Penyakit virus dan bakteri. Banyak penyakit virus dan bakteri yang
berlangsung akut, dengan gejala-gejala klinis yang jelas sehingga dapat
ditentukan diagnosisnya. Pada penyakit-penyakit menular yang berlangsung
kronis atau gejalanya tidak jelas, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan
menggunakan alat diagnosis lainnya (misalnya pemeriksaan dengan
menggunakan sinar Rontgen, CT Scan, Ultrasonografi, Elektrokargiograf ) dapat
membantu menegakkan diagnosis pasti penyakit menular.
HIV/AIDS
HIV/AIDS pada saat ini menimbulkan masalah yang sangat besar bagi
dunia kesehatan dan kedokteran di seluruh dunia. Berbagai organisme termasuk
parasit yang pada mulanya tidak menimbulkan gangguan kesehatan atau
menimbulkan masalah kesehatan yang sangat ringan bahkan subklinis, tiba-tiba
muncul sebagai penyebab kematian bagi banyak pengidap HIV/AIDS. Sebagai
contoh adalah parasit Cryptosporidium parvum yang sebelumnya belum pernah
menjadi masalah kesehatan di Amerika, dilaporkan menjadi epidemi
kriptosporidiosis pada ratusan ribu orang yang pengidap HIV/AIDS yang
menimbulkan kematian pada ratusan orang diantaranya.
2
PENYAKIT CACING
1. ANGIOSTRONGILIASIS
2. ANKILOSTOMIASIS DAN NEKATORIASIS
3. ASKARIASIS
4. ENTEROBIOSIS
5. FILARIASIS
6. HIDATIDOSIS
7. LARVA MIGRAN
8. SISTISERKOSIS
9. SKISTOSOMIASIS JAPONICUM
10. STRONGILOIDIASIS
11. TAENIASIS
12. TRIKINOSIS
13. TRIKURIASIS
1. ANGIOSTRONGILIASIS
Angiostrongylus cantonensis
Cacing jantan mempunyai ukuran panjang sekitar 7.7 mm, sedangkan
cacing betina panjangnya sekitar 12.8 mm. Larva cacing yang infektif untuk
manusia, mempunyai ukuran 0.5 mm x 0.025 mm.
Gambar 1. Cacing Angiostrongylus cantonensis dewasa
larva
sayuran
Diagnosis angiostrongiliasis
Gambaran klinik meningoensefalitis yang terlihat berupa sakit kepala
yang hebat, demam, kaku kuduk, mual dan muntah.
Pada pemeriksaan atas cairan sumsum tulang (spinal fluid) terlihat
adanya peningkatan protein dan pleositosis eosinofilik dengan kadar glukose
yang normal. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya eosinofilia perifer
dengan lekositosis ringan.
Cacing kadang-kadang juga dapat ditemukan di dalam cairan sumsum
tulang penderita. Parasit cacing juga dapat dijumpai di dalam rongga mata
penderita, sehingga dapat menimbulkan gangguan penglihatan.
Pengobatan angiostrongiliasis
Sampai sekarang belum ditemukan pengobatan yang spesifik dengan
hasil memuaskan terhadap angiostrongiliasis. Pemberian obat cacing jaringan
misalnya trikinosis dan strongiloidosis antara lain tiabendazol, albendazol,
levamisol, mebendazol atau ivermectin, dapat dicoba. Selain itu dapat diberikan
analgetik untuk mengurangi demam dan juga kortikosteroid untuk membantu
mengurangi rasa sakit dan keluhan penderita.
Pencegahan angiostrongiliasis
Penularan angiostrongiliasis dapat dicegah dengan memasak dengan
sempurna moluska, siput, ketam dan ikan sebelum dimakan untuk membunuh
larva infektif. Mencuci buah-buahan dan sayur-sayuran sebelum dimakan juga
akan mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi melalui lendir moluska
yang tercemar larva infektif.
Pemberantasan tikus dan binatang mengerat lainnya di sekitar rumah
dan pemukiman penduduk harus dilakukan dengan teratur.
Gambar 3 .
Rongga mulut dan bursa kopulatriks cacing tambang.
Necator americanus. Ukuran tubuh cacing dewasa lebih kecil dan lebih
langsing dari Ancylostoma duodenale, dengan bagian anterior melengkung
berlawanan dengan lengkungan tubuh sehingga bentuk tubuhnya mirip huruf S.
Rongga mulut mempunyai 2 pasang alat pemotong (cutting plate). Pada tubuh
bagian kaudal cacing betina, tidak ada spina kaudal (spina caudal).
Cacing
dewasa
di usus
Gambar 5 . Siklus hidup cacing tambang
Lung migration. Larva filariform akan menembus kulit sehat manusia, memasuki
pembuluh darah dan limfe, beredar di dalam aliran darah, masuk ke jantung
kanan, lalu masuk ke dalam kapiler paru. Larva menembus dinding kapiler
masuk ke dalam alveoli. Larva cacing kemudian mengadakan migrasi ke bronki,
trakea, laring dan faring, akhirnya tertelam masuk ke usofagus.
Di usofagus larva berganti kulit untuk yang ketiga kalinya. Migrasi larva
berlangsung sekitar sepuluh hari. Dari usofagus larva masuk ke usus halus,
berganti kulit yang keempat kalinya, lalu tumbuh menjadi cacing dewasa. Dalam
waktu satu bulan, cacing betina sudah mampu bertelur.
Gejala klinis infeksi cacing tambang
Gejala klinik ditimbulkan baik oleh cacing dewasa maupunlarvanya.
Cacing dewasa mengisap darah penderita. Seekor cacing dewasa N.americanus
menimbulkan kehilangan darah sekitar 0.1 cc per hari, sedangkan seekor cacing
A. duodenale dapat menimbulkan kehilangan darah sampai 0.34 cc per hari.
Larva cacing menimbulkan dermatitis dengan gatal-gatal (ground itch)
pada waktu menembus kulit penderita. Selain itu larva pada waktu beredar di
dalam darah (lung migration).akan menimbulkan bronkitis dan reaksi alergi yang
ringan .
Ascaris lumbricoides
Cacing dewasa hidup parasitik di dalam usus halus, tetapi kadang-kadang
dapat dijumpai mengembara di bagian usus lainnya. Hospes definitifnya adalah
manusia, tetapi diduga dapat merupakan penyakit zoonosis yang hidup pada
usus babi.
Ascaris lumbricoides adalah cacing nematoda yang berwarna putih
kecoklatan atau kuning pucat, mempunyai ukuran besar yang jantan panjangnya
antara 10-31cm, sedangkan yang betina antara 22-35 cm. Tubuhnya tertutup
kutikula yang halus bergaris-garis tipis. Kedua ujung badan cacing membulat.
Mulut cacing mempunyai bibir tiga buah, satu di bagian dorsal yang lainnya
subventral.
Cacing jantan mempunyai ujung posterior yang runcing, dengan ekor
melengkung kearah ventral, dilengkapi 2 spikula yang berukuran sekitar 2 mm.
selain itu di bagian ujung posterior cacing juga didapatkan banyak papil-papil
kecil. Cacing betina mempunyai bentuk membulat (conical) dan lurus di bagian
posterior.
Telur cacing yang telah dibuahi (fertilized) berbentuk lonjong, berukuran
45-70 mikron x 35-50 mikron, mempunyai kulit telur yang tak berwarna dan kuat.
Di luarnya, terdapat lapisan albumin yang permukaannya bergerigi (mamillation),
berwarna coklat karena menyerap zat warna empedu. Di bagian dalam kulit telur
masih terdapat selubung vitelin yang tipis, tetapi kuat yang meningkatkan daya
tahan hidup telur cacing ini sampai satu tahun, terhadap lingkungan sekitarnya.
Telur yang telah dibuahi mengandung sel telur (ovum) yang tidak bersegmen. Di
kedua kutub telur terdapat rongga udara yang tampak sebagai daerah yang
terang berbentuk bulan sabit.
Telur yang tak dibuahi (unfertilized egg) karena di dalam usus penderita
hanya terdapat cacing betina saja, bentuknya lebih lonjong berukuran sekitar 80x
55 mikron. Pada telur yang tak dibuahi ini tidak terdapat rongga udara. Kadang-
kadang di dalam tinja penderita ditemukan telur Ascaris yang telah hilang lapisan
albuminnya, sehingga sulit dibedakan dari telur cacing lainnya. Adanya ovum
yang besar menunjukkan ciri khas telur cacing Ascaris.
Gambar 6. Cacing Ascaris lumbricoides
Penularan askariasis
Telur cacing yang telah dibuahi yang keluar bersama tinja penderita, di
dalam tanah yang lembab dan suhu yang optimal akan berkembang menjadi
telur infektif, yang mengandung larva cacing.
Infeksi terjadi dengan masuknya telur cacing yang infektif ke dalam
mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar tanah yang
mengandung tinja penderita askariasis. Dalam usus halus bagian atas dinding
telur akan pecah sehingga larva dapat keluar, untuk selanjutnya
menembus dinding usus halus dan memasuki vena porta hati. Bersama aliran
darah vena, larva akan beredar menuju jantung, paru-paru, lalu menembus
dinding kapiler masuk ke dalam alveoli. Masa migrasi ini berlangsung sekitar 15
hari lamanya.
Dari alveoli larva cacing merangkak ke bronki, trakea dan laring, untuk
selanjutnya masuk ke faring, usofagus, turun ke lambung akhirnya sampai ke
usus halus. Sesudah berganti kulit, larva cacing akan tumbuh menjadi cacing
dewasa. Sirkulasi dan migrasi larva cacing dalam darah tersebut disebut “lung
migration”. Dua bulan sejak infeksi (masuknya telur infektif per oral) terjadi,
seekor cacing betina mulai mampu bertelur, yang jumlah produksi telurnya dapat
mencapai 200.000 butir per hari.
Diagnosis askariasis
Diagnosis pasti askariasis ditegakkan jika melalui pemeriksaan
makroskopis terhadap tinja atau muntahan penderita ditemukan cacing dewasa.
Melalui pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan telur cacing yang khas
bentuknya di dalam tinja atau cairan empedu penderita.
Untuk membantu menegakkan diagnosis askariasis usus maupun
askariasis organ, dapat dilakukan pemeriksaan radiografi dengan barium.
Pemeriksaan darah menunjukkan eosinofilia pada awal infeksi, atau dilakukan
scratch test pada kulit.
Pengobatan askariasis
Obat-obat cacing yang baru yang efektif, dan hanya menimbulkan
sedikit efek samping adalah mebendazol, pirantel pamoat, albendazol dan
levamisol. Piperasin dan berbagai obat cacing lain masih dapat digunakan untuk
mengobati penderita askariasis.
Pencegahan askariasis
Melaksanakan prinsip-prinsip kesehatan lingkungan yang baik, misalnya
membuat kakus yang baik untuk menghindari pencemaran tanah dengan tinja
penderita, mencegah masuknya telur cacing yang mencemari makanan atau
minuman dengan selalu memasak makanan dan minuman sebelum dimakan
atau diminum, serta menjaga kebersihan perorangan.
Mengobati penderita serta pengobatan masal dengan obat cacing
bersepektrum lebar di daerah endemik dapat memutuskan rantai siklus hidup
cacing ini dan cacing lainnya. Pendidikan kesehatan pada penduduk perlu
dilakukan untuk menunjang upaya pencegahan penyebaran dan
pemberantasan askariasis.
4. ENTEROBIOSIS
Enterobius vermicularis
Cacing dewasa hidup di dalam sekum dan di sekitar apendiks manusia,
yang merupakan satu-satunya hospes definitif cacing ini. Pada waktu akan
bertelur, cacing betina mengadakan migrasi ke daerah sekitar anus (perianal),
kemudian meletakkan telurnya di daerah tersebut. Dalam waktu beberapa jam,
telur infektif yang sudah mengandung larva akan menetas menjadi larva dan
bergerak kembali memasuki usus penderita (retrofeksi).
Cacing dewasa berwarna putih, berukuran kecil, dengan leher yang
melebar seperti sayap (disebut cervical alae), karena adanya pelebaran kutikula.
Cacing betina panjangnya sampai 13 mm, sedang cacing jantan hanya sekitar 5
mm. Usofagus cacing khas bentuknya karena mempunyai bulbus ganda
(double-bulb oesophagus). Cacing ini tidak mempunyai rongga mulut, tetapi
memiliki tiga buah bibir. Ekor cacing betina lurus dan runcing, sedangkan cacing
jantan mempunyai ekor yang melingkar.
Telur cacing. Bentuk telur asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding yang
tembus sinar, dan telah berisi larva yang hidup. Ukuran telur sekitar 50-60 mikron
x 30 mikron. Setiap ekor cacing betina dalam waktu satu hari dapat
memproduksi telur sebanyak 11.000 butir.
Gambar 8. Enterobius vermicularis cacing dewasa
Penularan enterobiosis
Cacing dewasa jarang menimbulkan kerusakan jaringan. Migrasi induk
cacing untuk bertelur di daerah perianal dan perineal menimbulkan gatal-gatal
(pruritus ani) yang mengganggu tidur penderita, dan bila digaruk dapat
menimbulkan infeksi sekunder. Jika cacing betina mengadakan migrasi ke
vagina dan tuba falopii, dapat terjadi radang ringan di daerah tersebut.
Meskipun cacing sering dijumpai di dalam apendiks, infeksi apendiks
jarang terjadi. Migrasi cacing ke usus halus bagian atas, lambung atau usofagus,
dapat menimbulkan gangguan ringan di daerah tersebut.Jika tidak terjadi
reinfeksi, enterobiasis dapat sembuh dengan sendirinya, karena cacing betina
akan mati 2-3 minggu sesudah bertelur.
Diagnosis enterobiosis
Jika anak-anak mengalami gatal-gatal di sekitar anus pada waktu malam
hari menjelang pagi, apalagi jika disertai enuresis, kemungkinan ia menderita
enterobiasis. Untuk menetapkan diagnosis pasti, telur cacing atau cacing
dewasa harus dapat ditemukan.
Telur cacing mudah ditemukan dengan melakukan pemeriksaan anal
swab , yaitu menempelkan selotape transparan di daerah sekitar anus.
Pemeriksaan ini dilakukan segera sesudah bangun tidur pagi hari, sebelum
mandi dan buang air besar. Pemeriksaan selotape yang ditetesi toluen di bawah
mikroskop akan menemukan telur cacing dengan mudah.
Pengobatan enteriobiosis
Mengingat penularan enterobiasis sangat mudah terjadi pada seluruh
anggota keluarga yang hidup dalam satu rumah, maka pengobatan infeksi
cacing ini harus ditujukan pada seluruh anggota keluarga dalam waktu
bersamaan, dan sebaiknya sering diulang. Berbagai obat cacing dapat
digunakan, misalnya mebendazol, pirantel pamoat, pirvinium pamoat dan
piperazin sitrat.
Pencegahan enterobiosis
Mengobati penderita dan keluarganya atau yang hidup di dalam satu
rumah, berarti memberantas sumber infeksi. Menjaga kebersihan perorangan
dan lingkungan, terutama di lingkungan kamar tidur, dan mengusahakan sinar
matahari masuk secara langsung, akan mengurangi jumlah telur cacing yang
infektif, baik yang ada di perlengkapan kamar tidur maupun yang beterbangan di
udara.
5. FILARIASIS
Penyebaran filariasis
Hospes definitif filaria umumnya adalah manusia, kecuali Brugia malayi
yang merupakan parasit zoonotik yang dapat hidup pada beberapa jenis hewan
mamalia. Hospes perantaranya adalah berbagai jenis nyamuk, sesuai dengan
spesies filaria.
Gambar 10. Siklus hidup filaria.
L1. larva pertama L3. larva ketiga. Mf. mikrofilaria
Wuchereria bancrofti
Mikrofilaria. Larva filaria ini mudah ditemukan di dalam darah tepi, dengan
panjang sampai 300 mikron dan lebar 8 mikron, mempunyai selubung (sheath)
hialin, dengan inti atau sel somatik berbentuk granul yang tersusun tidak
mencapai ujung ekor.
Gambar 11 . Mikrofilaria Wuchereria bancrofti
Di Indonesia terdapat dua spesies Brugia, yaitu Brugia malayi dan Brugia
timori yang menimbulkan filariasis brugia, filariasis malayi, atau filariasis timori.
Selain di Indonesia, Brugia malayi tersebar di Asia, mulai dari India, Asia
Tenggara, sampai ke Jepang. Brugia timori hanya dijumpai di Indonesia bagian
Timur, yaitu di Nusa Tenggara Timur. Brugia hanya ditemukan di daerah
pedesaan (rural).
Penyebaran brugiasis
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan pembuluh limfe, sedangkan
mikrofilaria dijumpai di dalam darah tepi hospes definitif. Bentuk cacing dewasa
mirip bentuknya dengan W.bancrofti, sehingga sulit dibedakan. Panjang cacing
betina Brugia malayi dapat mencapai 55 mm, dan cacing jantan 23 cm. Brugia
timori betina panjang badannya sekitar 39 mm dan yang jantan panjangnya
dapat mencapai 23 mm.
Mikrofilaria Brugia mempunyai selubung, panjangnya dapat mencapai
260 mikron pada B.malayi dan 310 mikron pada B.timori. Ciri khas mikrofilaria
B.malayi adalah bentuk ekornya yang mengecil, dan mempunyai dua inti
terminal, sehingga mudah dibedakan dari mikrofilaria W.bancrofti.
Diagnosis brugiasis
Berbeda dengan filariasis bancrofti, limfadenitis pada brugiasis malayi
yang terjadi pada satu kelenjar inguinal dapat menjalar ke bawah (limfangitis
retrograd). Selain itu limfadenitis dapat menjadi ulkus yang jika sembuh akan
meninggalkan jaringan parut yang khas.
Elefantiasis pada brugiasis malayi hanya mengenai tungkai bawah yang
terletak di bawah lutut. Hanya kadang-kadang terjadi di lengan bawah di bawah
siku. Pada penyakit ini juga tidak pernah terjadi limfangitis dan elefantiasis pada
alat kelamin dan payudara. Kiluria juga belum pernah dilaporkan.
Untuk menetapkan diagnosis pasti harus diperiksa darah tepi untuk
menemukan mikrofilaria yang khas bentuknya. Pemeriksaan imunologik yang
dilakukan terutama bertujuan untuk meningkatkan kepekaan dalam menentukan
diagnosis dini filariasis malayi ini.
Pengobatan brugiasis
DEC yang merupakan obat pilihan untuk brugiasis, dapat diberikan
dengan dosis lebih rendah, yaitu 3x 0.3-2 mg/kg berat badan/hari , namun
diberikan lebih lama yaitu selama 3 minggu.
Pencegahan brugiasis
Tindakan pencegahan brugiasis sesuai dengan upaya pencegahan pada
filariasis bancrofti, yaitu pengobatan penderita, pengobatan masal penduduk di
daerah endemik, pencegahan pada pendatang dan pemberantasan vektor
penular filariasis malayi.
Occult filariasis
Occult filariasis adalah filariasis limfatik yang disertai oleh hipersensitif
terhadap antigen mikrofilaria, akibat terjadinya penghancuran mikrofilaria oleh
antibodi yang dibentuk oleh penderita. Occult filariasis disebut juga tropical
pulmonary eosinophilia. Gejala klinis occult filariasis adalah:
limfadenitis,
kelainan paru yang disertai batuk dan sesak,
demam subfebril,
hepatomegali,
splenomegali.
