Anda di halaman 1dari 17

JURNAL READING

ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL

Disusun Oleh :

Tipani Angela

133070101

Roni Pahlawan

133307010159

Pembimbing :

dr. Mangatas Silaen Sp.OG, MKM

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

RSU ROYAL PRIMA

MEDAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Jurnal Reading ini dengan judul ”Pre
Eklampsi”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Obsteri dan Ginekologi yang
dilaksanakan di RSU Royal Prima Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, Dr.
dr. Mangatas Silaen, M.K.M, Sp.O.G yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan Journal Reading ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan
kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................ i


Daftar Isi ..................................................................................................................... ii
BAB 1 Pendahuluan .................................................................................................... 2
BAB 2 Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 3
2.1 Definisi Anemia ........................................................................................... 3
2.2 Definisi Zat Besi dan Metabolisme Zat besi pada Kehamilan .................... 3
2.3 Etiologi Anemia Defisiensi Besi ................................................................. 2
2.4 Faktor Resiko Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan............................. 4
2.5 Gejala Anemia Defisiensi Besi .................................................................... 6
2.6 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi .............................................................. 6
2.7 Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi Pada Kehamilan ........................ 8
BAB 3 Soal Ukmppd .................................................................................................. 12
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 14

ii
PENDAHULUAN

Anemia defisiensi besi merupakan masalah umum dan luas dalam bidang gangguan gizi
di dunia. Kekurangan zat besi bukan satu-satunya penyebab anemia. Secara umum penyebab
anemia yang terjadi di masyarakat adalah kekurangan zat besi. Prevalensi anemia defisiensi besi
masih tergolongtinggi sekitar dua miliar atau 30% lebih dari populasi manusia di dunia.
Prevalensi ini terdiri dari anak-anak, wanita menyusui, wanita usia subur, dan wanita hamil di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia (WHO, 2011).

Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan masalah gizi terutama anemia
defisiensi besi. Wanita hamil berisiko tinggi mengalami anemia defisiensi besi karena kebutuhan
zat besi meningkat secara signifikan selama kehamilan. Pada masa kehamilan zat besi yang
dibutuhkan oleh tubuh lebih banyak dibandingkan saat tidak hamil menginjak triwulan kedua
sampai dengan triwulan ketiga. Pada triwulan pertama kehamilan, kebutuhan zat besi lebih
rendah disebabkan jumlah zat besi yang ditransfer ke janin masih rendah (Waryana, 2010).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),prevalensi anemia defisiensi besi
pada ibu hamil sebesar 63,5% tahun 1995, turun menjadi 40,1% pada tahun 2001, dan pada
tahun 2007 turun menjadi 24,5% (Riskesdas, 2007). Angka anemia defisiensi besi ibu hamil di
Indonesia masih tergolong tinggi walaupun terjadi penurunan pada tahun 2007. Keadaan ini
mengindikasikan bahwa anemia defisiensi besi menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes,
2010).

Kekurangan zat besi akan berisiko pada janin dan ibu hamil sendiri. Janin akan
mengalami gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Selain
itu, mengakibatkan kematian pada janin dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) (Waryana, 2010). Pada ibu hamil, anemia defisiensi besi yang
berat dapat menyebabkan kematian (Basari, 2007). Anemia defisiensi besi menyebabkan
turunnya daya tahan tubuh dan membuat penderita rentan terhadap penyakit. Kekurangan zat
besi pada kehamilan memiliki konsekuensi negatif bagi bayi yaitu terjadi gangguan
perkembangan kognitif bayi serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu (Diaro, 2006).
Upaya pemerintah dalam mengatasi anemia defisiensi besi ibu hamil yaitu terfokus pada
emberian tablet tambahan darah (Fe) pada ibu hamil. Departemen Kesehatan masih terus

1
melaksanakan progam penanggulangan anemia defisiensi besi pada ibu hamil dengan
membagikan tablet besi atau tablet tambah darah kepada ibu hamil sebanyak satu tablet setiap
satu hari berturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan (Depkes RI, 2010).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anemia

