S2 2014 338350 Chapter1 PDF
S2 2014 338350 Chapter1 PDF
Latar Belakang
Populasi dan produk daging ayam ras pedaging (broiler), sebagai salah satu
Pencapaian itu tidak lepas dari pengembangan usaha peternakan yang optimal dan
didukung oleh penggunaan obat hewan (Desiyana, 2005), sehingga usaha ini menjadi
pangsa yang besar bagi industri obat hewan (Palupi dkk., 2011).
diagnosa dan resistensi bakteri. Pemakaian pada ternak sangat dibatasi, namun ada
kemungkinan penyalahgunaan (dosis berlebih dan waktu henti obat yang tidak tepat),
menimbulkan residu dalam karkas maupun organ visera (Palupi dkk., 2011).
aktivitas antimikroba yang luas terhadap beberapa Gram positif dan negatif, beberapa
Chlamydia, dan Mycoplasma (Anonim, 2007a; Bashir dkk., 2007; Palupi dkk., 2011),
volume distribusi yang besar, dan efek samping yang minimal serta bermanfaat secara
terapetik (Atta dan Sharif, 1997). Siprofloksasin selain sebagai senyawa aktif, juga
menjadi metabolit enrofloksasin (Anadon dkk., 2001) dan masih mempunyai aktivitas
bakterisidal seperti senyawa induknya. Metabolit tersebut di dalam tubuh broiler lebih
sulit terurai daripada senyawa induknya, sehingga berada lebih lama dalam jaringan.
Pengobatan pada manusia juga memakai siprofloksasin, sehingga perlu diperhatikan
yang merugikan melalui aturan dosis yang lebih akurat (drug of choice, manajemen
organ dalam PBPK adalah ideal untuk pemodelan (biofase) dari tempat aksi obat
penentuan residu dalam jaringan tubuh. Penentuan jumlah residu jaringan, umumnya
dilakukan setelah pemberian dosis obat selama beberapa waktu tertentu. Penentuan
kadar obat dalam jaringan pada farmakokinetik, dilakukan sejak setelah pemberian
obat dan diikuti dengan waktu pengambilan darah. Penelitian farmakokinetik antibiotik
pada ayam beserta residunya telah banyak dilakukan, seperti yang telah dilaporkan
oleh Anadon dkk. (2001) pada pemberian siprofloksasin. Widiastuti (2008) dan Intorre
(1997) juga telah melaporkan residu siprofloksasin dari pemberian enrofloksasin pada
tetrasiklin, dan doksisiklin, telah diteliti oleh Wijayanti (2009). Perlakuan sejenis juga
dilaporkan oleh Fang dkk. (2007), yang menyebutkan farmakokinetik dan distribusi
sinensis). Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu
metode penetapan kadar senyawa obat dalam sampel sediaan atau hayati
(farmakokinetik dan residu) yang populer karena sensitifitas dan spesifisitasnya yang
(Rohman, 2007).
Rumusan masalah dari uraian di atas yaitu apakah terdapat perbedaan profil
atau pola farmakokinetik siprofloksasin dalam plasma, hati, ginjal, dan otot dada
farmakokinetik siprofloksasin dalam plasma, hati, ginjal, dan otot dada broiler setelah
pemberian dosis tunggal 50 mg/kg berat badan (bb) intravena menggunakan KCKT
perlu dilakukan.
Keaslian Penelitian
Farmakokinetik siprofloksasin pada awalnya diteliti pada manusia dan juga telah
dilakukan pada anjing, tikus, kelinci, sapi, babi, dan kuda (Atta dan Sharif, 1997).
siprofloksasin dalam plasma setelah pemberian dosis tunggal 5 mg/kg bb peroral dan
intravena pada broiler sehat strain Hubbard menggunakan analisis bioassay dengan
tehnik uji agar well diffusion dan E. coli (ATCC 25922). Garcia dkk. (1999)
mg/kg bb intravena. Pengukuran kadar obat dalam plasma menggunakan KCKT dan
dianalisis terhadap waktu dengan model farmakokinetik kompartemen. Anadon dkk.
metabolitnya dalam plasma setelah pemberian sediaan oral dan intravena dosis tunggal
8 mg/kg bb pada broiler sehat strain Hubbard x Hubbard umur 40 hari, berikut residu
siprofloksasin dan metabolitnya dengan dosis 8 mg/kg bb peroral selama 3 hari pada
pukul 08.00-09.00. Pemeriksaan residu dilakukan terhadap plasma, ginjal, hati, otot,
kulit, dan lemak yang diambil pada 1, 5, dan 10 hari setelah perlakuan terakhir
menggunakan KCKT. Studi bioekuivalensi dalam plasma dilaporkan oleh Zeynep dan
menggunakan agar gel diffusion dan E. coli ATCC 25922. Perbandingan disposisi
kinetik siprofloksasin dan danafloksasin pada broiler dilaporkan oleh El-Gendi dkk.
(2001), dengan pemberian dosis tunggal intravena, intramuskular, dan peroral sebesar
5 mg/kg bb dan 10 mg/kg bb. Kinetika dan pola residunya diamati dalam plasma dan
jaringan.
dalam hemolimfe, otot, hati, dan gill kepiting/Chinese mitten-handed crab (Eriocheir
menggunakan KCKT. Perlakuan yang sama juga dilaporkan oleh Fang dkk. (2007)
pada kepiting (Scylla serrata) dalam 2 salinitas yang berbeda dengan enrofloksasin
dosis 30 mg/kg bb peroral dan sampel yang diuji yaitu hemolimfe, otot, dan
diteliti oleh Wijayanti (2009) pada oksitetrasiklin, tetrasiklin, dan doksisiklin dosis
tunggal 50 mg/kg bb intravena pada sampel plasma, hati, ginjal, dan otot dada dan
farmakokinetik siprofloksasin dalam plasma, hati, ginjal, dan otot dada broiler sehat di
Manfaat Penelitian
berguna untuk mengevaluasi tingkat ketersediaan obat dan penentuan dosis (hubungan
dosis dan efektifitasnya), pengembangan studi terapi dan klinis serta memprediksi
Tujuan Penelitian
siprofloksasin dalam plasma, hati, ginjal, dan otot dada broiler setelah pemberian dosis