Echinococcus granulosus
Sebagai hospes definitif cacing ini adalah anjing dan sejenisnya. Cacing
dewasa hidup di dalam usus halus anjing. Di dalam tubuh manusia cacing pita
hanya dijumpai dalam bentuk larva cacing (hydatid larva).
Echinococcus granulosus termasuk cacing pita berukuran kecil. Cacing dewasa
panjang tubuhnya antara 3-6 milimeter, terdiri dari skoleks, leher dan strobila
yang terdiri dari 3 buah segmen.
Kepala cacing (scolex) memiliki 4 alat isap (sucker) dan mempunyai 2 deret kait
yang melingkar.
Telur cacing ini mempunyai bentuk mirip dengan telur Taenia lainnya,
berbentuk ovoid dengan ukuran panjang 32-36 mikron dan lebar 25-32 mikron.
Telur juga mempunyai embrio dengan 3 pasang kait (embrio heksakan,
hexacanth embryo). Telur ini infektif untuk herbivora (misalnya domba, kambing,
sapi dan kuda) dan manusia yang bertindak selaku hospes perantara.
Di dalam tubuh hospes perantara telur cacing yang termakan akan
tumbuh menjadi larva hidatid (hydatid larva) yang tidak dapat berkembang
menjadi cacing dewasa.
Diagnosis hidatidosis
Diagnosis hidatidosis ditegakkan jika ditemukan bahan berasal dari kista
yang pecah atau protoskoleks, misalnya di dalam dahak (berasal dari kista di
paru), sesudah dilakukan operasi atau pada waktu autopsi jenasah.
Untuk membantu menegakkan diagnosis pada penderita yang diduga
terinfeksi kista hidatid dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan serologi: Indirect Hemagglutination Test, Bentonite
Flocculation Test dan Complement Fixation Test.
2. Uji Intrakutan Casoni. Tes alergi menggunakan 0.2 ml cairan kista hidatid
yang disuntikkan intradermal, 30 menit kemudian menimbulkan benjolan
memiliki pseudopodi berukuran 5 cm, yang menghilang 1 jam kemudian.
3. Pemeriksaan radiologi: menemukan kista dalam organ atau kista yang
sudah mengapur.
4. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya eosinofilia antara 20-25%.
Pengobatan hidatidosis
Sesuai dengan gangguan yang terjadi, hidatidosis diatasi dengan:
Pembedahan. Hanya kista tunggal yang berada di permukaan organ atau
jaringan yang bisa dikeluarkan. Kista yang terdapat di otak hanya kista
primer yang bisa dioperasi, kista sekunder tidak boleh dibedah.
Pengobatan biologis. Cairan kista hidatid sebagai antigen disuntikkan ke
dalam kista sekunder, kista multipel atau kista yang tidak mungkin
dioperasi. Atau cairan kista dikeluarkan, diganti dengan larutan formalin
10% untuk membunuh skoleks dan membran germinativum kista.
Anti alergi. Anti histamin dan adrenalin diberikan jika terjadi gejala-gejala
alergi.
Pencegahan hidatidosis
Untuk mencegah terjadinya hidatidosis pada manusia, harus dilakukan:
1. Mengobati anjing yang terinfeksiEchinococcus granulosus.
2. Mencegah pencemaran lingkungan dari tinja anjing.
3. Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah kontak dengan anjing.
7. LARVA MIGRANS
Ancylostoma braziliensis. Cacing jantan panjangnya antara 4,7 sampai 8,5 mm,
dan betina antara 6,1 dan 10,5 mm. Di rongga mulut terdapat dua pasang gigi
yang tidak sama ukurannya. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks kecil
dengan rays yang pendek.
Ancylostoma caninum. Cacing jantan berukuran panjang sekitar 10 mm, dan
yang betina sekitar 14 mm. Rongga mulutnya mempunyai tiga pasang gigi.
Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks yang besar ukurannya dengan rays
yang panjang dan langsing.
Gambar 17 . Susunan gigi pada mulut A.braziliensis (kiri)
dan A.caninum (kanan)
Creeping eruption
8. SISTISERKOSIS
Diagnosis sistiserkosis
Bila terjadi epilepsi atau gejala neurologik yang disertai riwayat adanya
nodul subkutan pada penderita yang hidup di daerah endemik taeniasis solium,
waspadai kemungkinan terjadinya sistiserkosis serebral.
Biopsi nodul dapat menentukan diagnosis, sedangkan pemeriksaan
radiologi hanya dapat dilakukan jika telah terjadi kalsifikasi kista. Kelainan mata
dapat diperiksa dengan oftalmoskop, sedangkan pemeriksaan serologi (uji
fiksasi-komplemen, hemaglutinasi, dan tes intrakutan) dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis sistiserkosis.
Pencegahan sistiserkosis
Untuk mencegah terjadinya sistiserkosis selulosae, semua penderita
taeniasis solium harus diobati dengan baik. Kebersihan dan higiene perorangan
maupun kebersihan lingkungan dijaga agar tak tercemar tinja babi. Makanan dan
minuman dimasak sampai matang agar telur cacing terbasmi.
9. SKISTOSOMIASIS JAPONICUM
Schistosoma japonicum
Cacing jantan berukuran lebih besar tetapi lebih pendek dari pada ukuran
cacing betina, memiliki canalis gynaecophorus, saluran tempat cacing betina
berada selama cacing jantan dan betina mengadakan kopulasi.Saluran
pencernaan cacing ini mula-mula bercabang menjadi dua sekum, kemudian di
daerah posterior tubuh, keduanya kembali menjadi satu saluran buntu.
Telur. Telur cacing tidak mempunyai operkulum, tetapi memiliki spina yang khas
bentuknya untuk masing-masing spesies Schistosoma.
Serkaria. Stadium infektif Schistosoma yang mampu menembus kulit hospes
definitif ini mempunyai ekor yang bercabang dua.
Diagnosis skistosomiasis
Diagnosis pasti skistosomiasis ditegakkan dengan ditemukannya telur
S.japonicum yang spesifik bentuknya pada pemeriksaan tinja atau pada biopsi
rektum. Telur juga dapat ditemukan di dalam tinja atau melalui biopsi hati.
Pemeriksaan serologi misalnya ELISA, uji fiksasi komplemen, uji
hemaglutinasi tidak langsung, uji antibodi fluorsesn dan tes kepekaan kulit
membantu menegakkan diagnosis skistosomiasis japonikum. Selain itu pada
pemeriksaan darah dapat ditemukan antigen yang spesifik cacing ini.
Pengobatan skistosomiasis.
Prazikuantel merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk mengobati
skistosomiasis.japonicum dengan dosis tunggal sebesar 60 mg per kg berat
badan.
Obat-obat lain, misalnya tartar emetik, ambilhar, fuadin, dan antimon
dimerkaptosuksinat, hasilnya tidak sebaik prazikuantel.
Pencegahan skistosomiasisa
Pengobatan masal pada seluruh penduduk, perbaikan lingkungan hidup
untuk mencegah pencemaran perairan oleh tinja, serta pemberantasan siput
adalah cara pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran
skistosomiasis.
10. STRONGILOIDIASIS
Cacing Strongyloides stercoralis atau disebut benang (threadworm) yang
menyebabkan strongiloidiasis ini merupakan cacing zoonosis yang tersebar
luas di daerah tropis yang tinggi kelembabannya. Cacing betina dewasa hidup
parasitik di dalam membrana mukosa usus halus, terutama di daerah duodenum
dan jejunum manusia dan beberapa jenis hewan. Cacing jantan jarang
ditemukan di dalam usus hospes definitifnya.
Strongyloides stercoralis
Cacing dewasa betina berbentuk seperti benang halus yang tidak
berwarna, dengan panjang tubuh sekitar 2,2 mm. Bentuk telur mirip telur cacing
tambang, berukuran sekitar 55 x 30 mikron, berdinding tipis tembus sinar. Telur
dikeluarkan di dalam membrana mukosa usus dan segera menjadi larva,
sehingga tidak dapat ditemukan di dalam tinja penderita.
Primordium genital
Cara penularan strongiloidiasis
usofagus
Untuk melengkapi siklus hidupnya cacing ini tidak memerlukan hospes
perantara. Hospes definitif tempat cacing dewasa hidup adalah manusia,
sedangkan beberapa jenis hewan dapat bertindak sebagai reservoir host
sehingga dapat menjadi sumber penularan bagi manusia. Telur cacing yang oleh
induk cacing dikeluarkan di dalam mukosa usus, segera menetas menjadi larva
rabditiform. Kemudian larva ini akan berkembang melalui tiga jalur siklus hidup,
yaitu :
1. Autoinfection. Di dalam usus, larva rabditiform berubah menjadi larva
filariform, yang kemudian menembus mukosa usus dan berkembang
menjadi cacing dewasa.
2. Siklus Hidup Langsung. Larva rabditiform bersama tinja penderita jatuh
ke tanah, tumbuh menjadi larva filariform yang infektif. Jika menembus
kulit hospes, akan terjadi lung migration, dan selanjutnya berkembang
menjadi cacing dewasa di dalam usus penderita.
3. Siklus Hidup Tak Langsung. Larva rabditiform bersama tinja penderita
jatuh ke tanah, berkembang menjadi cacing dewasa yang hidup bebas
(free living) di tanah, lalu melahirkan larva–larva rabditiform. Larva
rabditiform ini di tanah tumbuh menjadi larva filariform yang infektif,
menembus kulit hospes, diikuti terjadinya lung migration, kemudian
tumbuh dan berkembang menjadi cacing dewasa di dalam usus penderita.
Lihat bagan di bawah ini.
Gambar 25. Bagan siklus hidup Strongyloides stercoralis
Diagnosis strongiloidiasis
Untuk menegakkan diagnosis pasti, larva rhaditiform ditemukan pada tinja
segar penderita. Biakan tinja yang mengandung larva rabditiform dalam tiga hari
akan menunjukkan adanya larva filariform. Cacing dewasa yang hidup bebas
dapat ditemukan dalam sediaan yang sama. Larva rabditiform maupun larva
filariform Strongyloides stercoralis dapat dibedakan dari larva-larva cacing
tambang.
Pengobatan dan pencegahan strongiloidiasis
Tiabendazol merupakan obat pilihan untuk strongiloidiasis. Obat-obat
lainnya, misalnya levamisol, mebendazol dan pirantel pamoate dapat juga
digunakan, meskipun hasilnya kurang memuaskan.
Tindakan pencegahan strongiloidiasis lebih sulit dilakukan dibanding
pencegahan terhadap infeksi cacing tambang. Hal ini disebabkan oleh adanya
hewan sebagai reservoir host. Selain itu terjadinya autoinfeksi di usus dan siklus
hidup bebas di tanah menyulitkan pemberantasan parasit ini.
11. TAENIASIS
Taeniasis pada manusia disebabkan oleh cacing pita babi dewasa (Taenia
solium) dan cacing pita sapi (Taenia saginata). Nama Umum. Cacing pita babi.
Cacing dewasa hidup di dalam usus halus (jejunum bagian atas) manusia,
sedangkan larvanya terdapat di dalam jaringan organ tubuh babi.
Taenia solium
Cacing dewasa berukuran panjang antara 2 sampai 3 meter, dan dapat
hidup sampai 25 tahun lamanya.
Kepala (scolex) erbentuk bulat, dengan garis tengah 1 mm , mempunyai
alat isap. Kepala mempunyai rostelum yang dilengkapi oleh 3 deret kait yang
melingkar.
Setiap cacing Tenia solium mempunyai segmen yang berjumlah kurang
dari 1000 buah. Segmen matur berukuran 12 mm x 6 mm, mempunyai lubang
genital yang terletak di dekat pertengahan segmen. Uterus gravid memiliki 5-10
cabang lateral di tiap sisi segmen. Segmen gravid dilepaskan dalam bentuk
rantai yang terdiri dari 5-6 segmen setiap kali dilepaskan.
Gambar 26. Cacing dewasa dan kepala Taenia solium
Telur Taenia solium tidak dapat dibedakan dari telur Taenia saginata.
Telur bulat bentuknya, berwarna coklat, berukuran garis tengah 30-45 mikron
dengan dinding tebal bergaris-garis radial. Onkosfer embrio yang ada di dalam
telur mempunyai 6 buah kait (hexacanth embryo).
Taenia saginata
Nama umum cacing ini adalah cacing pita sapi , dan infeksi oleh cacing
dewasanya disebut taeniasis saginata. Cacing dewasa hidup di dalam usus
halus bagian atas. Cacing dewasa dapat hidup di dalam usus manusia sampai
10 tahun lamanya.
Cacing dewasa berwarna putih, tembus sinar, dan panjangnya dapat
mencapai 24 meter.
12. TRIKINOSIS
Trichinella spiralis
Cacing jantan berukuran panjang antara 1.4 mm sampai 1.6 mm,
sedangkan cacing betina berukuran lebih panjang, dapat mencapai 4 mm.
Cacing betina tidak bertelur melainkan melahirkan larva (vivipaar).
Larva cacing berukuran sampai 100 mikron, namun di dalam otot
hospes, umumnya larva terdapat dalam bentuk kista. Otot yang mengandung
larva Trichinella infektif bagi mamalia lainnya. Di dalam kista, larva dapat tetap
hidup 6 bulan, bahkan bisa mencapai 30 tahun.
Penularan trikinosis
Cacing dewasa maupun larvanya terdapat di dalam tubuh hospes yang
sama. Tetapi untuk dapat melengkapi siklus hidupnya, cacing ini membutuhkan
dua hospes yang satu jenis maupun dari jenis yang berbeda. Pada tikus hutan
misalnya, hanya dibutuhkan satu jenis hospes yaitu tikus, oleh karena adanya
sifat kanibalis pada tikus.
Manusia, babi dan tikus merupakan hospes definitif cacing ini, namun
cacing Trichinella spiralis juga dapat hidup dalam tubuh anjing, kucing dan
beruang. Pada keadaan alami, siklus hidup cacing ini dapat berlangsung
diantara kelompok tikus yang kanibalis. Hewan babi terinfeksi akibat makan
sampah yang mengandung daging tikus mati.
Manusia terinfeksi cacing ini karena makan daging babi mentah atau
kurang matang yang mengandung kista larva cacing. Di dalam usus halus,
dinding kista pecah dan larva akan terlepas. Larva segera memasuki mukosa
usus dan dalam waktu dua hari berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing
betina dapat melahirkan sampai 1500 larva yang dilepaskan di dalam mukosa
usus. Larva ini akan memasuki aliran darah dan limfe, menyebar ke berbagai
organ dan bagian tubuh lainnya, terutama ke otot-otot gerak misalnya otot lidah,
diafragma, mata, laring, otot biseps, otot perut, deltoid dan otot gastroknemius.
Patogenesis dan gejala klinis trikinosis
Kelainan patologis pada trikinosis mulai terjadi akibat adanya invasi
cacing dewasa yang berasal dari perkembangan larva ke dalam mukosa usus.
Sesudah masa inkubasi sekitar 10 hari, sejak masuknya kista cacing
bersama daging babi yang infektif, penderita dapat mengalami keluhan
gastrointestinal berupa sakit perut, mual, muntah dan diare. Penyebaran
larva yang dilahirkan oleh induk cacing ke dalam otot-otot gerak menimbulkan
keradangan endovaskuler dan perivaskuler akut sehingga terjadi nyeri otot
rematik, diikuti gangguan bernapas, mengunyah dan berbicara. Kelumpuhan otot
yang spastik pada ekstremitas dapat terjadi, diikuti edema sekitar mata, hidung
dan tangan. Kelenjar limfe juga dapat membesar. Migrasi larva juga
menimbulkan nekrosis otot jantung yang menimbulkan miokarditis, yang
merupakan komplikasi berat trikinosis. Mungkin juga terjadi komplikasi berupa
ensefalitis, meningitis, tuli, gangguan mata dan diplegia.
Masa enkistasi (masa tahap tiga) merupakan masa krisis dengan
terjadinya edema toksik atau dehidrasi berat. Tekanan darah penderita menurun
dan dapat menimbulkan kolaps. Pada tahap ini tampak gejala neurutoksik dan
komplikasi lain misalnya miokarditis, pneumonia, peritonitis, dan nefritis.
Diagnosis pasti trikinosis dapat ditetapkan apabila dapat ditemukan
cacing dewasa atau larva cacing. Cacing dewasa atau larva mungkin dijumpai
pada tinja penderita pada waktu mengalami diare. Cara yang lebih
memungkinkan adalah menemukan larva cacing melalui biopsi otot atau organ
atau pada waktu dilakukan otopsi atas penderita yang sudah tidak tertolong
lagi.
Untuk membantu menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan darah
yang menunjukkan adanya eosinofilia.
Berbagai uji serologik, misalnya Uji Fiksasi Komplemen, Uji Presipitin, Uji
Aglutinasi dan Uji Flokulasi Bentonit dapat membantu menegakkan diagnosis
trikinosis. Dengan menggunakan antigen pada pengenceran 5000-10,000 kali,
hasil positif dapat dibaca dalam waktu 20 menit.
Pemeriksaan radiologik dapat membantu menunjukkan adanya kista
pada jaringan atau organ penderita.
Pengobatan trikinosis
Pada manusia, trikinosis diobati dengan pemberian tiabendazol
selama 1 minggu, disertai pemberian kortikosteroid dosis rendah, secara
bertahap dan hati-hati, untuk mengurangi gejala dan keluhan penderita. Nyeri
otot dan sakit kepala penderita dapat dikurangi dengan memberikan
analgetika, sedangkan gejala dan keluhan nerologik dapat diobati dengan
memberikan penenang.
Pencegahan trikinosis
Untuk mencegah penularan trikinosis, pemeriksaan daging babi yang
dijual harus dilakukan, serta memasak daging babi dengan sempurna
sebelum dimakan. Pembekuan daging babi dan daging lainnya dapat
membunuh kista cacing. Selain itu mengupayakan agar babi yang
diternakkan selalu diberi makanan yang dipanasi lebih dahulu dan
menjauhkan tikus dari lingkungan peternakan babi.
13. TRIKURIASIS
Karena bentuknya mirip cambuk, cacing penyebab trikuriasis (Trichuris trichiura)
sering disebut sebagai cacing cambuk (whip worm). Penyakitnya disebut
trikuriasis. Cacing ini tersebar luas di daerah tropis yang berhawa panas dan
lembab.
Trichuris trichiura
Cacing dewasa melekat pada mukosa usus penderita, terutama di daerah
sekum dan kolon, dengan membenamkan kepalanya di dalam dinding usus.
Kadang-kadang cacing ini ditemukan hidup di apendiks dan ileum bagian distal.
Cacing dewasa berbentuk cambuk. Cacing jantan panjangnya sekitar 4
cm dan cacing betina 5 cm. Bagian ekor cacing jantan melengkung ke arah
ventral, mempunyai satu spikulum yang berselubung retraktil. Bagian kaudal
cacing betina membulat tumpul seperti koma.
Telur cacing khas bentuknya, berwarna coklat mirip biji melon. Telur yang
berukuran sekitar 50x25 nikron ini mempunyai dua kutub jernih yang menonjol.
