Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP

“GASTROENTERITIS AKUT & DM TIPE II”

Oleh:

dr. Ramadani Kurniawan

Pembimbing :

dr. Ria Jauwerissa, SpPD, M. Biomed

ILMU PENYAKIT DALAM

RS. SUMBER HIDUP – GPM AMBON


2017

BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS

Nama Presentan : dr. Gerson Mangi

Tanggal presentasi : 4 Agustus 2017

Judul presentasi : Trauma Tumpul Thorax

Peserta presentasi :

1. Dr. Hasmia muslimi


2. Dr. Gerson mangi

Mengetahui,

Presentan

Dr. Ramadani Kurniawan

Dokter pembimbing Dokter Pendamping I Dokter pendamping II

dr. Ria. J, Sp.PD, M.Biomed dr. Ania E Soplanit dr. Elma Wattimena
BAB I
IDENTITAS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Wasartu
Agama : protestan
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Tgl masuk RS : 01 agustus 2017

ANAMNESA
Keluhan Utama : BAB mencret >3x

Keluhan tambahan :

nyeri uluhati, mual, muntah 6x, pusing, tangan terasa kesemutan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS. GPM mengeluh BAB cair 8x sehari ampas, tanpa darah dan lendir
sejak 2 hari SMRS. Lemas, Nyeri uluhati disertai dengan muntah tidak menyemprot 6x sejak
3 hari SMRS. Nyeri uluhati bertambah bila pasien makan kasbi, sambal, dan makanan pedas
lainnya. Kepala terasa pusing berputar sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Pengobatan
Mengkonsumsi metformin dan glibenklamid
Riwayat Penyakit Dahulu
DM sejak 1 tahun yang lalu, mengkonsumsi metformin 3 kali sehari & glibenklamid 2 kali
sehari rutin dan terkontrol.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita DM tipe II.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Pasien tampak lemah
KU : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Tinggi badan 163 cm, Berat badan 45 Kg. IMT = 16,9 ( status gizi kurang)
Vital sign
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 102x/menit, teratur, kuat
Suhu : 36,3oC
Respiratory rate : 22x/menit
SpO2 : 98%
VAS :4

Pemeriksaan generalis
Kepala
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung : tidak tampak deviasi
Bibir : tidak tampak sioanosis, mukosa kering.
Leher : JVP : 5 ± 2 mmHg, pembesaran KGB (-)
Thorax & Abdomen
Pulmo : Inspeksi : normochest, simetris kiri=kanan
Palpasi : taktil fremitus kiri=kanan
perkusi : sonor, batas paru hepar ICS V kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Cor : Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar, warna=sekitar
Auskultasi : BU ↑ 18-20x/mnt
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, umbilikus, dan iliaca
sinistra.turgor kembali cepat
Perkusi : timpani

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSA
1. GASTROENTERISITS AKUT
2. DIABETES MELLITUS TIPE II
3. DISLIPIDEMIA

TERAPI

 Diet lunak lambung I


 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi Ranitidin 2x1
 Injeksi ondansentron 2x1
 Injeksi ketorolac 1x1 kp
 Injeksi Cefotaxime 3x1gram
 Cotrimoksazole 3x1 tablet
 Metformin 3x500mg tablet
 Injeksi Levemir 1x10unit
 Zinc 1x1tablet
 Simvastatin 20mg 1x1
PROGNOSIS
Dubia at bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

GASTROENTERITIS
1. Pengertian
Gastroenteritis Akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai
bakteri, virus, dan pathogen parasitic. Gastroenteritis Akut (GEA) diartikan sebagai buang
air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan / setengah cair (setengah padat) dengan
demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya berlangsung kurang dari 7
hari, terjadi secara mendadak. (Soebagyo, 2008). Dengan kata lain Gastroenteritis adalah

peradangan yang terjadi pada daerah usus yang menyebabkan bertambahnya keenceran dan
frekuensi buang air besar ( BAB ) lebih dari 3 kali perhari yang dapat menyebabkan
dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu keadaan kekurangan atau kehilangan cairan tubuh yang

berlebihan.
Secara klinis Gastro Enteritis dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:

a. Gastro Enteritis Desentriform.


Disebabkan oleh antara lain: Shigella , Entamoeba Hystolitica.

b. Gastro Enteritis Koleriform.