Anemia didefinisikan sebagai pengurangan jumlah absolut dari sel darah merah
(RBC), secara tidak langsung diukur dengan penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb),
Hematokrit (Hct) atau jumlah RBC. World Health Organization (WHO) mendefinisikan anemia
dengan konsentrasi Hb < 11g/dl, namun selama kehamilan, definisi anemia tergantung pada
trimesternya (< 11g/dl pada trimester pertama, <10,5 g/dl pada trimester kedua, <11g/dl pada
trimester ketiga).1

2.2 Definisi Zat Besi dan Metabolisme Zat besi pada Kehamilan

Zat besi adalah elemen yang penting dalam produksi Hb untuk pengangkutan
oksigen ke jaringan. Pengiriman zat besi dari ibu ke janin melibatkan penyerapan zat besi dari
sirkulasi ibu, Pengiriman zat besi ini melintasi plasenta dan selanjutnya ke sirkulasi janin.
Pengiriman zat besi ke sirkulasi janin melalui ferroportin yang berfungsi sebagai eksportir besi di
membran. Oleh karena itu, tingkat hepcidin yang tinggi dapat menginduksi internalisasi dan
degradasi ferroportin yang dapat menyebabkan penurunan pengiriman zat besi ke janin.

Kebutuhan zat besi selama kehamilan meningkat terutama karena peningkatan


massa eritrosit ibu pada trimester kedua dan pertumbuhan plasenta dan janin pada trimester
ketiga. Oleh karena itu, setengah dari zat besi tersebut pun hilang. Sebagai tambahan, 300 mg zat
besi masuk ke janin dan plasenta, 500mg digunakan untuk menutupi kebutuhan volume darah
yang diperluas, 200mg lagi hilang melalui ekskresi normal. Meskipun mobilisasi cadangan zat
besi dan absorbsi zat besi meningkat saat kehamilan, penelitian menyarankan bahwa pemenuhan
zat besi tidak dapat ditutupi dengan diet saja, sehingga lebih banyak zat besi eksternal diperlukan
untuk menyeimbangkan permintaan zat besi.2

2.3 Etiologi Anemia Defisiensi Besi3

3
Defisiensi zat besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak di dunia
(75%) dari semua jenis anemia pada kehamilan. Hal ini karena fakta bahwa diet pada kehamilan
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan zat besi.

Selama kehamilan, ada hemodilusi fisiologis, dengan puncak pada 20-24 minggu
kehamilan, dan Hb bervariasi pada beberapa trimester. Bahkan, diketahui pula terdapat
penurunan fisiologis di Hb pada pertengahan trimester. Penurunan fisiologis ini disebabkan oleh
peningkatan volume plasma yang lebih tinggi, dibandingkan dengan massa RBC, yang sedikit
meningkat selama kehamilan. Proses fisiologis ini menghasilkan kekentalan darah hemodilusi
relatif, membantu sirkulasi darah di plasenta.

Selain itu, selama kehamilan, kekurangan zat besi relatif umum karena
permintaan besi meningkat, dengan kebutuhan besi rata-rata 4,4 mg/hari, dan karena banyak
wanita memulai kehamilan dengan simpanan zat besi yang buruk/ kurang, sehingga jumlah zat
besi yang diserap dari diet, bersama dengan yang dimobilisasi dari penyimpanan zat besi,
biasanya tidak cukup untuk memenuhi tuntutan ibu yang mengalami kehamilan.

Kadar serum ferritin adalah penanda dari turunnya zat besi dengan nilai cut off <
30ug/l. Ketersediaan zat besi adalah faktor pembatas laju produksi RBC oleh sumsum tulang.
Ketika defisiensi zat besi terjadi, penyimpanan zat besi di sumsum tulang menurun dan kadar
ferritin serum menurun. Karena zat besi sangat penting untuk menghasilkan RBS dalam sumsum
tulang, eritropoiesis mulai terganggu saat zat besi < 50 ug/l.3

2.4 Faktor Resiko Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan4

Faktor resiko terjadinya anemia pada ibu hamil adalah sebagai berikut:

a. Usia Ibu

Kesiapan alat reproduksi wanita untuk hamil berhubungan dengan usia ibu
hamil. Usia terbaik untuk hamil adalah 20- 35 tahun. Bila wanita hamil pada usia < 20 tahun,
maka asupan zat besi akan menjadi terbagi antara pertumbuhan biologisnya dan janin yang
dikandungnya. Wanita yang hamil > 35 tahun, akan mengalami fungsi faal tubuh tidak optimal,