Diagnosis trikuriasis
Untuk menegakkan diagnosis pasti, dilakukan pemeriksaan tinja untuk
menemukan telur cacing yang khas bentuknya. Pada infeksi yang berat
pemeriksaan proktoskopi menunjukkan adanya cacing dewasa pada rektum
penderita.
Pengobatan trikuriasis
Untuk memberantas trikuriasi diberikan kombinasi obat-obat cacing yaitu :
Pirantel pamoat dan oksantel pamoat yang diberikan bersama dalam
bentuk dosis tunggal , atau
Kombinasi Mebendazol dan pirantel pamoat.
Bila terdapat anemia, diberikan preparat besi disertai perbaikan gizi penderita.
Pencegahan trikuriasis
Pencegahan penularan trikuriasis dilakukan melalui pengobatan penderita
dan pengobatan masal untuk terapi pencegahan terhadap terjadinya reinfeksi
di daerah endemis.
Memperbaiki hygiene sanitasi perorangan dan lingkungan, agar tak terjadi
pencemaran lingkungan oleh tinja penderita, misalnya membuat WC atau
jamban yang baik di setiap rumah. Memasak makanan dan minuman dengan
baik dapat membunuh telur infektif cacing.
3
PENYAKIT PROTOZOA
1. AMUBIASIS
2. BALANTIDIOSIS
3. GIARDIASIS
4. KRIPTOSPORIDIOSIS
5. MALARIA
6. PNEUMONIA ATIPIK
7. TOKSOPLASMOSIS
8. TRIKOMONIASIS VAGINALIS
1. AMUBIASIS
Entamoeba histolytica
Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang
mengadakan pergerakan menggunakan pseudopodii atau kaki semu. Terdapat
tiga bentuk parasit, yaitu bentuk trofozoit , bentuk kista dan bentuk prakista.
Trofozoit adalah bentuk yang aktif bergerak dan bersifat invasif, dapat
tumbuh dan berkembang biak, aktif mencari makanan, dan mampu memasuki
organ dan jaringan. Karena selalu bergerak menggunakan pseudopodi, maka
bentuk trofozoit tidaklah tetap. Ukuran trofozoit sekitar 18 mikron sampai 40
mikron. Pada sediaan tinja segar tanpa warna, inti sukar dilihat di bawah
mikroskop. Kariosom tampak berupa titik kecil terletak sentral dan dikelilingi halo
yang jelas. Selaput inti tipis, dibatasi butir-butir kromatin yang halus dan rata.
Bentuk kista Entamoeba histolytica bulat, dengan dinding kista dari hialin,
tidak aktif bergerak. Terdapat dua ukuran kista, minutaform yang kecil berukuran
antara 6-9 mikron, dan magnaform berukuran lebih besar antara 10-15 mikron.
Kista berukuran kurang dari 10 mikron, disebut Entamoeba hartmanni yang
ditemukan dalam tinja, tidak patogen untuk manusia. Pada stadium awal kista,
terdapat 1-4 badan kromatoid (chromatoid body) di dalam sitoplasma. Selain itu
terdapat juga masa glikogen yang pada pewarnaan dengan iodin akan berwarna
coklat tua. Kista yang sudah matang mempunyai empat inti (quadrinucleate cyst)
tidak dijumpai badan kromatoid maupun masa glikogen.
Bentuk prakista merupakan bentuk peralihan antara stadium kista dan
stadium trofozoit. Berbentuk agak lonjong atau bulat, berukuran antara 10-20
mikron, mempunyai pseudopodi yang tumpul. Pada endoplasma dari
sitoplasma prakista tidak dijumpai eritrosit maupun sisa-sisa makanan. Inti dan
struktur inti prakista sesuai dengan inti dan struktur inti trofozoit.
Pemeriksaan di bawah mikroskop menggunakan garam faali untuk
pengencer tinja menunjukkan parasit dalam keadaan hidup. Trofozoit tampak
bergerak aktif dengan gerakan pseudopodi yang cepat. Di dalam sitoplasma
tampak eritrosit berwarna hijau kekuningan, sedangkan inti sukar dilihat. Kista
terlihat bulat dengan dinding tipis dan halus, terlihat badan kromatoid berbentuk
batang. Masa glikogen sukar dilihat.
Pewarnaan tinja dengan lugol menunjukkan parasit berwarna kuning
sampai coklat muda, inti jelas dengan kariosom terletak di tengah. Sitoplasma
halus, badan kromatoid tidak berwarna, dan masa glikogen berwarna coklat.
Pada pewarnaan iron-hematoxylin, inti dan badan kromatoid berwarna
hitam, sitoplasma kebiru-biruan atau kelabu, sedangkan masa glikogen tidak
berwarna.
(a) (b)
Gambar 33. Entamoeba histolytica (a) trofozoit (b) kista
Penularan amubiasis
Amuba termasuk parasit zoonosis yang umumnya hanya menyerang
manusia, namun juga dapat menimbulkan penyakit pada kera dan primata
lainnya. Hewan lain yang dapat bertindak sebagai hospes definitif, jadi bertindak
sebagai reservoir host, adalah kucing, anjing, tikus, hamster dan marmot (guinea
pig).
Penularan terjadi dengan masuknya kista infektif melalui mulut, bersama
makanan atau minuman tercemar tinja penderita atau karier amubiasis.
Penularan di laboratorium dapat terjadi karena tertelan kista infektif amuba
hewan coba primata. Pencemaran makanan atau minuman dapat disebabkan
oleh serangga misalnya lalat dan lipas (famili Blattidae) yang membawa tinja
penderita atau karier yang mengandung kista infektif amuba.
Terdapat dua jenis karier amubiasis, yaitu contact carrier dan
convalescent carrier. Contact carrier adalah karier yang berasal dari orang yang
sebelumnya tidak pernah menderita amubiasis, sedangkan convalescent carrier
adalah karier yang terjadi sesudah seseorang menderita amubiasis.
Amubiasis
Amubiasis pada manusia dapat menyerang berbagai organ, misalnya
usus ( intestinal amoebiasis) maupun organ di luar usus (extra-intestinal
amoebiasis) misalnya hati, paru, otak, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Patologi amubiasis
Pada manusia dapat terjadi amubiasis primer atau amubiasis sekunder.
Amubiasis primer terjadi pada usus, sedangkan amubiasis sekunder terjadi di
luar usus (extra-intestinal atau metastatic amoebiasis). Amubiasis usus terutama
terjadi di usus besar (sekum dan daerah rektosigmoid). Trofozoit dapat
mengadakan migrasi ke organ-organ lain ,terutama ke hati, paru dan otak
Kerusakan organ penderita akibat Entamoeba histolytica tergantung daya
tahan tubuh penderita, keadaan usus penderita dan virulensi strain amuba
penyebab infeksi.
Komplikasi. Komplikasi abses hati terjadi jika penderita tidak diobati dengan
baik, lisis jaringan hati akan terus terjadi sehingga abses pecah dan berkembang
ke organ-organ di sekitar hati. Pecahnya abses hati yang terdapat di bagian
kanan akan menimbulkan kerusakan di kulit (granuloma kutis), paru, rongga
pleura kanan, diafragma dan rongga peritoneum. Abses hati yang pecah ke
daerah paru menimbulkan dahak yang berwarna coklat merah tua yang
mengandung trofozoit. Abses yang pecah ke dalam rongga pleura menimbulkan
empiema toraks, yang pecah ke daerah diafragma menimbulkan abses
subfrenik, sedangkan yang pecah ke daerah peritoneum menimbulkan peritonitis
umum.
Jika abses di daerah hati sebelah kiri yang pecah, kelainan dapat terjadi di
daerah lambung ( terjadi hematemesis), kulit, rongga pleura kiri, dan perikardium
(terjadi perikarditis purulenta) yang dapat menimbulkan kematian penderita.
Abses hati yang pecah ke arah bawah (inferior) dapat menimbulkan kelainan di
usus atau di rongga peritoneum yang menimbulkan peritonitis.
Amubiasis organ lain. Berbagai organ lain yang dapat terserang amubiasis
adalah paru, otak, kulit dan limpa.
Amubiasis paru (pulmonary amoebiasis) dapat terjadi secara primer atau
sekunder. Amubiasis paru primer terjadi akibat trofozoit amuba mencapai paru
melalui sirkulasi darah portal.. Pada amubiasis paru sekunder, trofozoit berasal
dari pecahnya abses hati bagian kanan.
Amubiasis otak (cerebral amoebiasis) yang umumnya merupakan abses
tunggal yang berukuran kecil, terjadi akibat komplikasi abses hati atau abses
paru.
Amubiasis kulit (cutaneous amoebiasis) terjadi pada kulit di dekat tempat
keluarnya cairan abses hati, abses apendiks atau pada waktu operasi usus.
Nekrosis kulit ditimbulkan oleh trofozoit yang terdapat di daerah tersebut.
Amubiasis limpa terjadi akibat komplikasi amubiasis hati, atau secara
langsung ditimbulkan oleh penularan trofozoit amuba dari daerah kolon.
Diagnosis amubiasis
Diagnosis pasti amubiasis dapat ditegakkan jika ditemukan trofozoit atau
kista Entamoeba histolytica dan kristal Charcot-Leyden yang spesifik.
Pengobatan amubiasis
Berbagai obat amubisida dapat digunakan baik terhadap amubiasis usus
maupun amubiasis ekstraintestinal, yaitu metronidazole (obat pilihan),
nimorazole, ornidazole, tinidazole, seknidazole dan clefamid, yang diberikan per
oral. Emetin yang hanya dapat diberikan melalui suntikan telah ditinggalkan.
Antibiotika diberikan apabila amubiasis disertai infeksi sekunder.
Aspirasi abses dilakukan pada abses amubiasis hati, apabila lokasi abses
berada di dekat permukaan tubuh.
Pencegahan amubiasis
Karena penularan umumnya terjadi per oral, maka upaya pencegahan
ditujukan dengan memasak makanan dan minuman dengan baik.
Selain itu menjaga kebersihan agar lingkungan terbebas dari lalat dan
lipas serta tikus, dan diupayakan agar sistem pembuangan tinja dan limbah
rumah tidak mencemari sumber air minum atau sumur. Selain itu hendaknya
selalu berhati-hati pada waktu bekerja menangani hewan coba (terutama
primata) di laboratorium..
Khusus terhadap karier amubiasis, harus dilakukan upaya
menemukannya, agar dapat diobati sampai sembuh, sehingga tidak menjadi
sumber infeksi amubiasis bagi masyarakat sekitarnya.
Meningoensefalitis amuba
Pengobatan meningoensefalitis
Pengobatan meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba dilakukan
dengan memberikan amfoterisin B secara intravena, intrateka atau
intraventrikula. Pemberian obat ini dapat mengurangi angka kematian akibat
infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati meningoensefalitis yang
disebabkan oleh amoeba lainnya.
2. BALANTIDIOSIS
Balantidium coli
Parasit ini hidup di dalam usus manusia, babi, anjing dan primata.
Balantidiosis dilaporkan dari banyak negara, terutama yang penduduknya
banyak memelihara babi.
Ciliata ini mempunyai 2 stadium, yaitu stadium trofozoit dan stadium kista.
Trofozoitnya berukuran panjang 60-70 mikron dan 40-50 mikron lebar, Di bagian
anterior terdapat cekungan yang disebut peristom di mana terdapat mulut
(sitostom). Parasit ini tidak mempunyai usus, tetapi mempunyai anus (cytopyge)
yang terdapat di bagian posterior tubuh.
Parasit ini mempunyai 2 inti, yaitu makronukleus yang berbentuk ginjal
dan mikronukleus berbentuk bintik kecil yang terdapat di bagian cekungan
makronukleus.
Kista parasit yang bulat bentuknya, berukuran diameter 50-60 mikron,
mempunyai dua lapis dinding kista.
Gambar 35. Balantidium coli , bentuk kista (kiri) dan trofozoit (kanan).
Penularan balantidiosis
Stadium kista maupun trofozoit dapat berlangsung pada satu jenis
hospes. Sumber utama penularan bagi manusia adalah babi yang merupakan
hospes definitif alami dan merupakan hospes reservoir bagi manusia yang
sebenarnya hanyalah hospes insidental.
Infeksi pada manusia terjadi akibat minum air atau makanan mentah yang
tercemar tinja babi yang mengandung kista infektif parasit ini.
Gambar 36. Siklus hidup Balantidium coli
Pengobatan balantidiosis
Obat-obatan anti parasit dapat diberikan untuk memberantas B.coli yaitu
Iodoquinol yang diberikan selama 21 hari dan Metronidazol yang diberikan
selama 5 hari. Selain itu dapat diberikan juga Oksietrasiklin selama 10 hari.
Pencegahan balantidiosis
Penyebaran balantidiosis coli dapat dicegah dengan selalu menjaga
higiene perorangan dan kebersihan lingkungan agar tidak tercemar dengan tinja
babi. Memasak makanan dan minuman akan mencegah penularan parasit ini
pada manusia.
Peternakan babi harus ditempatkan jauh dari pemukiman penduduk dan
tidak mencemari saluran air untuk kebutuhan masyarakat. .
3. GIARDIASIS
Penyakit giardiasis disebabkan oleh Giardia lamblia atau Lamblia intestinalis,
atau Giardia intestinalis. Parasit ini tersebar kosmopolit di daerah tropis dan
subtropis.
Giardia lamblia
Protozoa usus ini hidup di dalam duodenum dan jejunum bagian atas,
dengan cara melekatkan diri pada bagian usus tersebut. Kadang-kadang parasit
ini dijumpai di dalam saluran empedu dan kandung empedu. G.lamblia
mempunyai dua bentuk, yaitu trofozoit dan kista. Kista berbentuk lonjong,
mempunyai 2-4 inti. Trofozoit yang panjangnya sekitar 14 mikron dan lebar 7
mikron berbentuk buah pir, dengan ujung anterior melebar dan membulat, dan
bagian posterior meruncing.
Penularan giardiasis
Parasit ini ditularkan melalui makanan atau minuman yang tercemar
dengan tinja yang mengandung kista infektif parasit yang dibawa oleh lalat atau
lipas. Dalam waktu setengah jam kista berubah menjadi bentuk trofozoit.
Diagnosis giardiasis
Pengobatan giardiasis
Pencegahan giardiasis
Mengobati penderita dan karier giardiasis merupakan salah satu upaya
pencegahan, karena manusia merupakan sumber infeksi utama giardiasis.
Selain itu dicegah pencemaran makanan dan minuman dengan tinja
infektif oleh lalat, lipas atau tikus, dan memasak makanan dan minuman dengan
baik. Mencegah pencemaran air minum oleh tinja dengan membuat kakus yang
higienis, serta melarang pemakaian tinja segar untuk pupuk tanaman dapat
mencegah penyebaran giardiasis pada masyarakat.
ookista
tertelan
4. KRIPTOSPORIDIOSIS
Ookista
Berspora
Ookista
Tak berspora Kriptosporidiosis pada manusia dapat disebabkan oleh Cryptosporidium
parvum dan C. hominis, parasit yang termasuk protozoa zoonosis dari golongan
koksidia. Infeksi dengan C.parvum dilaporkan dari seluruh dunia, pada semua
golongan usia dari bayi sampai usia lanjut. Penyebaran banyak terjadi pada
penggunaan air minum yang tidak bersih, akibat lingkungan dan kebiasaan hidup
yang buruk pada populasi yang padat.
Cryptosporidium
Ookista berbentuk sferis, dengan diameter anatara 4-6 mikron,
mempunyai dinding tebal atau tipis. Ookista berdinding tipis mengadakan
ekskistasi di dalam tubuh hospes dan membentuk siklus hidup baru
(autoinfection), sedang ookista berdinding tebal dikeluarkan melalui tinja..
Diagnosis kriptosporidiosis
Selain gejala klinis, diagnosis sporidiosis ditentukan dengan melakukan
pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan imunologis dan pemeriksaan biologi
molekuler.
Pewarnaan tinja penderita dengan pewarnaan tahan asam yang
dimodifikasi menunjukkan adanya ookista kriptosporidial. Pemeriksaan imunologi
atas anti- IgM, IgG dan IgA kriptosporidium dengan ELISA atau IFA (antibody
immunofluorescence assay) dapat membantu secara tidak langsung
menegakkan diagnosis kriptosporidiosis.
Pemeriksaan biologi molekuler dengan PCR (Polymerase Chain Reaction)
dan metoda deteksi DNA telah dikembangkan untuk diagnosis.
Pengobatan kriptosporidiosis
Belum ada pengobatan yang spesifik terhadap parasitnya. Karena infeksi
pada orang normal akan sembuh sendiri, hanya dilakukan terapi suportif disertai
penatalaksanaan cairan dan elektrolit pada diare yang berat.
Antibiotika misalnya spiramisin dan paromomisin dapat diberikan pada
immunocompromised patients , meskipun sering terjadi kekambuhan.
Pencegahan kriptosporidiosis
Selalu mencuci tangan sebelum makan dan sesudah merawat penderita
diare (manusia maupun hewan) sangat dianjurkan. Selain itu menjaga
kebersihan makanan dan minuman serta memasaknya sebelum dikonsumsi
merupakan pencegahan yang dianjurkan.
5. MALARIA
Penyebab malaria
Malaria pada manusia disebabkan oleh empat jenis Plasmodium, yaitu
Plasmodium vivax, Pl. falciparum, Pl. malariae dan Pl. ovale. Jenis malaria yang
ditimbulkan oleh empat jenis plasmodium tersebut menimbulkan malaria yang
berbeda pola demam maupun gejala-gejala klinik yang ditimbulkannya.
Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax, disebut juga malaria
tertiana benigna (jinak), sedang Pl. falciparum menimbulkan malaria falciparum
atau malaria tertiana maligna (ganas). Selain itu Pl..falciparum juga menimbulkan
malaria perniciosa dan Blackwater Fever. Pl. malariae menimbulkan malaria
malariae, dan Pl. ovale menimbulkan malaria ovale.
Gambar 40. Nyamuk Anopheles
Morfologi Plasmodium
Di dalam sel-sel parenkim hati, plasmodium didapatkan dalam bentuk
skizon preeritrositik yang untuk setiap jenis Plasmodium. berbeda ukuran dan
jumlah merozoit di dalamnya. Bentuk skizon preeritrositik belum pernah
ditemukan pada Pl. malariae.
Gametosit. Pada Pl. vivax bentuk gametosit lonjong atau bulat, dengan eritrosit
yang membesar ukurannya, dan mengandung bintik-bintik Schuffner. Pada Pl.
falciparum, bentuk gametosit khas seperti pisang dengan ukuran panjang
gametosit lebih besar dari ukuran diameter eritrosit. Gametosit Pl. malariae
berbentuk bulat atau lonjong dengan eritrosit tidak membesar. Bintik Schuffner
terdapat pada eritrosit yang terinfeksi gametosit Pl. ovale yang lonjong
bentuknya. Eritrosit berukuran normal, agak membesar, atau sama besar dengan
ukuran gametosit.
Gambar 41 . Morfologi khas spesies Plasmodium
Penularan malaria
Penularan sporozoit malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina, yang berbeda spesiesnya sesuai dengan daerah geografisnya. Penularan
dalam bentuk aseksual (trofozoit) menimbulkan trophozoite-induced malaria,
yang dapat ditularkan melalui tranfusi darah (transfusion malaria), melalui jarum
suntik atau menular dari ibu ke bayi yang dikandungnya melalui plasenta
(congenital malaria).
