. Hal. 93-99.
29
Batak Toba ke wilayah kerajaan mereka.Kebijaksanaan itu diberlakukan karena pada
dekade pertama abad ke-20 Sumatera Timur kekurangan beras. Dengan demikian
Batak Toba ke Sumatera Timur.Penyebaran petani Batak Toba juga diikuti pula
dengan datangnya sejumlah besar para misionaris agama Kristen, guru-guru dan
Batak Toba di Simalungun meningkat dari tiga ratus menjadi 21.000 orang.Mereka
di Sumatera Timur yang secara turun-temurun dimiliki penduduk asli, kini digarap
tidak hanya oleh perkebunan asing tetapi juga oleh para petani Batak Toba.Kondisi
Timur.Dengan demikian jelas bahwa mengalirnya ratusan ribu buruh dan kaum
daerah Sumatera Timur menjadi terkenal dan secara ekonomis sangat maju
44
Sinar, T Luckman. Op.cit. Hal. 240-243.
30
tetapi hal itu tidak dialami oleh para buruh perkebunan yang pada dasarnya adalah
majikannya dan mereka kebanyakan tidak mengetahui isi kontrak yang mereka
oleh tiga peraturan pemerintah.Pertama, Koeli Ordonantie yang diajukan pada tahun
melanggar pasal-pasal kontrak kerja mereka. Mereka yang melarikan diri dari
perkebunan dapat ditangkap dan dipaksa kembali oleh polisi untuk meneruskan
kontrak kerja mereka di perkebunan atau dihukum dengan cara lain. Ketiga, untuk
Para kuli perkebunan pada tahun 1926 hanya mendapat gaji sebesar f.19.50,
sementara gaji terendah asisten perkebunan Eropa berjumlah dua puluh kali lebih
besar dari gaji kuli orang Jawa dan Cina, yakni f.350 sampai f.540 dan gaji menajer
perkebunan sebesar f.675. Suatu peristiwa penyiksaan terhadap kuli kebun dengan
45
Hasil wawancara dengan Bapak Suprayitno pada tanggal 26 Juli 2015 pukul 13.37 WIB di Kantor Prodi Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, USU.
46
Sinar, T Luckman. Op.cit. Hal. 91.
31
diberlakukannya poenale sanctie adalah peristiwa Pulau Mandi yang terjadi pada
tahun 1926.Pada bulan Oktober tahun itu seorang asisten perkebunan bangsa Jepang
menyekap para kuli perkebunan Pulau Mandi. Para kuli yang jumlahnya tujuh orang
dipukuli dan dikurung selama satu bulan dalam ruangan yang luasnya tidak kurang
dari dua meter persegi dan dipaksa memakan kotoran manusia dan kuda. Kuli-kuli itu
diancam akan dibunuh bila melaporkan kejadian yang dialaminya kepada orang lain.
Buruh-buruh yang kondisinya sangat miskin itu terus bertambah. Yakni dari 31.454
pada tahun 1883 menjadi 186.556 tahun 1912 dan 336.000 tahun 1932. Mereka
sebagian besar adalah para buruh Jawa.Mereka adalah sekelompok masyarakat yang
Sumatera Timur yang justru dengan nyata sekali punya andil dalam proses
32
perkembangan perkebunan dan masuknya Pemerintah Kolonial Belanda adalah
munculnya suatu pelapisan sosial yang mempunyai garis pisah yang tajam. Ciri yang
menonjol dari masyarakat Sumatera Timur pada akhir tahun 1920-an adalah jurang
sosial ekonomi yang lebih memisahkan secara tajam kelompok kecil elite dengan
telah berkembang dengan cepat. Kota-kota besar lainnya dengan cepat berkembang di
seluruh Sumatera Timur dengan sebab-sebab yang sama. Siantar khususnya, menjadi
sebuah pusat administrasi dan ekonomi yang penting dan sekaligus menjadi jalur
baru di perkotaan. Para perantau dari daerah lain yang datang ke Sumatera Timur
sebagian besar tinggal di daerah perkotaan. Mereka bekerja sebagai kerani, guru
sekolah, pedagang kaki lima, pengrajin, dan pekerja di sektor jasa. Jumlah mereka
sangat cepat berkembang dari tahun ke tahun. Di Medan misalnya jumlah penduduk
kota ini meningkat dari 42,5 ribu pada tahun 1920 menjadi 76,6 ribu pada tahun
1930. Secara detail jumlah penduduk kota-kota Sumatera Timur adalah sebagai
48
Hasil wawancara dengan Bapak Suprayitno pada tanggal 26 Juli 2015 pukul 13.37 WIB di Kantor Prodi Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, USU.