4
karena sudah masuk masa awal degeneratif. Oleh karenanya, hamil pada usia < 20 tahun dan usia
> 35 tahun merupakan kehamilan yang beresiko yang dapat menyebabkan anemia, juga dapat
berdampak pada keguguran (abortus), BBLR, dan persalinan yang tidak lancer.

b. Tingkat pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan


perilaku hidup sehat. Pendidikan Ibu merupakan salah satu faktor penentu status gizi, dan
mortalitas ibu dan anak.

c. Frekuensi hamil

Cadangan besi akan berkurang selama kehamilan, semakin tinggi frkuensi


kehamilan, maka semakin banyak seorang ibu mengalami kehilangan zat besi, sehingga perlu
diperhatikan frekuensi kehamilan, serta jarak kehamilan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengembalikan cadangan zat besi ke tingkat normal, dengan syarat bahwa selama masa
tenggang tersebut ibu dalam kondisi kesehatan dan mutu makanan yang baik.

d. Jarak kehamilan

Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia defisiensi


besi adalah jarak kehamilan yang pendek. Jarak kehamilan yang baik minimal 2 tahun menjadi
sangat penting untuk diperhatikan sehtngga tubuh ibu siao untuk menerima janin kembali. Jarak
kehamilan yang kurang dari 24 bulan atau 2 tahun memungkinkan kondisi ibu belum pulih,
sehingga zat besi yang ada di dalam tubuhnya terbagi untuk pemulihan tubuhnya dan kebutuhan
selama kehamilan berikutnya.

e. Frekuensi konsumsi tablet besi

Selama kehamilan terjadi, peningkatan yang signifikan terhadap


kebutuhan zat besiuntuk meningkatkan massa sel darah merah serta ekspansi volume plasma
untuk pertumbuhan janin. Selain itu, zat besi juga dibutuhkan untuk membentuk hemoglobin di
dalam sel darah merah ibu dan janin. Selama kehamilan, kebuthan zat besi meningkat dibanding
tidak hamil. Oleh karena itu, ibu hamil harus mendapatkan tambahan zat besi berupa
supplementasi zat besi.

5
f. Status gizi yang tidak baik

Kehamilan selalu berhubungan dengan penurunan konsentrasi protein


pengikat gizi dalam sirkulasi darah begitu juga dengan penurunan gizi mikro. Masa kehamilan
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan janin menuju masa kelahiran sehingga
gangguan gizi yang terjadi pada masa kehamilan akan berdampak besar bagi kesehatan Ibu dan
janin. Oleh karenanya, status gizi ibu hamil dapat berdampak pada kejadian terjadinya anemia.4

2.5 Gejala Anemia Defisiensi Besi

Gejala anemia defisiensi besi yaitu kelelahan, sakit kepala, kapasitas fisik dan
mental yang rendah, vertigo, kram kaki, pagofagia ( ingin terus mengkonsumsi es batu), mukosa
pucat, stomatitis angularis, koilonikia. Anemia defisiensi besi pada kehamilan ini juga
menimbulkan sejumlah masalah pada ibu dan janin, termasuk kelahiran prematur,
keterbelakangan perkembangan intrauterine, masalah plasenta, resiko penurunan cadangan darah
ibu selama kelahiran, stress jantung, penurunan penyimpanan zat besi pada bayi baru lahir, dan
penurunan produksi ASI ibu.3

2.6 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi

Faktor paling penting dalam diagnosa anemia defisiensi besi adalah pemeriksaan
laboratorium. Temuan laboratorium untuk anemia defisiensi besi termasuk penurunan kadar
hemoglobin (Hb), konsentrasi serum zat besi, saturasi transferrin serum dan kadar ferritin serum.
Faktanya, cukup untuk mempelajari hitung darah lengkap dan serum ferritin untuk diagnosis.
Konsentrasi ferritin serum < 30ug/l bersama dengan konsentrasi Hb <11g/dL selama trimester
pertama, <10,5g/dL selama trimester kedua dan <11g/dL selama trimester ketiga adalah
diagnostik untuk anemia selama kehamilan. Pengukuran konsentrasi ferritin serum adalah tes
yang paling akurat pada pasien tanpa peradangan yang mendasarinya, dan kadar ferritin serum di
bawah nilai ambang saja sudah cukup untuk diagnosis tanpa adanya pemeriksaan lain. Namun,
dokter harus menyadari bahwa ferritin serum merupakan reaktan fase akut dan mungkin normal