Epidemi malaria
Malaria tersebar luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis, subtropis
maupun daerah beriklim dingin. Di Indonesia malaria tersebar baik di Jawa-Bali
maupun di luar pulau lainnya. Untuk mengetahui tingkat endemisitas malaria di
suatu daerah, harus dilakukan pemeriksaan indeks limpa (spleen index, SI), dan
indeks parasit (parasite index, PI ). Selain itu harus diteliti nyamuk Anopheles
untuk menentukan angka infeksi (infection rate) dan kepadatan nyamuk
(mosquito density). Selain itu kehidupan sosial budaya penduduk dan lingkungan
hidup daerah endemis harus dipelajari dengan seksama.
Pola demam malaria. Siklus demam terjadi sesuai dengan saat terjadinya
skizogeni eritrositik pada masing-masing spesies Plasmodium.
Pada malaria tertiana, baik maligna maupun benigna, demam
berlangsung setiap hari ke-3 (siklus 48 jam) dan pada malaria malariae, demam
terjadi setiap hari ke-4 (siklus 72 jam). Siklus demam 24 jam dapat terjadi jika
terdapat pematangan 2 generasi Pl. vivax dalam waktu 2 hari (disebut tertiana
dupleks), atau pematangan 3 generasi Pl. malariae dalam waktu 3 hari ( disebut
kuartana tripleks).
o
C Berbagai gejala dan keluhan penderita dapat mengikuti stadium demam,
40 misalnya pada stadium rigor, penderita menggigil meskipun suhu badan
penderita di atas normal. Pada stadium panas kulit penderita menjadi kering,
39 muka penderita merah dan denyut nadi meningkat. Penderita juga mengeluh
pusing, mual, dan kadang-kadang muntah. Pada anak, demam tinggi dapat
38 menimbulkan kejang. Pada stadium berkeringat akibat keluarnya cairan yang
berlebihan, penderita merasa sangat lelah dan lemah.
37
Anemia pada malaria. Akibat pecahnya eritrosit yang berulang kali selama
36 terjadinya proses segmentasi parasit di dalam eritrosit, penderita mengalami
anemia hipokromik mikrositik atau anemia hipokromik normositik.
Diagnosis malaria
Diagnosis pasti malaria ditetapkan jika ditemukan parasitnya. Pemeriksaan
darah tepi mudah dilakukan meskipun kadang-kadang Plasmodium sukar
ditemukan.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan tetes tebal (thick-smear) atau
dengan hapusan darah (thin-smear). Tetes tebal dilakukan untuk menentukan
diagnosis malaria secara cepat, tetapi belum dapat ditentukan spesies parasit
Plasmodium. Hapusan darah dapat digunakan untuk menentukan spesies
parasit penyebab malaria.
Untuk membantu menegakkan diagnosis malaria terutama yang
konsentrasi parasit di dalam darahnya sangat rendah, dilakukan pemeriksaan
serologi atas darah tepi, misalnya tes prisipitin dan uji fiksasi komplemen.
Pemeriksaan darah penderita juga menunjukkan gambaran hemoglobin yang
menurun, lekosit normal atau menurun, trombosit menurun, aspartat amino
transferase meningkat, alanin amino transferase meningkat dan bilirubin yang
meningkat.
Pengobatan malaria
Obat anti malaria dapat dikelompokkan atas dua golongan, yaitu alkaloid
alami, misalnya kina dan antimalaria sintetik.
Obat antimalaria sintetik adalah 9-aminoakridin (mepakrin) misalnya
atabrin, kuinakrin, 4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin), 8-aminokuinolin
(pamakuin, primakuin), biguanid (proguanil, klorproguanil) dan pirimidin
(pirimetamin). Obat antimalaria dapat diberikan dalam bentuk kombinasi
pirimetamin dan sulfadoksin yang dipasarkan sebagai fansidar.
Kina. Alkaloid alami ini dapat diberikan bersama-sama dengan primakuin
untuk mengobati malaria yang kambuh, malaria yang akut dan berat (diberikan
intravena) atau untuk mengobati malaria falciparum yang sudah resisten
terhadap klorokuin
Kekebalan (resistensi) terhadap obat anti malaria. Salah satu kendala dalam
memberantas dan mengendalikan malaria adalah terjadinya kekebalan parasit
malaria terhadap obat-obat anti malaria yang digunakan.
Suatu spesies Plasmodium dinyatakan masih peka (sensitif) terhadap
obat anti malaria tertentu, jika dalam waktu 7 hari pengobatan, parasitemi bentuk
aseksual telah menghilang tanpa diikuti kekambuhan (rekrudesensi). Parasit
yang masih sensitif ini dinyatakan Sensitif (S).
Jika telah terjadi resistensi parasit terhadap obat anti malaria, maka obat
malaria harus segera diganti dengan obat anti malaria lainnya, sedangkan
pengendalian malaria dilakukan dengan meningkatkan pemberantasan vektor
malaria yaitu nyamuk Anopheles.
Pencegahan malaria
Pencegahan malaria dilakukan terhadap perorangan maupun pada
masyarakat, yaitu :
Mengobati penderita dan penduduk yang peka, yang berdiam di daerah
endemik.
Mengobati karier malaria menggunakan primakuin, karena mampu
memberantas bentuk gametosit. Namun penggunaan obat ini tidak boleh
dilakukan secara masal karena mempunyai efek samping.
Pengobatan pencegahan pada orang yang akan masuk ke daerah
endemis malaria
Memberantas nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penularnya dengan
menggunakan insektisida yang sesuai dan memusnahkan sarang-sarang
nyamuk Anopheles.
Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu
jika tidur, atau menggunakan repellen yang diusapkan malam hari pada
kulit badan jika berada di luar rumah pada malam hari.
Malaria pernisiosa
Malaria pernisiosa (pernicious malaria) adalah kumpulan gejala yang
terjadi akibat pengobatan malaria falciparum yang tidak sempurna, sehingga
menimbulkan kematian penderita dalam waktu satu sampai tiga hari sesudah
pengobatan.
Parasit Plasmodium falciparum menimbulkan aglutinasi eritrosit yang
terinfeksi sehingga pembuluh darah kapiler berbagai organ terbendung. Hal ini
disebabkan proses skizogoni eritrositik parasit terjadi di dalam pembuluh darah
kapiler organ. Akibatnya terjadi emboli parasit yang tidak mampu melewati
pembuluh kapiler. Selain itu bentuk trofozoit dan bentuk seksual parasit mudah
saling melekat dan juga melekat pada dinding kapiler. Pada malaria pernisiosa
selalu terjadi parasitemi berat, baik bentuk cincin maupun bentuk skizon.
Terdapat tiga bentuk klinik malaria pernisiosa, yaitu malaria serebral,
malaria algid dan malaria septikemik.
Malaria serebral terjadi akibat adanya kelainan otak yang menyebabkan
timbulnya gejala-gejala hiperpireksia, paralisis dan koma. Pada malaria algid,
akibat terjadinya kegagalan sirkulasi perifer, penderita mengalami kolaps dengan
gejala kulit lembab dan dingin. Pada malaria algid tipe gastrik kolaps disertai
muntah, diare pada tipe koleraik, dan berak darah pada tipe disenterik.
Gejala malaria septikemik adalah panas badan yang selalu tinggi, disertai
gejala pneumonia dan sinkop kardiak.
Blackwater Fever
Blackwater fever adalah bentuk malaria falciparum yang disertai hemolisis
intravaskuler, demam dan hemoglobinuria.
Blackwater fever sering terjadi pada penderita malaria falciparum dengan
keadaan :
1. Tidak memiliki kekebalan terhadap malaria (non imun) yang mendapatkan
terapi kina dengan dosis rendah.
2. Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase, sehingga mudah mengalami
hemolisis eritrosit.
Selain itu faktor suhu rendah, lelah, trauma, ibu hamil, saat melahirkan dan
radiasi terhadap limpa mungkin berpengaruh atas timbulnya blackwater fever.
6. PNEUMONIA ATIPIK
Pneumocystis carinii
Bentuk parasit bulat atau lonjong mirip kista, berukuran 1 sampai 2
mikron, mempunyai 8 badan berinti satu (uninucleated bodies).
Gambar 42. Pneumonia atipik pada paru (Mevis research)
7. TOKSOPLASMOSIS
Toxoplasma gondii
Parasit ini berdasar tempat hidupnya di dalam tubuh penderita
mempunyai 2 bentuk, yaitu bentuk intraseluler dan bentuk ekstraseluler.
Bentuk ekstraseluler parasit seperti bulan sabit yang langsing dengan
salah ujung runcing dan ujung lainnya tumpul, mempunyai ukuran sekitar 2x 5
mikron, dengan sebuah inti parasit yang terletak di bagian ujung yang tumpul
dari parasit.
Bentuk intraseluler bulat atau lonjong sehingga sulit dibedakan
morfologinya dari Leishmania.
Penularan toksoplasmosis
Di dalam tubuh hospes perantara, Toxoplasma terdapat dalam bentuk
aseksual. Penularan dari satu hewan penderita ke hewan lainnya terjadi sesudah
makan daging yang infektif. Bila kucing terinfeksi Toxoplasma, di dalam usus
kucing parasit akan berkembang biak, baik dalam bentuk siklus seksual
maupun siklus aseksual. Bentuk ookista akan keluar bersama tinja kucing. Bila
manusia tertelan ookista yang infektif, maka infeksi toksoplasmosis akan terjadi.
Gambar 43. Siklus hidup Toxoplasma gondii
Penularan toksoplasmosis
Penularan pada manusia dapat terjadi melalui dapatan (acquired) atau
secara kongenital dari ibu ke bayi yang dikandungnya.
Secara dapatan penularan yang dapat terjadi baik pada anak maupun
orang dewasa. Penularan dapat terjadi melalui makanan mentah atau kurang
masak yang mengandung psedokista (dalam daging, susu sapi atau telur
unggas), penularan melalui udara atau droplet infection (berasal dari penderita
pneumonitis toksoplasmosis) dan melalui kulit yang kontak dengan jaringan yang
infektif atau ekskreta hewan misalnya kucing, anjing, babi atau roden yang sakit.
Toksoplasmosis kongenital terjadi secara transplasental dari ibu penderita
toksoplasmosis. Jika penularan terjadi di awal kehamilan, akan terjadi abortus
pada janin, atau anak lahir mati. Jika infeksi terjadi pada bulan-bulan akhir
kehamilan, bayi dalam kandungan tidak menunjukkan kelainan, namun dua tiga
bulan pasca kelahiran, gejala-gejala klinik toksoplasmosis pada bayi mulai
terlihat. Penularan toksoplasmosis dari ibu ke anak dapat juga terjadi melalui air
susu ibu, jika ibu tertular parasit ini pada masa nifas (puerperium).
Diagnosis toksoplasmosis
Diagnosis pasti ditetapkan sesudah dilakukan pemeriksan mikroskopik
histologis secara langsung atas hasil biopsi atau pungsi atau otopsi atas jaringan
penderita, pemeriksan atau jaringan berasal dari hewan coba yang dinokulasi
dengan bahan infektif.
Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis toksoplasmosis
dilakukan dengan uji serologi yaitu dengan Sabin-Feldman Dye test, Uji Fiksasi
Komplemen, Tes Hemaglutinasi tak langsung (IHA), Tes toksoplasmin, Uji
netralisasi antibodi dan uji ELISA. Parasit juga mungkin ditemukan pada
pemeriksaan langsung atas darah penderita, sputum, tinja, cairan serebrospinal,
dan cairan amnion. Inokulasi hewan coba dengan hasil biopsi organ atau
jaringan untuk menemukan parasitnya. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan
gambaran limfositosis (lebih dari33% ), monositosis ( lebih dari7%). Juga
ditemukan sel mononuklir yang atipik. Pemeriksaan cairan serebrospinal
menunjukkan adanya xantokromia, protein yang meningkat dan jumlah sel juga
meningkat.
Pengobatan toksoplasmosis
Pengobatan antiparasit sebaiknya diberikan dalam bentuk kombinasi
yaitu Pirimetamin dengan Sulfadiasin. Selain obat kombinasi tersebut
toksoplasmosis dapat diobati dengan Spiramisin selama 3 sampai 4 minggu.
Jika terjadi toksoplasmosis mata, dapat diberikan prednisolon , vitamin B
compleks dan asam folat sebagai penunjang.
Pencegahan toksoplasmosis
Infeksi Toxoplasma gondii dapat dicegah dengan selalu memasak
makanan dan minuman, menghindari kontak langsung dengan daging atau
jaringan hewan yang sedang diproses, misalnya di tempat pemotongan hewan
dan penjual daging. Lingkungan hidup dijaga kebersihannya, terbebas dari
pencemaran tinja kucing atau hewan lainnya. Penderita terutama perempuan
yang dalam keadaan hamil atau yang menunjukkan IgM positif harus diobati
dengan baik. Hewan-hewan penderita toksoplasmosis juga harus segera diobati
atau dimusnahkan.
8. TRIKOMONIASIS VAGINALIS
Trichomonas vaginalis
Protozoa yang berbentuk piriform ini tidak berwarna, mempunyai satu inti
berbentuk lonjong yang mempunyai butiran halus. Terdapat empat flagel yang
sama panjang (13 -18 mikron) keluar dari badan bagian anterior, dan satu flagel
yang ukurannya lebih pendek daripada ukuran panjang parasit, berjalan ke arah
belakang di sepanjang tepi undulating membrane.
Gambar 44 . Trichomonas vaginalis
Patogenesis dan gejala klinis
Trikomoniasis pada penderita perempuan dapat dijumpai dalam bentuk
vaginitis, uretritis, vulvitis, dan servisitis. Pada pria, infeksi dapat terjadi pada
prostat, vesikel seminal, dan uretra. Derajat infeksi trikomoniasis umumnya
ringan, berupa pelunakan, keradangan dan erosi permukaan selaput lendir, yang
tertutup cairan berwarna kuning dan berbuih.
Pada perempuan gejala klinis berupa terbentuknya cairan vagina (fluor
albus), gatal dan panas di dalam vagina dan daerah sekitarnya. Pada penderita
pria, keluhan sangat sedikit, dan hanya 10 persen yang mengalami gejala klinis
berupa keluarnya cairan putih dari uretra.
Penularan parasit ini terjadi melalui kontak langsung, misalnya
persetubuhan, atau malalui kontak tidak langsung, misalnya karena
menggunakan bersama handuk, alat-alat toilet atau barang lainnya. Penularan
pada bayi dari ibu melalui jalan lahir dapat terjadi pada waktu proses persalinan.
Diagnosis trikomoniasis
Gejala klinis berupa rasa gatal dan panas di dalam vagina dan daerah
sekitar vagina disertai terjadinya fluor albus, menjadi tanda penting trikomoniasis.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya parasit yang aktif bergerak
pada sekret vagina. Jika pemeriksaan langsung sekret vagina tidak ditemukan
parasit, dapat dilakukan biakan sekret vagina, cairan uretra, cairan prostat atau
air mani untuk menemukan Trichomonas vaginalis.
4. PENYAKIT ARTROPODA
1. AKARIASIS
2. PEDIKULOSIS
3. SKABIES
PENYAKIT ARTROPODA
Entomofobi
Beberapa penderita mempunyai rasa takut yang berlebihan terhadap
serangga meskipun tidak berbahaya misalnya labah-labah dan lipas (kecoa),
sehingga menimbulkan gangguan jiwa dan kadang-kadang menyebabkan
halusinasi sensoris. Keadaan ini sering dijumpai pada wanita dan anak-anak.
Annoyance
Jika di dalam rumah banyak dijumpai lalat, nyamuk, lipas, atau serangga
pengganggu lainya, maka kenyamanan hidup penghuni rumah akan terganggu.
Hal ini bisa mengakibatkan kurang tidur, hilangnya nafsu makan atau akibat
lainnya, yang dapat mengganggu kesehatan penghuni rumah. Hewan-hewan
yang terganggu hidupnya, dapat mengalami penurunan produksi daging, susu
atau telurnya, dan bahkan dapat mati karenanya.
Kehilangan darah
Gigitan serangga penghisap darah, misalnya nyamuk, kutu busuk atau
caplak jarang menimbulkan kekurangan darah secara langsung, karena jumlah
darah yang dihisap serangga relatif sangat kecil jumlahnya. Pada hewan,
terutama bayi hewan yang masih tidak mampu mengusir serangga penghisap
darah misalnya caplak (ticks), dapat kehilangan darah dalam jumlah banyak
akibat banyaknya serangga parasitik yang mengisap darah. Sering terjadi bayi
anjing misalnya yang mati akibat tingginya infestasi caplak pada suatu saat,
sehingga terjadi anemia akut yang berat.
Racun serangga
Banyak jenis serangga yang dapat menghasilkan racun yang
menimbulkan gangguan lokal maupun sistemik, yang ringan sampai berat,
bahkan kematian penderita. Lebah, kalajengking (scorpion), lipan (centipede),
labah-labah dan caplak dan berbagai serangga lainnya, dapat menghasilkan
racun yang dapat membunuh manusia terutama anak-anak. Racun serangga
dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan atau sengatan.
Dermatosis. Berbagai gangguan kulit dapat terjadi akibat gigitan atau infestasi
serangga. Gigitan nyamuk, kutu badan (Pediculus) dan kutu busuk (Cimex)
dapat menimbulkan iritasi kulit penderita yang menyebabkan nyeri atau gatal-
gatal. Berbagai jenis tungau (mites) yang menggali jaringan di bawah kulit dapat
menimbulkan iritasi yang berat yang disebut akariasis, misalnya pada penyakit
gudig (scabies).
Alergi
Penderita yang peka terhadap protein berupa tubuh serangga atau
ekskreta yang dikeluarkan oleh serangga tertentu dapat menimbulkan reaksi
alergi misalnya berupa gatal-gatal atau sesak napas. Penderita asma bronkiale
sering disebabkan oleh tungau (mites) yang terdapat dalam debu rumah (house-
dust mites ).
Miasis (myiasis)
Infestasi larva serangga terutama dari ordo Diptera di dalam organ atau
jaringan tubuh manusia atau hewan yang masih hidup disebut miasis. Luka kotor
terbuka yang tidak terawat dengan baik, akan menimbulkan bau busuk yang
menarik lalat untuk bertelur pada jaringan yang rusak, dan larva yang menetas
akan hidup pada organ atau jaringan rusak tersebut sehingga mengganggu
proses penyembuhan luka. Makanan kotor yang tercemar telur lalat jika tertelan
dapat juga menimbulkan miasis pada usus, karena larva lalat menetas di dalam
usus penderita.
