Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Populasi dan produk daging ayam ras pedaging (broiler), sebagai salah satu

unggas di Indonesia, mengalami peningkatan pada tahun 2012 (Anonim, 2013).

Pencapaian itu tidak lepas dari pengembangan usaha peternakan yang optimal dan

didukung oleh penggunaan obat hewan (Desiyana, 2005), sehingga usaha ini menjadi

pangsa yang besar bagi industri obat hewan (Palupi dkk., 2011).

Penggunaan antibiotik perlu mempertimbangkan efektifitas obat, ketepatan

diagnosa dan resistensi bakteri. Pemakaian pada ternak sangat dibatasi, namun ada

kemungkinan penyalahgunaan (dosis berlebih dan waktu henti obat yang tidak tepat),

menimbulkan residu dalam karkas maupun organ visera (Palupi dkk., 2011).

Fluoroquinolon merupakan salah satu golongan antimikroba dengan jumlah merek

dagang resmi terdaftar dan terbanyak di Kementerian Pertanian, diantaranya yaitu

siprofloksasin (20 merek) dan enrofloksasin (Anonim, 2012). Siprofloksasin memiliki

aktivitas antimikroba yang luas terhadap beberapa Gram positif dan negatif, beberapa

Chlamydia, dan Mycoplasma (Anonim, 2007a; Bashir dkk., 2007; Palupi dkk., 2011),

volume distribusi yang besar, dan efek samping yang minimal serta bermanfaat secara

terapetik (Atta dan Sharif, 1997). Siprofloksasin selain sebagai senyawa aktif, juga

menjadi metabolit enrofloksasin (Anadon dkk., 2001) dan masih mempunyai aktivitas

bakterisidal seperti senyawa induknya. Metabolit tersebut di dalam tubuh broiler lebih

sulit terurai daripada senyawa induknya, sehingga berada lebih lama dalam jaringan.
Pengobatan pada manusia juga memakai siprofloksasin, sehingga perlu diperhatikan

residu dalam jaringan produk peternakan (Widiastuti, 2008).

Profil farmakokinetik berguna untuk menggambarkan perjalanan kerja dan

perbaikan terapi obat dengan meningkatkan kemanjurannya serta meminimalkan reaksi

yang merugikan melalui aturan dosis yang lebih akurat (drug of choice, manajemen

terapi). Farmakokinetik berdasarkan fisiologis (physiologically based

pharmacokinetic/PBPK), dapat berfungsi sebagai mekanisme model farmakokinetik-

farmakodinami (pharmacokinetic-pharmacodinamic/PK-PD) kerja obat, karena setiap

organ dalam PBPK adalah ideal untuk pemodelan (biofase) dari tempat aksi obat

(Riviere, 2011). Farmakokinetik pada jaringan, berbeda dengan penelitian pada

penentuan residu dalam jaringan tubuh. Penentuan jumlah residu jaringan, umumnya

dilakukan setelah pemberian dosis obat selama beberapa waktu tertentu. Penentuan

kadar obat dalam jaringan pada farmakokinetik, dilakukan sejak setelah pemberian

obat dan diikuti dengan waktu pengambilan darah. Penelitian farmakokinetik antibiotik

pada ayam beserta residunya telah banyak dilakukan, seperti yang telah dilaporkan

oleh Anadon dkk. (2001) pada pemberian siprofloksasin. Widiastuti (2008) dan Intorre

(1997) juga telah melaporkan residu siprofloksasin dari pemberian enrofloksasin pada

ayam. Farmakokinetik pada jaringan ayam setelah pemberian oksitetrasiklin,

tetrasiklin, dan doksisiklin, telah diteliti oleh Wijayanti (2009). Perlakuan sejenis juga

dilaporkan oleh Fang dkk. (2007), yang menyebutkan farmakokinetik dan distribusi

jaringan dari enrofloksasin beserta metabolit siprofloksasin pada kepiting (Scylla

serrata) dan Wu dkk. (2006) pada kepiting/The Chinese mitten-handed (Eriocheir

sinensis). Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu
metode penetapan kadar senyawa obat dalam sampel sediaan atau hayati

(farmakokinetik dan residu) yang populer karena sensitifitas dan spesifisitasnya yang

tinggi, sehingga dapat memisahkan/membedakan jenis obat yang segolongan

(Rohman, 2007).

