Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Stratigrafidalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan

kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu

sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan (sandi

stratigrafi Indonesia).

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta

distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk

menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan

yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi

(litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun

absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas

penyebaran lapisan batuan.

Ilmu stratigrafi muncul untuk pertama kalinya di Britania Raya pada abad

ke-19. Perintisnya adalah William Smith. Ketika itu dia mengamati beberapa

perlapisan batuan yang tersingkap yang memiliki urutan perlapisan yang sama

(superposisi). Dari hasil pengamatannya, kemudian ditarik kesimpulan bahwa

lapisan batuan yang terbawah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa

pengecualian. Karena banyak lapisan batuan merupakan kesinambungan yang

utuh ke tempat yang berbeda-beda maka dapat dibuat perbandingan antara satu

tempat ke tempat lainnya pada suatu wilayah yang sangat luas. Berdasarkan hasil

pengamatan ini maka kemudian Willian Smith membuat suatu sistem yang

1
2

berlaku umum untuk periode-periode geologi tertentu walaupun pada waktu itu

belum ada penamaan waktunya. Berawal dari hasil pengamatan William Smith

dan kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang susunan, hubungan dan

genesa batuan yang kemudian dikenal dengan stratigrafi.

I.2 Maksud Dan Tujuan Praktikum

Maksud dan tujuan dari praktikum stratigrafi antara lain:

o Mampu memahami 4 prinsip yang amat sangat penting dalam stratigrafi dan

masih valid sampai sekarang antar lain:hukum superposisi, hukumcross-

cutting, hukumcontinuitas lateral, dan hukum horizontalitas.

o Mampu memahami serta mengaplikasikan hukum-hukum stratigrafi.

o Mampu memahami kondisi startigrafi regional.

o Mampu menyajikan kolom stratigarfi daerah penelitian

o Rekonstruksi lingkungan pengendapan purba yang didapatkan dengan harapan

lebih teliti.

o Rekonstruksi paleogeografi yang lebih teliti.

o Rekonstruksi sejarah geologinya lebih teliti.

o Rekonstruksi pengendapan yang lebih teliti.

o Penafsiran dari bagian-bagian sedimen yang prospektif mengandung mineral

dan arah penyebarannya.

Misalkan: dijumpai bijih timah, maka bijih ini ditafsirkan terjadi pada tanggal

yang braded (teranyam), dari pengertian tentang braded ini maka akan

diketahui arah penyebarannya, yaitu mengikuti alur sungai purba.


3

I.3 Waktu Dan Tempat Praktikum

Praktikum stratigrafi kelompok D dimulai setiap hari kamis pukul 17.15

wib-selesai, yang berlangsung dilaboratorium geologi dinamik Institut Sains &

Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Tepatnya di jalan I Dewa Nyoman Oka no.32

kotabaru Yogyakarta.
BAB II
DASAR TEORI
II.1 Pengertian Dan Klasifikasi Stratigrafi
I.1.1 Pengertian Stratigarfi

Stratigrafidalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan

kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu

sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan (sandi

stratigrafi Indonesia).

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta

distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk

menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan

yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi

(litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun

absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas

penyebaran lapisan batuan.

I.1.2 Sejarah stratigrafi

Ilmu stratigrafi muncul untuk pertama kalinya di Britania Raya pada abad

ke-19. Perintisnya adalah William Smith. Ketika itu dia mengamati beberapa

perlapisan batuan yang tersingkap yang memiliki urutan perlapisan yang sama

(superposisi). Dari hasil pengamatannya, kemudian ditarik kesimpulan bahwa

lapisan batuan yang terbawah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa

pengecualian. Karena banyak lapisan batuan merupakan kesinambungan yang

utuh ke tempat yang berbeda-beda maka dapat dibuat perbandingan antara satu

4
5

tempat ke tempat lainnya pada suatu wilayah yang sangat luas. Berdasarkan hasil

pengamatan ini maka kemudian Willian Smith membuat suatu sistem yang

berlaku umum untuk periode-periode geologi tertentu walaupun pada waktu itu

belum ada penamaan waktunya. Berawal dari hasil pengamatan William Smith

dan kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang susunan, hubungan dan

genesa batuan yang kemudian dikenal dengan stratigrafi.

II.1.3 Klasifikasi stratigrafi

A. Sandi Stratigrafi

Pada hakekatnya ada hubungan tertentu antara kejadian dan aturan batuan di

alam, dalam kedudukan ruang dan waktu geologi. Stratigrafi membahas aturan,

hubungan, kejadian lapisan serta tubuh batuan di alam. Sandi stratigrafi

dimaksudkan untuk memberikan pengarahan kepada para ahli geologi yang

bekerja mempunyai persepsi yang sama dalam cara penggolongan stratigrafi.

Sandi stratigrafi memberikan kemungkinan untuk tercapainya keseragaman dalam

tatanama satuan-satuan stratigrafi. Pada dasarnya, Sandi Stratigrafi mengakui

adanya satuan lithostratigrafi, satuan litodemik, satuan biostratigrafi, satuan

sekuen stratigrafi, satuan kronostratigrafi dan satuan geokronologi.Sandi ini dapat

dipakai untuk semua macam batuan. Berikut ini pengertian pengertian mengenai

Sandi Stratigrafi sebagai berikut:

1) Penggolongan Stratigrafi

Penggolongan Stratigrafiialah pengelompokan bersistem batuan menurut

berbagai cara, untuk mempermudah pemerian, aturan dan hubungan batuan


6

yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut diatas dikenal

sebagai satuan stratigrafi.

2) Batas Satuan Stratigrafi

Batas Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan

tersebut sebagaimana didefinisikan. Batas satuan Stratigrafi jenis tertentu

tidak harus berimpit dengan batas Satuan Stratigrafi jenis lain, bahkan dapat

memotong satu sama lain.

3) Tatanama Stratigrafi

Tatanama Stratigrafi ialah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik

resmi maupun tak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun

pengertian nama nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi, Zona/zona,

Sistem dan sebagainya.

4) Tatanama Satuan Stratigrafi Resmi dan Tak Resmi.

Dalam Sandi Stratigrafi diakui nama resmi dan tak resmi. Aturan pemakaian

satuan resmi dan tak resmi masing-masing satuan stratigrafi, menganut

batasan satuan yang bersangkutan. Penamaan satuan tak resmi hendaknya

jangan mengacaukan yang resmi.

5) Stratotipe atau Pelapisan Jenis

Stratotipe atau Pelapisan Jenis adalah tipe perwujudan alamiah satuan

stratigrafi yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan


7

stratigrafi. Tipe ini merupakan sayatan pangkal suatu satuan stratigrafi.

Stratotipe hendaknya memberikan kemungkinanpenyelidikan lebih lanjut.

o Stratotipe Gabungan ialah satuan stratotipe yang dibentuk oleh kombinasi

beberapa sayatan komponen

o Hipostratotipe ialah sayatan tambahan (stratotipe sekunder) untuk

memperluas keterangan pada stratotipe;

o Lokasitipe ialah letak geografi suatu stratotipe atau tempat mula-mula

ditentukannya satuan stratigrafi

6) Korelasi

Korelasi adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan

satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu.

7) Horison

Horison ialah suatu bidang (dalam praktek, lapisan tipis di muka bumi atau

dibawah permukaan) yang menghubungkan titik-titik kesamaan waktu.

Horison dapat berupa: horison listrik, horison seismik, horisondatum, marker,

lapisan pandu sebagai padanannya dan sering dipakai dalam keperluan

korelasi.

8) Facies

Facies adalah aspek fisika, kimia, atau biologi suatu endapan dalam kesamaan

waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan
8

berbeda facies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia atau

biologinya.

B. Satuan Lithostratigrafi

Azas Tujuan: Pembagian lithostratigrafi dimaksudkan untuk

menggolongkan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama

yang bersendi pada ciri-ciri litologi. Pada satuan lithostratigrafi penentuan satuan

didasarkan pada ciri-ciri batuan yang dapat diamati di lapangan, sedangkan batas

penyebarannya tidak tergantung kepada batas waktu.

Satuan Resmi dan Tak Resmi: Satuan lithostratigrafi resmi ialah satuan

yang memenuhi persyaratan Sandi, sedangkan satuan lithostratigrafi tak resmi

ialah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi persyaratan Sandi.

Batas dan Penyebaran Satuan Satuan Lithostratigrafi:

1) Batas satuan litostratigrafi ialah sentuhan antara dua satuan yang

berlainan ciri litologi, yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan

tersebut.

2) Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya

atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan

bidang yang diperkirakan kedudukannya (batas arbiter).

3) Satuan satuan yang berangsur berubah atau menjemari, peralihannya

dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi

persyaratan Sandi.
9

4) Penyebaran satuan satuan litostratigrafi semata mata ditentukan oleh

kelanjutan ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.

5) Dari segi praktis, penyebarasan suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh

batas cekunganpengendapan atau aspek geologi lain.

6) Batas batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai

alasan berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu satuan.

Tingkat-tingkat Satuan Litostratigrafi:

1) Urutan tingkat satuan litostratigrafi resmi dari besar sampai kecil adalah:

Kelompok, Formasi dan Anggota.

2) Formasi adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi.

Stratotipe atau Pelapisan Jenis:

1) Suatu stratotipe merupakan perwujudan alamiah satuan litostratigrafi

resmi di lokasi tipe yang dapat dijadikan pedoman umum.

2) Letak suatu stratotipe dinyatakan dengan kedudukan koordinat geografi.