CACING
Ascaris lumbricoides Askariasis Musca, Blattidae
Brugia malayi Filariasis malayi Mansonia
Wuchereria bancrofti Filariasis bancrofti Culex fatigans
BAKTERIA
Enterobacteriaceae Enteritis Musca, Blattidae
Bacillus anthracis Antraks Tabanus
Yersinia pestis Pes Xenopsylla cheopis
Borrelia recurrentis Relapsing fever Ticks
Aspergillus Jamur sistemik Musca, Blattidae
RIKETSIA
Rickettsia prowazekii Louse-borne typhus Pediculus humanus
Rickettsia mooseri Murine typhus Pinjal (flea)
Rickettsia akari Rickettsial pox Ticks
Rickettsia tsutsugamushi Scrub typhus Trombicula mites
VIRUS
Poliovirus Polio Musca, Blattidae
Coxsackie virus (*) Muscidae
Echovirus (*) Muscidae
Dengue virus Dengue fever Aedes
Yellow fever virus Yellow fever, Kyasanus Aedes aegypti
Kyasanur forest virus forest disease Ticks
1. AKARIASIS
Akariasis adalah infestasi oleh artropoda, yaitu caplak (ticks) dan tungau
(mites) yang dapat menimbulkan kelainan lokal maupun gangguan sistemik.
Caplak (ticks). Caplak termasuk ordo Acarina yang tubuhnya terdiri dari
segmen abdomen dan segmen sefalotorak yang telah mengalami fusi
menjadi satu sehingga bentuk badannya mirip kantung. Caplak dapat dilihat
dengan mata tanpa alat pembesar, kulit badannya tebal tidak tembus sinar.
Mulut ticks mudah dilihat dengan sejumlah gigi untuk menggigit.
Ticks dewasa dan stadium nimfa mempunyai 4 pasang kaki, sedangkan larva
hanya mempunyai 3 pasang kaki.
Penularan akariasis
Akariasis dilaporkan dari seluruh dunia karena manusia dan berbagai
jenis hewan dapat menjadi tuan rumah tempat hidup artropoda ini.
Diagnosis akariasis
Dasar diagnosis akariasis umumnya berdasar pada gejala klinis yang
timbul. Kelumpuhan saraf akibat gigitan ticks dapat menimbulkan gejala
berupa letargi, gangguan koordinasi dan paralisis ringan. Gigitan caplak
Ornithodoros dapat menimbulkan ekimosis lokal dan ulserasi di tempat
gigitan disertai rasa lemah seluruh anggota badan. Beberapa jenis caplak
gigitannya dapat menyebabkan eritama, alopesia atau granuloma.
Tungau Trombiculidae dan Sarcoptes dapat menimbulkan kelainan kulit
dalam bentuk vesikula, papula yang disertai rasa gatal yang sangat.
Penyebab pasti akariasis ditentukan melalui pemeriksaan mikroskopis
langsung atas ektoparasit penyebabnya.
Sarcoptes scabiei
Tungau ini berukuran antara 200-450 mikron, berbentuk lonjong, bagian
dorsal konveks sedangkan bagian ventral pipih.
Penularan skabies
Skabies ditularkan dari seorang penderita pada orang lain melalui kontak
langsung yang erat, misalnya dari ibu ke anak bayinya, antara anggota keluarga,
dan antara anak-anak penghuni panti asuhan yang tidur bersama-sama di satu
tempat tidur.
Anjing dan kucing penderita skabies yang hidup di dalam rumah dapat
menjadi sumber penularan yang penting bagi keluarga yang memeliharanya.
Diagnosis skabies
Gejala klinis yang menjadi dasar diagnosis skabies adalah rasa gatal yang
hebat, yang terutama terjadi pada malam hari. Lokasi kelainan kulit yang sering
dijumpai adalah di daerah sela-sela jari tangan dan kaki, ketiak, daerah
umbilikus, dan sekitar puting susu.
Infeksi sekunder sering terjadi berupa radang kulit bernanah (piodermi).
Keerokan kulit yang diperiksa di bawah mikroskop akan menunjukkan adanya
parasit yang spesifik bentuknya.
Pengobatan skabies
Parasit dapat diberantas dengan emulsi benzoas bensilikus 25%, gamma
bensen heksaklorida 1% atau monosulfiram 25%.
Antibiotika diberikan jika terjadi infeksi sekunder oleh kuman, dan
antihistamin diberikan untuk mengatasi gatal-gatal hebat yang dikeluhkan oleh
penderita.
Pencegahan skabies
Penderita sebagai sumber infeksi harus diobati dengan sempurna. Kontak
dengan penderita, baik manusia maupun hewan harus dihindari. Selain itu selalu
menjaga kebersihan badan dengan mandi dua kali sehari dengan sabun secara
teratur serta menjaga kebersihan, mencuci dan merendam dalam air mendidih
alas tidur dan alas bantal yang digunakan penderita.
5
PENYAKIT BAKTERIAL
1. AKTINOMIKOSIS
2. ANTRAKS
3. DEMAM TIFOID
4. DIFTERI
5. DISENTERI BASILER
6. GONORE
7. KAMPILOBAKTERIOSIS
8. KLOSTRIDIOSIS PERFRINGENS
9. KOLERA
10. LEPRA
11. LEPTOSPIROSIS
12. LYMPHOGRANULOMA VENEREUM
13. PERTUSIS
14. PES
15. SIFILIS
16. STAFILOKOKOSIS
17. STREPTOKOKOSIS
18. TETANUS
19. TUBERKULOSIS
1. AKTINOMIKOSIS
Actinomycetes
Actinomycetes adalah kuman filamentous yang bentuknya mirip jamur,
tumbuh bercabang-cabang namun sering terputus-putus sehingga bentuknya
menyerupai bakteri yang bersifat Gram-positif. Sebagian besar organisme ini
hidup bebas di tanah, namun ada yang hidup dengan sedikit udara (mikro
aerofilik) atau hidup tanpa udara (anaerob) di dalam rongga mulut (misalnya
Actinomyces). Spesies Nocardia dan Streptomyces yang bersifat aerob dan
hidup di dalam tanah dapat menimbulkan penyakit pada manusia maupun
hewan.
Actinomyces mempunyai bentuk seperti butiran belerang (sulphur
granule) bersifat Gram-positif, terdiri dari koloni filamen miselium yang
bercabang mirip huruf V atau Y. Pada proses penggerusan, filamen terputus-
putus sehingga bentuknya mirip kokus atau batang. Pada biakan medium
tioglikolat , Actinomyces israelii tumbuh seperti bola menyerupai rambut.
Penyebaran aktinomikosis
Actinomyces israelii yang berasal dari flora normal selaput lendir mulut
penderita sendiri biasanya menyebar secara endogen. Tidak terjadi penularan
dari seorang penderita pada orang lain.
Diagnosis aktinomikosis
Diagnosis pasti ditetapkan jika ditemukan organisme penyebabnya,
dengan memeriksa di bawah mikroskop cairan atau nanah dari lesi jaringan,
saluran sinus, fistula dan dahak serta bahan biopsi jaringan yang terserang. Di
dalam bahan yang diperiksa dapat ditemukan granul belerang yang khas
bentuknya.pembiakan bahan-bahan tersebut pada medium tioglikolat lebih
memperkuat diagnosis.
Gambar 49. Aktinomikosis pada rahang
Morfologi
Bacillus anthracis adalah kuman bersifat Gram positif yang membentuk
spora dan tidak tahan asam. Kuman berukuran 4-8 mikron x 1-1,5 mikron terlihat
sebagai batang tunggal atau tersusun seperti rantai pendek. Jika dibiakkan
dalam medium buatan, kelompok kuman membentuk rantai mirip batang bambu
yang khas bentuknya.
Penularan antraks
Di dalam tanah, kuman antraks membentuk spora yang tahan terhadap
suhu tinggi sinar matahari, tahan kekeringan, dan tahan terhadap desinfektan.
Spora tetap hidup selama bertahun-tahun di dalam tanah, di dalam air, di antara
rambut hewan (wol), dan kulit.
Antraks ditularkan secara langsung, masuk ke dalam kulit yang luka atau
lecet, atau melalui folikel rambut. Penderita akan mengalami antraks kulit. Spora
yang berada di tanah yang tertelan atau terhirup melalui udara pernapasan dapat
menyebabkan infeksi antraks. Karena itu penyakit antraks sering diderita oleh
pekerja rumah potong hewan, pengolah kulit hewan, penyortir wol, petani dan
peternak serta dokter hewan atau perawat hewan yang berhubungan dengan
hewan sakit antraks atau yang mati karena antraks.
Antraks usus (intestinal anthrax) terjadi karena makan daging mentah
atau kurang matang berasal dari hewan yang sakit antraks, atau tertelan spora
antraks yang mencemari makanan atau minuman. Sedangkan antraks paru
(wool sorter disease) terjadi bila spora antraks terhirup melalui udara
pernapasan.
Diagnosis
Antraks kulit. Pada antraks kulit penderita menunjukkan tanda khas pada
kulit berupa terbentuknya pustula maligna. Mula-mula kulit melepuh berisi cairan,
kemudian jaringan kulit mengalami nekrosis yang berwarna hitam, yang disebut
eschar. Antrak kulit dapat sembuh dengan sendirinya atau menular melalui darah
(septikemi) yang dapat membahayakan jiwa penderita.
Gambar 50. Antraks kulit
Pencegahan
Untuk mencegah penyebaran antraks yang bekerja di industri pengolahan
peternakan, ruang kerja harus bebas debu. Produk wol dan rambut berasal dari
daerah endemis antraks harus disucihamakan dengan larutan 10% formalin atau
5% alkali. Semua hewan mati dan hewan sakit antraks harus dimusnahkan
dengan mengubur atau membakarnya.
Vaksinasi hewan ternak harus dilakukan di daerah wabah, disertai
imunisasi terhadap pekerja yang berisiko tinggi tertular antraks dengan
menggunakan vaksin yang bebas sel.
3. DEMAM TIFOID
Penyakit infeksi usus yang disebut juga sebagai Tifus abdominalis atau
Typhoid Fever ini disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi A, B dan C. demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting
di Indonesia maupun di daerah-daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia.
Morfologi kuman
Salmonella typhosa adalah bakteri berbentuk batang yang pada pwarnaan
bersifat Gram-negatif. Kuman ini mempunyai ukuran panjang 1-3,5 mikron, tidak
membentuk spora, tetapi mempunyai flagel peritrikh.
Diagnosis penyakit
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid, dapat ditentukan melalui tiga
dasar diagnosis, yaitu berdasar diagnosis klinis, diagnosis mikrobiologis, dan
diagnosis serologis.
Diagnosis klinis. Gambaran klinis klasik yang sering ditemukan pada penderita
demam tifoid dapat dikelompokkan pada gejala yang terjadi pada minggu
pertama, minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat.
Minggu pertama. Demam tinggi lebih dari 40 0C, nadi lemah bersifat
dikrotik, denyut nadi 80-100 per menit.
Minggu kedua. Suhu badan tetap tinggi, penderita mengalami delirium,
lidah tampak kering mengkilat, denyut nadi capat. Tekanan darah
menurun dan limpa teraba.
Minggu ketiga. Keadaan penderita membaik jika suhu menurun, gejala
dan keluhan berkurang.
Sebaliknya kesehatan penderita memburuk jika masih terjadi delirium,
stupor, pergerakan otot yang terjadi terus menerus, terjadi inkontinensia
urine atau alvi. Selain itu tekanan perut meningkat, terjadi meteorismus
dan timpani, disertai nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps
akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi miokardial toksik.
Minggu keempat. Penderita yang keadaannya membaik akan mengalami
penyembuhan.
Diagnosis mikrobiologis. Metode ini merupakan metode yang paling baik karena
spesifik sifatnya. Pada minggu pertama dan minggu kedua biakan darah dan
biakan sumsum tulang menunjukkan hasil positif, sedangkan pada minggu ketiga
dan keempat hasil biakan tinja dan biakan urine menunjukkan hasil positif kuat.
Diagnosis serologis. Tujuan metode ini untuk memantau antibodi terhadap
antigen O dan antigen H, dengan menggunakan uji aglutinasi Widal. Jika titer
aglutinin 1/200 atau terjadi kenaikan titer lebih dari 4 kali, hal ini menunjukkan
bahwa demam tifoid sedang berlangsung akut.
Penderita demam tifoid umumnya juga menunjukkan gambaran
Hemoglobin yang rendah dan leukopeni.
Pengobatan
Pengobatan diberikan selama 14 hari, atau sampai 7 hari sesudah penderita
tidak demam lagi.
Obat-obatan yang dapat digunakan adalah: Kloramfenikol, Tiamfenikol,
Ampisilin, dan Kotrimoksasol (sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg).
3. DIFTERI
Penyakit difteri termasuk penyakit menular yang sangat berbahaya karena
dapat menimbulkan kematian, terutama pada anak-anak. Penyebabnya adalah
kuman Corynebacterium diphtheriae yang dapat menghasilkan eksotoksin yang
menimbulkan miokarditis dan neuropati, menyerang sistem pernapasan,
membrana mukosa maupun kulit.
Diagnosis difteri
Sesudah masa inkubasi 1-7 hari, gejala awal difteri yang terjadi mirip
gejala influenza yang kemudian diikuti demam tinggi.
Berdasar atas tempat terjadinya kelainan, difteri dibagi menjadi:
1. Difteri tonsiler. Pada tonsil terbentuk pseudomembran tebal berwarna
putih kotor atau kelabu kekuningan, disertai sakit tenggorokan dan
keluarnya cairan dari hidung penderita.
2. Difteri nasofaring. Pseudomembran menyebar ke palatum, uvula,
dinding laring, dan mukosa hidung. Leher tampak membesar (“bullneck”)
akibat terjadinya pembesaran kelenjar limfe leher. Selain itu mulut
penderita berbau difterik (diphtheritic odor) yang khas. Tubuh penderita
melemah disertai demam tinggi, nadi cepat, oliguri dan albuminuri. .
3. Difteri laring. Penderita mengalami sumbatan jalan napas sehingga
sesak napas disertai batuk-batuk dengan suara parau. Jika infeksi
memberat, penderita mengalami sianosis, afonia dan stridor pada waktu
menarik napas maupun waktu mengeluarkan napas. Jika tidak dilakukan
trakeotomi penderita dapat meninggal dunia.
4. Difteri toksik. Penderita mengalami komplikasi difteri berupa miokarditis
dengan aritmia kardiak, heart-block. Komplikasi kranial bisa juga terjadi
berupa neuropati, diplopia, gangguan bicara dan sukar menelan.
Penderita juga mengalami gagal sistem sirkulasi, diatesis hemoragik, dan
tanda-tanda gangguan otak berupa konvulsi, muntah, selalu haus, apatis,
dan paresis. Gagal jantung dapat juga terjadi.
Mengingat difteri harus ditangani dengan segera, maka tanpa menunggu hasil
pemeriksaan laboratorium penderita harus segera diobati sebagai difteri jika terdapat
gejala-gejala klinis sebagai berikut:
1. Terdapat faringitis, tonsilitis, radang uvula dan palatum lunak yang tidak
menimbulkan rasa sakit;
2. Terdapat edema yang tidak berwarna merah;
3. Terdapat membran difteri yang khas pada tonsil;
4. Demam tinggi.
Pengobatan difteri
Penderita harus segera diberi pengobatan dengan antitoksin dengan
dosis :
Infeksi ringan (difteri laring atau awal difteri faring): 20.000-40.000 unit.
Infeksi sedang (difteri nasofaring): 40.000-60.000 unit.
Infeksi berat (dan infeksi lebih dari 3 hari): 80.000-100.000 unit.
Pencegahan
Imunisasi aktif. Vaksinasi atau imunisasi aktif menggunakan toksoid cair
atau alum-precipitated toxoid merupakan tindakan pencegahan yang terbaik.
Tahapan imunisasi aktif dilaksanakan sebagai berikut:
1. Imunisasi pertama diberikan sebelum anak berumur satu tahun,
2. Imunisasi kedua diberikan dua tahun sesudah vaksinasi pertama,
3. imunisasi ketiga diberikan pada waktu anak mulai masuk sekolah.
Disenteri basiler adalah infeksi usus besar oleh kuman Shigella, yang
hanya menimbulkan kerusakan di usus dan tidak menimbulkan kerusakan
jaringan organ tubuh lainnya. Shigella dysenteriae atau Shigella shigae,
merupakan penyebab disenteri paling ganas karena membentuk endotoksin,
sering menimbulkan epidemi hebat di daerah tropis dan subtropis.
Kuman Shigella
Bakteri Shigella berbentuk batang langsing yang bersifat Gram-negatif,
yang pada biakan kuman berbentuk kokobasil. Koloni kuman dalam masa
inkubasi 24 jam merupakan koloni tembus sinar yang berbentuk cembung,
sirkuler dengan garis tengah sekitar 2 mm.
Gambar 53. Kuman Shigella
Penularan sigelosis
Penularan disenteri basiler terjadi karena faktor kebersihan dan higiene
yang buruk, adanya tinja penderita yang menjadi sumber infeksi, dan adanya
lalat dan serangga sebagai vektor penular penyakit ini. Penularan terjadi dari
manusia penderita ke orang lain, dan jarang terjadi penularan infeksi dari primata
yang sakit ke manusia.
Diagnosis sigelosis
Gejala klinis yang terjadi pada disenteri basiler berbeda dengan gejala
klinis amubiasis. Pemeriksan proktoskopi menunjukkan adanya radang mukosa
usus yang difus, membengkak dan tertutup eksudat. Tampak ulkus dangkal,
bentuk dan ukuran tak teratur, tertutup eksudat purulen.
Biakan tinja penderita (dari hapusan rektum) pada media biakan selektif
misalnya MacConkey atau Agar EMB dan Thiosulfate-citrat-bile-agar diikuti uji
fermentasi dan pemeriksaan mikroskopis menentukan diagnosis sigelosis.
Pemerikaan serologis dengan mengukur kenaikan titer antibodi spesies
Shigella dapat membantu menentukan diagnosis sigelosis.
Pengobatan dan pencegahan disenteri basiler
Sigelosis dapat diobati dengan berbagai macam antibiotika, misalnya
tetrasiklin, ampisilin, kloramfenikol dan trimetoprim-sulfametoksasol. Lama
pemberian obat minimum 5 hari.
Penderita sebaiknya diisolasi dan ekskreta penderita didesinfeksi. Karier
sigelosis yang ditemukan harus diobati dengan sempurna sehingga tidak
menjadi sumber penularan.
Menjaga kebersihan makanan dan susu, selalu memasak makanan dan
minuman, membuat sistem pembuangan tinja yang baik, memberantas lalat dan
serangga penular lainnya dapat mencegah penularan disenteri basiler.
Pengawasan kebersihan terhadap industri pengolahan makanan terutama yang
dikerjakan di lingkungan perumahan/keluarga harus dilakukan dengan ketat
dengan mencegah penggunaan air mentah untuk mengolah makanan dan
minuman.
6. GONORE
Neisseria gonorrhoeae
Kuman gonore berbentuk diplokokus yang pada pewarnaan bersifat
Gram-negatif, dengan ukuran garis tengah kuman sekitar 1 mikron. Pada biakan
di medium Thayer-Martin pada suhu kamar (suhu 35 0-360 C di dalam inkubator
CO2, koloni berbentuk cembung, tembus sinar, dengan ukuran ukuran garis
tengah 1-2 mm. Koloni kuman tidak membentuk pigmen dan tidak menimbulkan
hemolisis pada medium.
Diagnosis gonore
Keluhan penderita dan gejala klinis yang timbul sesuai dengan lokasi
tempat terjadinya kelainan atau akibat komplikasi yang timbul. Pada gonore
genital penderita mengeluh sakit jika kencing (disuri) atau terjadi kecing nanah.
