Anda di halaman 1dari 15

REFERAT ILMU RADIOLOGI

“PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA ORGAN REPRODUKSI


WANITA”

Oleh:
Naila Syifa Qur’ani G4A016135
Arina Khairunisa G4A016138

Pembimbing:
dr. Rochmawati Istutiningrum, Sp. Rad

BAGIAN ILMU RADIOLOGI


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui referat dengan judul:


“Pemeriksaan Radiologi pada Organ Reproduksi Wanita”

Diajukan sebagai tugas dalam


mengikuti Kepaniteraan Klinik
di bagian Ilmu Radiologi
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

oleh:

Naila Syifa Qur’ani G4A016135


Arina Khairunisa G4A016138

Purwokerto, Februari 2018


Pembimbing,

dr. Rochmawati Istutiningrum, Sp. Rad

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. 2

DAFTAR ISI ......................................................................................... 3

I. TINJAUAN PUSTAKA
A. CT Scan Uterus ........................................................................... 4
B. MRI Uterus ................................................................................. 5
C. HSG ............................................................................................ 6
D. Histerosonografi ......................................................................... 7
E. Duktografi ................................................................................... 8
F. Efek samping Kontras ................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 14

3
I. TINJAUAN PUSTAKA

A. CT Scan Uterus
Computed Tomography Scanning, atau CT Scan adalah suatu teknik pemeriksaan
diagnostik imaging dengan menggunakan teknologi komputer. Pemeriksaan CT
Scan ini menggabungkan serangkaian gambar yang diperoleh dari sinar-X,
diambil dari berbagai macam sudut, kemudian mengggunakan sistem
komputerisasi untuk menggabungkan potongan-potongan gambar tersebut dan
menciptakan suatu kesatuan gambar organ tubuh yang akan diperiksa dengan arah
tertentu, selapis demi selapis. CT Scan memberikan hasil pencitraan yang jauh
lebih baik dan jelas dibandingkan pemeriksaan dengan sinar-X biasa (ACR,
2015).

1. Indikasi pemeriksaan CT scan uterus (ACR, 2015):


a. Ca Servik
b. Ca Ovari
c. Massa pada soft tissue dan sakit pada otot pelvis
d. Abses

2. Kontra indikasi CT Scan (ACR, 2015):


Wanita hamil, terutama pada trimester pertama, karena dapat mengakibatkan
fetus abnormal

Penggunaan zat kontras dikontraindikasikan untuk pasien dengan:


 Riwayat alergi
 Penyakit ginjal

3. Efek samping kontras pada CT scan (ACR, 2015):


Pada pemeriksaan CT Scan menggunakan zat kontras iodine, dapat timbul
reaksi alergi pada orang-orang yang sensitif terhadap zat tersebut. Reaksi alergi
ini umumnya ringan, seperti gatal dan timbul kemerahan pada kulit. Selain
alergi, penggunaan zat kontras tidak diperbolehkan pada pasien dengan

4
gangguan ginjal karena dapat memperberat kerja ginjal. Zat kontras
dimetabolisme dan dikerluarkan dari ginjal
B. MRI Uterus

Magnetic resonance imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik


adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang
radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh. MRI dapat
memberikan gambaran struktur tubuh yang tidak bisa didapatkan pada tes lain,
seperti Rontgen, USG, atau CT scan. MRI tidak menggunakan radiasi seperti
rontgen dan CT scan, sehingga lebih aman untuk pemeriksaan ibu hamil (Novellas
et al., 2011).
Pada pemeriksaan MRI pelvis dokter dapat memeriksa tulang, organ,
pembuluh darah dan jaringan lainnya di area pelvis. Pemeriksaan ini dapat
membantu dokter dalam mendiagnosa nyeri panggul tanpa penyebab yang jelas
dan penyebaran keganasan (Novellas et al., 2011).
1. Indikasi pemeriksaan MRI uterus (Novellas et al., 2011):
a. Kanker atau suspek keganasan pada organ reproduksi wanita
b. Infertilitas
c. Perdarahan irregular vagina
d. Massa di area pelvis (seperti fibroids uterus)
e. Nyeri panggul atau pelvis tanpa alasan yang jelas
2. Kontra indikasi pemeriksaan MRI uterus :
MRI tidak bisa dilakukan pada mereka yang menggunakan alat bantu
berbahan logam khusus seperti alat pacu jantung atau pacemaker implan.
Selain karena tidak aman, logam itu kemungkinan akan mengganggu gambar
yang dihasilkan MRI, seperti (Novellas et al., 2011):
 Implan koklea pada telinga
 Defibrilator jantung yang ditanamkan
 Katup jantung buatan (artificial heart valves)
 Sendi buatan berbahan logam (metallic joint prostheses)
 Peluru atau serpihan logam
 Klip logam (metal clip) atau cincin logam pada pembuluh darah
 IUD