3) Apabila pemerian stratotipe suatu satuan litostratigrafi di lokasi tipenya

tidak memungkinkan, maka sebagai gantinya cukup dinyatakan lokasi

tipenya.
10

Tatanama Satuan Litostratigrafi: Tatanama satuan litostratigrafi resmi ialah

dwinama (binomial). Untuk tingkat Kelompok, Formasi dan Anggota dipakai

istilah tingkatnya dan diikuti nama geografinya.

C. Satuan Litodemik

Azas Tujuan: Pembagian satuan litodemik dimaksudkan untuk

menggolongkan batuan beku, metamorf dan batuan lain yang terubah kuat

menjadi satuan-satuan bernama yang bersendi kepada ciri-ciri litologi. Batuan

penyusun satuan litodemik tidak mengikuti kaidah Hukum Superposisi dan

kontaknya dengan satuan litostratigrafi dapat bersifat extrusif, intrusif,

metamorfosa atau tektonik.

Batas dan Penyebaran Satuan Litodemik: Batas antar Satuan Litodemik

berupa sentuhan antara dua satuan yang berbeda ciri litologinya, dimana kontak

tersebut dapat bersifat ekstrusif, intrusif, metamorfosa, tektonik atau kontak

berangsur.

Tingkat Tingkat Satuan Litodemik:

1) Urutan tingkat Satuan Litodemik resmi, masing-masing dari besar ke

kecil adalah Supersuite, Suite, dan Litodem.

2) Litodem adalah satuan dasar dalam pembagian Satuan Litodemik, satuan

dibawahlitodem merupakan satuan tidak resmi.


11

Tata Nama Satuan Litodemik: Tatanama Satuan dasar Litodemik yang

terdiri dari nama geografi dan ciri utama komposisi litologinya, misalnya Diorit

Cihara.

D. Satuan Biostratigrafi

Azas Tujuan: Pembagian biostratigrafi dimaksud untuk menggolongkan

lapisan-lapisan batuan di bumisecara bersistem menjadi satuan satuan bernama

berdasar kandungan dan penyebaran fosil.Satuan biostratigrafi ialah tubuh lapisan

batuan yang dipersatukan berdasar kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi

sebagai sendi pembeda terhadap tubuh batuan sekitarnya.

Satuan Resmi dan Tak Resmi: Satuan biostratigrafi resmi ialah satuan yang

memenuhi persyaratan Sandi sedangkan satuan biostratigrafi tak resmi adalah

satuan yang tidak seluruhnya memenuhi persyaratan Sandi.

Kelanjutan Satuan: Kelanjutan satuan biostratigrafi ditentukan oleh

penyebaran kandungan fosil yang mencirikannnya.

Tingkat dan Jenis Satuan Biostratigrafi:

1) Zona ialah satuan dasar biostratigrafi.

2) Zona adalah suatu lapisan atau tubuh batuan yang dicirikan oleh satu

takson fosil atau lebih.

3) Urutan tingkat satuan biostratigrafi resmi, masing-masing dari besar

sampai kecil ialah: Super-Zona, Zona, Sub-Zona, dan Zenula.


12

4) Berdasarkan ciri paleontologi yang dijadikan sendi satuan biostratigrafi,

dibedakan: ZonaKumpulan, Zona Kisaran, Zona Puncak, dan Zona

Selang.

Zona Kumpulan: Zona Kumpulan ialah kesatuan sejumpah lapisan yang

terdiri oleh kumpulan alamiah fosilyang hkas atau kumpulan sesuatu jenis

fosil.Kegunaan Zona Kumpulan, selain sebagai penunjuk lingkungan kehidupan

purba dapatjuga dipakai sebagai penciri waktu.Batas dan kelanjutan zona

Kumpulan ditentukan oleh batas terdapat bersamaannya (kemasyarakatan) unsur-

unsur utama dalam kesinambungan yang wajar.Nama Zona Kisaran harus

diambil.

Zona Kisaran: Zona Kisaran ialah tubuh lapisan batuan yang mencakup

kisaran stratigrafi untur terpilihdari kumpulan seluruh fosil yang ada.Kegunaan

Zona Kisaran terutama ialah untuk korelasi tubuh-tubuh lapisan batuan dan

sebagai dasar untuk penempatan batuan batuan dalam skala waktu geologi.Batas

dan Kelanjutan Zona Kisaran ditentukan oleh penyebaran tegak dan mendatar

takson (takson-takson) yang mencirikannya.Nama Zona Kisaran diambil dari satu

jenis atau lebih yang menjadi ciri utama Zona.

Zona Puncak: Zona Puncak ialah tubuh lapisan batuan yang menunjukkan

perkembangan maksimumsuatu takson tertentu.Kegunaan Zona Puncak dalam hal

tertentu ialah untuk menunjukkan kedudukan kronostratigrafi tubuh lapisan

batuan dan dapat dipakai sebagai petunjuk lingkungan pengendapan purba, iklim

purba, batas vertikal dan lateral. Zona Puncak sedapat mungkin bersifat obyektif.
13

Nama-nama Zona Puncak diambil dari nama takson yang berkembang secara

maksimumdalam Zona tersebut.

Zona Selang: Zona Selang ialah selang stratigrafi antara pemunculan

awal/akhir dari dua takson penciri.Kegunaan Zona Selang pada umumnya ialah

untuk korelasi tubuh-tubuh lapisan batuan.Batas atas atau bawah suatu Zona

Selang ditentukan oleh pemunculan awal atau akhir dari takson-takson

penciri.Nama Zona Selang diambil dari nama-nama takson penciri yang

merupakan batas atas dan bawah zona tersebut.

Zona Rombakan:Zona Rombakan adalah tubuh lapisan batuan yang ditandai

oleh banyaknya fosil rombakan, berbeda jauh dari pada tubuh lapisan batuan di

atas dan di bawahnya.

Zona Padat: Zona Padat ialah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh

melimpahnya fosil dengan kepadatan populasi jauh lebih banyak dari pada tubuh

batuan di atas dan dibawahnya.

E. Satuan Sikuenstratigrafi

Azas Tujuan: Pembagian sikuenstratigrafi ialah penggolongan lapisan

batuan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama

berdasarkan gerak relatif muka laut. Pembagian ini merupakan kerangka untuk

menyusun urutan peristiwa geologi.Satuan sikuenstratigrafi ialah suatu tubuh

lapisan batuan yang terbentuk dalam satuanwaktu tertentu pada satu siklus

perubahan relatif muka laut.


14

Batas Satuan: Batas atas dan bawah satuan sikuen stratigrafi adalah bidang

bidang ketidakselarasan atau bidang keselarasan padanannya.

Tingkat Tingkat Satuan Sikuenstratigrafi: Urutan tingkat satuan sikuen

stratigrafi, masing-masing dari besar sampai kecil adalah Megasikuen,

Supersikuen dan Sikuen.Sikuen ialah satuan dasar dalam pembagian satuan

sikuenstratigrafi.

Satuan Resmi dan Tak resmi:Satuan sikuenstratigrafi resmi ialah satuan

yang memenuhi persyaratan Sandi sedangkan satuan tak resmi adalah satuan yang

tidak seluruhnya memenuhi persyaratan Sandi.

Tatanama Satuan Sikuenstratigrafi: Tatanama satuan sikuenstratigrafi resmi

ialah dwinama (binomial). Untuk tingkat sikuen atau yang lebih tinggi, dipakai

istilah tingkatnya dan diikuti nama geografi lokasitipenya (yang mudah dikenal).

F. Satuan Kronostratigrafi

Azas Tujuan:Pembagian kronostratigrafi ialah penggolongan lapisan-lapisan

secara bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan interval waktu geologi.

Interval waktu geologi ini dapat ditentukan berdasar geo-kronologi atau metoda

lain yang menunjukkan kesamaan waktu. Pembagian ini merupakan kerangka

untuk menyusun urutan penafsiran geologi secara lokal, regional dan global.

Hubungan Kronostratigrafi dan Geokronologi:Bagi setiap Satuan

Kronostratigrafi terdapat satuan geokronologi bandingannya: Eonotem dengan


15

Kurun, Eratem dengan Masa, Sistem dengan Zaman, Seri dengan Kala dan

Jenjang dengan Umur.

Stratotipe dan Batas satuan: Dalam Kronostratigrafi dikenal Stratotipe

Satuan dan Stratotipe Batas. Stratotipe Satuan adalah sayatan selang stratigrafi

yang dibatasi oleh stratotipe batas atas dan bawah di tempat asal nama

satuan.Stratotipe Batas ialah tipe batas bawah dan atas satuan.Batas satuan

kronostratigrafi ialah bidang isokron.Batas satuan kronostratigrafi ditetapkan pada

stratotipe, berdasarkan pertimbanganobyektif.

Tingkat Satuan Kronostratigrafi:

1) Urutan tingkat satuan kronostratigrafi resmi, masing-masing dari besar

sampai kecil ialah: Eonotem, Sistem, Seri, dan Jenjang. Satuan ini dapat

diberi awalan “Super” bila tingkatnya dianggap lebih tinggi daripada

satuan tertentu, tetapi lebih rendah dari satuan lebih besar berikutnya.

Dalam hal sebaliknya awalan yang dipergunakan adalah “Sub”,

2) Bidang lapisan pada dasarnya adalah bidang kesamaan waktu, oleh

karena itu satu lapisan yang menerus, cirinya mudah dikenal serta

mempunyai pelamparan luas, dapat merupakan penunjuk kesamaan

waktu dan dinamakan lapisan pandu. Selang antara dua lapisan pandu

disebut Selang Antara.

3) Lapisan yang ditandai oleh keseragaman polaritas geomagnit yang

mempunyai kesamaan waktu dinamakan Selang Polaritas.


16

Penyebaran Satuan Kronostratigrafi: Kelanjutan suatu satuan

kronostratigrafi dari stratotipe hanya mungkin, bila terdapat bukti-bukti akan

adanya kesamaan waktu.