6
bahkan meningkat, di bawah kondisi peradangan meskipun adanya anemia, dan dalam kondisi
seperti ini konfirmasi diagnosis mungkin memerlukan pemeriksaan tambahan.3

Jika ferritin serum rendah (<30ug/L), Tetapi Hb normal (≥11g/dL pada trimester
pertama, ≥ 10,5g/dL pada trimester kedua, dan ≥ 11g/dL pada trimester ketiga) diagnosisnya
adalah defisiensi besi; namun, apabila ferritin serum rendah (<30ug/L) dan Hb juga rendah
(<11g/dL pada trimester pertama, <10,5g/dL pada trimester kedua dan <11g/dL pada trimester
ketiga), diagnosisnya adalah anemia defisiensi besi.3

Ketika Hb rendah ( <11g/dL pada trimester pertama, , <10,5g/dL pada trimester


kedua dan <11g/dL pada trimester ketiga) namun ferritin serum normal (≥30ug/L) diperlukan
pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan saturasi transferrin serum, serum zat besi, CRP( C-
reactive protein) untuk diagnosis.3

7
2.7 Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi Pada Kehamilan

2.7.1 Diet zat besi

Zat besi dalam makanan hadir dalam bentuk heme/ hewani (daging, unggas, ikan)
dan bentuk non-heme/ nabati (biji-bijian, makanan nabati dan suplemen). Zat besi dalam bentuk
heme 3-4 kali lebih baik diserap daripada zat besi dalam bentuk non-heme. Makanan kaya zat
besi bentuk non- heme termasuk bayam, plum kering, sereal. Penyerapan zat besi bentuk non-
heme dapat ditingkatkan dengan vitamin C atau makanan yang kaya dengan Vitamin C (Brokoli,
paprika, blewah, jeruk, stroberi dan tomat). Penyerapan zat besi dalam bentuk non-heme dapat
juga berkurang karena konsumsi kopi, teh dan coklat.5

2.7.2 Zat besi oral

Zat besi oral merupakan terapi yang efektif, murah dan aman untuk pergantian zat
besi. Zat besi ferro lebih mudah untuk diserap dibandingkan dengan zat besi ferri. Dosis zat besi
yang direkomendasi untuk pengobatan defisiensi zat besi adalah 100-200mg/ hari. Dosis yang
tinggi tidak dianjurkan, karena dapat meningkatkan efek samping.5

Zat besi ferro termasuk ferro fumarat, ferro sulfat dan ferro glukonat. Jumlah
unsur zat besi dalam setiap zat besi bervariasi seperti yang terdapat dalam tabel di bawah ini

Dosis per tablet Zat besi murni


Ferrous Fumarate 200mg 65mg
Ferrous Gluconate 300mg 35mg
Ferrous Suphate (dried) 200mg 65mg
Ferrous Sulphate 300mg 60mg
Ferrous Feredetate 190mg/5ml elixir 27.5mg/5ml

A. Ferro Sulfat

8
 Mekanisme kerja : Zat besi berkombinasi dengan ikatan Porfirin dan
Globin untuk membentuk hemoglobin, yang sangat penting untuk
pengantaran oksigen dari paru-paru ke jaringan lain.6
 Kontraindikasi : Pasien dengan hemokromatosis( kondisi di mana
tubuh menyerap, dan menimbun zat besi secara berlebihan dari makanan
yang dikonsumsi), hemosiderosis (suatu bentuk gangguan kelebihan beban
besi yang mengakibatkan kerusakan jaringan), dan anemia hemolitik
(kondisi di mana sel darah merah hancur lebih cepat dibandingkan
pembentukannya).6
 Efek samping : Mual, nyeri perut bagian atas, tinja berubah warna.
Overdosis zat besi (1-2g) dapat menyebabkan kolaps sirkulasi dan
kematian. Overdosis zat besi yang tidak disengaja telah menjadi penyebab
utama keracunan fatal pada anak-anak berusia < 6 tahun. Jauhkan dari
jangkauan anak-anak.6
 Dosis : Dosis oral yang diberikan dalam bentuk fero sulfat
sebesar 200 mg (=65 mg zat besi murni), diberikan 2-3 kali sehari.