Disebabkan oleh antara lain: Vibrio, Klastrida, atau Intoksikasi makanan.
2. Etiologi
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebab-
sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.
a. Faktor Infeksi
- Infeksi Virus :
- Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis)

- Adenovirus
- Rotavirus
- Norwalk virus
- Astrovirus, dan lain-lain.

3. Patofisiologis
Sebanyak sekitar 9 - 10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal dari luar
(diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya).
Sebagian besar (75 - 85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di usus halus dan
sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90 % dari cairan tersebut
di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa jumlah 150 - 250 ml cairan yang akan ikut
membentuk tinja. Faktor-faktor faali yang menyebabkan Gastro Enteritis sangat erat
hubungannya satu sama lain, misalnya saja, cairan intra luminal yang meningkat
menyebabkan terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume, sehingga
motilitas usus meningkat.
Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan
waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit,
air dan zat-zat lain terganggu.
Mekanisme dasar yang menimbulkan Gastro Enteritis :
a. Gangguan Osmotik
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula (Latief dkk, 2005 ). Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada
intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit
yang berlebihan. (Suriadi, 2006)
Gastro Enteritis juga dapat terjadi karena Kuman Patogen masuk ke dalam traktus gastro
intestinal melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi kuman tersebut,
kemudian merusak sel-sel mukosa usus, khususnya melibatkan ileum dan kolon, sehingga
akan terjadi peradangan.
4. Manifestasi klinis
Secara umum, tanda dan gejala Gastroenteritis adalah :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi : Turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.
c. Demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Mual dan muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Nyeri abdomen
j. Perih di ulu hati
k. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat
l. Menurun atau tidak adanya pengeluaran urine.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
a. Pemeriksaan Feses
- Makroskopis dan mikroskopis.
- pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
- Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
b. Pemeriksaan Darah
o pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor)
dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
o Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
c. Doudenal Intubation
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.
6. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan penderita Gastroenteritis adalah pemberian cairan, 4 hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian :
a) Jenis cairan.
Cairan rehidrasi oral dan cairan rehidrasi parenteral.
b) Jalan pemberian.
Cairan rehidrasi oral diberikan untuk penderita dehidrasi atau belum, tetapi
kesadarannya menurun, tidak terdapat muntah-muntah hebat.
c) Jumlah cairan.
Jumlah cairan yang harus diberikan adalah:
- Dehidrasi ringan, penggantinya 50 cc/kg berat badan perhari.
- Dehidrasi sedang, penggantinya 60 – 90 cc/kg berat badan perhari.
- Dehidrasi berat, penggantinya 100 cc/hari berat badan perhari.
d) Jadwal pemberian.
Jadwal pemberian cairan tergantung pada derajat dehidrasi.
- Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
- Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
- Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 – 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-
tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma,
otot-otot kaku sampai sianosis.
a) Pemberian Terapi Simptomik
Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan
keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare
yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu
kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.
1. Obat-obat antidiare:
Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat.
Antispasmodik/spasmolitik atau opium (papaverin, loperamid dan
sebagainya) yang menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus dan
terjadi peningkatan (overgrowth) bakteri, gangguan digesti dan absorbsi.
Obat-obat ini perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat
(Noerasid dkk., 1988).

2. Adsorbens:
Obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, charcoal (norit, Tabonal®) dan
sebagainya, telah dibuktikan tidak ada manfaatnya.
3. Stimulans:
Obat-obat stimulan seperti adrenalin, nikotinamide dan sebagainya tidak
akan memperbaiki dehidrasi (hipovolemic shock) sehingga pengobatan
yang paling tepat pemberian cairan secepatnya (Noerasid dkk., 1988).
4. Antiemetic:
Obat antiemetik seperti chlorpromazine dan prochlorperazine mempunyai
efek sedative. Obat antiemetik seperti klorpromazin (largaktil) terbukti
selain mencegah muntah juga mengurangi sekresi dan kehilangan cairan
bersama tinja. Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan
1mg/kgBB/hari) kiranya cukup bermanfaat, tetapi juga perlu diingat efek
samping dari obat ini. Penderita menjadi ngantuk sehingga intake cairan
kurang.
5. Antipiretika :
Obat antipiretika seperti preparat silisilat (asetosal,aspirin) dalam dosis
rendah (25mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas
sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi, juga mengurangi sekresi
cairan yang keluar bersama tinja.

