Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Syok adalah suatu keadaan insufisiensi sirkulasi yang ditandai dengan


ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen jaringan.
Syok disebabkan oleh satu atau lebih dari tiga komponen tekanan darah normal,
yaitu: volume darah rendah, disfungsi jantung, dan perubahan diameter lumen
pembuluh darah.3 Akibat dari syok adalah adanya hipoperfusi seluruh jaringan
dan syok terkait dengan penurunan venous oxygen content dan asidosis
metabolik.2
Walaupun hipotensi umum terjadi pada syok, akan tetapi hipotensi tidak
sama dengan syok. Syok adalah kejadian akhir preterminal dari banyak penyakit.
Hipoksia jaringan yang progresif mengakibatkan hilangnya integritas membrane
seluler, perubahan status katabolik metabolisme anaerob, dan hilangnya pompa
ion. Produksi energi oleh mitokondria menjadi gagal. Disfungsi multi organ
mengikuti kematian sel lokal, dan diikuti kematian organisme.4

2.2 Klasifikasi

1. Syok hipovolemik disebabkan oleh volume darah sekuncup yang rendah


(stroke volume turun) yang disebabkan oleh perdarahan atau dehidrasi.
Perdarahan adalah penyebab syok hipovolemik yang paling sering terjadi.
Respon penderita trauma terhadap kehilangan darah adalah lebih rumit
karena pergeseran cairan di antara kompartemen cairan di dalam tubuh
(khususnya di dalam kompartemen cairan ekstraseluler).3
Perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah. Walau
dapat bervariasi, volume darah orang dewasa normal adalah kira-kira 7%
dari berat badan. Bila penderita gemuk maka volume darahnya
diperkirakan berdasarkan berat badan idealnya, karena bila kalkulasi
didasarkan berat badan sebenarnya, hasilnya mungkin jauh di atas volume

3
yang sesungguhnya. Volume darah anak-anak dihitung 8% sampai 9% dari
berat badan. Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi respon
hemodinamik terhadap perdarahan yaitu: (1) usia penderita; (2) parahnya
cedera, dengan perhatian khusus bagi jenis dan lokasi anatomis cederanya;
(3) rentang waktu antara cedera dan permulaan terapi; (4) terapi cairan
prarumahsakit dan penerapan pakaian antisyok penumatis (PASG); dan (5)
obat-obatan yang sebelumnya sudah diberikan karena ada penyakit
kronis.1
2. Syok kardiogenik yang disebabkan oleh penurunan kontraktilitas jantung
(stroke volume (SV) turun), yang biasanya disebabkan oleh infark
miokardium (MI) masif. Gangguan irama juga dapat menyebabkan syok.
Dengan menurunkan heart rate (HR), bradikardia langsung menurunkan
cardiac output (CO) dan kemungkinan juga tekanan darah. Meskipun
takikardia adalah HR yang meninggi, efek ini mungkin lebih kecil
daripada akan dikalahkan oleh penurunan SV yang cukup besar untuk
menurukan CO sehingga menyebabkan hipotensi (takikardia mungkin
tidak memberikan cukup waktu untuk pengisian diastolik atau perfusi
miokardium). Dengan demikian, disritmia dapat menyebabkan syok, tetapi
istilah kardiogenik biasanya menyatakan keagalan pompa akibat MI
masif.3
3. Syok distributif disebakan oleh hilangnya tonus arteri yang normal
sehingga darah tidak dapat terdistribusi ke seluruh tubuh (misalnya sepsis,
anafilaksis, transeksi medula spinalis, overdosis obat, defisiensi
endokrin).3
4. Syok obstruktif disebabkan oelh obstruksi sirkulasi sentral (SV turun:
misalnya, embolus paru masif, tamponade perikardium, pneumotoraks
tegang, tension pneumothorax, atau diseksi aorta torakalis, yang
menurunkan SV efektif di sebelah distal tempat diseksi).3

Tiga kategori syok yang pertama hipovolemik, kardiogenik, dan distributif


terkait dengan masalah Early Diastolic Volume (EDV), End Systolic Volume
(ESV), dan Systemic Vascular Resistance (SVR), sementara syok obstruktif

4
biasanya terkait dengan masalah SV karena obstruksi mekanik terhadap preload.
Penyebab syok obstruktif terkadang diklasifikasikan sebagai penyebab syok
hipovolemik atau kardiogenik.3

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah:4

BP = SVR X CO

Anafilatik syok HR X SV
Nuerogenik syok
Septic syok
Vasodilator drug induce syuok EDV-ESV

