Pendahuluan
Patogenesis
Destruksi
makrofag
Pecah
Kompleks Ghon
Lesi di hepar, lien, ginjal,
Lesi sekunder tulang, otak, dll
paru
Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimana pun, terutama di periferi dekat
pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas,
sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan tempat predileksi.
Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terdapat pada anak dibanding orang dewasa.
Pada anak penyembuhan terutama ke arah kalsifikasi, sedangkan pada orang dewasa
terutama ke arah fibrosis. Penyebaran hematogen lebih banyak terjadi pada bayi dan
anak kecil. Schmid dkk meragukan adanya fokus primer di dalam jaringan paru. Lesi
dalam jaringan paru dianggap sebagai fokus primer oleh Ghon dan Kudlich, sebenarnya
terjadi sekunder karena pecahnya kelenjar getah bening bronkial. Jadi Schmid dkk
berpendapat bahwa infeksi terjadi dalam kelenjar lebih dahulu.
Selain oleh tekanan kelenjar getah bening yang membesar, atelektasis dapat
terjadi karena konstriksi bronkus pada tuberkulosis dinding bronkus, tuberkuloma
dalam lapisan otot bronkus atau sumbatan oleh gumpalan kiju di dalam lumen bronkus.
Pembesaran kelenjar getah bening yang terkena infeksi selain menyebabkan atelektasis
karena penekanan, dapat juga menembus bronkus kemudian pecah dan menyebabkan
penyebaran bronkogen. Lesi tuberkulosis biasanya menyembuh sebagai proses resolusi,
fibrosis, dan atau kalsifikasi.
Epidemiologi
Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih
tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World
Health Organization (WHO) Report 2005 dalam Global Tuberculosis Control
menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-burden countries terhadap
TBC Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China dalam menyumbang
TBC di dunia. Perkiraan insidensi untuk pemeriksaan dahak didapatkan basil tahan
asam (BTA) positif adalah 115 per 100.0001. Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20
ini, jumlah kasus baru meningkat di seluruh dunia, TBC masih merupakan masalah
salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian baik di negara berkembang
maupun di negara maju2. Demikian juga pada anak, TBC masih merupakan penyakit
mayor yang menyebabkan kesakitan pada anak, meskipun jumlah pastinya tidak
diketahui WHO memperkirakan 1 juta kasus baru dan 400.000 anak meninggal setiap
tahunnya karena TBC3. TBC anak merupakan faktor penting dinegara-negara
berkembang karena jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50% dari seluruh
jumah populasi. Seperti halnya dinegara-negara lain, besarnya kasus TBC pada anak di
Indonesia masih relatif sulit diperkirakan karena beberapa hal:
1. Sulitnya mendapatkan diagnosis pasti melalui tes sputum karena anak-anak
biasanya belum dapat mengeluarkan sputum.
2. Belum adanya panduan diagnosis yang jelas, sistem kesehatan dan surveilans
yang belum bisa mendapatkan data mengenai TBC pada anak.
3. Kesalahan diagnosis baik oleh dokter umum maupun dokter spesialis anak
sehingga pengobatan diberikan pada anak yang tidak menderita TBC atau
sebaliknya, anak penderita TBC tidak mendapatkan penanganan yang
semestinya. Pemberian OAT pada anak yang tidak menderita TBC selain akan
memicu pengeluaran yang tidak diperlukan, juga membuat berkurangnya
persediaan obat untuk penderita TBC yang benar-benar memerlukannya.
Gejala klinik
Gejala umum atau nonspesifik tuberkulosis anak adalah:
a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan
penanganan gizi.
b. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat
(failure to thrive).
c. Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau
infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.
d. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel.
e. Batuk lama lebih dari 30 hari.
f. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
Gejala spesifik sesuai organ yang terkena: TB kulit atau skrofuloderma; TB tulang dan
sendi (gibbus, pincang); TB otak dan saraf atau meningitis dengan gejala iritabel, kuduk
kaku, muntah, dan kesadaran menurun.; TB mata (konjungtivis fliktenularis, tuberkel
koroid),dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita tuberkulosis secara umum:
A. Inspeksi : Karena adanya penurunan berat badan drastis dan kehilangan nafsu
makan, biasanya penderita akan mengalami anemia. Dapat dilihat dari warna mata dan
wajah yang pucat. Bila mengenai pleura, dapat terjadi effusi pleura. Pada inspeksi, paru
B. Perkusi : Pada daerah infeksi terdengar suara redup. Biasanya ditemukan di bagian
apeks paru ataupun dengan infeksi yang memiliki infiltrat luas. Apabila sudah
berlanjut memiliki cavitas maka akan terdengar suara hipersonor. Pada effusi pleura
C. Palpasi : sulit menilai dari palpasi dinding dada. Palpasi pada paru dapat di periksa
secara statis dan dinamis, yakni :
D. Auskultasi : Bila ada infiltrat yang luas, juga ditemukan suara nafas yang
bronkovesikuler. Selain itu terdengar suara krepitasi halus di bagian atas pada satu
atau kedua paru. Terdengar khususnya pada saat menarik nafas dalam ataupun setelah
batuk. Kemungkinan juga terdapat perkusi pekak atau pernapasan bronkial pada
bagian atas kedua paru. kadang etrdapat wheezing terlokaliasai disebabkan oleh
bronkitis TB atau tekanan kelenjar limfe pada bronkus. Terdengar bunyi pleural
friction rub juga. Keadaan effusi pleura pada auskultasi terdapat bunyi nafas melemah
E. Perasaan subjektif lain : mual, tidak nafsu makan, kelihatan sakit, berat badan
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Bila kuman BTA dijumpai 2 kali dari 3 kali pemeriksaan penderita disebut BTA
+ menular. Jumlah kuman yang ditemukan merupakan informasi yang sangat
penting karena berhubungan dengan derajat penularan penderita maupun
dengan beratnya penyakit.