33
berikut; Medan (76.584), Pematang Siantar (15.328), Tebingtinggi (14.026), Binjai
Kota Medan telah dihuni oleh 4.293 orang Eropa, 27.287 Cina, dan
Medan, bangga menyebut dirinya sebagai Deliaan (Belanda Deli), dengan ciri-ciri
khas, kasar, pemabuk, kurang adat, dan benci pada birokrasi yang menghambat
penumpukan harta. 50
Di samping itu selama tahun 1930-an, Siantar, Tebingtinggi, dan Binjai juga
menjadi kota-kota yang secara etnis sangat heterogen.Penduduk kota itu telah
melahirkan suatu budaya baru yang terlepas dari lingkungan budaya asalnya dan
kerajaan. Di Medan muncul suatu kesadaran baru, yakni kesadaran akan identitas ke-
bahasa yang dipakai sejumlah perusahaan penerbitan seperti Pewarta Deli yang
masih ada sejumlah penerbitan seperti Sinar Deli yang nasionalis radikal, Pelita
49
Reid, Anthony. 1987. Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera. Jakarta. Sinar
Harapan. Hal. 108-109.
50
Ibid. Hal. 78 dan catatan No.5.
34
1928.Pengakuan ini penting artinya dalam menumbuhkan budaya baru yang bersifat
nasional di Kota Medan. Dengan cermat Hamka melukiskan, bahwa anak Deli adalah
tunas yang paling mekar dalam pembangunan bangsa Indonesia. Anak Deli adalah
keturunan campuran dari berbagai etnis yang bebas dari kungkungan budaya
tradisional. 51
pembentukan cabang Boedi Oetomo di Medan pada tahun 1908. Di bawah pimpinan
dr. Pirngadi, Boedi Oetomo merekrut anggota dari kalangan dokter, guru, ahli hukum,
mengajak massa untuk menghancurkan sistem kuli kontrak dan poenale sanctie.
51
Hamka. 1966. Merantau ke Deli. Kuala Lumpur. Pustaka Antara. Hal. 56.
52
Hasil wawancara dengan Bapak Suprayitno pada tanggal 26 Juli 2015 pukul 13.37 WIB di Kantor Prodi Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, USU.
35
Sarekat Islam juga melancarkan kampanye demokrasi ekonomi untuk memperbaiki
Komunis Indonesia (PKI) ke Sumatera Timur pada 1920, membuat wajah pergerakan
politik menjadi radikal.Kekuatan partai ini tidak hanya terletak pada kepiawaiannya
Partai Komunis tidak hanya mendapat simpati dari buruh kota, tetapi juga dari
53
Kampanye itu akhirnya membuat kaum buruh menjadi radikal.Mereka melancarkan aksi mogok pada bulan
September 1920 yang melumpuhkan aktivitas Deli Spoorweg Maatschappij (D.S.M). Reid, Anthony. Op.cit. Hal.
128.
54
Basarshah II, T Luckman Sinar. 1992. Revolusi Sosial Pihak Kiri 1946 di Serdang dalam Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud), Revolusi Nasional di Tingkat Lokal. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan
Dokumentasi Sejarah Nasional.Hal. 79
36
perkebunan mendirikan jaringan mata-mata untuk mengawasi kegiatan PKI. Deli
terlibat di dalam kegiatan melanggar ketertiban umum akan diberhentikan. Partai ini
Marxis hancur pada tahun 1927.Pemimpinnya banyak yang dibuang ke Digul atau
(PNI) oleh Mr. Iwa Kusuma Sumantri dan Mr. Sunaryo pada tahun 1929 di
erat.Banyak tokoh Taman Siswa aktif dalam membangun PNI dan tokoh PNI
perhatian yang besar pada konsep Negara Nasional Indonesia, Bahasa Nasional
dibubarkan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1931, demikian juga penggantinya
55
Reid, Anthony. Op.cit. Hal. 113.