Urutan Satuan kronostratigrafi: Pembagian Kronostratigrafi dalam Sandi

adalah seperti tercantum pada Skala Waktu Geologi.

Satuan Kronostratigrafi Tak Resmi: Pemakaian istilah satuan

kronostratigrafi tak resmi tidak boleh mengacaukan istilah satuan resmi.

Pembagian Geokronologi: Pembagian waktu geologi ialah pembagian waktu

menjadi interval-interval tertentu berdasarkan peristiwa geologi. Interval waktu

geologi ini disebut sebagai satuan geokronologi. Cara penentuannya didasarkan

atas analisis radiometrik atau isotropik.

Tingkat satuan Geokronologi: Tingkat-tingkat satuan geokronologi dari

besar ke kecil adalah: Kurun, Masa, Zaman, Kala, dan Umur.

G. Satuan Tektonostratigrafi

Azas Tujuan: Pembagian tektonostratigrafi dimaksudkan untuk

menggolongkan suatu kawasan di bumi, yang tergolong pinggiran lempeng aktif,

baik yang menumpu (plate convergence) ataupun memberai (plate divergence)

menjadi mintakat-mintakat (terrances). Penentuan mintakat didasarkan pada asal-

usul terbentuknya dan bukan pada keterdapatannya, dan karenanya mintakat

dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

o Atockton (Autochthonous),
17

o Alokton (Allochthonous) dan

o Para-Atokton (Para-autochthonous).

Penentuan batas penyebarannya ditentukan oleh kegiatan tektonik pada waktu

tertentu.

Tingkat Tingkat Satuan Tektonostratigrafi: Urutan tingkat satuan

tektonostratigrafi resmi, mulai dari yang terbesar: Lajur (Zone), Komplek

(Complex), Mintakat (Terrane), dan Jalur (Belt).Mintakat adalah satuan dasar

dalam pembagian satuan tektonostratigrafi.

II.2 Prinsip Dasar Stratigrafi

1. Hukum Steno

a) Hukum Superposisi (Superposition Law)

Dalam suatu seri sedimentasi, dalam kondisi yang belum mengalami

perubahan atau deformasi, secara stratigrafis lapisan batuan sedimen

bagian atas mempunyai umur geologiyang relatif lebih muda dibandingkan

dengan lapisan batuan sedimen yang berada dibawahnya.

Gambar 1 Hukum Superposisi(Guntur.2009.Bahan kuliah stratigrafi &


sedimentologi. Unsoed)
18

Fosil-fosil tertentu antara lain: fosil Pelecypoda dan Amphineura

(jenisChiton) serta fosil Brachiopoda, fosil jejak (track) dapat

dipergunakan untuk menentukantop (bagian atas) atau bottom (bagian

bawah) dari suatu seri lapisan batuan sedimen.

b) Hukum Kejadian Horizontal (Horizontal Law)

Pada satu seri deposisi di suatu cekungan sedimentasi, perlapisan batuan

sedimen pada saat mula terbentuk mempunyai kedudukan horizontal.Bila

perlapisan batuan sedimen tersebut sudah membentuk sudut dengan

bidang horizontal atau mempunyai kedudukan perlapisan batuan yang

miring menunjukkan bahwa perlapisan batuan sedimen tersebut sudah

mengalami perubahan atau deformasi sebagai akibat tenaga endogen

ataupun eksogen.Tenaga endogen berbentuk sebagai akibat tektonik,

sedang tenaga eksogen dapat sebagai akibat longsoran.

Gambar 2 Principle of Initial Horizontality (Guntur.2009.Bahan kuliah


stratigrafi & sedimentologi. Unsoed)
19

Di Indonesia:

Batuan sedimen yang berumur Pra-Tersier atau Pra-Pleistosen, tampak

lapisan batuan sedimennya mempunyai kemiringan, sedangkan batuan

sedimen yang diendapkan selama Kuarter lapisan batuan pada umumnya

mempunyai kedudukan yang masih horizontal

c) Hukum Menerus (Continousity Law)

Dalam proses sedimentasi akan dihasilkan perlapisan batuan yang sama

tebal, dan apabila perlapisannya tidak sama tebal, maka pada cekungan

sedimentasi tersebut dipastikan telah mengalami gangguan.

Gambar3Lateral Continuity (Guntur.2009.Bahan kuliah stratigrafi &


sedimentologi. Unsoed)

Bila perlapisan batuan sedimen menipis ke satu arah, perlapisan tersebut

disebut dengan istilah bentuk membaji (wedging).

Bila pembajian terjadi di dua arah disebut dengan istilah bentuk melensa

(lenses).

Bila pembajian berulang-ulang antar dua satuan batuan yang umurnya

sama disebut bentuk hubungan menjari (interfingerting).


20

2. Hukum Hubungan Potong Menyilang (Cross Cutting Relationship Law)

(A.W.R Potter & H. Robinson):Apabila terdapat penyebaran lapisan batuan

(satuan lapisan batuan), dimana salah satu dari lapisan tersebut memotong

lapisan yang lain, maka satuan batuan yang memotong umurnya relatif lebih

muda dari pada satuan batuan yang di potongnya.Batuan yang diintrusi (oleh

batuan beku) umurnya relatif lebih tua dibandingkan dengan batuan yang

mengintrusi.

Gambar 4Principle of Cross Cutting Relationship(Guntur.2009.Bahan


kuliah stratigrafi & sedimentologi. Unsoed)

3. Teori Katastrofa

Diusulkan oleh Cuvier (1769-1832), ahli anatomi Perancis“Selama waktu

geologi tertentu akan berkembang kehidupan tertentu pula”. Beberapa jenis

kehidupan akan punah dan muncul jenis kehidupan yang lain dengan melalui

proses evolusi.Kehidupan yang punah tersebut akan menghasilkan fosil dan

akan mencirikan lapisan batuan yang bersangkutan. Tiap lapisan batuan akan

dicirikan oleh fosil tertentu yang kemudian dikenal sebagai fosil indeks.

Keberadaan fosil indeks ini yang dapat dimanfaatkan oleh geologist untuk

menentukan umur relatif geologi


21

4. Teori Uniformitas

Diusulkan oleh James Hutton (1726-1779), seoranggeologist Scotlandia,

menyebutkan “The Present is the key to the past”artinya peristiwa yang

terjadi pada saat sekarang merupakan kunci untuk membuka tabir peristiwa

atau kejadian pada masa lampau.Dengan demikian, bila saat ini terjadi gempa

tektonik, vulkanisme, banjir, tanah longsor, dan kejadian geologi yang

lainnya, maka peristiwa yang sama pernah terjadi pada masa lampau.

Contoh konkrit:

o Saat sekarang kita dapat menyaksikan kejadian gunung api meletus,

artinya pada masa lampau juga pernah terjadi gunung api meletus.

o Apabila dalam peta geologi terdapat patahan akibat tektonik (gempa

tektonik), maka wajar apabila gempa tektonik (misal yang terjadi di

Jogyakarta 27 Mei 2006) telah mengakibatkan terjadi patahan geologi.

o Apabila sekarang kita melihat kejadian banjir, maka pada masa lampau

juga pernah terjadi banjir.

5. Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie, 1778)

Pada setiap lapisan yang berbeda umur geologinya akan ditemukan fosil yang

berbeda pula fosil yang berada pada lapisan bawah akan berbeda dengan fosil

di lapisan atasnya.
22

Gambar 5Faunal Succession(Guntur.2009.Bahan kuliah stratigrafi &


sedimentologi. Unsoed)

Fosil yang hidup pada masa sebelumnya akan digantikan (terlindih) dengan

fosil yang ada sesudahnya, dengan kenampakan fisik yang berbeda (karena

evolusi). Perbedaan fosil ini sebagai pembatas satuan formasi dalam

lithostratigrafi atau dalam koreksi stratigrafi

6. Strata Identified by Fossils (Smith, 1816)

Perlapisan batuan dapat dibedakan satu dengan yang lain dengan melihat

kandungan fosilnya yang khas.

Gambar 6Strata Identified by Fossils(Guntur.2009.Bahan kuliah stratigrafi


& sedimentologi. Unsoed)
23

7. Facies Sedimenter(Selley, 1978)

Suatu kelompok litologi dengan ciri-ciri yang khas yang merupakan hasil dari

suatu lingkungan pengendapan yang tertentu. Aspek fisik, kimia atau biologi

suatu endapan dalam kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapakan

pada waktu yang sama dikatakan berbeda fsies apabila kedua batuan tersebut

berbeda fisik, kimia atau biologi (S.S.I.)

8. Law Of Inclusion

Inklusi terjadi bila magma bergerak keatas menembus kerak, menelan

fragmen-fragmen besar disekitarnya yang tetap sebagai inklusi asing yang

tidak meleleh Jadi jika ada fragmen batuan yang terinklusi dalam suatu

perlapisan batuan, maka perlapisan batuan itu terbentuk setelah fragmen

batuan. Dengan kata lain batuan/lapisan batuan yang mengandung fragmen

inklusi, lebih muda dari batuan/lapisan batuan yang menghasilkan fragmen

tersebut.

Gambar 7Law Of Inclusion(Guntur.2009.Bahan kuliah stratigrafi &


sedimentologi. Unsoed)
24

II.3 Unsur-Unsur Stratigrafi

Didalam penyelidikan stritigrafi ada dua unsur penting pembentuk

stratigrafi yang perlu di ketahui, yaitu:

1. Unsur batuan

Suatu hal yang penting didalam unsur batuan adalah pengenalan dan pemerian

litologi. Seperti diketahui bahwa volume bumi diisi oleh batuan sedimen 5%

dan batuan non-sedimen 95%. Tetapi dalam penyebaran batuan, batuan

sedimen mencapai 75% dan batuan non-sedimen 25%. Unsur batuan

terpenting pembentuk stratigrafi yaitu sedimen dimana sifat batuan sedimen

yang berlapis-lapis memberi arti kronologis dari lapisan yang ada tentang

urut-urutan perlapisan ditinjau dari kejadian dan waktu pengendapannya

maupun umur setiap lapisan.