B. Ferro fumarat

 Mekanisme kerja : Ferro Fumarat menggantikan zat besi yang


terdapat dalam Hb, mioglobin dan enzim. Hal ini menyebabkan adanya
transport oksigen via Hb.7

9
 Kontraindikasi : Paroksisimal Nokturnal Hemoglobinuria (suatu
penyakit yang jarang, mengancam nyawa yang ditandai dengan kerusakan
sel darah merah oleh sistem komplemen), Hemosiderosis,
hemokromatosis, ulkus peptic aktif, enteritis regional dan Kolitis
Ulseratif.7
 Efek samping : Mual, muntah, nyeri epigastrium, konstipasi atau
diare, tinja berwarna hitam, urin berwarna.7
 Dosis : Dosis oral yang dianjurkan dalam bentuk ferro
fumarat untuk kehamilan sebesar 200mg (=65 mg zat besi murni),
diberikan 3 kali sehari.7

C. Ferro Glukonat
 Mekanisme kerja : Menggantikan Zat besi yang terdapat dalam Hb,
myoglobin dan enzim.
 Kontraindikasi : Hemokromatosis, hemosiderosis, hemoglobinuria,
Thalassemia, ulkus peptic aktif, enteritis regional, colitis ulseratif,
Hepatitis. Pasien yang mendapatkan transfusi darah berulang.
 Efek samping : Mual, muntah, nyeri dada, nafsu makan menurun,
urin berwarna, tinja berwarna hitam, konstipasi, diare dan reaksi alergi.

Indikasi pemberian zat besi oral7


Sesuai dengan panduan NICE untuk perawatan antenatal rutin, semua wanita perlu
melakukan pemeriksaan darah lengkap pada minggu ke-28. Hal ini merupakan sistem yang
efektif untuk tinjauan cepat dari hasil darah dan tindak lanjut yang cepat untuk menghindari
keterlambatan dalam manajemen.
Wanita dengan Hb < 110g/dl pada 12 minggu atau < 105g/dL melebihi 12 minggu harus
ditawarkan uji coba zat besi oral. Pada keadaan adanya hemoglobinopati, Ferritin serum harus
diperiksa dan wanita perlu ditawarkan zat besi oral bila Ferritin < 30ug/L.
Perawatan harus segera dimulai dalam masyarakat. Rujukan ke perawatan sekunder perlu
dipertimbangkan apabila terdapat gejala signifikan dan/ atau anemia berat ( Hb <70g/dL) atau
gestasi lanjut (>34minggu) atau jika tidak terdapat peningkatan Hb dalam 2 minggu.

10
Pada wanita yang pernah mengalami anemia sebelumnya, kehamilan ganda, kehamilan
berturut-turut dengan interval kurang dari satu tahun perlu dipertimbangkan pengukuran ferritin
serum. Pasien lain yang perlu dipertimbangkan termasuk remaja hamil dan wanita yang beresiko
tinggi terjadi pendarahan. Jika Ferritin serum < 30ug/L maka perlu diberikan zat besi oral.7

Respon terhadap zat besi oral8


Konsentrasi hemoglobin harus mengalami peningkatan sekitar 20g/L selama 3-4 minggu.
Namun, peningkatan hemoglobin yang dapat dicapai dengan zat besi oral tergantung pada Hb
dan status zat besi pada awal pemberian zat besi oral, penyerapan zat besi dan faktor lain yang
berkontribusi pada anemia, seperti infeksi dan gangguan ginjal.
Pemeriksaan ulangan Hb perlu dilakukan setelah 2 minggu mendapatkan pengobatan
untuk menilai respon terhadap pengobatan. Waktu pemeriksaan lebih lanjut bergantung kepada
tingkat anemia. Setelah Hb berada dalam kisaran normal, perawatan harus dilanjutkan selama 3
bulan dan setidaknya hingga 6 minggu pasca persalinan untuk mengisi kembali penyimpanan zat
besi dalam tubuh.8