37
Namun demikian PNI memberi sumbangan penting dalam mengembangkan
Partai Indonesia Raya (Parindra).Kedua organisasi ini mendapat dukungan luas dari
organisasi massa yang bersifat nasional dan radikal. Gerindo dengan tegas
membedakan diri dengan Parindra yang moderat dan kooperatif, yang mereka
pergerakan bekas anggota PKI, Partindo, dan PNI bergabung dengan Gerindo. 56
tanah pribumi.Hak-hak tanah dengan cepat menjadi isu utama program partai untuk
56
Dootjes, F.J.J. 1939. Kroniek 1938. Amsterdam: Oostkust van Sumatra Instituut. Hal. 55.
38
dukungan kuat dari buruh-buruh Jawa, petani Karo, dan Simalungun. 57Gerindo
Timur.Pada tahun 1938 cabang Gerindo didirikan di Binjai, Arnhemia, dan Tanah
Jawa.Di Kisaran dan Sunggal, cabang Gerindo dibentuk pada tahun 1939, sedangkan
di Tanjung Balai dan Kabanjahe pada tahun 1940.Gerindo aktif memberikan kursus-
Simalungun.Pada tahun 1936, beberapa pegawai sipil kolonial dan guru-guru sekolah,
Batak Toba ini, berkembang menjadi isu politik pada tahun 1930-an. Untuk
57
Ibid.
58
Reid, Anthony. Op.cit. Hal. 129-130.
59
Ibid. Hal. 121.
39
mengatasi hal ini, pemerintah Belanda menyediakan 1.500 hektare tanah sawah untuk
Timur.Semua organisasi ini tidak bertahan lama karena tidak mendapat dukungan
dari kalangan masyarakat bawah dan juga para bangsawan yang terpelajar.Kaum
intelektual Melayu sendiri sukar untuk melepaskan diri dari kungkungan adat
istana.Menurut tradisi istana, setiap problem yang dihadapi oleh orang Melayu
diselesaikan lewat tradisi istana.Ini merupakan prinsip tegas yang membatasi kaum
istana tetapi justru karena pergerakan nasional itu sendiri mengancam kelangsungan
60
Dootjes, F.J.J. Op.cit. Hal. 84.
40
seluruh Sumatera Timur telah berdiri semua cabang organisasi politik namun etnis
Melayu tetap bersikap apatis.Organisasi yang ada di kalangan mereka justru ditujukan
untuk menghadang ancaman para imigran dan militansi gerakan nasionalisme dan
bersifat etnosentris. Organisasi yang bersifat etnosentris kembali hadir dengan nama
Persatoean Soematera Timoer (PST). PST dibentuk pada tahun 1938 di bawah
pimpinan Abdul Wahab dan Zahari.Organisasi ini mendapat sambutan luas dari
kalangan bawah suku Melayu, Karo, dan Simalungun, yang tidak senang dengan
kondisi sosial penduduk asli Sumatera Timur, juga untuk melawan dominasi suku-
Pada tahun 1940, dalam sebuah koferensi pertama PST, dr. Tengku Mansoer
dipilih menjadi ketua. Tengku Bahriun dari Deli diangkat sebagai sekretaris dan
PST, di antaranya adalah Mr. Djaidin Purba dan Madja Purba di Simalungun. Di
Serdang, PST mendapat perhatian serius dari kaum bangsawan, terutama Tengku
Rajih Anwar (putera mahkota). Organisasi ini meskipun menekankan pada orang asli,
61
Langenberg, Michael. Op.cit. Hal. 76.
62
Reid, Anthony. Op.cit. Hal/ 124-125.