Dengan adanya ciri batuan yang menyusun lapisan batuan sedimen, maka

dapat dipermudah pemeriannya, pengaturannya, hubungan lapisan batuan

yang satu dengan yang lainnya, yang dibatasi oleh penyebaran ciri satuan

stratigrafi yang saling berhimpit, bahkan dapat berpotongan dengan yang

lainnya.

2. Unsur perlapisan

Unsur perlapisan merupakan sifat utama dari batuan sedimen yang

memperlihatkan bidang-bidang sejajar yang diakibatkan oleh proses-proses

sedimetasi. Mengingat bahwa perlapisan batuan sedimen dibentuk oleh suatu

proses pengendapan pada suatu lingkungan pengendapan tertentu, maka

Weimer berpendapat bahwa prinsip penyebaran batuan sedimen tergantung


25

pada proses pertumbuhaan lateral yang didasarkan pada kenyataan, yaitu

bahwa:

a. Akumulasi batuan pada umumnya searah dengan aliran media transport,

sehingga kemiringan endapan mengakibatkan terjadinya perlapisan selang

tindih (overlap) yang dibentuk karena tidak seragamnya massa yang

diendapkannya.

b. Endapan di atas suatu sedimen pada umumnya cenderung membentuk

sudut terhadap lapisan sedimentasi di bawahnya.

II.4 Hubungan Stratigrafi Dengan Sedimentologi

Stratigrafi dan sedimentologi tentu memiliki hubungan yang sangat erat

karena stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari tentang lapisan batuan.

Sedangkan sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan sedimen.

Dimana pada batuan sedimen itu memiliki lapisan.

II.4.1 Mekanisme Transportasi Sedimen

Mekanisme pengendapan juga mempunyai peranan yang penting karena

berhubungan dengan proses transportasi yang terjadi. Mekanisme pengendapan

darat yang terjadi meliputi :

1. Sediment gravity flow

Kadar air / fluida sedikit, jadi material padat lebih berperan, meliputi :

a. liquified sediment flows

b. grain flows

c. debris flows
26

d. slump

2. Traction flow

Pada mekanisme ini kadar air yang berpengaruh tinggi, fluida lebih berperan

daripada material padat. Pada traction flow, material sedimen bersinggungan

dengan dasar sungai / cekungan. Meliputi :

a. sliding

b. rolling

c. saltation

3. Suspension flow

Material sedimen berukuran halus bercampur dengan air membentuk suspensi.

Sedimen mengendap secara perlahan-lahan oleh pengaruh gaya gravitasi.

Suspension flow terjadi pada daerah dengan arus yang tenang, misal : danau.

Gambar 8 Mekanisme sedimentasi(Guntur.2009.Bahan kuliah stratigrafi


& sedimentologi. Unsoed)
II.4.2 Struktur Sedimen

Struktur sedimen adalah kenampakan pada batuan sedimen sebagai akibat

dari adanya proses pengendapan. Struktur ini merupakan sifat yang sangat penting
27

pada batuan sedimen baik yang berada pada bagian atas, bagian bawah maupun

bagian dalam lapisan. Struktur sedimen ini dapat digunakan untuk menentukan

proses dan keadaan serta lingkungan pengendapan, arah arus pengendapan,

kedalaman, energi, kecepatan dan hidrolika arah arus yang mengalir serta pada

daerah batuan yang terlipat dapat dipakai untuk mengetahui bagian bawah dan

bagian atas perlapisan. Struktur sedimen ini sebaiknya dilihat dan dipelajari pada

suatu singkapan, bukan pada suatu contoh setangan atau sayatan tipis.

Struktur sedimen berkembang melewati proses fisika dan atau kimia,

sebelum, selama, dan sesudah pengendapan atau juga melalui proses jasad renik

(biogenic). Krumbein dan Sloss (1963) membagi struktur sedimen menjadi 2

kelompok, yaitu Struktur sedimen primer dan struktur sedimen sekunder.

Pettijohn (1975) membagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu Struktur Anorganik

dan Struktur Organik. Selley (1980) mengelompokkan struktur sedimen

berdasarkan asal usulnya menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Struktur sedimen sebelum pengendapan (Pre-depositional sedimentary

structures).

2. Struktur sedimen saat pengendapan (Syn-depositional sedimentary structures).

3. Struktur sedimen setelah pengandapan (Post-depositional sedimentary

structures).

Sedangkan struktur sedimen yang diakibatkan oleh kegiatan organisme

dimasukkan dalam kelompok fosil sebagai trace fossil.

Tucker (1982) mengelompokkan struktur sedimen kedalam 4 kelompok, yaitu:


28

1. Struktur pengikisan (Erosional structures)

2. Struktur pengendapan (Depositional structures)

3. Struktur pasca-pengendapan (Post-depositional sedimentary structures)

4. Struktur sedimen asal jasad (Biogenic sedimentary structures)

Untuk pembahasan tentang struktur sedimen dalam bab ini dipakai klasifikasi

menurut Tucker, 1982.

1. Struktur Pengikisan (Erosional structures)

Struktur pengikisan adalah struktur yang terbentuk akibat adanya arus yang

mengikis batuan yang lebih tua sebelum sedimen diendapkan diatasnya. Yang

termasuk kelompok ini antara lain :

a. Tikas garut (flute cast)

Tikas garut ini terbentuk akibat pengikisan dan merupakan ciri dari

endapan turbidit. Struktur ini berada dibawah permukaan dan memanjang

sampai berbentuk segitiga dengan bagian yang membulat kearah hulu dan

mempunyai panjang mulai dari beberapa millimeter hingga mencapai

puluhan centimeter. Struktur ini merupakan petunjuk yang dapat

digunakan untuk penentuan arah arus purba (paleo current)


29

Gambar 9 Tikas garut (flute cast)(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)

b. Tikas gores (groove cast)

Tikas gores berbentuk punggungan memanjang pada permukaan lapisan,

berkisar dari beberapa millimeter hingga beberapa centimeter. Struktur ini

pada permukaan lapisan mungkin seluruhnya sejajar atau pula mungkin

memperlihatkan beberapa arah. Struktur ini terbentuk melalui pengikisan

alur yang dipotong terutama oleh objek yang terseret sepanjang arus dan

merupakan pula ciri dari arus turbidit. Arah tikas gores ini menunjukkan

arah arus yang mengendapkannya.

Gambar 10 Tikas gores (groove cast)(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)
30

c. Tool mark

Struktur ini terbentuk ketika objek dibawa oleh arus sungai dan

berhubungan dengan permukaan sedimen dibawahnya. Tanda ini terjadi

sebagai akibat objek menggelinding, menusuk dan menyikat permukaan

sedimen dibawahnya. Objek yang membuat tanda ini biasanya berupa mud

clast, fragmen binatang dan rombakan tumbuhan.

Gambar 11Tool mark(http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-


sedimen.html)

d. Merkah gerus (scour mark)

Merkah gerus merupakan struktur dalam skala kecil dan terdapat pada

bagian bawah perlapisan. Pada pandangan bidang biasanya memanjang

dalam arah arus. Dengan bertambahnya ukuran, merkah gerus ini

berangsur menjadi alur (channel). Ciri khas permukaan merkah gerus

adalah pemotongan endapan yang terletak di bawah dan hadirnya sedimen

kasar di atas permukaan gerusan.


31

Gambar 12 Merkah gerus (scour mark)(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)

e. Channel

Alur adalah struktur sedimen berskala besar, beberapa meter hingga

kilometer panjangnya. Alur pula sering terisi oleh sedimen yang kasar

daripada sedimen dibawahnya atau dengan sedimen yang berbatasan, dan

sering berupa konglomerat alas (basalt conglometare).

Gambar 13 Channel(http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-
sedimen.html)
32

2. Struktur Pengendapan (Depositional structures)

Struktur pengendapan adalah struktur sedimen yang terjadinya bersamaan

dengan pengendapan. Struktur pengedapan ini terdapat pada bagian atas dan

bagian bawah perlapisan. Yang termasuk dalam struktur pengendapan antara

lain :

a. Masif

Bila tidak menunjukkan struktur dalam lapisan (Pettijohn & Potter, 1964)

atau ketebalan lapisan lebih dari 120 cm ( Mc. Kee & Weir, 1953). Faktor

kemungkinan pembentukan struktur masif ini yaitu: Pertama, saat

diendapkan memang tidak mempunyai struktur sedimen. Kedua, struktur

pengendapannya telah dirusak oleh beberpa proses seperti bioturbasi,

rekristalisasi dan pengeringan. Struktur ini dibentuk dalam keadaan yang

cepat dan umumnya berupa endapan turbidit, aliran butir (grain flow) dan

aliran debris (debris flow).

b. Perlapisan sejajar

Bila bidang perlapisannya saling sejajar dengan ketebalan lapisan lebih

dari 1 cm. Perlapisan ini terbentuk akibat adanya perubahan dalam butiran

sedimen, warna maupun susunan mineraloginya.


33

Gambar 14 Perlapisan sejajar(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)

c. Laminasi

Laminasi adalah perlapisan sejajar yang ketebalannya kurang dari 1 cm.