5
3. Efek samping kontras pada MRI (Novellas et al., 2011):

Reaksi alergi merupakan salah satu dari efek samping pemeriksaan MRI.
Kontras yang umumnya digunakan pada MRI ialah Gadolinium. Asosiasi
Radiologi Amerika Utara menyatakan bahwa reaksi alergi ini umumnya
ringan dan dapat dikendalikan dengan pemberian obat. Wanita yang setelah
MRI tidak dianjurkan menyusui selama 24-48 jam setelah pemberian kontras

C. HSG
Histerosalpingografi (HSG) adalah pemeriksaan secara radiologi organ reproduksi
wanita bagian dalam pada daerah uterus, tuba fallopii, cervix dan ovarium
mengunakan media kontras positif. Pemeriksaan menggunakan sinar X (rontgen).
HSG memeriksa adanya kelainan ukuran atau bentuk rahim yang dapat
menyebabkan infertilitas dan masalah pada kehamilan. Juga dapat menunjukkan
apakah ada penyumbatan pada saluran telur. Terkadang juga digunakan dalam
beberapa bulan setelah prosedur sterilisasi untuk memastikan bahwa saluran tuba
telah benar-benar terpisah. Pada kasus infertilitas pemeriksaan HSG merupakan
pemeriksaan minimal yang dilakukan pada istri yang memiliki siklus haid normal
(Dreyer et al., 2017).
1. Indikasi pemeriksaan HSG (Dreyer et al., 2017):
a. Menentukan keberhasilan tindakan operasi sterilitas,
b. Sterilitas primer maupun sekunder untuk melihat normal tuba (paten
tidaknya tuba),
c. Fibronyoma pada uteri,
d. Hypoplasia endometri,
e. Perlekatan-perlekatan dalam uterus,adenomiosis.
2. Kontra Indikasi pemeriksaan HSG (Dreyer et al., 2017):
a. Menstrurasi
b. Peradangan dalam rongga pelvis
c. Perdarahan dalam kavum uteri
d. Alergi terhadap bahan kontras
e. Setelah dikerjakannya curettage
f. Kecurigaan adanya kehamilan

6
3. Efek samping pemeriksaan HSG (Dreyer et al., 2017):

Komplikasi berat setelah HSG jarang terjadi. Bisa ditemukan reaksi alergi,
cedera pada rahim, atau infeksi panggul. Hubungi dokter apabila timbul:
Keluar cairan dari vagina yang berbau, muntah, pingsan, sakit perut atau kram
yang parah, perdarahan hebat dari vagina atau demam.

D. Histerosonografi
1. Indikasi
a. Abnormal uterine bleeding (AUB)
b. Prolaps uteri
c. Lesi pada intra uterin hingga kanalis endoservik
d. Melihat lokasi, ekstensi, dan bentuk massa pada endoservik (Wildenberg,
2016)
2. Kontraindikasi
a. Proses inflamasi yang akut pada abdomen
b. Kehamilan muda, tidak boleh dilakukan karena akan menyebabkan abortus,
dan radiasi terhadap fetus akan tinggi sekali. Saat usia kehamilan yang
muda sel sel fetus aktif membelah,, dalam bidang radiologi sel yang aktif
membelah akan sensitive terhadap sinar radiasi.
c. Perdarahan pervaginam yang berat, pemeriksaan harus ditunda hingga
perdarahan berhenti. Jika ada perdarahan bahan kontras akan masuk ke
dalam vena uterin dan vena ovarii dan akan ke vena cava inferior.
d. Pasca curettage
e. Penyakit ginjal dan jantung (Wildenberg, 2016)
3. Efek samping
Pada umumnya efek samping pemeriksaan ini ringan, keluhan utama
adalah rasa nyeri pada saat pemeriksaan dilakukan. Rasa nyeri akan hilang
sendiri dalam beberapa jam. Kadang-kadang akan timbul pre-syok karena
pasien sensitive terhadap kontras. Obat obatan dalam keadaan darurat harus
selalu tersedia. Keadaan ini biasanya dapat ditanggulangi saat pemeriksaan
(Rasad, 2009).