63
Langenberg, Michael. Op.cit. Hal. 77
41
tetapi secara organisatoris didominasi oleh suku Melayu.Orang Karo dan Simalungun
sedikit sekali duduk di dalam dewan pimpinan partai.Namun demikian PST mampu
mereka telah ditindas oleh tatanan sosial yang ada dan berupaya untuk mengubah
pendudukan Jepang kondisi sosial ekonomi daerah Sumatera Timur hancur sama
yang telah hancur akibat pertempuran singkat pada Maret 1942.Bersamaan dengan itu
akhirnya menyebabkan surplus produksi dari daerah Karo dan Tapanuli Selatan tidak
bahwa seluruh tanah perkebunan adalah milik Kekaisaran Jepang dan semuanya di
bawah kontrol langsung Pemerintah Militer Jepang.Ini berarti bahwa hak istimewa
yang dimiliki oleh penguasa tradisional dan hak sewa tanah dihapuskan. 64 Daerah
64
Langenberg, Michael. Op.cit. Hal. 229.
42
perkebunan dibagi dalam lima divisi, yang masing-masing diatur oleh Cabang
kosong dan hutan lebat dijadikan persawahan.Sebagian orang Jawa, Toba, Karo, dan
yang tajam antara kaum pergerakan dan kerajaan/petani Melayu. Perkembangan ini
tentu saja membawa konsekuensi berat bagi para petani Melayu dan pihak
kehilangan hak milik atas tanah di Sumatera Timur, tetapi juga menyaksikan sendiri
bagaimana tanah-tanah leluhur mereka diambil alih oleh sejumlah besar kaum
sentimen antikerajaan. 67Kondisi ini akhirnya mendapat reaksi dari kaum aristokrat
65
Ini adalah badan yang bertugas mengoordinasikan hasil perkebunan yang bermarkas di Singapura.Badan ini
sebelumnya bernama Rengokai. Dootjes, Kroenik 1941-1946. Hal 19.
66
Langenberg, Michael. Op.cit. Hal 232-233
67
Reid, Anthony. Op.cit. Hal 202
43
tanah.Gerakan ini mendapat dukungan dari kalangan bangsawan Serdang, Langkat,
mati.Namun demikian aktivitas gerakan bawah tanah ini tetap dilanjutkan oleh tokoh-
sendiri sengan nama Siap Sedia (SS). SS diharapkan dapat menggantikan peranan
PST yang sudah dibubarkan oleh Jepang, dengan tujuan untuk melindungi identitas
organisasi ini sebagai jawaban atas semakin meningkatnya aktivitas kaum pergerakan
Secara politis gerakan ini memang tidak berhasil, tetapi secara moral mampu
samping organisasi ini menjadi semacam wahana untuk memelihara hubungan antara
kaum aristokrat kerajaan dengan pemerintah Hindia Belanda yang telah mengungsi
ke Australia.Melalui organisasi ini identitas orang asli dan ide-ide otonomi Sumatera
dalam SS dan kepala desa Melayu, segera berusaha menggalang kekuatan untuk
Anak Soematra Timur yang didominasi etnis Melayu dibentuk untuk merealisasi
tujuan itu. Organisasi ini dipimpin oleh dr. Tengku Mansoer dan Ustad Kadir yang
keduanya aktif dalam organisasi SS. Organisasi ini ternyata tidak mampu menahan
68
Suprayitno. Op.cit. Hal. 48.
44
derasnya gelombang para pendatang menyeroboti tanah leluhur mereka.Pada masa
yang terjadi akibat kebijaksanaan Pemerintah Jepang membuat martabat pada sultan
dan raja-raja memudar di mata masyarakat.Pada setiap upacara, para sultan dan raja-
raja diperintahkan berdiri sejajar dengan para pemimpin pergerakan politik sambil
menyanyikan lagu memuja Jepang.Lebih tragis lagi, raja dan kaum bangsawan harus
mengayunkan cangkul untuk memberi contoh kepada rakyat tentang pertanian dan
pada residen (Shu-Chokan).Di Sumatera Timur dewan itu didominasi kaum kerajaan
digantikan Tengku Hafaz, cucu Sultan Oesman dari Deli dan putra pangeran Bedagai.
Dalam sidang dewan bulan Maret 1945, jabatan kedua dewan diserahkan kepada dr.
Snagi-Kai, namun Jepang mulai tidak tertarik pada dua tokoh bangsawan ini.Karena
dianggap tidak bersikap pro-Jepang dan tidak mampu mengatasi perpecahan sosial
69
Reid, Anthony. Op.cit. Hal 180.