Gambar 15 Laminasi(http://jurnal-
geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)

d. Perlapisan pilihan (Gradded bedding)

Bila perlapisan disusun atas butiran yang berubah teratur dari halus ke

kasar (bersusun terbalik : inverse gradding) maupun dari kasar ke halus

pada arah vertical, struktur ini merupakan cirri dari suatu sedimentasi pada

arus yang pekat.


34

Gambar 16 Perlapisan pilihan (Gradded bedding)(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)

e. Perlapisan silang-siur ( Cross bedding) dan Laminasi silang-siur (Cross

Lamination)

Perlapisan atau laminasi yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan

yang berada diatasnya atau dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi,

struktur ini terbentuk akibat intensitas arus yang berubah-ubah.

Gambar 17 Perlapisan silang-siur ( Cross bedding)(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)

f. Gelembur (Ripple)

Struktur ini terbentuk pada permukaan lapisan yang dikontrol oleh arus

yang mengalir baik oleh air, angin maupun gelombang. Gelembur yang

berasal dari arus disebut current ripple, oleh angina disebut wind ripple
35

dan oleh gelombang disebut wave ripple. Skala yang lebih besar disebut

sebagai Dune (Gumuk Pasir). Variasi ripple antara lain: Swaley &

Hummocky, Herringbone, Symetry & Asymetry Ripple dll.

Gambar 18 Gelembur (Ripple)(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)

g. Rainspot

Rainspotadalah cekungan kecil yang terbentuk oleh butiran air hujan pada

permukaan batuan sedimen berbutir halus yang masih lunak. Struktur ini

berguna untuk menentukan lapisan atas dan lapisan bawah dari suatu

perlapisan terutama pada lapisan yang miring maupun terbalik.

Gambar 19 Rainspot(http://jurnal-
geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)
36

3. Struktur sedimen pasca-pengendapan (Post-depositional sedimentary

structures)

Struktur sedimen setelah pengenapan ini terbentuk melalui gerakan sedimen

(nendatan) dan lainnya melalui reorganisasi bagian dalam seperti pengeringan

dan pembebanan. Proses-proses kimia-fisika setelah pengendapan

menghasilkan stylolite, solution dan nodule.

a. Nendatan (slump) dan longsoran (slide)

Pada daerah yang miring, masa sedimen dapat diangkut sepanjang lereng.

Bergeraknya masa sedimen dapat mengakibatkan perubahan pada bagian

dalam masa sedimen itu. Gerakan seperti ini disebut longsoran (slide). Jika

masa sedimen secara internal berubah selama gerakan sepanjang lereng

disebut nendatan (slump). Masa yang mengalami nendatan menunjukkan

lipatan-lipatan minor. Kehadiran nendatan dan longsoran dalam suatu

runtunan dapat ditentukan dari terdapatnya lapisan diatas dan dibawah

perlapisan tersebut tidak terganggu. Struktur yang sering juga muncul

akibat adanya longsoran maupun pembebanan dapat menimbulkan struktur

Growth Fault.
37

Gambar 20 Nendatan (slump) dan longsoran (slide)(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)

b. Sandstone dike dan sand volcano

Struktur ini relatif jarang dijumpai, mudah ditentukan oleh

memotongsilangnya dengan lapisan sekitarnya dan diisi dengan pasir.

Sand volcano berbentuk kerucut dengan suatu cekungan pada pusatnya

yang terdapat pada bidang perlapisan

Gambar 21 Sandstone dike dan sand volcano(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)
38

c. Dish dan Pillar structure

Struktur ini terdiri dari laminasi yang cekung keatas, biasanya beberapa

sentimeter lebarnya, dipisahkan oleh zona tanpa struktur (pillar). Dish dan

Pillar structure dibentuk oleh air yang lewat sedimen secara mendatar dan

keatas (fluid escape) dan umumnya terbentuk pada endapan kipas bawah

laut.

Gambar 22 Dish dan Pillar structure(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)

d. Load structure

Struktur pembebanan (load structure) dibentuk melalui tenggelamnya

suatu lapisan kedalam lapisan yang lain. Tikas beban (load cast) biasanya

terdapat pada dasar batupasir yang terletak diatas batulumpur. Lumpur

yang ada dapat diinjeksikan keatas kedalam batupasir membentuk struktur

flame. Juga sebagai akibat pembebanan, biasanya pasir dapat tenggelam

kedalam lumpur membentuk struktur ball dan pillow.


39

Gambar 23 Load structure(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)
e. Deformed bedding

Deformed bedding dan istilah seperti disrupted, convolute dan conturted

bedding dapat diterapkan pada perlapisan sejajar, perlapisan silang-siur

dan laminasi silang-siur yang dihasilkan selama pengendapan telah

terganggu, tetapi tidak ada pergerakan sedimen secara mendatar dalam

skala besar. Convolute bedding terdapat dalam laminasi silang-siur,

dengan laminasi diubah dalam bentuk antiklin dan sinklin. Convolute

seperti ini sering tidak asimetri atau menungging kearah arus purba,

sedangkan conturted dan disrupted tidak menunjukkan orientasi.

Gambar 24Deformed bedding(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)
40

f. Nodule

Nodule juga disebut konkresi, biasanya terbentuk dalam sedimen setelah

pengendapan. Mineral-mineral yang sering terdapat pada nodul adalah

kalsit, dolomit, siderit, pirit, colophane dan kuarsa. Nodul kalsit, pirit dan

siderit diameternya bisa beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter,

biasanya terdapat dalam batuan lumpur. Nodul chert biasanya terdapat

dalam batugamping, nodul kalsit dan dolomit kadang-kadang terdapat

dalam batupasir. Bentuk nodule bervariasi, bisa bulat, pipih, memanjang

dan bisa juga tidak teratur.

Gambar 25Nodule(http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-
sedimen.html)
4. Struktur sedimen asal jasad (Biogenic sedimentary structures)

Fosil jejak dapat diinterpretasikan aktifitas binatangnya yang menyebabkan

timbulnya struktur ini, tetapi sifat alami binatangnya sendiri sulit untuk

ditentukan karena organisme yang berbeda sering mempunyai cara hidup yang

sama. Suatu binatang dapat menghasilkan struktur yang berbeda tergantung

pada tingkah lakunya dan sifat sedimen seperti ukuran butir, kandungan air

dan sebagainya. Struktur buluh (burrow) biasanya dibuat oleh crustacea,


41

anellid, bivalve dan echinoid, sedangkan permukaan track dan trail dibuat

oleh crustacea, trilobite, annelid, gastropod dan vertebrata. Struktur yang

agak mirip buluh (burrow) dapat dihasilkan oleh akar tumbuhan, walapun

yang terakhir sering mengandung karbonat.

a. Bioturbation

Bioturbation menunjukkan gangguan sedimen oleh organisme.

b. Trace fossil (fosil jejak)

Fosil jejak adalah struktur sedimen yang dihasilkan pada sedimen yang

tidak terkonsolidasi oleh kegiatan organisme. Kelompok utama yang

terdapat pada permukaan lapisan dan permukaan bawah lapisan adalah

crawling, grazing (Jejak makan) dan resting (Jejak istirahat), sedangkan

yang terdapat dalam lapisan adalah struktur feeding (Jejak sedang mencari

makan) dan dwelling (Jejak menguni). Jejak merayap biasanya dihasilkan

oleh crustacea, trilobita dan annelid/Vertebrata seperti dinosaurus

meninggalkan cetakan kaki sebagai fosil jejak. Struktur biogenik ini

mempunyai pola terputar, meandering dan radial. Struktur menghuni

(Dwelling structure) adalah macam-macam buluh (burrow) dari bentuk

tebing tegak sampai hurup U, orientasinya bia tegak, mendatar atau miring

dengan perlapisan.
42

Gambar 26Trace fossil (fosil jejak) (Apip,2013)

II.4.3 Lingkungan Pengendapan

1. Lingkungan pengendapan Continental

Lingkungan pengendapan Continentalyaitu lingkungan pengendapan yang

berada di daratan atau benua.

2. Lingkungan pengendapan Transitional

Lingkungan pengendapan Transitionalyaitu lingkungan pengendapan yang

berada di batas antara daratan dan laut.

3. Lingkungan pengendapan Marine

Lingkungan pengendapan Marineyaitu lingkungan pengendapan yang berada

di laut.
43

Gambar 27 Lingkungan pengendapan(http://jurnal-


geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html)
BAB III
PENAMPANG STRATIGRAFI (MEASURE SECTION)
III.1 Tujuan Singkat Penampang Stratigrafi (Measure Section)

Tujuan mengukur kolom stratigrafi adalah untuk akurasi ciri ketebalan jenis

batuan yang berbeda. Data ini dapat digunakan untuk menafsirkan depositional

lingkungan, variasi jenis sedimen, perubahan dalam tingkat sedimentasi dalam

ruang dan waktu. Sebagian besar interpretasi rinci memerlukan ukuran yang

akurat berapa banyak masing-masing jenis batuan, ketebalan lapisan, dll. Untuk

mengukur ketebalan rata lapisan, dapat dilaukan dengan menempatkan penggaris

dan mengukur dari bawah ke atas. Untuk lapisan yang telah miring atau terlipat

lebih diperlukan ketelitian. Pengukuran perlu dibuat tegak lurus lapisan.

Maka dari itu data-data yang diperlukan/diambil untuk membuat kolom

stratigrafi yang dapat menyajikan informasi atau hasil interpretasi yaitu data

lokasi, deskripsi litologi, ketebalan, data pengukuran strike/dip, dll.

III.2 Maksud Dan Tujuan Pengukuran Penampang Stratigrafi

Secara umum maksud dan tujuan pengukuran stratigrafi adalah:

o Mendapatkan data litologi terperinci dari urut-urutan perlapisan suatu satuan

stratigrafi (formasi), kelompok, anggota dan sebagainya.

o Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi

44
45

o Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan

batuan dan urut-urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detil, untuk

menafsirkan lingkungan pengendapan.