Pada gonore oral akibat sex oral , penderita mengalami nyeri telan.
Komplikasi sistemik dapat terjadi jika kuman gonore menyebar melalui
darah, mencapai organ-organ atau jaringan tubuh lainnya. Karena itu gejala-
gejala klinis yang timbul dapat terjadi akibat sinovitis, artritis, endokarditis,
meningitis, sumbatan saluran kencing, kerusakan ginjal, sepsis, kemandulan dan
buta akibat kerusakan pada organ mata.
Diagnosis pasti gonore ditegakkan jika pada pemeriksaan mikrobiologis
ditemukan kuman gonore pada uretra penderita laki-laki, hapusan serviks
perempuan dan dari bahan-bahan infektif lainnya. Biakan bahan infektif
menggunakan medium Thayer-Martin menumbuhkan koloni kuman gonore yang
khas bentuk dan sifatnya. Pemeriksaan fluoresen antibodi dan uji biokimia
memperkuat diagnosis gonore.
7. KAMPILOBAKTERIOSIS
Kuman Campylobacter
Kuman Campylobacter berbentuk spiral, seperti huruf S atau melengkung
berbentuk kurva, dan mempunyai flagel amfitrikus.
Diagnosis kampilobakteriosis
Antara 1-10 hari sesudah terjadinya infeksi, penderita menunjukkan gejala
berupa diare berdarah, sakit perut, demam, sakit kepala, mdan muntah.
Pada penderita yang terganggu sistem kekebalan tubuhnya misalnya
penderita HIV/AIDS, orang yang juga sedang menderita sakit berat lainnya,
orang berusia lanjut dan bayi, perjalanan kampilobakteriosis menjadi lebih
berat. Komplikasi dapat terjadi berupa bakterimia, hepatitis, pankreatitis dan
abortus.
Diagnosis pasti ditegakkan jika dapat ditemukan kuman Campylobacter
melalui pemeriksaan laboratorium atas tinja penderita, darah, dan cairan
serebrospinal. Pemeriksaan serologi, misalnya uji hemaglutinasi atau uji
hemaglutinasi tidak langsungdapat membantu menetapkan diagnosis
kampilobakteriosis.
Pengobatan kampilobakteriosis
Untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan (dehidrasi), kepada
pendereita diberikan penggantian elektrolit dan rehidrasi.
Untuk mengobati kampilobakteriosis yang invasif dan karier penyakit ini,
dapat diberikan antibiotika, misalnya eritromisin, tetrasiklin, kuinolon,
siprofloksasin, kloramfenikol dan gentamisin. Penderita yang mengalami
gangguan saraf pusat diobati dengan kloramfenikol, ampisilin, streptomisin
atau ceftriason.
Pencegahan
Penularan kampilobakteriosis dicegah dengan cara menjaga kebersihan
kandang hewan dan unggas, menjaga kebersihan proses pemotongan hewan
dan selalu memproses susu yang diminum dengan pasteurisasi , pemanasan
atau iradiasi.
8. KLOSTRIDIOSIS PERFRINGENS
Clostridium perfringens
C. perfringens adalah bakteri berukuran 5 x 1 mikron, dengan ujung
persegi atau tumpul, mempunyai spora berbentuk lonjong yang terletak dekat
ujung kuman (subterminal) dan pada pewarnaan bersifat Gram-positif.
Berbeda dari spesies Clostridium lainnya yang dapat bergerak (motil),
Clostridium perfringens tidak bergerak (non-motil).
Di dalam jaringan tubuh hewan, kuman membentuk kapsul. Pada medium
biakan agar darah, dalam suasana lingkungan tidak mutlak anaerob
C.pefringens dalam waktu 18-24 jam akan membentuk koloni kuman yang
agak tembus sinar, berukuran garis tengah sekitar 3 mm dan menunjukkan
adanya zona hemolisis mengelilingi koloni.
Penularan penyakit
Clostridium sebenarnya adalah flora normal usus yang terdapat di dalam
hewan ( misalnya domba, sapi dan babi) dan manusia. Dalam bentuk spora,
kuman ini mampu bertahan lama di dalam tanah.
Infeksi terjadi dengan tertelannya toksin atau spora Clostridium
perfringens yang berkembang di dalam usus sehingga menimbulkan
enterotoksemia. Spora yang tertelan dapat terbawa masuk ke dalam aliran
darah, masuk ke dalam otot-otot, menimbulkan nekrosis otot (necrotic
myositis) jika otot-otot tersebut mengalami trauma.
Pengobatan gasgangren
Pada penderita gas gangren harus dilakukan pembedahan radikal atas
luka yang terinfeksi, disertai pemberian antibiotika misalnya penisilin untuk
memberantas kuman penyebabnya dan antitoksin untuk menetralisir
racunnya.
Terapi hiperbarik dengan memberikan oksigen bertekanan tinggi dapat
mempercepat penyembuhan gas gangren.
9. KOLERA
Morfologi
Vibrio cholerae merupakan kuman berukuran kecil antara 2-4 mikron,
berbentuk seperti koma, mempunyai flagel panjang sehingga aktif bergerak.
Kuman yang pada pewarnaan bersifat Gram-negatif ini tidak membentuk
spora.
Penularan kolera
Indonesia, Cina dan India merupakan daerah endemik kolera. Pada
pandemi tahun 1961 yang menyebar di 23 negara, sumber penularan berasal
dari daerah endemik di Sulawesi. Epidemi kolera sering terjadi pada saat
sejumlah besar manusia berkumpul, misalnya ketika musim haji di Saudi
Arabia dan pada acara keagamaan di sungai Gangga, India.
Kuman vibrio ditularkan secara langsung melalui tinja atau muntahan
penderita, atau secara tidak langsung ditularkan oleh serangga, misalnya
lalat dan lipas.
Diagnosis kolera
Masa inkubasi yang berlangsung 3-6 hari, diikuti gejala diare akut dalam
jumlah banyak sampai 1 liter per jam, berupa tinja lunak diikuti tinja cair yang
bentuknya mirip air cucian beras (ricewater stool) yang berbau amis.
Akibatnya penderita dengan cepat mengalami dehidrasi dengan tanda-tanda
berupa turgor kulit yang jelek, mata dan wajah penderita cekung, kulit jari
tampak keriput, akhirnya penderita tidak dapat kencing (anuri) dan kolaps.
Penderita juga menunjukkan tanda-tanda asidosis dan tanda-tanda syok,
berupa nadi cepat, isi nadi kurang, diikuti turunnya tekanan darah dengan
cepat. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal ginjal.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya kuman vibrio pada
biakan tinja atau muntahan penderita. Pemeriksaan serologi dengan uji
aglutinasi menunjukkan hasil positif, sedangkan pemeriksaan serum darah
memberi gambaran terjadinya hipokalemia (kurang dari 3,5 meq/l).
Pengobatan kolera
Tindakan rehidrasi harus segera dilakukan untuk mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang. Pada penyakit ringan dan penderita dapat minum,
penderita diberi air minum atau oralit dan sejenisnya. Pada dehidrasi berat,
penderita harus diinfus menggunakan larutan Ringer atau garam faali.
Selain itu penderita diberi pengobatan dengan salah satu antibiotika di
bawah ini selama 3 hari, yaitu :
Ampisilin, 4x500 mg/hari
Tetrasiklin, 4x500 mg/hari
Kloramfenikol, 4x500 mg atau
Kombinasi Trimetoprim (160 mg)/sulfametoksasol (800 mg) sebanyak
2 kali.
Pencegahan kolera
Penderita harus segera diisolasi dan diobati dengan cepat. Semua benda
yang tercemar tinja atau muntahan penderita harus segera disterilkan. Sumber
air minum harus segera dilindungi dari pencemaran. Semua makanan dan
minuman harus dimasak lebih dahulu. Lalat dan serangga penular lainnya harus
segera diberantas, dan lingkungan dijaga kebersihannya. Orang-orang yang
berhubungan dengan penderita sebaiknya dilindungi dengan memberikan
vaksinasi.
10. LEPRA
Lepra adalah penyakit infeksi menular disebabkan oleh Mycobacterium
leprae yang menyerang saraf perifer dan kulit penderita. Lepra terutama
didapatkan dari daerah tropis dan subtropis yang udaranya panas dan lembab
pada lingkungan hidup yang tidak sehat.
Mycobacterium leprae
Kuman M.leprae termasuk bakteri tahan asam yang pada pewarnaan
bersifat Gram-positif. Kuman ini tidak membentuk spora, tidak bergerak dan
mempunyai bermcam-macam bentuk (pleomorfik). Morfologi bakteri ini mirip
Mycobacterium tuberculosis kuman penyebab tuberkulosis (TBC). M.leprae
belum dapat dibiakkan pada medium buatan .
Penularan lepra
Lepra hanya ditularkan melalui kontak erat dalam waktu lama dengan
penderita lepra yang berada pada stadium reaktif. Penularan di dalam
lingkungan keluarga, misalnya antara ibu penderita lepra dengan anaknya atau
suaminya. Anak-anak lebih sering terinfeksi kuman lepra dibanding orang
dewasa.
Morfologi Leptospira
Leptospira merupakan spirochaeta yang terpendek ukurannya, antara 5-
15 mikron, dengan uliran spiral yang lebih banyak dibanding spirochaeta lainnya.
Salah satu ujung organisme terlihat membengkok seperti kait. Tanpa pewarnaan
morfologi spirochaeta mudah dilihat melalui pemeriksaan di bawah mikroskop
latar belakang gelap ( dark field microscope ) atau mikroskop fase kontras.
Pemeriksaan akan lebih mudah jika dilakukan pewarnaan dengan zat warna
perak atau pemeriksaan menggunakan sediaan basah.
Penularan leptospirosis
Infeksi leptospirosis pada manusia terjadi melalui makanan dan minuman
tercemar bahan infektif mengandung Leptospira atau melalui luka pada kulit atau
selaput lendir. Bahan penularan utama adalah air kencing penderita, baik
manusia maupun hewan yang sakit, terutama pada minggu kedua dan ketiga
dari perjalanan penyakit. Berbagai jenis hewan mamalia yaitu sapi, kambing,
domba, babi, kuda, anjing dan kucing peka terhadap Leptospira dari berbagai
serovarian. Anjing umumnya menjadi sumber infeksi serovarian canicola dan
icterohemorrhagica, sedangkan babi serovarian pomona dan tarrasovi.
Sedangkan pada sapi terutama disebabkan oleh serovarian pomona dan harjo.
Petani, pekerja rumah potong hewan, dokter hewan dan perawat hewan
serta pekerja kebersihan kota merupakan kelompok yang berisiko tinggi tertular
leptospirosis.
Gejala klinis leptospirosis
Sesudah melewati masa inkubasi selama 1-2 minggu, penderita akan
menderita demam. Kuman-kuman yang beredar melalui darah akan memasuki
organ-organ misalnya hati dan ginjal, menimbulkan perdarahan dan nekrosis.
Penderita akan mengalami jaundis, kaku kuduk dan sakit kepala hebat.
Diagnosis leptospirosis
Untuk menentukan diagnosis pasti leptospirosis, kuman Leptospira dapat
ditemukan di dalam urine penderita melalui isolasi dengan biakan medium
Fletcher yang kaya protein atau dieramkan pada medium agar darah selama 3
hari pada suhu 28-300C . Selain itu dapat dilakukan inokulasi bahan infektif
secara intraperitoneal pada hewan coba hamster atau guinea-pig dapat
menunjukkan adanya Leptospira yang aktif bergerak.
Diagnosis dapat ditunjang oleh pemeriksaan serologis, misalnya uji
aglutinasi, yang menujukkan titer yang sangat tinggi, umumnya lebih dari 1:
1000.
Pengobatan dan pencegahan leptospirosis
Penisilin, streptomisin dan tetrasiklin dapat memberantas Leptospira pada
awal infeksim tetapi tidak dapat menyembuhkan leptospirosis dengan sempurna
terutama jika sudah terjadi kerusakan pada ginjal dan hati.
Mengingat sumber penularan leptospirosis adalah air kecing dan tinja
penderita baik manusia maupun hewan terutama tikus, anjing, babi dan ternak
lainnya, maka harus dicegah terjadinya paparan bahan infektif tersebut terhadap
masyarakat, terutama yang mempunyai risiko tinggi yaitu pekerja kebersihan
yang menangani sampah dan selokan, perawat hewan, peternak dan petani.
Pemberian doksisiklin per oral satu minggu satu kali dapat mencegah
infeksi leptospirosis pada pekerja berisiko tinggi. Vaksinasi pada anjing
peliharaan dapat dilakukan dengan multivaksin distemper-hepatitis-leptospirosis.
12. LIMFOGRANULOMA VENEREUM
Chlamyidia trachomatis
Chlamyidia adalah bakteri yang mula-mula disebut sebagai virus
berukuran besar , hidup intraseluler di dalam leukosit dan dapat dibiakkan pada
yolksac telur dan otak tikus putih.
Penularan LGV
LGV ditularkan secara kontak langsung dengan lesi, ulkus, atau daerah
yang terdapat bakteri ini. Karena itu penularan organisme ini terjadi melalui
hubungan seksual dan melalui kulit dengan kulit.
Bordetella pertussis
Kuman berbentuk batang yang berkapsul ini termasuk organisme bersifat
aerob yang pada pewarnaan bersifat Gram-negatif. Biakan pada medium Bordet-
Gengou’s potato blood glycerol menumbuhkan koloni yang khas bentuknya.
Penularan pertusis
Pertusis sangat menular, tersebar luas di seluruh dunia umumnya diderita
oleh anak-anak berumur di bawah 7 tahun, terutama yang dibawah 2 tahun..
Manusia penderita merupakan satu-satunya sumber infeksi bagi orang lainnya.
Penularan terjadi melalui droplet titik ludah penderita yang infektif yang masuk
melalui udara yang terhirup.
Pada masa epidemi, anak yang belum mendapatkan vaksinasi seluruhnya
dapat terserang penyakit ini. Seorang ibu yang menderita pertusis dapat
menulari anaknya karena adanya kontak erat di antara mereka.
Diagnosis pertusis
Demam ringan merupakan gejala awal pertusis sesudah melewati masa inkubasi
tanpa gejala yang lamanya 7-14 hari. Sesudah itu pada stadium kataral
penderita menunjukkan gejala-gejala rinitis, konjungtivitis dan batuk yang tidak
berdahak. Kemudian penderita pada stadium spasmodik akan mengalami
batuk paroksismal yang berat karena adanya lendir kental dan muntah-muntah.
Tubuh penderita menjadi sangat lemah akibat beratnya batuk yang diderita.
Anak-anak dapat mengalami perdarahan pembuluh darah mata dan kesulitan
untuk menarik napas.
Pencegahan pertusis
Vaksin pertusis yang berasal dari kuman mati diberikan untuk mencegah
infeksi pertusis, dengan dosis 0,5 ml subkutan yang diulang sesudah 4-8
minggu. Pada beberapa orang yang diberi vaksin ini dapat terjadi reaksi samping
yang berat.
Vaksinasi aktif pada bayi dan melakukan pencegahan terjadinya kontak
langsung dengan penderita penting dalam mencegah penularan pertusis. Vaksin
diberikan dalam kombinasi bersama toksoid difteri dan tetanus.
14. PES
Yersinia pestis
Kuman penyebab pes ini berbentuk batang pendek gemuk, dengan ujung
membulat. Ukurannya sekitar 1,5 x 5,7 mikron dan pada pewarnaan bersifat
Gram-negati. Kuman menunjukkan sifat pleomorfisme dengan bentuk yang
bermacam-macam. Dengan pewarnaan, di bawah mikroskop kuman tampak
bentuknya yang bipolar (dua kutub) sehingga mirip peniti. Kuman tidak bergerak,
tidak membentuk spora dan selalu diselubungi lendir.
Pada biakan pada medium aerob atau anaerob fakultatif, kuman tumbuh
optimum pada suhu 270C dengan pH optimum 7,2.
Gambar 62 . Kuman Yersinia pestis
Penularan pes
Pes sering menimbulkan epidemi di banyak negara, bahkan pandemi pes
yang menyerang penduduk puluhan negara di seluruh dunia sehingga
meninggalkan korban meninggal berjuta-juta jiwa. Penyakit pes sebenarnya
adalah penyakit menular pada tikus kota ( Rattus norvegicus) dan tikus rumah
(Rattus rattus) yang infeksinya menyebar ke manusia melalui gigitan pinjal tikus
(Xenopsylla cheopis dan Ceratophyllus fasciatus).
Selain itu kuman pes dapat menular melalui udara (droplet infection)
berasal dari penderita pes paru.
Gambar 63. Korban pandemi pes di Eropa.
Pengobatan pes
Pada stadium dini, penderita dapat diobati dengan streptomisin,
tetrasiklin atau kloramfenikol, dengan hasil yang memuaskan. Tanpa
pengobatan, penderita pes pneumoni umumnya akan meninggal dunia.
Pencegahan pes
Karena sangat menular, penderita pes harus diisolasi dan segera diobati.
Orang-orang yang pernah kontak dengan penderita harus juga dikarantina dan
diawasi dengan ketat dan diberi pengobatan pencegahan dengan tetrasiklin atau
sulfonamid. Setiap orang yang akan berkunjung ke daerah endemik pes harus
divaksinasi untuk mencegah tertular penyakit pes.
Pencegahan penyakit zoonosis ini harus disertai dengan pemberantasan
tikus dan roden menggunakan rodentisida, sedangkan pinjal tikus diberantas
dengan insektisida.
15. SIFILIS
Spirochaeta pallida
Kuman berbentuk filamen berulir ini berukuran panjang 6-14 mikron
dengan 6-12 uliran kecil yang beraturan dengan ujung filamen selalu lurus.
Morfologi kuman mudah dilihat dengan mikroskop latar belakang gelap (dark-
field microscope) atau diperiksa di bawah mikroskop menggunakan pewarnaan
perak.
Penularan sifilis
Sifilis merupakan penyakit kelamin yang paling lama dikenal manusia dan
tersebar luas di seluruh dunia. Penularan terutama terjadi melalui hubungan
seksual baik heteroseksual maupun homoseksual. Selain itu sifilis juga dapat
ditularkan dari ibu penderita sifilis ke bayi yang dikandungnya secara kongenital
transplasental.
Stadium tertier. Pada stadium tiga timbul gumma pada berbagai organ. Selain
itu terjadi aortitis yang menimbulkan aneurisma dan insufisiensi aortik.
Neurosifilis. Gangguan susunan saraf akibat sifilis dapat terjadi akibat
meningitis, tabes dorsalis dan paralisis progresif.
Prenatal (connatal) syphilis. Sifilis prenatal pada anak yang menderita sifilis
akibat tertular ibu sifilis lesi awal gejalanya mirip sifilis sekunder. Pada sifilis
prenatal yang lanjut, terjadi Triad Hutchinson yang terdiri dari keratitis
interstisial, defek incisor dan tuli.
Diagnosis sifilis
Melalui pemeriksaan laboratorium diagnosis sifilis ditegakkan:
Pemeriksaan mikroskopis atas cairan dari lesi menunjukkan adanya
treponema.
Reaksi Wasserman- Kahn dan VDRL menunjukkan hasil positif.
