Anda di halaman 1dari 3

Titik Kritis Kehalalan Sushi

Written by Admin
Jumat, 01 Maret 2013

Sebelum 2000-an, sushi termasuk makanan berkelas.

Sushi hanya ditemukan di restoran Jepang ternama atau hotel-hotel berbintang.Harganya


pun cukup mahal.

Akan tetapi, kini sushi menjadi santapan yang mudah ditemukan. Penggemar sushi bisa
mendapatkannya di mal, restoran, hingga kedai-kedai. Harganya pun lebih bersahabat.

Kehadiran makanan Jepang yang satu ini tentunya menjadi alternatif makanan, termasuk
umat Islam. Tapi, jangan silau dulu, kata Wakil Direktur LPPOM MUI Ir Muti Arintawati.

Sebagaimana produk makanan atau minuman lain tentu dituntut kejelian dan kehati-hatian.
"Ini menyangkut soal status kehalalan dan ketayiban bahan yang digunakan,"
ujarnya.

Muti menjelaskan, sushi banyak variasinya, terdiri atas beberapa komponen, yaitu
sushi-meshi campuran Japanese rice dan rice vinegar, ditambah gula, garam, terkadang
ditambah kombu (sejenis rumput laut) dan sake.

Ada juga tambahan nori, yakni produk olahan rumput laut. Variasi lainnya berupa neta, yaitu
aneka seafood mentah, sayuran, dan daging mentah.

Dari komponen tersebut, Muti menilai, bahan yang paling kritis dicermati ialah penggunaan
daging. Daging hewan apakah yang dipakai sebagai bahan dasarnya. Bila berasal dari daging
hewan haram, seperti babi, maka sudah jelas hukumnya diharamkan.

Jika bukan berasal dari daging babi, harus ditelusuri proses pemotongannya. Karena

1/3
Titik Kritis Kehalalan Sushi

Written by Admin
Jumat, 01 Maret 2013

pemotongan yang tidak sesuai dengan kaidah penyembelihan yang digariskan syariat, hukum
daging tersebut bisa dinyatakan bangkai dan najis. “Tak boleh dikonsumsi Muslim,” kata Muti.

Hingga kini, belum terdapat restoran Jepang penjaja sushi yang mengajukan sertifikasi halal
usaha mereka.

Untuk bumbu-bumbu yang diramu bersama sushi, ada beberapa nama yang digunakan. Di
antaranya, produk fermentasi kedelai (shoyu, soy sauce), wasabi, Japanese style mayonnaise
yang mengandung rice vinegar, serta MSG.

Yang perlu dicermati adalah pemakaian mirin dan sake. Keduanya adalah minuman
beralkohol khas Jepang.

“Sake dan mirin tergolong minuman keras (khamar). Hukumnya jelas-jelas diharamkan
penggunaannya meskipun hanya sekecil apa pun,” tegas Muti.

Selain itu, waspadai pula saus yang digunakan di makanan Jepang. Walaupun saus itu
bahannya dari kedelai, menurut Muti, peluang penggunaan bahan tambahan yang kritis tetap
ada. Demikian halnya dengan vinegar, yaitu asam cuka.

Dia mengutip kesimpulan yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI. Lembaga itu berpendapat
vinegar halal. Pada masa Rasulullah SAW bahan haram yang berubah menjadi halal adalah
khamar yang berubah menjadi cuka. “Jadi, cuka hasil fermentasi bukan termasuk khamar
sehingga boleh (dikonsumsi).”

Meski demikian, dia tetap mengingatkan agar selektif. Hal ini mengingat banyak produk
vinegar yang beredar di pasaran. Tentu dengan beragam jenis dan bahan dasarnya. “Ini yang
harus dicermati,” katanya. 

2/3
Titik Kritis Kehalalan Sushi

Written by Admin
Jumat, 01 Maret 2013

Selain itu, Muti menyayangkan, animo masyarakat yang tinggi terhadap panganan itu tak
diimbangi dengan kesadaran dari pelaku usaha sushi. Hingga kini, belum terdapat restoran
Jepang penjaja sushi yang mengajukan sertifikasi halal usaha mereka.

Dia mengimbau agar konsumen Muslim tetap jeli dan cermat. Sebelum memutuskan untuk
menyantap makanan tersebut, alangkah baiknya bertanya kepada pihak restoran terkait
kehalalan dan ketayibannya. “Tak ada salahnya menanyakan aman atau tidaknya (sushi)
dikonsumsi,” demikian Muti Arintawati.

Sumber:Republika

3/3

Anda mungkin juga menyukai