45
yang terjadi.Oleh karena itu sebelum Jepang menyerah, jabatan ketua dewan itu
dari Sumatera Timur adalah Djamalludin Adinegoro, Tengku Damrah, Putra Mahkota
Deli, Raja Kaliamsyah Sinaga, dr. Pirngadi, Hamka, dan Hsu-Hua-Chang. Dalam
sidang Chuo Sangiin yang pertama dan terakhir di Bukittinggi pada tanggal 27 Juni
dijadikan sekretaris.Dari 24 anggota panitia yang diangkat itu, enam orang berasal
dari Sumatera Timur. Mereka adalah dr. Pirngadi, dr. Amir, Mr. T.M. Hasan, Hamka,
pada tanggal 28 Juli 1945, pada dasarnya mencerminkan merosotnya peranan elite
sebuah delegasi akan segera dikirim ke Jakarta untuk mengadakan koordinasi dengan
badan serupa yang sudah aktif di Jawa.Lebih tragis lagi, bahwa tiga utusan yang
Mohammad Hasan, dr. Amir, dan Mr. Abdul Abbas. Keputusan itu tidak hanya
46
tetapi kaum pergerakan semakin bertambah radikal dalam menuntut penghapusan
Agustus 1945, Mr. T.M. Hasan, diangkat sebagai Gubernur Sumatera, dr. Amir
sebagai Wakil Gubernur, dan Mr. Abbas ditugaskan untuk membentuk Komite
Nasional Indonesia (KNI) dan Dewan Perwakilan Daerah di seluruh Sumatera. Mr.
T.M. Hasan diberi kekuasaan penuh untuk mengangkat residen (kepala daerah) dan
pegawai pemerintah. Atas usul T.M. Hasan dn Amir, PPKI mengesahkan Medan
sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera. Selain itu, PPKI menetapkan PNI sebagai partai
Medan pada Agustus 1945 diselimuti oleh konflik politik dan sosial yang jauh lebih
mengharapkan hadirnya kembali penguasa lama dan mereka tidak ingin berlindung di
kemerdekaan Indonesia di Jawa baru bisa menyebar pada Oktober 1945 di Sumatera
Timur. 70
simpati kepada Belanda, seperti Datuk Jamil dan Tengku Musa. Sultan Serdang,
Langkat, dan Asahan setelah berunding dengan para pemuda yang tergabung dalam
70
Suprayitno. Op.cit. Hal 50-51.
47
BPI baru mau mengibarkan bendera merah putih. Sementara Sultan Deli secara
Oktober 1945 tentara Sekutu/Inggris dari Divisi India ke-26 di bawah pimpinan
Brigadir T.E.D. Kelly menduduki tiga kota penting di Sumatera yaitu, Medan,
Palembang dan Padang. Kedatangan tentara Sekutu dan Netherlands Indies Civil
pemuda yang tergabung dalam BPI, BKPI, National Control semakin tidak sabar
dengan pendekatan Hasan yang hanya memberi napas lebih lama kepada NICA dan
dengan sekutu dan NICA.Di antaranya adalah Peristiwa Jalan Bali, Peristiwa Siantar
71
Ibid. Hal 52-56.