Uji Imobilisasi Treponema dan pemeriksaan fluoresen antibodi treponema
( Fluorescent Treponemal Antibodies, FTA) , hasilnya juga positif.
Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan gambaran limfositosis
dan kadar protein yang meningkat.
Pengobatan
Sifilis dapat diobati dengan berbagai jenis antibiotika, yaitu :
Penisilin prokain jangka panjang, diberikan dengan dosis 600 mg
intramuskuler. Untuk sifilis primer diberikan selama 10-12 hari, sifilis
sekunder 14-15 hari dan sifilis tertier dan sifilis lanjut diberikan
pengobatan selama 21 hari.
Tetrasiklin diberikan jika penderita alergi penisilin, dengan dosis 500 mg
per hari selama 28 hari.
Obat-obat lain yang dapat diberikan antara lain adalah eritromisin dan
sefalosporin.
Pencegahan
Untuk mencegah penyebaran sifilis, semua penderita dan pasangannya
harus segera diobati dengan tuntas. Higiene seksual, penggunaan kondom dan
terapi pencegahan pasca hubungan seksual tidak bisa menangkal penularan
sifilis.
16. STAFILOKOKOSIS
Morfologi Staphyllococcus
Kuman Staphyllococcus aureus berbentuk kokus atau bola dengan garis
tengan 1 mikron, tersusun dalam kelompok yang tidak beraturan. Pada
pewarnaan kuman bersifat Gram-positif, mempunyai kemampuan koagulase-
positif terhadap plasma darah, dan dapat menimbulkan hemolisis pada darah
merah. Kuman ini tidak membentuk spora, dan tidak bergerak.
Biakan kuman pada medium cair kuman tersusun sebagai kokus tunggal,
berpasangan, berempat atau berbentuk rantai. Pada biakan padat yang bersifat
aerob atau mikroaerob yang dieramkan pada suhu 37 0C kuman cepat tumbuh,
membentuk koloni berbentuk bulat dengan permukaan halus, menonjol
berkilauan karena membentuk pigmen berwarna kuning emas.
Pengobatan
Stafilokokosis dapat diobati dengan antibiotika, misalnya siprofloksasin,
disertai dengan pemberian cairan pengganti kekurangan cairan tubuh dan
elektrolit. Jika terjadi syok hipovolemik, penderita harus ditangani dengan intensif
dan jika diperlukan dapat diberikan bantuan pernapasan.
Pencegahan
Penderita stafilokokosis dilarang menangani proses pembuatan makanan
karena merupakan sumber penularan. Pendidikan tentang higiene sanitasi
makanan sebaiknya diberikan pada pekerja perusahaan pembuat makanan dan
restoran. Bahan makanan harus disimpan di dalam lemari es untuk mencegah
berkembang biaknya bakteri dan mencegah terbentuknya toksin. Produk daging
dari rumah potong hewan harus selalu diawasi sejak dilakukan pemotongan
hewan sampai ke tempat penjualan daging.
17. STREPTOKOKOSIS
Morfologi Streptococcus
Kuman Streptococcus merupakan kumpulan kokus yang tersusun
berderet seperti rantai. Kuman bersifat aerob atau anaerob fakultatif.
Streptococcus pyogenes yang termasuk streptokokus grup A mempunyai
kapsul dari asam hialuronik. Biakan kuman ini pada medium agar darah akan
membentuk koloni berukuran garis tengah sekitar 1 mm dengan permukaan
yang halus.
Streptococcus viridans yang tumbuh pada medium agar darah akan
membentuk daerah berwarna kehijauan di sekitar koloni yang dikelilingi zona
hemolisis.
Streptococcus suis yang dibiakkan pada medium padat akan membentuk
koloni berbentuk cakram dengan diameter koloni sekitar 1-2 mm. Strain
golongan A akan membentuk koloni mukoid, sedangkan streptokokus yang
patogen umumnya tumbuh baik pada suhu 37 0C dalam suasana fakultatif
anaerob.
Penularan streptokokosis
Streptokokosis tersebar luas di seluruh dunia.
Streptococcus pyogenes lebih berbahaya dari pada Staphyllococcus aureus
karena sering menimbulkan septikemi piogenik. Kuman ini memproduksi bahan-
bahan yang meningkatkan patogenitasnya, yaitu hemolisin, streptokinase,
deoxyribonuclease dan toksin eritrogenik atau Dick toxin.
Streptococcus viridans yang merupakan flora normal saluran napas bagian atas
manusia dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan endokarditis subakut.
Streptococcus suis dapat menular pada manusia melalui tinja, urine dan daging
babi yang sakit. Umumnya yang tertular adalah pekerja peternakan babi yang
sering kontak dengan bahan-bahan infektif dari babi.
Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya komplikasi pada jantung, penderita
streptokokosis viridans yang menderita rematik akut dapat diberikan pengobatan
pencegahan dengan memberikan penisilin atau sulfonamid.
Untuk mencegah streptokokosis suis, setiap luka lecet yang kecil
sekalipun yang diderita pengolah daging babi harus ditutup rapat agar tidak
terinfeksi kuman. Makanan dan minuman sebaiknya dimasak dengan sempurna.
18. TETANUS
Clostridium tetani
Kuman penyebab tetanus ini adalah kuman berbentuk batang langsing
dengan ujung bulat, berukuran 5x0,5 mikron. Bakteri tetanus bersifat Gram-
positif, bersifat motil, memiliki flagel peritrich dan tidak membentuk kapsul.
Spora berbentuk sferis terletak di bagian terminal yang tampak melebar,
sehingga memberi gambaran bentuk kuman mirip pemukul genderang (drum-
stick).
Bakteri tetanus bersifat mutlak anaerob dengan suhu optimum hidupnya
pada 370C. Pada pertumbuhan kuman di medium agar darah, tepi koloni kuman
menunjukkan tonjolan yang tidak teratur bentuknya.
Penularan tetanus
Kuman klostridium merupakan flora normal yang hidup di dalam usus
manusia maupun hewan. Dalam bentuk spora, kuman mampu bertahan lama di
dalam tanah. Infeksi terjadi akibat pencemaran luka kecil yang dalam yang
segera tertutup kembali, sehingga kemudian terjadi suasana anaerob. Dalam
suasana tersebut kuman tetanus berkembang biak, membentuk tetanospasmin
(suatu neurotoksin kuat) yang dapat mencapai sistem saraf pusat melalui saraf
motorik, kemudian menuju ke bagian anterior spinal cord. Luka pada waktu
pemotongan tali pusat yang tidak steril sering menimbulkan tetanus pada bayi
(tetanus neonatorum).
Penanganan tetanus
Setiap luka yang terjadi harus dirawat dengan baik, terutama luka yang
kecil dan dalam (misalnya luka tertusuk paku). Luka kecil harus dieksisi dan
setiap benda asing yang ditemukan harus dikeluarkan dari dalam luka.
Antibiotika diberikan untuk membasmi kuman tetanus dan mencegah
pembentukan spora. Untuk mempercepat penyembuhan, dapat diberikan
oksigen hiperbarik sehingga dalam suasana aerob kuman tetanus akan mati.
Penderita yang sudah menunjukkan gejala dini tetanus harus segera
diobati dengan memberi serum antitetanus disertai pemberian steroid misalnya
betametason, serta diberi pengobatan suportif , dan untuk mengatasi konvulsi
yang sering terjadi.
Pencegahan tetanus
Untuk mencegah tetanus, semua luka harus dirawat dan dibersihkan
dengan baik. Antibiotika harus diberikan untuk segera membasmi kuman
tetanus sehingga pembentukan toksin dapat dicegah.
Imunisasi dengan toksoid tetanus (vaksinasi) secara terjadwal pada masa
kanak-kanak dapat mengurangi angka kematian akibat tetanus. Terhadap
penderita tetanus yang belum pernah divaksinasi anti tetanus dapat dilakukan
imunisasi pasif dengan memberikan imunoglobulin yang spesifik.
19.TRAKOMA
Penularan trakoma
Bakteri menyebar dengan perantaraan tangan, saputangan, atau benda-
benda lain yang tercemar cairan mata penderita, atau oleh lalat yang menyukai
kotoran mata penderita.
20. TUBERKULOSIS
Penularan tuberkulosis
Kuman tuberkulosis umumnya ditularkan dari penderita manusia ke orang
lain melalui udara pernapasan. Selain itu tuberkulosis usus dapat terjadi jika
tertular kuman TBC melalui air susu sapi penderita tuberkulosis. Kuman ini juga
dapat menular melalui inokulasi kulit.
Sesudah masuk ke dalam tubuh, kuman akan menyebar ke paru-paru,
lalu bersama darah dan limfe menyebar ke berbagai organ viseral lainnya.
Pencegahan tuberkulosis
Vaksinasi dengan BCG (Bacille Calmette-Guerin berasal dari
Mycobacterium bovis) sebaiknya diberikan dengan teratur pada masyarakat.
Pendidikan kesehatan pada masyarakat terkait dengan pencegahan
tuberkulosis, selalu minum susu sapi yang sudah dimasak atau dipasteurisasi
dan bekerja hati-hati di laboratorium pada waktu menangani hewan coba
terutama hewan primata.
Gambar 69. Vaksinasi TBC
6
PENYAKIT VIRUS
1. CACAR (VARIOLA)
2. CACAR AIR (VARISELA)
3. DEMAM CHIKUNGUNYA
4. DIARE INFANTIL
5. DENGUE
6. ENSEFALITIS JEPANG
7. FLU BURUNG
8. HEPATITIS VIRAL
9. HERPES SIMPLEKS
10. HERPES ZOSTER
11. INFLUENZA
12. MORBILI (CAMPAK)
13. PAROTITIS EPIDEMIKA
14. POLIOMIELITIS
15. RABIES
16. RUBELLA
17. SARS
1. CACAR (VARIOLA)
Variola virus
Virus cacar termasuk famili Poxviridae yang mempunyai virion berbentuk
batubata, dengan ukuran sekitar 250x400x100 nm(nanometer).
Penularan cacar
Manusia adalah satu-satunya hospes alami virus cacar. Cacar sangat
menular pada waktu terjadi kelainan kulit, sedangkan pada masa inkubasi dan
pada stadium prodromal penyakit ini tidak menular. Penularan terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung penularan terjadi dengan
bahan infektif penderita, yaitu titik ludah, sekresi jalan napas, cairan vesikel dan
pustula kulit, dan krusta kulit yang kering. Penularan tidak langsung terjadi
melalui pakaian, alat tidur dan barang-barang yang sudah tercemar bahan
infektif penderita. Pada saat ini dunia sudah dinyatakan bebas cacar.
Virus chikungunya
Virus penyebab chikungunya termasuk kelompok virus RNA yang
mempunyai selubung, merupakan anggota grup A arbovirus yaitu alphavirus dari
Togaviridae. Dengan mikroskop elektron virus ini menunjukkan bentuk virion
yang sferis dan kasar atau berbentuk poligonal dengan garis tengah 40-45 nm
dan inti yang berdiameter 25-30 nm.
Penyebaran chikungunya
Virus chikungunya tersebar luas di Afrika, Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Vektor utama penular chikungunya adalah nyamuk Aedes aegypti sedangkan
sumber penularan adalah manusia dan primata.
Gambar 71. Penderita demam chikungunya di India
Gejala klinis chikungunya
Demam chikungunya atau flu tulang (break-bone fever) mempunyai gejala
dan keluhan penderita mirip demam dengue, namun lebih ringan dan jarang
menimbulkan perdarahan. Keluhan utama yang dialami penderita adalah
artralgia yang merasakan nyeri pada tulang-tulang. Selain itu pembuluh
konjungtiva mata penderita tampak nyata, dan disertai demam mendadak
selama 2-3 hari.
Pemeriksaan serum penderita pada uji hemaglutinasi inhibisi atau uji
netralisasi menunjukkan tingginya titer antibodi terhadap virus chikungunya.
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit virus yang
tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah tropis. Penderitanya terutama
adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun, tetapi sekarang banyak juga orang
dewasa terserang penyakit virus ini. Sumber penularan utama adalah manusia
dan primata, sedang penularanya adalah nyamuk Aedes.
Virus dengue
Virus penyebab demam dengue adalah virus dengue genus Flavivirus
yang termasuk Arbovirus (Arthropod Borne Virus) grup B. Virion virus
mempunyai ukuran 40 nm. Secara serologis terdapat 4 tipe virus dengue, yaitu
virus dengue tipe 1, tipe 2, tipe 3 dan tipe 4. Virus dapat berkembang biak pada
berbagai macam kultur jaringan, misalnya sel mamalia BHK (Baby Hamster
Kidney Cell) dan sel artropoda, misalnya Aedes albopictus cell.
Penularan demam dengue
Demam dengue di Indonesia endemis baik di daerah perkotaan (urban)
maupun di daerah pedesaan (rural). Di daerah perkotaan vektor penular
utamanya adalah nyamuk Aedes aegypti sedangkan di daerah urban Aedes
albopictus. Namun sering terjadi bahwa kedua spesies nyamuk tersebut terdapat
bersama-sama pada satu daerah, misalnya di daerah yang bersifat semi-urban.
Hewan primata di daerah kawasan hutan dapat bertindak sebagai sumber infeksi
penularan.
5. DIARE INFANTIL
Diare pada anak (diare infantil) disebabkan oleh Rotavirus , virus RNA
yang termasuk famili Reoviridae. Terdapat 4 serotipe virus ini yang menginfeksi
manusia terutama serotipe A dan 3 serotipe yang menginfeksi hewan.
Rotavirus
Virus ini yang bersifat zoonotik ini berbentuk seperti roda pedati,
mempunyai virion tidak berselubung yang bergaris tengah antara 65-75 nm.
5. ENSEFALITIS JEPANG
Radang otak Jepang disebabkan oleh Japanese B Encephalitis virus
(JEV) yang termasuk Arbovirus. Di Indonesia Ensefalitis Jepang ditularkan oleh
nyamuk Culex tritaeniorhynchus. JEV termasuk genus Flavivirus , virus RNA dari
famili Flaviviridae yang mempunyai ukuran 40-50 nm.
7. FLU BURUNG
Flu burung disebabkan oleh virus Avian influenza (AI) tipe A. subtipe
H5N1 virus influenza ini dapat menular dari unggas ke hewan mamalia, misalnya
kuda dan babi dan juga dapat menular ke manusia. Virus influenza tipe A dari
subtipe H7N7 dan H5N3 menimbulkan gejala klinis yang berat dan bahkan
kematian pada manusia.
8. HEPATITIS VIRAL
Hepatitis pada manusia yang disebabkan oleh virus hepatitis tersebar luas
di seluruh dunia. Terdapat 3 jenis virus penyebabnya, yaitu virus hepatitis A
(VHA), virus hepatitis B (VHB) dan virus hepatitis C (VHC).
Virus hepatitis
Virus hepatitis A (VHA) bentuknya mirip enterovirus dengan garis tengah
27 nm. Virion mempunyai 3 jenis polipeptida yang stabil pada pH 3,0 dan tidak
dirusak oleh eter, tahan terhadap sinar ultraviolet, tahan terhadap desinfektan,
tahan terhadap pemanasan 600C selama 20 jam dan tetap stabil jika disimpan di
dalam pendingin dengan suhu minus 20 0C selama 20 tahun lamanya. VHA
menjadi tidak aktif oleh formalin, glutaraldehid dan larutan hipoklorit.
VHB mempunyai 3 bentuk morfologi, yaitu bentuk sferis, bentuk filamen,
dan bentuk partikel Dane.
VHC mempunyai virion yang tidak berselubung, bentuknya mirip
picornavirus.
Pencegahan hepatitis
Untuk mencegah penularan hepatitis A, diberikan gamma globulin pada
orang-orang yang sering berhubungan dengan penderita, misalnya dokter,
perawat dan keluarga penderita. Higiene sanitasi perorangan dan lingkungan
harus dijaga dengan baik untuk menghindari kontak dengan bahan infektif baik
yang berasal dari manusia maupun dari hewan.
Vaksinasi terhadap hepatitis B dilakukan menggunakan B-HEPAVAC dan
HEVAC-B-Pasteur.
9. HERPES SIMPLEKS
Separuh dari bayi yang menderita infeksi VHS lahir prematur. Herpes kulit
dan mulut dapat menyebar ke organ-organ viseral atau ke otak.
Untuk menentukan virus penyebabnya, dilakukan pemeriksaan sitologi atas
jaringan organ yang mengalami kerusakan. Pemeriksaan serologi dengan uji
serologi netralisasi untuk menentukan adanya antibodi (IgG dan IgM) atau
penentuan tipe antigen dengan menggunakan antibodi monoklonal.
Pencegahan penularan
Ibu hamil yang pernah menderita herpes simpleks pada organ genitalnya
sebaiknya diperiksa secara virologis maupun sitologis. Pemeriksaan dilakukan
pada trimester akhir kehamilan. Operasi caesar dapat dilakukan untuk mencegah
penularan herpes dari ibu ke bayi yang dilahirkannya.
Diagnosis zoster
Gejala klinis zoster untuk menentukan diagnosis diperkuat dengan
melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hapusan vesikel akan
menemukan sel raksasa multi inti (multinuclear giant cell) dan badan inklusi
(nuclear inclusion body)
Pemeriksaan atas cairan serebrospinal menunjukkan tekanan meningkat,
sedangkan pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya monosit.
Pemeriksaan serologi dengan Uji fiksasi komplemen atau ELISA
menunjukkan terjadinya peningkatan titer antibodi IgG dan IgM yang spesifik.
Gambar
78.
Penyebaran HIV/AIDS
HIV/AIDS ditularkan melalui darah penderita, misalnya pada waktu
tranfusi darah atau penggunaan alat suntik yang dipakai bersama-sama.
Penularan melalui hubungan seksual baik pada homoseksual maupun
heteroseksual dan penularan pada waktu proses kelahiran dari ibu yang
menderita HIV/AIDS ke anak yang dilahirkannya juga merupakan penyebaran
utama penyakit ini.
Gejala klinis HIV/AIDS
Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan,
yaitu :
1. Penderita asimtomatik, tanpa gejala, yang terjadi pada masa inkubasi
yang berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya.
2. Persistent Generalized Lymphadenopathy (PGL) dengan gejala
limfadenopati umum.
3. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan
gangguan sistemimun atau kekebalan.
4. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang
berat berupa diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali,
splenomegali, dan kandidiasis oral yang disebabkan oleh infeksi
oportunistik dan neoplasia misalnya Sarkoma Kaposi. Penderita
akhirnya meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder.
Diagnosis HIV/AIDS
Untuk menentukan diagnosis pasti HIV/ AIDS, virus penyebabnya dapat
diisolasi dari limfosit darah tepi atau dari sumsum tulang penderita.
Untuk membantu menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan serologi
untuk menentukan antibodi terhadap HIV dengan uji ELISA, uji imunofluoresens,
radioimmunoprecipitin assay dan western blot technique.
12. INFLUENZA
Pengobatan influenza
Penderita sebaiknya istirahat di tempat tidur dan mendapatkan cukup
cairan dan diet rendah lemak. Pengobatan simtomatik diberikan untuk
menurunkan demam, meredakan batuk, sakit kepala dan nyeri otot. Jika terjadi
infeksi sekunder antibiotika yang sesuai dapat diberikan. Terapi pencegahan
menggunakan antibiotika dapat diberikan pada penderita influenza yang rentan
terhadap infeksi sekunder, yaitu orang-orang berusia lanjut, penderita dengan
gangguan sistem imun atau yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid
jangka panjang.