7
E. Duktografi

Gambar 2. Duktografi

1.Indikasi
Duktografi, atau galaktografi, menggunakan pencitraan Mammografi
setelah injeksi kontras ke dalam duktus mammae. Indikasi pemeriksaan ini
adalah nipple discharge yang profus, spontan, dan nonmilky dari duktus tunggal.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui lokasi dari system duktus
yang terlibat. Penyebab dari discharge seringkali tidak teridentifiksasi. Kadang
kelainan intraluminal dapat terlihat, tapi temuan pada pemeriksaan ini memiliki
spesifitas yang rendah (Anonymus, 2006).
2.Kontraindikasi
Kontraindikasi terhadap ductography yaitu riwayat alergi berat yang
signifikan terhadap bahan kontras iodium, kecemasan yang melemahkan atau
gangguan mental yang menghalangi kerja sama pasien untuk prosedur ini, dan
riwayat operasi puting sebelum operasi yang benar-benar melepaskan pori-pori
puting dari duktus yang mendasarinya. Kontraindikasi relatif meliputi
pencabutan puting susu yang parah (yang membuat kanulasi sangat sulit) dan
reaksi sedang atau berat terhadap bahan kontras iodium pada pasien dengan
penyakit medis lainnya atau pada pasien yang tidak dapat mentolerir regimen
pengobatan preprosedur yang dapat diindikasikan. Jika seorang pasien
bersikeras bahwa dia akan menolak intervensi bedah terlepas dari temuan
ductographic, ductography dipertimbangkan (Slawson, 2010).

8
3. Efek samping
Jika terjadi ekstravasasi, pasien akan mengalami nyeri fokus atau terbakar,
walaupun prosesnya mungkin sama sekali tanpa gejala. Kadang-kadang,
ekstravasasi ditandai dengan aliran bahan kontras yang berlebihan (1-2 mL).
Ahli radiologi yang tidak berpengalaman dalam ductografi cenderung
menggunakan terlalu banyak bahan kontras, sehingga menghasilkan
ekstravasasi dalam beberapa prosedur pertama mereka. Jika terjadi ekstravasasi,
kita mengeluarkan cannula, mengobati pasien dengan analgesik ringan
(acetaminophen, ibuprofen), dan menjadwal ulang duktografi selama 7-14 hari
kemudian. Ekstravasasi biasanya terjadi dari pemberian bahan kontras yang
terlalu kuat atau perforasi dinding oleh penyisipan kanula yang kuat.
Penghancuran integritas duktal oleh karsinoma menyebabkan ekstravasasi.
Resiko alergi terhadap bahan kontras dalam ductography dapat dibandingkan
dengan risiko pada pasien yang menjalani prosedur seperti cystography,
penghambatan saluran sinus, atau pyelography retrograde. Tingkat risiko ini
secara signifikan lebih rendah daripada yang terkait dengan injeksi bahan
kontras secara intravena (Slawson, 2010).