Pencatatan hasil pembaca berdasarkan skala IUATLD (International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease) tahun 2000 adalah sebagai berikut : 5
3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + atau (1+)
5. Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ atau (3+)
b. Pemeriksaan Radiologis
Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
negatif. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal
lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus
bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang – sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak – bercak seperti awan dan dengan batas –
batas penatalaksanaan tuberkulosis paru yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas.
Pada kavitas, bayangannya berupa cincin yang mula – mula berdinding tipis,
lama kelamaan dinding menjadi sklerotik dan tampak menebal. Bila terjadi
bayangannya tampak sebagai bercak – bercak padat dengan densitas tinggi. Pada
atelektasis tampak seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi
pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain
cairan di bagian bawah paru (efusi pleura atau empiema), bayangan hitam
Biasanya pada TB yang sudah lanjut, dalam satu foto dada seringkali
emfisema.
Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Pemeriksaan khusus yang
bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis. Pemeriksaan ini umumnya
c. Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah putih biasanya normal atau sedikit di bawah normal
(sering meningkat pada pneumoni).
Laju endap darah (LED) biasa meningkat pada penyakit infeksi. Tetapi
hasil yang normal tidak bisa menyingkirkan tuberkulosis.
d. Pemeriksaan Tuberkulin
a. Dicurigai tuberkulosis
1. Anak sakit dengan riwayat kontak penderita tuberkulosis dengan diagnosis
pasti (BTA positif).
2. Anak dengan:
- Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk
rejan
- Berat badan menurun, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan
pengobatan antibiotik untuk penyakit pernafasan.
- Pembesaran kelenjar superfisialis yang tidak sakit.
b. Mungkin tuberkulosis
Anak yang dicurigai tuberkulosis ditambah:
- Uji tuberkulin positif (10 mm/lebih)
- Foto rontgen paru sugestif tuberkulosis
- Pemeriksaan histologis biopsi sugestif tuberkulosis
- Respons yang baik pada pengobatan dengan OAT
c. Pasti tuberkulosis (confirmed TB)
Ditemukan basil tuberkulosis pada pemeriksaan langsung atau biakan.
Identifikasi Mycobacterium tuberculosis pada karakteristik biakan.
Diagnosis banding
1. Tifus Abdominalis
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah infeksi penyakit akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari
satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
Etiologi
Salmonella typhosa, basil gram negatif bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatik terdiri dari, terdiri dari kompleks lipopoliskarida), atigen H (flagela),
dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadapa
ketiga macam antigen tersebut.
Patogenesis
Infeksi terjadai pada saluran pencernaan. Basil di serap di usus halus. Melalui
pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai ke organ-organ
terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak di dalam
hati dan limfa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada
perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan
menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus,
menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak peyeri. Tukak
tersebut dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam
disebabkan oleh kalian pada usus.
Gejala klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan
dengan penderita dewasa. Massa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat
selama 4 hari jika infeksi terjadi melalui minuman. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gelaja klinis
yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten
dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-
angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ke dua, penderita terus berada
dalam keadaan demam. Dalam minggu ke tiga suhu badan berangsur-angsur
turun dan normal kembali pada akhir pada minggu ke tiga.
2. Gangguang pada sistem pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan
perut kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesardiserta nyeri pada
perabaan. Biasanya disertai konstipasi, akan tetapi mungkin juga normal bahkan
dapat terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran
Umunya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berada dalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma dan gelisah. Disamping
gejala-gejala yang biasa ditemuakan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala
lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-
bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan
dalam minggu demam. Kadang-kadang ditemukan brakikardi pada anak besar
dan mungkin ditemukan pula epistaksis.
Diagnosis
Dari anamnesis dan pemeriksaan jasmani dapat diagnosis “Observasi tifus
abdominalis’. Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan
laboratorium sebagai berikut
1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis
a. pemeriksaan darah tepi
Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada
permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositipenia ringan.
b. pemeriksaan sumsum tulang
Terdapat gambaran dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem
eritopoesis, granulopoesis, dan trombipoesis berkurang.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis
a. biakan empedu
Basil samonella typhosa dapat ditemuan dalam darah penderita biasanya
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan pada urin dan
feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu
pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan
diagnosis, sedangkan pemeriksaan yang negatif dari contoh urin dan feses 2 kali
berturut-turut digunakan untuk menenteukan bahwa penderita telah benar-benar
sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (karier)
b. pemeriksaan widal
Dasar pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum
penderita dicampur denga suspensi antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan
yang positif ialah bila terjadi aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum
maka kadar antigen dapat ditentukan yaitu, pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperluakan
adalah
Komplikasi
Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan dinding
dada. Tuebrkulosis dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema).
2. Pneumotoraks spontan
terjadi apabila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas
TB. Hal ini mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba pada bagian
itu bersamaan dengan sesak napas. Dapat ebrlanjut menjadi empiema tuberculosis.
3. Laryngitis tuberkulosis
terlibat pada TB laring. Faring juga mungkin etrkena. Disertai nyeri menelan dan rasa
4. Kor pulmonale terjadi apad desktruksi paru yang amat luas. Dapat terjadi walaupun
penyakit TB sudah tidak aktif. Terjadi karena banyak meninggalkan ajringan parut
5. Aspergilomata
kavitas Tb yang sudah sembuh menjadi terbuka kembali akibat infeksi jamur
Aspergillus fumigatus.