III.3 Metode Pengambilan Data Stratigrafi

A. Metoda Pengukuran Stratigrafi

Pengukuran stratigrafi merupakan salah satu pekerjaan yang biasa dilakukan

dalam pemetaan geologi lapangan. Adapun pekerjaan pengukuran stratigrafi

dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang terperinci dari hubungan

stratigrafi antar setiap perlapisan batuan/satuan batuan, ketebalan setiap satuan

stratigrafi, sejarah sedimentasi secara vertikal dan lingkungan pengendapan dari

setiap satuan batuan. Di lapangan, pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan

dengan menggunakan tali meteran dan kompas pada singkapan-singkapan yang

menerus dalam suatu lintasan. Pengukuran diusahakan tegak lurus dengan jurus

perlapisan batuannya, sehingga koreksi sudut antara jalur pengukuran dan arah

jurus perlapisan tidak begitu besar.

Pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran terperinci

urut-urutan perlapisan satuan stratigrafi, ketebalan setiap satuan stratigrafi,

hubungan stratigrafi, sejarah sedimentasi dalam arah vertikal, dan lingkungan

pengendapan. Mengukur suatu penampang stratigrafi dari singkapan mempunyai

arti penting dalam penelitian geologi.

Pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan terhadap singkapan-singkapan

yang menerus, terutama yang meliputi satu atau lebih satuan satuan stratigrafi
46

yang resmi. Metoda pengukuran penampang stratigrafi banyak sekali ragamnya.

Namun demikian metoda yang paling umum dan sering dilakukan di lapangan

adalah dengan menggunakan pita ukur dan kompas. Metoda ini diterapkan

terhadap singkapan yang menerus atau sejumlah singkapan-singkapan yang dapat

disusun menjadi suatu penampang stratigrafi.

Metoda pengukuran stratigrafi dilakukan dalam tahapan sebagai berikut:

1) Menyiapkan peralatan untuk pengukuran stratigrafi, antara lain: pita ukur (±

25 meter), kompas, tripot (optional), kaca pembesar (loupe), buku catatan

lapangan, tongkat kayu sebagai alat bantu.

2) Menentukan jalur lintasan yang akan dilalui dalam pengukuran stratigrafi,

jalur lintasan ditandai dengan huruf B (Bottom) adalah mewakili bagian

Bawah sedangkan huruf T (Top) mewakili bagian atas.

3) Tentukan satuan-satuan litologi yang akan diukur. Berilah patok-patok atau

tanda lainnya pada batas-batas satuan litologinya.

4) Pengukuran stratigrafi di lapangan dapat dimulai dari bagian bawah atau atas.

Unsur-unsur yang diukur dalam pengukuran stratigrafi adalah: arah lintasan

(mulai dari sta.1 ke sta.2; sta.2 ke sta.3. dst.nya), sudut lereng (apabila

pengukuran di lintasan yang berbukit), jarak antar station pengukuran,

kedudukan lapisan batuan, dan pengukuran unsur-unsur geologi lainnya.


47

5) Jika jurus dan kemiringan dari tiap satuan berubah rubah sepanjang

penampang, sebaiknya pengukuran jurus dan kemiringan dilakukan pada alas

dan atap dari satuan ini dan dalam perhitungan dipergunakan rata-ratanya.

6) Membuat catatan hasil pengamatan disepanjang lintasan pengkuran stratigrafi

yang meliputi semua jenis batuan yang dijumpai pada lintasan tersebut, yaitu:

jenis batuan, keadaa nperlapisan, ketebalan setiap lapisan batuan, struktur

sedimen (bila ada), dan unsur-unsur geologi lainnya yang dianggap perlu. Jika

ada sisipan, tentukan jaraknya dari atas satuan.

7) Data hasil pengukuran stratigrafi kemudian disajikan diatas kertas setelah

melalui proses perhitungan dan koreksi-koreksi yang kemudian digambarkan

dengan skala tertentu dan data singkapan yang ada disepanjang lintasan di-

plot-kan dengan memakai simbol-simbol geologi standar.

8) Untuk penggambaran dalam bentuk kolom stratigrafi, perlu dilakukan terlebih

dahulu koreksi-koreksi antara lain koreksi sudut antara arah lintasan dengan

jurus kemiringan lapisan, koreksi kemiringan lereng (apabila pengukuran di

lintasan yang berbukit), perhitungan ketebalan setiap lapisan batuan dsb.

B. Perencanaan lintasan pengukuran

Perencanaan lintasan pengukuran ditetapkan berdasarkan urut-urutan

singkapan yang secara keseluruhan telah diperiksa untuk hal hal sebagai berikut:
48

1) Kedudukan lapisan (Jurus dan Kemiringan), apakah curam, landai, vertikal

atau horizontal. Arah lintasan yang akan diukur sedapat mungkin tegak

lurus terhadap jurus.

2) Harus diperiksa apakah jurus dan kemiringan lapisan secara kontinu tetap

atau berubah rubah. Kemungkinan adanya struktur sepanjang penampang,

seperti sinklin, antiklin, sesar, perlipatan dan hal ini penting untuk

menentukan urut-urutan stratigrafi yang benar.

3) Meneliti akan kemungkinan adanya lapisan penunjuk (key beds) yang

dapat diikuti di seluruh daerah serta penentuan superposisi dari lapisan

yang sering terlupakan pada saat pengukuran.

III.3.1 Metode Rentang Tali

III.3.1.1 Pengertian Metode Rentang Tali

Metode rentang tali adalah metode yang lakukan untuk mengukur ketebalan

sebenarnya suatu bidang perlapisan dengan cara merentangkan tali yang sudah di

beri tanda atau grid setiap 10 cm atau 1 meter, kemudian direntangkan pada

singkapan batuan dan sebelumnya diukur strike/dip dan slope bidang singkapan

tersebut.

III.3.1.2 Prosedur Pengukuran Metode Rentang Tali

Prosedur pengukuran dengan menggunakan metode rentang tali adalah

sebagai berikut:
49

1) Mempersiapkan Alat-alat yang diperlukan, yaitu : Kompas geologi, Palu,

clipboard, Jacob Staff, dan alat tulis.

2) Deskripsi lokasi.

3) Identifikasi litologi dengan cara mendeskripsi batuan.

4) Ukur strike/dipbidang perlapisan menggunakan kompas geologi, dan catat

hasil pengukuran tersebut.Setelah itu, buatlah sketsa singkapan.

5) Selanjutnya, mengukur slope atau kemiringan lereng singkapan dengan

kompas lalu catat hasil dari pengukuran tersebut.

6) Setelah itu tali yang sudah ditandai dengan grid di rentangkan dari pada

lereng singkapan, lalu mencatat hasil pengukuran dari tebal singkapan di

setiap layer.

7) Setelah semua data terkumpul, maka dilanjutkan dengan pengolahan

secara matematis seperti pada bab sebelumnya untuk menentukan tebal

sebenarnya.

Gambar 28 Pengukuran Menggunakan Metode Rentang Tali


(Noor, Djauhari. 2009. Pengantar geologi. Bandung:CV. Graha Ilmu)
50

III.3.2 Metode Jacob Staff

III.3.2.1 Pengertian

Metode Jacob Staff adalah metode yang digunakan untuk megukur

ketebalan suatu lapisan batuan yang menggunakan alat yang bernama tongkat

jacob yaitu tongkat yang panjangnya 150 cm, diberi tanda atau grid yang

panjangnya 10 cm berwarna hitam putih atau merah putih untuk memudahkan

perhitungan tebal lapisan tersebut dan pada ujung tongkat terdapat busur derajat

untuk menyesuaikan kemiringan lapisan batuan.

Metode ini lebih praktis dan cepat dalam pengolahan datanya dikarenakan

langsung dapat mengetahui tebal sebenarnya. Tetapi tidah semua bidang

perlapisan bisa diukur dengan metode ini, karena diperlukan singkapan yang ideal

III.3.2.2 Prosedur Pengukuran Metode Jacob Staff

Prosedur pengukuran dengan menggunakan metode Jacob Staff adalah

sebagai berikut:

1) Mempersiapkan Alat-alat yang diperlukan, yaitu : Kompas geologi, Palu,

clipboard, Jacob Staff, dan alat tulis.

2) Deskripsi lokasi.

3) Identifikasi litologi dengan cara mendeskripsi batuan.

4) Ukur strike/dipbidang perlapisan menggunakan kompas geologi, dan catat

hasil pengukuran tersebut.


51

5) Tancapkan jocob Staff pada bidang perlapisan batuan, kemudian

miringkan tongkat tersebut sesuai dengan arah dan kemiringan bidang

perlapisan dengan melihat busur derajat yang ada di kepala Jacob Staff.

6) Tebal sebenarnya dari suatu perlapisan batuan dapat diketahui dengan

melihat grid yang ada pada bagian bawah busur derajat, setiap grid

berukuran 10 cm.

7) Catat dan simpan hasil pengukuran tersebut.

Gambar 29 Pengukuran Metode Jacob Staff (Noor, Djauhari. 2009.


Pengantar geologi. Bandung:CV. Graha Ilmu)

III.3 Menghitung Ketebalan

Tebal lapisan adalah jarak terpendek antara bidang alas (bottom) dan bidang

atas (top). Dengan demikian perhitungan tebal lapisan yang tepat harus dilakukan

dalam bidang yang tegak lurus jurus lapisan. Bila pengukuran di lapangan tidak

dilakukan dalam bidang yang tegak lurus tersebut maka jarak terukur yang

diperoleh harus dikoreksi terlebih dahulu dengan rumus:

d = dt x cosinus ß ( ß = sudut antara arah kemiringan dan arah pengukuran).