F. Efek samping Kontras


Media kontras radiografi adalah sekelompok obat medis yang digunakan
untuk memperbaiki visibilitas organ dan struktur internal pada teknik pencitraan
sinar X seperti radiografi dan computed tomography (CT). Media kontras yang
digunakan saat ini berdasarkan pada modifikasi cincin kimia benzena 2,4,6-tri-
iodinat dan sangat diperlukan dalam praktik radiologi, dengan tujuan diagnostik
maupun terapi. Media kontras yang menggunakan yodium biasanya
diklasifikasikan sebagai ionik atau nonionik dan sebagai monomer dan dimerik,
media kontras tersebut digunakan untuk memvisualisasikan pembuluh, jaringan,
organ, dan saluran kemih. Media tersebut sangat membantu dalam membedakan
antara daerah normal dan patologis, dan biasanya aman serta efek sampingnya
umumnya ringan dan terbatas pada diri sendiri (Lightfoot, 2009).
Efek samping media kontras radiografi dapat terjadi ketidaknyamanan ringan,
seperti gatal, hingga keadaan darurat yang mengancam jiwa. Nefropati akibat

9
kontras (Contrast induced nephropathy) adalah reaksi merugikan terkait dengan
penggunaan bahan kontras intravena atau intra-arterial. Bentuk reaksi merugikan
lainnya yaitu reaksi hypersensitivitas, reaksi anafilaksis, dan reaksi kutaneous
(Thomson, 2010).
Efek samping yang paling penting dari media kontras meliputi reaksi
hipersensitivitas, disfungsi tiroid, dan nefropati akibat kontras (Thomson, 2010).
a. Reaksi hipersensitivitas
Insidensi hipersensitivitasn ringan sebesar <3%, reaksi yang terjadi adalah
ruam kulit secara langsung, urtikaria, pruritus, rhinorrhea, mual, muntah-
muntah yang singkat, dan/atau muntah, diaforesis, pusing dan batuk. Insidensi
hipersensitivitas yang berat sebesar <0,04%, reaksi yang terjadi adalah muntah
terus-menerus, urtikaria difus, sakit kepala, edema wajah, laring edema,
bronkospasme ringan atau dyspnea, palpitasi, takikardia atau bradikardia,
kram perut, angioedema, kejang arteri koroner, hipertensi atau hipotensi,
kehidupan -threatening aritmia jantung (yaitu, takikardia ventrikel),
bronkospasme terang-terangan, laring edema, gagal jantung dan kehilangan
kesadaran, edema paru, kejang, sinkop. Kematian kurang dari satu kematian
per 100000 pasien.
Asma, riwayat alergi ganda, dan penggunaan obat beta blocker akan
meningkatkan risiko bronkospasme. Ketika terjadi bronkospasme, pemberian
media kontras harus segera dihentikan dan diberikan pengobatan dengan
antihistamin. Bronkospasme dan mengi, stridor atau spasme laring dan
hipotensi selain pengobatan antihistamin, kejadian tersebut juga harus segera
diobati dengan epinefrin, cairan intravena, dan oksigen, dengan atau tanpa
hidrokortison.
Efek samping yang tertunda pada media kontras radiografi biasanya
bersifat kutaneous (insidensi yang dilaporkan bervariasi dari 1% sampai 23%)
rekasi yang terjadi berupa ruam, kulit kemerahan, dan pembengkakan kulit,
kadang terjadi mual, muntah, dan pusing, yang terjadi 1 jam atau lebih
(biasanya 6-12 jam) setelah pemberian media kontras. Kejadian ini biasanya
ringan dan tidak mengancam jiwa dan seringkali tidak diperhatikan oleh ahli
radiologi dan dianggap berasal dari penyebab lain. Karena pasien umumnya