48
Peristiwa Jalan Bali dan Siantar Hotel telah memicu semangat para pemuda
untuk berdiri teguh di belakang Republik.Bagi mereka peristiwa itu merupakan sinyal
Mereka mencari biaya dari berbagai sumber yang dapat mereka kuasai. TKR dalam
kadar tertentu mengikuti model ini, meskipun lebih berdispilin mengikuti instruksi
dari Jawa. Tindakan gerombolan perampok ini tidak hanya membuat Inggris,
Belanda, orang Cina, dan Kerajaan menjadi gusar, tetapi juga mencemaskan tokoh-
mendirikan Perkoempoelan Anak Deli Islam (PADI). Organisasi ini telah melatih
sekitar lima ribu orang pemuda Melayu untuk mempertahankan atatus quo
kerajaan.Pada tahap ini kerajaan mulai cemas melihat ke arah mana arus gerakan
yang dihadapi raja-raja Sumatera Timur yang merasa ditekan oleh para pemuda dan
49
untuk membuktikan adanya suatu dukungan kepada pihak kerajaan, pada tanggal 29
Oktober T.M. Hasan mengangkat Tengku Hafas dari kerajaan Deli sebagai residen
Sumatera Timur. Pada saat yang sama ia juga mengangkat Mr. Mohammad Yusuf
sebagai Wali Kota Medan juga mengangkat Tengku Musa sebagai asisten Republik
untuk Labuhan Batu, dan Tengku Amir Hamzah sebagai asisten residen Republik
untuk daerah Langkat. Madja Purba diangkat sebagai asisten residen Simalungun,
Negerajai Meliala di Tanah Karo dan Tulus di daerah Deli.Usaha Mr. T.M. Hasan
untuk menarik dukungan kerajaan pada Republik tidak hanya sampai di situ.Beberapa
kepada Sultan Deli dan Sultan Langkat tunjangan sebesar setengah juta uang Jepang,
melalui kas Republik.Tawaran T.M. Hasan itu tidak mendapat tanggapan serius dari
sultan itu sebagai hal yang tidak dapat ditoleransikan lagi. Pada tanggal 1 Desember,
setempat, dan menghentikan semua hubungannya dengan Inggris dan NICA. Sultan
72
Ibid. hal. 61-64.
50
Langkat akhirnya menuruti kemauan mereka dan segera mengibarkan bendera
sebesar seratus ribu rupiah kepada Pemerintah Republik. Sultan Langkat memohon
Langkat.Sultan Serdang dan Asahan juga mengalami tekanan dari Lasykar rakyat,
sebuah pengumuman bersama TKR dan Pesindo menyatakan, bahwa setiap orang
yang didapati bekerjasama dengan NICA atau agen-agennya akan dihukum mati.
Pada hari yang sama PNI mengeluarkan pernyataan, setiap cabang PNI harus
Bersamaan dengan itu, barisan pemuda dan laskyar mulai menyerang masyarakat
73
Langenberg, Michael. Op.cit. Hal 339.
51
Timur.Meledaknya sentimen anti-Cina diduga karena adanya hubungan erat antara
diwakili oleh Sultan Langkat, Deli, Asahan, Siak, Putra Mahkota Serdang, Datuk
Bilah, dan Raja-raja dari Tanah Karo dan Simalungun. Delegasi Republik dipimpin
oleh T.M Hasan, Amir, Xarim M.S, Loeat Siregar. Mohammad Yusuf, Tengku Hafas,
Tengku Dr. Mansoer, Tengku Damrah dan Tengku Bahriun. Dalam Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia mengakui secara resmi posisi istimewa raja-raja. T.M.
Dalam musyawarah itu, Loeat Siregar secara lebih tegas menyatakan, bahwa
Pemerintah Republik berdasarkan kepada rakyat, semua yang berbau feodal akan
Keinginan rakyat iu adalah ibarat banjir yang tidak dapat dibendung. Sultan Langkat
atas nama raja-raja Sumatera Timur menyatakan bahwa mereka akan mendukung
Republik dan turut memperkuat Republik Indonesia. Sultan Langkat juga berjanji
akan melakukan proses demokratisasi sesuai dengan prinsip yang dikemukakan oleh
T.M. Hasan. 76
74
Suprayitno. Op.cit. Hal 65-66.
75
Reid, Anthony. Op.cit. Hal. 397.
76
Hasil wawancara dengan Bapak Suprayitno pada tanggal 26 Juli 2015 pukul 13.37 WIB di Kantor Prodi Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, USU.
52
Pertemuan antara Gubernur Mr. T.M. Hasan dengan pihak raja-raja
melegakan banyak orang tetapi tidak mengenakkan bagi para pemuda Republik dan
oleh radikalisme pemuda di bawah kendali tokoh-tokoh politik, lasykar dan sebagian
77
Sesuai dengan intruksi pemerintah pusat, pada tanggal 26 Januari TKR diubah namanya menjadi TRI. Nasution,
A.H. 1963. Tentara Nasional Indonesia, Jilid I. Bandung dan Jakarta. Hal. 246.
78
Reid, Anthony. Op.cit. Hal. 397.
53