52

Didalam menghitung tebal lapisan, sudut lereng yang dipergunakan adalah

sudut yang terukur pada arah pengukuran yang tegak lurus jurus perlapisan.

Apabila arah sudut lereng yang terukur tidak tegak lurus dengan jurus perlapisan,

maka perlu dilakukan koreksi untuk mengembalikan kebesaran sudut lereng yang

tegak lurus jurus lapisan. Biasanya koreksi dapat dilakuan dengan menggunakan

tabel “koreksi dip” untuk pembuatan penampang.

1. Pengukuran pada daerah datar (lereng 0o)

Pengukuran pada daerah datar, apabila jarak terukur adalah jarak tegak

lurus jurus, ketebalan langsung di dapat dengan menggunakan rumus :

T = d sin ∂

(dimana d adalah jarak terukur dilapangan dan ∂ adalah sudut kemiringan

lapisan).

Apabila pengukuran tidak tegak lurus jurus, maka jarak terukur harus

dikoreksi seperti pada cara diatas.

Gambar 30 Posisi pengukuran pada daerah datar(Noor, Djauhari. 2009.


Pengantar geologi. Bandung:CV. Graha Ilmu)
53

2. Pengukuran pada Lereng

Terdapat beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng seperti

diperlihatkan pada gambar 31 dan gambar 32.

{Catatan: sudut lereng (s) dan kemiringan lapisan (∂) adalah pada keadaan

yang tegak lurus dengan jurus atau disebut “true dip” dan “true slope”}.

a. Kemiringan lapisan searah dengan lereng.

Bila kemiringan lapisan (∂ ) lebih besar daripada sudut lereng (s) dan

arah lintasan tegak lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah :

T = d sin (∂ - s ). (Gambar 31 b)

Bila kemiringan lapisan lebih kecil daripada sudut lereng dan arah

lintasan tegak lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah:

T = d sin (s - ∂ ). (Gambar 31 c)

Gambar 31 Posisi pengukuran pada lereng yang searah dengan kemiringan


lapisan(Noor, Djauhari. 2009. Pengantar geologi. Bandung:CV. Graha Ilmu)
54

b. Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng dan

arah lintasan tegak lurus jurus, maka:

T = d sin ( ∂ + s ) (Gambar 32 b)

Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah 900

(lereng berpotongan tegak lurus dengan lapisan) dan arah lintasan

tegak lurus jurus maka:

T = d (Gambar 32 c)

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng dan

arah lintasan tegak lurus jurus, maka :

T = d sin (180o - ∂ - s) (Gambar 32 d )

Bila lapisannya mendatar, maka :

T = d sin (s)

Gambar32 Posisi pengukuran pada lereng yang berlawanan dengan


kemiringan lapisan(Noor, Djauhari. 2009. Pengantar geologi.
Bandung:CV. Graha Ilmu)
55

III.4 Penggambaran Kolom Stratigrafi

Kolom stratigrafi pada hakekatnya adalah kolom yang menggambarkan

susunan berbagai jenisbatuan serta hubungan antar batuan atau satuan batuan

mulai dari yang tertua hingga termudamenurut umur geologi, ketebalan setiap

satuan batuan, serta genesa pembentukan batuannya. Padaumumnya banyak cara

untuk menyajikan suatu kolom stratigrafi, namun demikian ada suatu

standarumum yang menjadi acuan bagi kalangan ahli geologi didalam menyajikan

kolom stratigrafi.Penampang kolom stratigrafi biasanya tersusun dari kolom-

kolom dengan atribut-atribut sebagaiberikut: Umur, Formasi, Satuan Batuan,

Ketebalan, Besar-Butir, Simbol Litologi, Deskripsi/Pemerian,Fosil Dianostik, dan

Linkungan Pengendapan.

Berikutkolom stratigrafi daerah Karawang Selatan, Jawa Barat yang

tersusun dari kiri kekanan sebagai berikut: umur, formasi, satuan batuan, simbol

litologi, deskripsi batuan, danlingkungan pengendapan.

Tabel 1 Contoh Kolom Stratigrafi Daerah Karawang Selatan, Jawa Barat


(Noor, Djauhari. 2009. Pengantar geologi. Bandung:CV. Graha Ilmu)
BAB IV
PRAKTIKUM LAPANGAN STRATIGRAFI
IV.1 Lokasi, Waktu, Dan Kesampaian Daerah

Praktikum lapangan stratigrafi dilaksanakan pada:

Lokasi : Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul

Daerah Istimewa Yogyakarta

Hari/tanggal : Minggu, 17 Nopember 2013

Waktu : 09.15 wib

Kesampaian daerah : Lokasi praktikum lapangan stratigrafi dapat ditempuh

dengan menggunakan kendaraan sepeda motor selama ±

40 menit dari Laboratorium geologi dinamik IST

AKPRIND Yogyakarta.

IV. 2 Geologi Regional Daerah Fieldtrip

Daerah penelitian terletak didaerah Kabupaten Bantul bagian timur. Secara

geografis, daerah penelitian ini termasuk dalam cekungan pegunungan selatan. Di

Daerah Istimewa Yogyakarta, cekungan tersebut terbentang memanjang dari

Parangtritis hingga perbatasan Kabupaten Wonogiri sepanjang kurang lebih 55

kilometer dan melebar ke utara dari Parangtritis hingga kabupaten Klaten selebar

kurang lebih 25 kilometer (Mac Donald &Partner, 1984. Dalam Sanjoto, siwi.

2009). Cekungan ini tersusun dari dua kelompok batuan besar, yaitu: batuan

vulkano klastik dan batuan sedimen. Batuanvulkanoklastik tersebut mengandung

berbagai macam bahan galian industri yang memungkinkan untuk dapat

dieksploitasi. Hal ini dijelaskan pada publikasi biropertambangan yang dimuat

56
57

pada kertas kerjatahun 1941 e & f berupa hasil tambang sulfur, tras, breksi pumis,

jarosit dan alumina (Anonimus, 1949. vide Van Bemmelen, 1949.P 224. Dalam

Sanjoto, siwi. 2009).

Daerah penelitian merupakan bagiandari cekungan Pegunungan Selatan

bagian barat, yang terletak antara gawir sesar perbukitan Batur Agung dan sesar

Kali Opak. Pada daerah penelitian banyak dijumpai struktur sesar perkembangan

dari struktur kekar, struktur geologi ini sangat berpengaruh terhadap kualitas

bahan bangunan interior dari breksi pumis formasi semilir.

Geologi daerah penelitian dikontrololeh resistensi batuan, struktur, proses

dantahapan dalam ruang dan waktu, prosesyang membentuk relief daerah

penelitianyaitu proses eksogenik dan endogenik.Proses eksogenik berupa

pelapukan erositransportasi dan sedimentasi sedangkanproses endogenik berupa

intrusimagmatisme dan compressive strength yangmembentuk pole pola struktur

pada daerahpenelitian. Proses ini mengakibatkankekontrasan dan sifat

karakteristik daribentang alamnya. Pola aliran yang terjadisaat ini memberikan

ekspresi gambaranmengenai pola struktur dan lithologi yangdilaluinya. (Bothe,

1927 dalam sanjoto, siwi. 2009), sehingga daerahpenelitian terbagi menjadi lima

satuangeomorfologi, yaitu: satuan perbukitanbergelombang kuat, satuan

perbukitanbergelombang sedang, satuan perbukitanhomoklin, satuan perbukitan

fault scarps dansatuan dataran.


58

IV.3 Deskripsi Data Lapangan

IV.3.1 Lokasi Pengamatan 1 (Metode Jacob Staff)

Hari/tanggal : Minggu, 17 nopember 2013

Lokasi : Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa

Yogyakarta

Koordinat : S 07o50’19”

N 110o28’51”

Waktu : 09.45 wib

Cuaca : Cerah

Vegetasi : Sedang (pohon jati, kelapa, pisang, dll)

Morfologi : Perbukitan

Litologi : Perselingan batupasir

Strike/dip : N 245oE/8o

Slope : 60o

IV.3.2 Lokasi Pengamatan 2 (Rentang Tali)

Hari/tanggal : Minggu, 17 nopember 2013

Lokasi : Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa

Yogyakarta

Koordinat : S 07o50’19”

N 110o28’51”

Waktu : 11.40 wib

Cuaca : Cerah
59

Vegetasi : Sedang (pohon jati, kelapa, pisang, dll)

Morfologi : Perbukitan

Litologi : Perselingan batupasir

Strike/dip : N 245oE/2o

Slope : 60o

IV.4 Hasil Analisis Lapangan Stratigrafi

IV.4.1 Satuan Batuan

IV.4.1.1 Satuan Batuan Metode Pengukuran Jacob Staff

Tabel 2 Deskripsi litologi hasil pengukuran metode jacob staff


Layer Deskripsi litologi Simbol Nama batuan

1 Warna segar abu-abu. Warna lapuk abu-

abu kecoklatan. Ukuran butir lempung.

Struktur masif. Ukuran butir lempung. Batulempung

Sortasi baik. kemas tertutup. Matriks

lempung. Semen silika.

2 Warna segar merah kecoklatan. Warna

lapuk kuning kecoklatan. Struktur

masif. Ukuran butir lanau. Sortasi baik. Batulanau

kemas tertutup. Bentuk butir membulat.

Matriks lanau. semen silika.


60

3 Warna segar abu-abu. Warna lapuk abu-

abu kecoklatan. Struktur masif. Ukuran

butir pasir halus. Sortasi baik. kemas Batupasir

tertutup. Bentuk butir membulat.

Matriks pasir. Semen silika.