DIABETES MELLITUS

DEFINISI

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik
pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health
Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor
di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. (Sudoyo
et.al 2006)

KLASIFIKASI
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 2.

PATOFISIOLOGI

1. Diabetes melitus tipe 1

Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes


juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai
insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme
autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih
sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat
disposisi genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-
onsetdiabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah
diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek
sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhan spankreas. IDDM dapat diderita
oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat pada anak – anak.

2. Diabetes Melitus tipe 2


Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut
dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi.
Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin
relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin
dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang
berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan
berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak,
dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran
energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan
menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi
insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun
pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang
penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih
penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan sensitifitas insulin. Sering kali,
pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah diidentifikasi sebagai gen
yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe II. Diantara beberapa factor, kelaian
genetik pada protein yang memisahkan rangkaian dimitokondria membatasi penggunaan
substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia
muda. Penurunan sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin pada
metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan protein dapat
dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II cenderung menyebabkan hiperglikemia
berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak.

3. Diabetes tipe lain

Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang
pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi
genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis dengan
kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus ditingkatkan
oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin (pada
akromegali), glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada stress),
progestogen dan kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan
glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah
disebutkan di atas sehingga meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah
disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes mellitus. Somatostatinoma
dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yang diekskresikan akan menghambat
pelepasan insulin. (Silabernagi,2002)

Gejala klinis

DIAGNOSIS

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap
dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO.Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukandengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
PENATALAKSANAAN

Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5golongan:


A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformindan tiazolidindion

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambatglukosidase alfa.

E. DPP-IV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel beta pankreas,
dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal
dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan di ekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada PeroxisomeProliferator Activated Receptor


Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa diperifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan
juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat
atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi
pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L
di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke
dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat
kinerja enzim DPP-4(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,mampu
menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk
aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.

2. Suntikan
A. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

 Penurunan berat badan yang cepat


 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

• Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

• Insulin kerja pendek (short acting insulin)

• Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

• Insulin kerja panjang (long acting insulin)

KOMPLIKASI

Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes adalah:

A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).


Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM . Hal ini terjadi karena kadar
insulin sangat menurun,dan pasien akan mengalami hal berikut: (Boon et.al 2006)

· Hiperglikemia

· Hiperketonemia

· Asidosis metabolik

Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatanlipolisis dan


peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton(asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapatmenjadi hipotensi dan mengalami syok.
(Price et.al 2005)

Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalamikoma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun
tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat
dilakukan sedini mungkin.

Tabel : Penatalaksanaan Ketoasidosis Metabolik


B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)

Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2
yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul
tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut: (Price et.al 2005)

· Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.

· Dehidrasi berat

· Uremia

Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka
mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada
HHNK tidak terdapat ketosis.

Penatalaksanaan HHNK

Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting adalah: Pasien
biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang
diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3unit/jam. (Boon et.al 2006).

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa
darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang.
Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea,
khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk,
memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan
wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun
hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan.
Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui
pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya. (Soegondo,2005)

Komplikasi Kronik Jangka Panjang

A. Mikrovaskular / Neuropati

1. Retinopati, katarak : penurunan penglihatan


2. Nefropati :gagal ginjal
3. Neuropati perifer :hilang rasa, malas bergerak
4. Neuropati autonomik :hipertensi, gastroparesis
5. Kelainan pada kaki :ulserasi, atropati

B. Makrovaskular

1. Sirkulasi koroner :iskemi miokardial/infark miokard


2. Sirkulasi serebral :transient ischaemic attack, strok
3. Sirkulasi :claudication, iskemik
DAFTAR PUSTAKA

1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
2. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
JilidIII, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen
L.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-
HillCompanies. 2008.
4. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.
5. Silabernagi, Stefan. Florian Lang. Penyebab Diabetes Melitus. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. 2002. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Hiswani. Peranan Gizi Dalam Diabetes Mellitus.2009
7. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 : PERKENI 2011
8. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of
Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.
9. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005
10. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006
11. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan
Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu
Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
12. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873
13. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty
Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005;
hal.1259

Anda mungkin juga menyukai