Oleh:
Pembimbing :
Peserta presentasi :
Mengetahui,
Presentan
dr. Ria. J, Sp.PD, M.Biomed dr. Ania E Soplanit dr. Elma Wattimena
BAB I
IDENTITAS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Wasartu
Agama : protestan
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Tgl masuk RS : 01 agustus 2017
ANAMNESA
Keluhan Utama : BAB mencret >3x
Keluhan tambahan :
Riwayat Pengobatan
Mengkonsumsi metformin dan glibenklamid
Riwayat Penyakit Dahulu
DM sejak 1 tahun yang lalu, mengkonsumsi metformin 3 kali sehari & glibenklamid 2 kali
sehari rutin dan terkontrol.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita DM tipe II.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Pasien tampak lemah
KU : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Tinggi badan 163 cm, Berat badan 45 Kg. IMT = 16,9 ( status gizi kurang)
Vital sign
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 102x/menit, teratur, kuat
Suhu : 36,3oC
Respiratory rate : 22x/menit
SpO2 : 98%
VAS :4
Pemeriksaan generalis
Kepala
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung : tidak tampak deviasi
Bibir : tidak tampak sioanosis, mukosa kering.
Leher : JVP : 5 ± 2 mmHg, pembesaran KGB (-)
Thorax & Abdomen
Pulmo : Inspeksi : normochest, simetris kiri=kanan
Palpasi : taktil fremitus kiri=kanan
perkusi : sonor, batas paru hepar ICS V kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Cor : Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar, warna=sekitar
Auskultasi : BU ↑ 18-20x/mnt
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, umbilikus, dan iliaca
sinistra.turgor kembali cepat
Perkusi : timpani
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSA
1. GASTROENTERISITS AKUT
2. DIABETES MELLITUS TIPE II
3. DISLIPIDEMIA
TERAPI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GASTROENTERITIS
1. Pengertian
Gastroenteritis Akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai
bakteri, virus, dan pathogen parasitic. Gastroenteritis Akut (GEA) diartikan sebagai buang
air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan / setengah cair (setengah padat) dengan
demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya berlangsung kurang dari 7
hari, terjadi secara mendadak. (Soebagyo, 2008). Dengan kata lain Gastroenteritis adalah
peradangan yang terjadi pada daerah usus yang menyebabkan bertambahnya keenceran dan
frekuensi buang air besar ( BAB ) lebih dari 3 kali perhari yang dapat menyebabkan
dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu keadaan kekurangan atau kehilangan cairan tubuh yang
berlebihan.
Secara klinis Gastro Enteritis dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
- Adenovirus
- Rotavirus
- Norwalk virus
- Astrovirus, dan lain-lain.
3. Patofisiologis
Sebanyak sekitar 9 - 10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal dari luar
(diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya).
Sebagian besar (75 - 85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di usus halus dan
sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90 % dari cairan tersebut
di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa jumlah 150 - 250 ml cairan yang akan ikut
membentuk tinja. Faktor-faktor faali yang menyebabkan Gastro Enteritis sangat erat
hubungannya satu sama lain, misalnya saja, cairan intra luminal yang meningkat
menyebabkan terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume, sehingga
motilitas usus meningkat.
Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan
waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit,
air dan zat-zat lain terganggu.
Mekanisme dasar yang menimbulkan Gastro Enteritis :
a. Gangguan Osmotik
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula (Latief dkk, 2005 ). Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada
intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit
yang berlebihan. (Suriadi, 2006)
Gastro Enteritis juga dapat terjadi karena Kuman Patogen masuk ke dalam traktus gastro
intestinal melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi kuman tersebut,
kemudian merusak sel-sel mukosa usus, khususnya melibatkan ileum dan kolon, sehingga
akan terjadi peradangan.
4. Manifestasi klinis
Secara umum, tanda dan gejala Gastroenteritis adalah :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi : Turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.
c. Demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Mual dan muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Nyeri abdomen
j. Perih di ulu hati
k. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat
l. Menurun atau tidak adanya pengeluaran urine.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
a. Pemeriksaan Feses
- Makroskopis dan mikroskopis.
- pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
- Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
b. Pemeriksaan Darah
o pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor)
dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
o Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
c. Doudenal Intubation
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.
6. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan penderita Gastroenteritis adalah pemberian cairan, 4 hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian :
a) Jenis cairan.
Cairan rehidrasi oral dan cairan rehidrasi parenteral.
b) Jalan pemberian.
Cairan rehidrasi oral diberikan untuk penderita dehidrasi atau belum, tetapi
kesadarannya menurun, tidak terdapat muntah-muntah hebat.
c) Jumlah cairan.
Jumlah cairan yang harus diberikan adalah:
- Dehidrasi ringan, penggantinya 50 cc/kg berat badan perhari.
- Dehidrasi sedang, penggantinya 60 – 90 cc/kg berat badan perhari.
- Dehidrasi berat, penggantinya 100 cc/hari berat badan perhari.
d) Jadwal pemberian.
Jadwal pemberian cairan tergantung pada derajat dehidrasi.
- Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
- Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
- Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 – 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-
tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma,
otot-otot kaku sampai sianosis.
a) Pemberian Terapi Simptomik
Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan
keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare
yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu
kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.
1. Obat-obat antidiare:
Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat.
Antispasmodik/spasmolitik atau opium (papaverin, loperamid dan
sebagainya) yang menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus dan
terjadi peningkatan (overgrowth) bakteri, gangguan digesti dan absorbsi.
Obat-obat ini perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat
(Noerasid dkk., 1988).
2. Adsorbens:
Obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, charcoal (norit, Tabonal®) dan
sebagainya, telah dibuktikan tidak ada manfaatnya.
3. Stimulans:
Obat-obat stimulan seperti adrenalin, nikotinamide dan sebagainya tidak
akan memperbaiki dehidrasi (hipovolemic shock) sehingga pengobatan
yang paling tepat pemberian cairan secepatnya (Noerasid dkk., 1988).
4. Antiemetic:
Obat antiemetik seperti chlorpromazine dan prochlorperazine mempunyai
efek sedative. Obat antiemetik seperti klorpromazin (largaktil) terbukti
selain mencegah muntah juga mengurangi sekresi dan kehilangan cairan
bersama tinja. Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan
1mg/kgBB/hari) kiranya cukup bermanfaat, tetapi juga perlu diingat efek
samping dari obat ini. Penderita menjadi ngantuk sehingga intake cairan
kurang.
5. Antipiretika :
Obat antipiretika seperti preparat silisilat (asetosal,aspirin) dalam dosis
rendah (25mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas
sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi, juga mengurangi sekresi
cairan yang keluar bersama tinja.
DIABETES MELLITUS
DEFINISI
KLASIFIKASI
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 2.
PATOFISIOLOGI
Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang
pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi
genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis dengan
kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus ditingkatkan
oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin (pada
akromegali), glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada stress),
progestogen dan kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan
glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah
disebutkan di atas sehingga meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah
disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes mellitus. Somatostatinoma
dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yang diekskresikan akan menghambat
pelepasan insulin. (Silabernagi,2002)
Gejala klinis
DIAGNOSIS
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap
dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO.Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukandengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
PENATALAKSANAAN
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
E. DPP-IV inhibitor
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel beta pankreas,
dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal
dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan di ekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
Tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat
atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi
pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L
di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke
dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat
kinerja enzim DPP-4(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,mampu
menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk
aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.
2. Suntikan
A. Insulin
KOMPLIKASI
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes adalah:
· Hiperglikemia
· Hiperketonemia
· Asidosis metabolik
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalamikoma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun
tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat
dilakukan sedini mungkin.
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2
yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul
tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut: (Price et.al 2005)
· Dehidrasi berat
· Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka
mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada
HHNK tidak terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting adalah: Pasien
biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang
diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3unit/jam. (Boon et.al 2006).
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa
darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang.
Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea,
khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk,
memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan
wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun
hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan.
Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui
pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya. (Soegondo,2005)
A. Mikrovaskular / Neuropati
B. Makrovaskular