Pencegahan influenza
Vaksinasi. Vaksinasi dilakukan dengan memberikan vaksin polivalen
yang mengandung virus influenza tipe A dan tipe B yang dilemahkan. Orang
yang alergi terhadap protein telur jangan diberi vaksinasi.
Penderita berusia lanjut dapat diberi amantadine (symmetrel) sebagai terapi
pencegahan terhadap influenza.
Penyebaran campak
Morbili tersebar luas di seluruh dunia, menginfeksi semua orang tidak
tergantung pada jenis ras, maupun status sosial ekonomi penderitanya. Epidemi
terjadi setiap 3-5 tahun satu kali, terutama terjadi di musim dingin. Sebagian
besar penderitanya adalah anak-anak. Penularan virus terjadi secara langsung
melalui cairan hidung dan tenggorok, air mata, titik ludah waktu batuk, bersin dan
berbicara.
Diagnosis campak
Virus campak dapat ditemukan melalui biakan darah dan hapusan
tenggorok. Pemeriksaan serologi untuk membantu menegakkan diagnosis
campak yang dapat dilakukan, misalnya Uji antibodi imunofluoresen, Uji
netralisasi, Uji fiksasi komplemen dan Uji hemaglutinasi inhibisi.
Pemeriksaan histopatologi eksudat hidung dapat menemukan Giant cell.
Gambaran darah menunjukkan leukopeni dengan lekosit di bawah 4.000/ml.
Mumps virus
Virus penyebab parotitis epidemika yaitu mumpsvirus adalah virus RNA
dari genus Parainfluenza yang termasuk Paramyxoviridae. Virus ini mempunyai
selubung (enveloped virus) dengan virion yang bergaris tengah antara 150-300
nm. Virus dapat dibiakkan pada kultur jaringan sel embrio manusia dan sel ginjal
kera. Hanya terdapat satu tipe antigenik virus mumps.
Penyebaran polio
Polio merupakan penyakit endemik di seluruh dunia, umumnya bersifat
tanpa gejala (asimtomatis) karena terjadinya kekebalan aktif pada populasi
penduduk. Paralisis yang terjadi pada penderita polio terutama disebabkan oleh
polio virus tipe 1. Epidemi polio di masa lalu banyak menyebabkan kematian
penderita dan terjadinya kelumpuhan akibat kerusakan saraf.
Infeksi terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar bahan
infektif yang mengandung virus polio. Manusia penderita merupakan satu-
satunya sumber penularan bagi orang lain, terutama karier polio yang sulit
dideteksi yang dapat menularkan virus melalui kontak langsung.
Diagnosis polio
Untuk memastikan diagnosis polio, sejak stadium awal penyakit sudah
dapat dideteksi virus penyebabnya, yaitu dengan membiakkan tinja atau
hapusan tenggorok pada medium sel ginjal kera. Jika sudah terjadi paralisis,
hanya bahan infektif yang berasal dari alat pencernaan yang masih mengandung
virus.
Untuk membantu menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan serologi,
antara lain uji netralisasi untuk menunjukkan titer antibodi yang meningkat serta
uji fiksasi komplemen yang menunjukkan hasil positif. Pemeriksaan darah
penderita polio menunjukkan gambaran lekositosis ringan atau normal,
sedangkan pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan kadar protein yang
tinggi sedangkan kadar gula normal.
Pengobatan dan perawatan polio
Penderita polio terutama anak-anak sebaiknya istirahat di tempat tidur.
Pengobatan simtomatis diberikan sesuai dengan keluhan penderita dan gejala
klinis yang terjadi. .
Pada waktu terjadi epidemi polio, segera sesudah tipe virus polio
penyebabnya dapat ditentukan, semua orang yang peka terhadap polio diberi
vaksinasi dengan vaksin monovalen Sabin. Pemberian gamma globulin
hiperimun pada 3-5 minggu sebelum terjadinya kelumpuhan dapat mencegah
proses kelumpuhan. Jika sudah terjadi kelumpuhan, pemberian gamma globulin
hiperimun tidak dapat menyembuhkan kelumpuhan penderita.
Jika terjadi gangguan pernapasan yang berat, jika perlu dapat dilakukan
trakeotomi.
Pencegahan polio
Vaksinasi merupakan tindakan sangat penting untuk mencegah
penyebaran polio. Vaksin Sabin ( live attenuated vaccine) yang diberikan per oral
sebanyak 2 dosis, efektivitas vaksinasinya dapat mencapai 100%.
Vaksin Salk, suatu formalin inactivated vaccine yang diberikan dalam
bentuk suntikan, paling sedikit harus diberikan sebanyak 4 kali dalam jangka
waktu beberapa tahun.
Pada waktu terjadi epidemi polio, semua rencana operasi hidung dan
tenggorok harus ditunda. Semua sisa makanan penderita polio dan ekskreta
penderita terutama cairan berasal dari faring penderita harus dibuang dengan
baik dan tertutup untuk menghindari penyebaran virus oleh lalat dan serangga
lainnya.
15. RABIES
Rabiesvirus
Rabiesvirus adalah rhabdovirus yang termasuk famili rhabdoviridae,
mempunyai virion berselubung berbentuk peluru dengan salah satu ujungnya
datar dan ujung lainnya membulat, berukuran 75x180 nm.
Penyebaran rabies
Rabies tersebar di seluruh dunia, kecuali Inggris dan Australia. Sumber
infeksi utama rabies pada manusia adalah anjing dan kucing yang hidup
berdekatan dengan manusia. Infeksi terjadi melalui gigitan hewan penderita
rabies atau melalui kontak luka pada kulit dengan air liur hewan penderita rabies.
Penyebaran rabies sangat tergantung pada perkembangan virus di dalam
kelenjar ludah hewan yang terinfeksi.
Diagnosis rabies
Semua hewan yang mati dengan dugaan rabies harus diperiksa di
laboratorium. Diagnosis rabies dipastikan jika pada pemeriksaan histologis sel
ganglion hewan yang mati dengan dugaan rabies ditemukan Negri bodies. Negri
bodies adalah benda eksofil yang banyak dijumpai di dalam sitoplasma saraf,
berbentuk bulat yang mudah diwarnai dengan eosin, fuchsin, Giemsa.
Pemeriksaan mikroskopis cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk
menemukan virus rabies. Uji hewan coba menggunakan bayi hewan (suckling
animal) misalnya hamster, tikus atau kelinci dinokulasi intrakranial dengan
suspensi otak atau kelenjar ludah submaksiler hewan yang diduga rabies, akan
menunjukkan gejala rabies misalnya terjadinya konvulsi.
Untuk membantu menegakkan diagnosis rabies pada manusia maupun
pada hewan dilakukan pemeriksaan serologi dan uji fluoresensi. Pemeriksaan
darah penderita menunjukkan gambaran eosinofilia dan hiperglikemia,
sedangkan pada pemeriksaan cairan serebrospinal jumlah protein dan sel
meningkat.
Pengobatan dan perawatan rabies
Setiap luka gigitan hewan harus dicuci segera dengan air sabun, dan
daerah sekitar luka juga dibersihkan dari air liur hewan dan dijaga agar tidak
masuk ke dalam luka. Perdarahan harus segera dihentikan.
Terapi pencegahan pada masa inkubasi dapat dilakukan dalam bentuk
pemberian serum imun dan pemberian vaksinasi. Jika gejala rabies telah
timbul, pengobatan umumnya sudah tidak bermanfaat lagi. Pengobatan hanya
berupa terapi paliatif dan terapi simtomatis.
Pencegahan rabies
Untuk mencegah infeksi rabies dan penyebarannya, tindakan-tindakan
yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Semua anjing dan kucing yang dipelihara harus divaksinasi secara teratur.
2. Hewan liar yang menjadi sumber penularan rabies harus dibasmi.
3. Orang yang digigit hewan yang diduga rabies harus segera diberi Duck
Embryo Vaccine (DEV) sebanyak 23 dosis suntikan dan Human Diploid
Cell Rabies Vaccine (HDCV) sebanyak 5 dosis.
4. Dokter hewan dan orang berisiko tinggi tertular rabies dapat diberi
vaksinasi dengan DEV dan HDCV.
Gambar 85 . Pembasmian anjing liar di Cina
( Associated Press, Aug,1,2006)
.
16. RUBELLA
Rubellavirus
Virus rubella termasuk genus rubivirus dari famili Togaviridae. Virus
mempunyai selubung, dengan virion berukuran 60 nm. Bentuk virus bersifat
pleomorfik (bermacam-macam bentuk) atau berbentuk sferis.
Penyebaran rubella
Rubella endemik di berbagai daerah di dunia, dan di musim semi sering
menimbulkan epidemi. Ruam kulit akibat infeksi lain umumnya terjadi di musim
panas atau di musim gugur. Rubella umumnya menyerang anak sekolah dasar
dan sekolah menengah. Sumber penularan adalah semua orang yang pernah
terinfeksi rubellavirus baik yang sedang sakit maupun yang tidak menunjukkan
gejala sakit.
Penularan rubella terjadi melalui kontak erat dengan penderita, karena
virus berada di faring penderita.
Coronavirus
Coronavirus adalah virus RNA dari famili Coronaviridae yang mempunyai
virion berselubung, bersifat pleomorfik, berukuran 70-120 nm. Virus ini disebut
juga sebagai Corona virus pneumonia atau CVP merupakan strain baru virus
Corona yang mirip dengan virus Corona pada sapi. Selain itu SARS diduga juga
terkait dengan virus baru lain yang menimbulkan demam dan metapneumovirus
yang berasal dari famili virus yang sering menyebabkan gangguan napas pada
anak.
Penyebaran SARS
Epidemi SARS terjadi pertama kali di Cina pada bulan Nopember 2202,
lalu menyebar ke Vietnam,Canada, Hongkong, Singapura, Amerika dan
beberapa negara lainnya. Virus SARS menyebar melalui kontak langsung
dengan bahan infektif penderita misalnya dahak dan cairan tubuh penderita
SARS melalui udara.
Perawat dan tenaga media merupakan kelompok berisiko tinggi tertular
SARS. Selain itu orang-orang yang bekerja menangani publik secara langsung,
misalnya pegawai imigrasi, polisi, karyawan biro perjalanan juga mempunyai
risiko tertular penyakit ini.
Diagnosis SARS
Sebagai landasan diagnosis SARS adalah gejala klinis. Untuk
menentukan diagnosis pasti SARS dilakukan pemeriksaan laboratorium virologi
dengan mengirim sampel bahan infektif penderita ke Center for Disease Control
di USA atau Canada.
1. ASPERGILOSIS
2. DERMATOMIKOSIS
3. HISTOPLASMOSIS
4. KANDIDIASIS
5. KRIPTOKOKOSIS
1. ASPERGILOSIS
Aspergillus
Di bawah mikroskop jamur khas bentuknya, berupa konidiofor yang
membesar di ujung hifa. Di dalam jaringan, eksudat atau dahak, jamur berbentuk
filamen yang bersepta. Pada biakan pada Agar Sabouraud yang dieramkan pada
suhu 37-400C akan tumbuh koloni berwarna kelabu kehijauan dengan bentukan
seperti kubah yang berada di tengah konidiofor.
Penyebaran aspergilosis
Aspergilosis pada manusia terjadi pada organ dan rongga tubuh yang
suasananya aerob. Penularan terjadi melalui udara yang terhirup yang
mengandung bahan infektif yang berasal dari kotoran burung dan unggas
lainnya. Yang sering terserang aspergilosis adalah petani, peternak unggas,
orang-orang yang rendah daya tahan tubuhnya atau sistem imunnya terganggu,
atau menderita cacat anatomi pada anggota tubuhnya.
Penularan juga bisa berasal dari penderita aspergilosis bronkopulmoner
alergika yang batuk-batuk atau bersin-bersin.
Diagnosis aspergilosis
Pemeriksaan mikroskopis dan biakan jamur atas dahak atau cucian
bronkial dapat menemukan jamur Aspergillus. Pemeriksaan serologi
menggunakan antigen dan uji kepekaan dan pemeriksaan elektroforesis
membantu diagnosis aspergilosis.
Pemeriksaan foto paru dapat menunjukkan adanya aspergiloma atau bola
jamur (fungus ball) yang khas bentuknya. Pemeriksaan darah menunjukkan
gambaran eosinofilia dan titer IgE serum meningkat.
Gambar 88. Kerusakan jaringan organ viseral pada aspergilosis
(AAPRedbook)
2. DERMATOMIKOSIS
Infeksi jamur yang menyerang kulit ini juga disebut ringworm, disebabkan
oleh berbagai genus jamur, yaitu Microsporum, Trichophyton dan
Epidermophyton. Jamur Microsporum canis dapat menyerang baik manusia
maupun hewan (zoonosis).
Microsporum canis
Bentuk konidia jamur ini khas, berukuran besar (makrokonidia), berdinding
kasar, multiseluler, berbentuk spindle (melebar di tengah, menyempit di ujung).
Makrokonidia terletak di ujung hifa, mempunyai 8-15 sel, dengan ujung
melengkung atau berbentuk kait.
Biakan pada Agar Sabouraud yang dieramkan pada suhu kamar
menunjukkan tepi koloni yang membentuk pigmen berwarna kuning kemerahan.
Penyinaran dengan lampu Wood, jamur menunjukkan fluoresensi berwarna hijau
muda.
Penyebaran dermatomikosis
Infeksi jamur terjadi melalui kontak dengan kulit atau rambut penderita
ringworm. Microsporum canis dapat ditularkan dari anjing dan kucing yang sakit
ke manusia.
Diagnosis dermatomikosis
Untuk menentukan diagnosis pasti penyebabnya, kerokan kulit, rambut
atau kuku penderita diperiksa di bawah mikroskop untuk menemukan spora yang
pada jamur Microsporum tampak sebagai kelompok berbentuk mozaik di
sekeliling rambut. Selain itu bahan pemeriksaan dapat diperiksa di bawah
penyinaran lampu Wood untuk menunjukkan adanya fluoresensi berwarna hijau
muda.
Biakan jamur pada Agar Sabouraud yang dieramkan pada suhu kamar
selama 1-3 mingggu yang kemudian diperiksa di bawah mikroskop lebih
menunjang penentuan diagnosis dermatomikosis.
Histoplasma
Jamur yang berbentuk sel lonjong ini bertunas dengan satu inti. Biakan
pada medium Agar Sabouraud yang dieramkan pada suhu kamar menumbuhkan
koloni jamur mirip kapas berwarna putih kecoklatan. Konidia berbentuk sferis,
berdinding tebal, berukuran 8-14 mikron, mempunyai tonjolan berbentuk jari dan
atau mempunyai mikrokonidia kecil berukuran sekitar 2-4 mikron.
Penyebaran histoplasmosis
Jamur mudah tumbuh dan berkembang biak di tanah yang tercampur tinja
burung dan ayam atau guano kotoran kelelawar. Infeksi melalui udara akan
menimbulkan lesi primer di paru-paru, yang dapat menyebar ke organ-organ
viseral lainnya secara hematogen jika jaringan paru mengalami kerusakan.
Penularan dari manusia ke manusia lainnya biasanya terjadi secara tidak
langsung.
Di daerah endemis, hewan-hewan misalnya anjing dan rodensia banyak
yang terinfeksi jamur ini sehingga dapat menjadi sumber penularan
histoplasmosis bagi manusia.
Penyebaran kandidiasis
Orang yang mempunyai risiko terinfeksi jamur kandida adalah yang daya
tahan tubuhnya rendah, misalnya perempuan hamil yang menderita vaginitis,
orang tua lanjut usia, penderita malnutrisi, serta bayi yang ibunya menderita
kandidiasis. Selain itu penderita diabetes dan penderita dalam pengobatan
antibiotika jangka panjang mudah terserang kandidiasis.
Diagnosis kandidiasis
Diagnosis pasti kandidiasis ditegakkan jika ditemukan jamur kandida dari
kerokan kulit, tinja atau bahan hasil gastroskopi. Biopsi jaringan paru dan
eksudat pleura yang dibiakkan pada medium Agar Sabouraud akan
menumbuhkan jamur kandida.
Pemeriksaan foto paru dapat menunjukkan terjadinya peningkatan
striation dan bayangan miliair. Pemeriksaan serologi, misalnya uji presipitin pada
agar gel ditujukan untuk menegakkan diagnosis kandidiasis yang berada di
dalam organ (deep candidiasis).
Pengobatan kandidiasis
Kandidiasis mukokutan. Infeksi ringan dan kandidiasis mulut diobati
dengan pengobatan lokal nistatin, gentian violet, amfoterisin B, mikonazol atau
klotrimazol.
Kandidiasis sistemik. Pada umumnya diberikan ketokonazol oral,
sedangkan kandidiasis endokarditis harus dilakukan pembedahan disertai
pemberian amfoterisin B dan flusitosin. Penderita kandidiasis meningitis diobati
dengan amfoterisin B secara intratekal, sedangkan penderita peritonitis harus
dilakukan pembedahan disertai pemberian obat antijamur lokal pada peritoneum.
Kandidiasis sistitis diobati dengan memberikan nistatin lokal atau amfoterisin B
melalui pencucian kandung kemih (bladder lavage), sedangkan kandidiasis
pielonefritisdiobati dengan amfoterisin B atau 5-flusitosin secara intravena.
Pencegahan kandidiasis
Penderita dengan gangguan sistem imun yang mendapatkan pengobatan
antibiotika jangka panjang sebaiknya diberi juga obat antijamur. Bayi baru lahir
hendaknya diamati kemungkinan terinfeksi kandidiasis dari ibu yang
melahirkannya.
Memperbaiki sanitasi perorangan dan lingkungan dapat membantu
mencegah penyebaran kandidiasis.
5. KRIPTOKOKOSIS
Cryptococcus neoformans
Ragi yang banyak ditemukan di tanah dan di dalam tinja kering burung
merpati ini pada pemeriksaan mikroskopis memiliki kapsul yang besar. Pada
medium Agar Glukose Sabouraud tumbuh koloni ragi yang berwarna kuning tua
yang tumbuh capat pada temperatur 370C.
Penyebaran kriptokokosis
Pada manusia infeksi terjadi melalui saluran napas yang dapat
menyembuh dengan sendirinya (self limiting infection). Penderita imunodefisiensi
seluler, misalnya penderita kanker darah, penderita penyakit Hodgkin, penderita
HIV atau penderita yang sedang menjalani terapi jangka panjang dengan
kortikosteroid, yang terinfeksi C.neoforman akan mengalami kelainan paru yang
progresif dan kemudian menyebar dan menimbulkan gangguan sistemik.
Sesudah itu kelainan sistem saraf pusat dapat terjadi menimbulkan gejala
meningitis subakut atau kronis.
Diagnosis kriptokokosis
Pada pemeriksaan cairan serebrospinal menggunakan tinta India akan
tampak bentuk ragi yang berkapsul besar. Biakan pada Agar Glukose Sabouraud
yang dieramkan pada suhu 370C akan tumbuh koloni berwarna kuning tua.
Pada Uji Aglutinasi Latex terhadap cairan serebrospinal dan darah dapat
ditunjukkan adanya antigen kriptokokus.