10
dipulangkan dari bagian radiologi dalam waktu setengah jam setelah
pemberian kontras, reaksi ini jarang diamati oleh ahli radiologi yang
mengawasi pemberian kontras. Kejadian ini secara signifikan lebih sering
terjadi pada media kontras dengan menggunakan agen nonionik dimer
(16,4%) dibandingkan dengan agen kontras nonionik monomer (9,7%) [5].
Reaksi kutaneous bervariasi dalam ukuran dan presentasi namun biasanya
bersifat pruritis (Loh, 2010).
b. Contrast-Induced Thyroid Dysfunction
Paparan media kontras Iodinasi dapat dikaitkan dengan perkembangan
hipertiroidisme atau hipotiroidisme, hal ini dapat disebabkan oleh efek ion
iodida secara biologis bebas dan aktif yang ada dalam media kontras.
Kemungkinan lain karena penyimpanan jangka panjang dan paparan cahaya
dapat menyebabkan degradasi media kontras fotolitik sehingga meningkatkan
konsentrasi yodium bebas dalam larutan (Sendeski, 2011).
Yodium adalah elemen penting yang digunakan pada media kontras yang
memiliki densitas kontras tinggi. Dosis media kontras yang digunakan dalam
prosedur radiologis mengandung sekitar 13500 μg iodida bebas dan 15 sampai
60 g yodium terikat yang dapat dibebaskan sebagai iodida bebas di dalam
tubuh (Sendeski, 2011). Respon normal tubuh terhadap kadar yodium yang
tinggi adalah efek Wolff-Chaikoff akut, efek tersebut akan menghambat
sintesis dan pelepasan hormon tiroid . Setelah beberapa hari terus terpapar
kadar yodium yang tinggi, terjadi mekanisme dari efek Wolf-Chaikoff akut,
dimediasi oleh down regulasi transporter iodida natrium (NIS), mengangkut
yodium ke tiroid, dan produksi hormon tiroid normal. Kegagalan efek Wolff-
Chaikoff akut menyebabkan hipertiroidisme atau fenomena Jod-Basedow.
Kegagalan untuk melepaskan diri dari hasil efek Wolff-Chaikoff akut
menyebabkan hipotiroidisme (Leung, 2012).
Iodinated contrast-induced thyrotoxicosis relatif jarang terjadi. Pasien
dengan penyakit Graves dan gondok multinodular berisiko tinggi, dan orang-
orang dengan tirotoksikosis harus menerima media kontras iodinasi hanya
dengan pemantauan ketat karena pasien dengan hipertiroidisme akan

11
mengalami krisis tiroid. Penelitian lain telah menunjukkan terjadinya
hipertiroidisme setelah radiografi kontras nonionik (Thomson, 2010).
c. Contrast induced nephropathy
Media kontras radiografi disuntikkan secara intravena atau intra-arteri,
melewati kompartemen vaskular melalui kapiler ke ruang ekstraselular.
Dieliminasi hampir seluruhnya oleh filtrasi glomerulus, terkonsentrasi di
lumen tubular dengan reabsorbsi tubulus air, sehingga memvisualisasikan
saluran kemih (Andreucci, 2014).
Penggunaan media kontras dapat menyebabkan disfungsi ginjal, terutama
pada pasien dengan yang sudah mengalami gangguan ginjal dan pada
penderita diabetes. Nefropati akibat induksi kontras (Contrast induced
nephropathy) atau cedera ginjal akut akibat kontras (CI-AKI) merupakan
penyakit iatrogenik dan telah menjadi sumber morbiditas dan mortalitas di
rumah sakit yang signifikan. Beberapa tahun yang lalu ditunjukkan sebagai
penyebab utama ketiga gagal ginjal akut yang didapat di rumah sakit (setelah
operasi dan hipotensi) dengan insidensi 12% dari semua kasus (Katzberg,
2010).
Hal itu terjadi pada 5% pasien rawat inap yang menunjukkan fungsi
ginjal normal sebelum pengenalan kontras. Sedangkan pasien rawat jalan,
memiliki risiko nefropati akibat induksi kontras nampaknya sangat rendah
(sekitar 2%). Pada penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa efek ini tidak
umum terjadi pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, namun
sebaliknya, hal ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah memiliki
gangguan ginjal dan mungkin akan bertambah parah bila gangguan tersebut
disebabkan oleh nefropati diabetic (Katzberg, 2010).

Nefropati akibat induksi kontras dapat didefinisikan sebagai gagal ginjal


akut yang terjadi dalam 24-72 jam paparan media kontras radiografi
intravaskular yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab lainnya. Kemudian
akan terjadi penurunan fungsi ginjal secara non oligurik dan asimtomatik,
umumnya terjadi dalam 24 jam pemberian kontras, memuncak pada hari
ketiga sampai kelima, dan kembali ke awal dalam 10-14 hari. Kerusakan
fungsi ginjal dapat dilihat dari peningkatan kreatinin absolut (0,5 mg / dL