4 Warna segar kuning kemerahan. Warna

lapuk coklat kehitaman. Struktur

perlapisan. Ukuran butir pasir sedang.


Batupasir
Sortasi baik. kemas tertutup.bentuk

butir membulat. Matriks pasir. Semen

silika.

5 Warna segar merah kecoklatan. Warna

lapuk hitam kecoklatan. Struktur masif.

Ukuran butir pasir halus. Sortasi baik. Batupasir

kemas tertutup. Bentuk butir membulat.

Matrik pasir. Semen silika.

6 Warna segar abu-abu. Warna lapuk abu-

abu kecoklatan. Struktur masif. Ukuran

butir debua halus. Bentuk butir Tuff

membulat. Sortasi baik. kemas tertutup.

Matriks debu halus. Semen silika.


61

Tabel 3 Data perhitungan ketebalan sebenarnya hasil pengukuran jacob staff


Layer Tebal sebenarnya (cm) Dip

1 60 8o

2 10 8o

3 13 8o

4 18 8o

5 12 8o

6 50 8o

IV.4.1.2 Satuan Batuan Metode Pengukuran Rentang Tali

Tabel 4 Deskripsi litologi hasil pengukuran metode rentang tali


Layer Deskripsi litologi Simbol Nama batuan

1 Warna segar abu-abu. Warna lapuk abu-

abu kecoklatan. Struktur masif. Ukuran

butir pasir halus. Bentuk butir


Batupasir
membulat. Kemas tertutup. Sortasi baik.

Komposisi matrik pasir halus. Semen

oksida besi.

2 Warna segar abu-abu. Warna lapuk abu-

abu coklat. Struktur masif. Kemas

tertutup. Sortasi baik. ukuran butir Batulanau

lanau. Bentuk butir lanau. Matriks

lanau. Semen silika.


62

3 Warna segar abu-abu.warna lapuk abu-

abu kehitaman. Struktur masif. Ukuran

butir pasir sedang. Sortasi baik. kemas Batupasir

tertutup. Bentuk butir membulat.

Matriks pasir sedang. Semen silika.

4 Warna segar hitam. Warna lapuk hitam

kecoklatan. Struktur masif. Ukuran butir


Batulempung
lempung. Sortasi baik. kemas tertutup.

Matriks lempumg. Semen silka.

5 Warna segar abu-abu. Warna lapuk abu-

abu kecoklatan. Struktur masif. Ukuran

butir lanau. kemas tertutup. Sortasi baik. Batulanau

kemas tertutup. Bentuk butir membulat.

Matriks lanau. semen silika.

6 Warna segar abu-abu. Warna lapuk abu-

abu kehitaman. Struktur masif. Ukuran

butir pasir kasar. Sortasi baik. kemas Batupasir

tertutup. Bentuk butir membulat.

Matrikssemen karbonat.

7 Warna segar abu-abu. Warna lapuk abu-

abu kekuningan. Masif. Lempung.


Batulempung
Sortasi baik. kemas tertutup. Bentuk

butir membulat. Semen oksida besi.


63

Tabel 5 Data perhitungan ketebalan sebenarnya hasil pengukuran rentang tali


Layer Slope Dip Jarak terukur (cm) Tebal sebenarnya (cm) Litologi

1 60o 20o 37 36,26 Batupasir

2 60o 20o 41 40,18 Batulanau

3 60o 20o 252 246,96 Batupasir

4 60o 20o 60 58,8 Batulempung

5 60o 20o 100 98 Batulanau

6 60o 20o 25 24,5 Batupasir

7 60o 20o 195 191,1 Batulempung

Keterangan:

Kedudukan N 1850E/20o Slope 60o

Kemiringan lapisan berlawanan dengan arah lereng: T = d sin ( ∂ + s )

Perhitungan ketebalan:

Layer 1: T = d sin ( ∂ + s ) Layer 5: T = d sin ( ∂ + s )

= 37.sin (60o+20o) = 100.sin (60o+20o)

= 37.sin 80o = 100.sin 80o

= 37. 0,98 = 100. 0,98

= 36,26 cm = 98 cm

Layer 2: T = d sin ( ∂ + s ) Layer 6: T = d sin ( ∂ + s )

= 41.sin (60o+20o) = 25.sin (60o+20o)

= 41.sin 80o = 25.sin 80o

= 41. 0,98 = 25. 0,98

= 40,18 cm = 24,5 cm
64

Layer 3: T = d sin ( ∂ + s ) Layer 7: T = d sin ( ∂ + s )

= 252.sin (60o+20o) = 195.sin (60o+20o)

= 252.sin 80o = 195.sin 80o

= 252. 0,98 = 195. 0,98

= 246,96 cm = 191,1 cm

Layer 4: T = d sin ( ∂ + s )

= 60.sin (60o+20o)

= 60.sin 80o

= 60. 0,98

= 58,8 cm

IV.4.2 Sejarah Geologi (Lithostratigrafi)

Kabupaten Bantul bagian timur, yangmeliputi Kecamatan Piyungan,

secarafisiografi termasuk kedalam zona cekunganpegunungan selatan. Zona

cekunganpegunungan selatan tersebut terdiri daribatuan vulkano klastik dan

batuan sedimen.Batuan vulkanoklastik tersebut di dalamnyaterdapat satuan breksi

pumis dan satuanbreksi andesit.Breksi pumis ini berselang seling dengan batu

pasir tuffan bergradasi membentuk perlapisan pilihan, laminasi sejajar ataupun

bergelombang dan terkadang erosional, serta membentuk perselingan dengan tuff

halus. Satuan breksi pumis ini di endapkan pada lereng kipas dekat dengan alur-

alur bawah laut dengan kipas bawah laut dengan sistem arus turbid (Toha, dkk,

1994).Satuan breksi pumis ini yang dikenal sebagai Formasi Semilir yang terdiri

dari perlapisan breksi dengan fragmen pumis dan andesit.

IV.4.3 Kolom Stratigrafi (Terlampir).


BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan

Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan

dan kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu

sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan (sandi

stratigrafi Indonesia).

Prinsip Dasar Stratigrafi yaitu:

1. Hukum Steno

a. Hukum Superposisi (Superposition Law)

b. Hukum Kejadian Horizontal (Horizontal Law)

c. Hukum Menerus (Continousity Law)

2. Hukum Hubungan Potong Menyilang (Cross Cutting Relationship Law)

3. Teori Katastrofa

4. Teori Uniformitas

5. Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie, 1778)

6. Strata Identified by Fossils (Smith, 1816)

7. Facies Sedimenter (Selley, 1978)

8. Law Of Inclusion

Selley (1980) mengelompokkan struktur sedimen berdasarkan asal usulnya

menjadi 3 kelompok, yaitu :

65
66

1. Struktur sedimen sebelum pengendapan (Pre-depositional sedimentary

structures)

2. Struktur sedimen saat pengendapan (Syn-depositional sedimentary

structures)

3. Struktur sedimen setelah pengandapan (Post-depositional sedimentary

structures)

Tucker (1982) mengelompokkan struktur sedimen kedalam 4 kelompok, yaitu :

1. Struktur pengikisan (Erosional structures)

2. Struktur pengendapan (Depositional structures)

3. Struktur pasca-pengendapan (Post-depositional sedimentary structures)

4. Struktur sedimen asal jasad (Biogenic sedimentary structures)

Metoda Pengambila Data Stratigrafi

1. Metode Rentang Tali: dengan menggunakan tali minimal 5 meter, dan

settiap 10 cm diberi tanda.

2. Metode Jacob Staff: dengan menggunakan tongkat jacob yang panjangnya

1,5 meter dan setiap 10 cm diberi warna.

III. 2 Saran

Mungkin praktikum stratigrafi untuk kedepannya lebih ditingkatkan lagi.

Baik dalam penyampaian materi, kedisiplinan waktu maupun tata tertib yang

berlaku dalam pelaksanaan praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Surjono, Sugeng S. 2009. Buku Ajar Sedimentologi.Yogyakarta : Jurusan Teknik

Geologi Fakultas Teknik UGM.

Sanjoto, Siwi .2008. Kwalitas breksi pumis sebagai bahan bangunan Kecamatan

Piyungan, Pleret, Imogiri Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jurusan Teknik Geologi , Fakultas Teknologi Mineral Institut Sains & Teknologi

AKPRIND Yogyakarta.

Rakhman, Arie. 2011 Stratigrafi. Institut Sains & Teknologi AKPRIND.

Yogyakarta.

Guntur.2009.Bahan kuliah stratigrafi & sedimentologi. Unsoed.

Noor, Djauhari. 2009. Pengantar geologi. Bandung:CV. Graha Ilmu.

R, stiwinder. 2013. Panduan praktikum stratigrafi. Yogyakarta: Institut Sains &

Teknologi AKPRIND. Yogyakarta.

Martodjojo, soejono. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Komisi sandi stratigrafi

indonesia.

http://wingmanarrows.wordpress.com/2012/02/22/struktur-sedimen-dan-

perlapisan/ (diakses pada 31 agustus 2013 pukul 19.56 wib).

http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/03/struktur-sedimen.html (diakses pada

31 agustus 2013 pukul 19.56 wib).

67
68

http://www.toiki.or.id/2010/07/struktur-batuan-sedimen.html\(diakses pada 31

agustus 2013 pukul 19.56 wib).

http://5th Stratigraphy Analysis _ DebHarset's Blog.htm (diakses pada 31 agustus

2013 pukul 19.56 wib).

http://Sedimentologi dan stratigrafi.htm (diakses pada 16 oktober 2013 pukul

18.55 wib).

http://Kelompok 1 Stratigrafi lingkungan pengendapan. htm (diakses pada 31

agustus 2013 pukul 19.56 wib).

Anda mungkin juga menyukai