2.7.3 Terapi zat besi secara parenteral8


Terapi zat besi secara parenteral diindikasikan bila terdapat ketidakpatuhan atau
intolerasi terhadapat terapi zat besi oral.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa dengan penggunaan terapi zat besi secara
parenteral untuk anemia defisiensi besi pada kehamilan, akan dicapai p9eningkatan lebih cepat
pada Hb dan pengisian kembali penyimpanan zat besi dalam tubuh lebih baik dibandingkan
dengan terapi zat besi oral, terutama ditunjukkan untuk besi sukrosa dan besi (III)
carboxymaltose. Namun juga, ada penelitian yang melaporkan bahwa keamanannya masih
kurang.8

11
Soal UKMPPD

1. Wanita 25 tahun G1P0A0 hamil 8 bulan dibawa ke bidan UGD karena hipertensi dan tungkai bengkak.
Riwayat kejang (-), tekanan darah 160/110; edema, proteinuria. Bagaimana penanganannya?

A. Infus D5% + MgSO4

B. Diazepam 10 mg i.m.

C. MgSO4 4 gram dalam D40% i.m.

D. Fenobarbital 30 mg oral

E. Observasi ketat di ICU

2. Seorang wanita G3P2A0 40 th, 30 minggu, nyeri kepala, tangan kesemutan, penglihatan kabur, TD:
170/100, kaki bengkak, Diagnosis:

a. Eklampsi

b. hipertiroid

c. Preeklamsi berat

d. Hipertensi

e. nefrotik sindrom

3. Seorang wanita ingin memeriksakan kehamilannya (8 bulan). Dari pemeriksaan: TD 150/90 mmHg,
pemeriksaan urin +1. Pada pasien ini menderita:

a. tidak ada kelainan

b. PEB

c. Eklampsia

d. PER

e. Hipertensi

4. Wanita hamil, TD 140/90 mmHg, terdapat udem pada kedua tungkai, dalam urin ditemukan protein.
Tindakan yang dilakukan:

a. Diazepam 10 mg

12
b. MgSO4

c. diuretic

d. tirah baring

5. Wanita 29 tahun G1P0A0, Umur Kehamilan 38-40 minggu, sakit kepala, nyeri ulu hati. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD= 170/100 mmHg, Djj= normal, TFU= 32 cm, terdapat edema, protein=
+ 4, antihipertensi yang dibutuhkan oleh pasien ini adalah?

a. ACE inhibitor

b. Penghambat kanal kalsium

c. Anti diuretic

6. Antikonvulsan yang baik untuk kasus pada no 5?

a. MgSO4

b. Dormitin

c. Ketamin

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Carlo, G. Giardina, I. Cabero, L. 2015. Iron Deficiency Anemia In Pregnancy. Diambil dari:
http://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.2217/whe.15.35

2.Chandra, I, Shunm L.2015. Iron Status and Choice of Iron Therapy during Pregnancy:
Advantages and Disadvantages. Diambil dari: file:///C:/Users/User/Downloads/2104-7262-1-
PB%20(1).pdf

3. Apil, O. Breyman, C. 2015. Diagnosis And Treatment of Iron Deficiency Anemia During
Pregnancy and The Postpartum Period. Diambil dari :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5558393/pdf/TJOD-12-173.pdf

4. Tanziha, I, Rizal, M. 2016. Faktor Resiko Anemia Ibu Hamil di Indonesia. Diambil dari:

file:///C:/Users/User/Downloads/14687-43252-1-SM.pdf

5. Manag, O. 2017. Recognize and Treat Iron-Deficiency Anemia in Pregnant Women. Diambil
dari: https://www.mdedge.com/obgmanagement/article/153051/obstetrics/recognize-and-treat-
iron-deficiency-anemia-pregnant-women

6. TUSOM. 2018. Antianemia Drugs. Diambil dari :


http://tmedweb.tulane.edu/pharmwiki/doku.php/antianemia_drugs

7. WHO. 2016. Daily Iron and Folic Acid Supplementation During Pregnancy. Diambil dari:

http://www.who.int/elena/titles/guidance_summaries/daily_iron_pregnancy/en/

8. Pavord, S, Robinson, S, Allard, S. 2011. The Management of Iron Deficiency In Pregnancy.


Diambil dari: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/j.1365-2141.2011.09012.x

14

Anda mungkin juga menyukai