Rumusan masalah dari uraian di atas yaitu apakah terdapat perbedaan profil

atau pola farmakokinetik siprofloksasin dalam plasma, hati, ginjal, dan otot dada

broiler. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian untuk mengetahui profil

farmakokinetik siprofloksasin dalam plasma, hati, ginjal, dan otot dada broiler setelah

pemberian dosis tunggal 50 mg/kg berat badan (bb) intravena menggunakan KCKT

perlu dilakukan.

Keaslian Penelitian

Data analisis farmakokinetik siprofloksasin dalam jaringan masih terbatas.

Farmakokinetik siprofloksasin pada awalnya diteliti pada manusia dan juga telah

dilakukan pada anjing, tikus, kelinci, sapi, babi, dan kuda (Atta dan Sharif, 1997).

Atta dan Sharif (1997) melakukan penelitian pola farmakokinetik

siprofloksasin dalam plasma setelah pemberian dosis tunggal 5 mg/kg bb peroral dan

intravena pada broiler sehat strain Hubbard menggunakan analisis bioassay dengan

tehnik uji agar well diffusion dan E. coli (ATCC 25922). Garcia dkk. (1999)

membandingkan farmakokinetik enrofloksasin dengan siprofloksasin pada broiler.

Penelitian dilakukan dengan memberikan masing-masing obat dengan dosis tunggal 5

mg/kg bb intravena. Pengukuran kadar obat dalam plasma menggunakan KCKT dan
dianalisis terhadap waktu dengan model farmakokinetik kompartemen. Anadon dkk.

(2001) telah melakukan penelitian tentang farmakokinetik siprofloksasin dan

metabolitnya dalam plasma setelah pemberian sediaan oral dan intravena dosis tunggal

8 mg/kg bb pada broiler sehat strain Hubbard x Hubbard umur 40 hari, berikut residu

siprofloksasin dan metabolitnya dengan dosis 8 mg/kg bb peroral selama 3 hari pada

pukul 08.00-09.00. Pemeriksaan residu dilakukan terhadap plasma, ginjal, hati, otot,

kulit, dan lemak yang diambil pada 1, 5, dan 10 hari setelah perlakuan terakhir

menggunakan KCKT. Studi bioekuivalensi dalam plasma dilaporkan oleh Zeynep dan

Liman (2008), dengan pemberian siprofloksasin 5 mg/kg bb intravena dan 2 produk

siprofloksasin yang berbeda peroral. Penghitungan kadar obat dalam plasma

menggunakan agar gel diffusion dan E. coli ATCC 25922. Perbandingan disposisi

kinetik siprofloksasin dan danafloksasin pada broiler dilaporkan oleh El-Gendi dkk.

(2001), dengan pemberian dosis tunggal intravena, intramuskular, dan peroral sebesar

5 mg/kg bb dan 10 mg/kg bb. Kinetika dan pola residunya diamati dalam plasma dan

jaringan.

Wu dkk. (2006) telah melakukan penelitian farmakokinetik siprofloksasin

dalam hemolimfe, otot, hati, dan gill kepiting/Chinese mitten-handed crab (Eriocheir

sinensis) melalui pemberian enrofloksasin dosis 5 mg/kg bb intramuskuler serta diuji

menggunakan KCKT. Perlakuan yang sama juga dilaporkan oleh Fang dkk. (2007)

pada kepiting (Scylla serrata) dalam 2 salinitas yang berbeda dengan enrofloksasin

dosis 30 mg/kg bb peroral dan sampel yang diuji yaitu hemolimfe, otot, dan

hepatopankreas dengan KCKT. Farmakokinetik plasma dan jaringan broiler telah

diteliti oleh Wijayanti (2009) pada oksitetrasiklin, tetrasiklin, dan doksisiklin dosis
tunggal 50 mg/kg bb intravena pada sampel plasma, hati, ginjal, dan otot dada dan

dianalisis menggunakan KCKT. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui profil

farmakokinetik siprofloksasin dalam plasma, hati, ginjal, dan otot dada broiler sehat di

Indonesia, sejauh pengetahuan peneliti belum pernah dipublikasikan.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu menambah informasi

farmakokinetik siprofloksasin plasma dan jaringan. Analisis farmakokinetik ini

berguna untuk mengevaluasi tingkat ketersediaan obat dan penentuan dosis (hubungan

dosis dan efektifitasnya), pengembangan studi terapi dan klinis serta memprediksi

residu obat dalam jaringan (hewan produksi).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil farmakokinetik

siprofloksasin dalam plasma, hati, ginjal, dan otot dada broiler setelah pemberian dosis

tunggal 50 mg/kg bb intravena menggunakan KCKT.

Anda mungkin juga menyukai