12
atau lebih tinggi) atau relatif (dengan 25% atau lebih) dari baseline. Variasi
kadar kreatinin serum setelah media kontras telah ditafsirkan sebagai indikasi
nefrotoksisitas meskipun variasi tersebut dapat terjadi bahkan tanpa
pemberian media kontras. (Katzberg, 2010). Dengan demikian, kejadian ini
akan terlalu tinggi karena fluktuasi kadar kreatinin serum yang mungkin
terjadi secara alami atau sebagai respons terhadap ketidakstabilan medis akut.
Sehingga lebih mempertimbangkan terhadapa penurunan klirens kreatinin.
Tetapi pengukuran klirens kreatinin, yang berasal dari pengumpulan urin 24
jam, adalah tes yang rumit, tidak praktis, dan tidak akurat. Estimasi laju
filtrasi glomerulus (eGFR) lebih akurat dan lebih mudah didapat karena
dihitung dari kreatinin, usia, jenis kelamin, dan etnis dengan menggunakan
modifikasi diet dalam perhitungan penyakit ginjal (MDRD) atau Cockcroft
yang sangat sederhana (Andreucci, 2014).

13
DAFTAR PUSTAKA

Andreucci, Michelle., Salomon, Richard., and Adis, Tasanarong. 2014. "Side


Effects of Radiographic Contrast Media" iomed Research International.
Vol 2014:20.

Anonymous. 2006. “Radiology of the Breast: Introduction. In: Chen MYM, Pope
TL, Ott DJ, editors. Basic Radiology”. USA. Yhe McGraw-Hill
Companies.

Dreyer, Kim, Rijswijk, Joukje van, Mijatovic, Velja, Goddijn, et al. 2017. Oil-
Based or Water-Based Contrast for Hysterosalpingography in Infertile
Women. New England Journal of Medicine vol. 376 (21)

Katzberg, R. W. and J. H. Newhouse. 2010. “Intravenous contrastmedium-


induced nephrotoxicity: is the medical risk really as great as we have come
to believe?” Radiology. Vol. 256: 1: 21–28.

Leung, A. M., and L. E. Braverman. 2012. “Iodine-induced thyroid dysfunction,”


Current Opinion in Endocrinology, Diabetes, and Obesity. Vol. 19: 414–
419.

Lightfoot, C. B., R. J. Abraham, T. Mammen, M. Abdolell, S.Kapur, and R. J.


Abraham. 2009. “Survey of radiologists’ knowledge regarding the
management of severe contrast material-induced allergic reactions,”
Radiology. Vol. 251: 3: 691–696.

Loh, S., S. Bagheri, R. W., Katzberg, M. A., Fung, and C. Li. 2010. “Delayed
adverse reaction to contrast-enhanced CT: a prospective single-center
study comparison to control group withoutenhancement”. Radiology. Vol.
255: 3: 764–771.

Novellas, Sebastien, Madleen Chassang, Jerome Delotte and Oliver Toullalan.


2011. MRI Characteristics of the Uterine Junctional Zone: From Normal
to the Diagnosis of Adenomyosis. American Journal of Roentgenology
vol. 196.

Rasad Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik edisi ke Dua. Fakultas kedokteran


Universitas Indonesia. Jakarta.

Sendeski, M. M. 2011. “Pathophysiology of renal tissue damage by iodinated


contrast media,” Clinical and Experimental Pharmacology and
Physiology. Vol. 38: 5: 292–299.

Slawson,S. Horatio.,and Johnson, A. Bradley. 2010. “Ductography : How To and


What if?” . Peoria. RG journal. Vol 21:1.

14
The American College of Radiology (ACR). 2015. Practice Parametre for the
Perfomance of Computed Tomography (CT).

Thomson K. R. and D. K. Varma. 2010. “Safe use of radiographic contrast


media”. Australian Prescriber. Vol. 33: 1: 19–22.

Wildenberg, Joseph G., Yam, Benjamin L., Langer, Fill E., Fones, Lisa P. 2016.
Us of the Nongrovid Cervix with Multimodality Imaging Correlation:
Normal Appearance, Pathologic Conditions, and Diagnostics Pitfalls.
Pensylvania. Radiographics. Vol 36:596-617.

15

Anda mungkin juga menyukai