Syok Hipovolemik Syok


Kardiogenik

5
Penyebab yang umum untuk setiap jenis syok didaftarkan dalam tabel
dibawah:4
Hypovolemic shock Cardiogenic shock Distributive shock Obstructive shock
Blood loss Dysrhythmia Anaphylactic shock Tension
Traumatic Bradycardias & Septic shock pneumothorax
Hemorrahge blocks Neurogenic shock Pericardial disease
Exsangination(e.g.Sc Tachycardias Drug induced Pericardial
alp) vasodilation tamponade
Hemothorax Cardiomyopathy Adrenal Constrictif
Hemoperitoneum Infarction insufficiency pericarditis
Fracture (femur & RV infarction Massive pulmonary
pelvis) Dilated embolism
cardiomyopathy Auto PEEP from
Nontraumatic mechanical
hemorrhage Mechanical ventilation
GI bleed Valvular
AAA rupture Aortic insufficiency
Ectopic pregnancy from dissection
rupture Papillary muscle
rupture from
Volume loss ischemia
Burns
Skin integrity loss Ventricular
(TEN) aneurysm rupture
Vomiting Free wall ventricle
Diarrhea rupture
Hyperosmolar states
(DKA)
Third spacing (e.g.,
Ascites)
Decreased intake

Secara klinis, syok dapat disebabkan satu hal yang dominan, tetapi apabila
syok menetap atau berlanjut menjadi kerusakan organ yang ireversibel,
mekanisme patofisiologi yang lain juga terlibat.4

2.3 Patofisiologi

Pengetahuan tentang prinsip oxygen delivery dan oxygen consumption


penting untuk mengeti tentang shock. Maksimal empat molekul oksigen diikatkan
pada setiap molekul hemoglobin setiap melewati paru. Jika hal itu terpenuhi
(empat O2 untuk setiap molekul Hb), maka saturasi oksigen darah arteri adalah

6
100%. Arterial oxygen content (CaO2) adalah jumlah oksigen yang terikat pada
hemoglobin ditambah dengan jumlah oksigen yang terlarut dalam plasma.
Oksigen dibawa ke jaringan oleh fungsi pompa jantung (Cardiac Output).2

Oxygen Transport and Utilization Components

Arterial oxygen content : CaO2= 0.0031 x PaO2+ 1.38 x Hb x Sao2


CaO2 adalah jumlah O2 dalam 100mL darah. Oksigen yang terkandung
dalam darah dalam dua bentuk: terlarut dalam plasma dan terikat pada
hemoglobin. Misalkan 15 g hemoglobin per 100 mL darah dan saturasi oksigen
adalah 97%, nilai normal CaO2 yang representatif adalah 20,1mL/100mL darah
(vol%).
Central venous/mixed venous oxygen saturation : ScvO2 or SmvO2
SmvO2 mencerminkan usaha fisiologis untuk memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan. Normal SmvO2 adalah 65-75%. Ketika SmvO2 dibawah 50%,
batas tubuh untuk mengkompensasi telah lewat dan ketersediaan O2 untuk
metabolisme jaringan akan terganggu, menyebabkan terjadiya asidosis laktat.
Central venous/mixed venous oxygen content :
CmvO2= 0.0031 x PmvO2+ 1.38 x Hb x SmvO2
CmvO2 adalah jumlah oxygen content yang kembali ke jantung. Normal
CmvO2 adalah 15 mL/100 mL darah (vol%).
Systemic oxygen extraction ratio (OER): OER = C(a – v)O2/CaO2
Systemic OER adalah jumlah O2 yang diambil oleh jaringan dari darah,
digambarkan sebagai persentase. Normal OER adalah sekitar 25%.
Metabolisme anaerob ditandai produksi asam laktat, biasanya mengikuti OER
lebih besar dari 50%.
Oxygen delivery: DO2= CO x CaO2x 10
DO2 adalah jumlah O2 yang dibawa ke jaringan per menit. Misalkan
cardiac output normal 5 L per menit dan CaO2 20.1 vol%; nilai normal O2
delivery 1000 mL O2 per menit.

7
Oxygen consumption: VO2= CO x Hb x 1.38 x (SaO2– SmvO2) x 10
Jumlah O2 yang dikonsumsi oleh jaringan setiap menit, hal ini setara
dengan perbedaan O2 yang dibawa ke jaringan dan O2 yang kembali dari
jaringan. Nilai normalnya sekitar 250 mL O2 setiap menit. Catatan bahwa rumus
ini mengabaikan kontribusi kecil dari oksigen yang terlarut.
Oxygen affinity
Pergeseran dalam kurva dissosiasi oxyhemoglobin mempengaruhi
pelepasan O2 dalam sirkulasi perifer. Peningkatan pH, penurunan suhu,
penurunan konsentrasi karbondioksida dan penurunan 2,3-DPG semua hal
tersebut menghasilkan pergeseran kurva oxyhemoglobin ke kiri. Oleh karena
itu, utnuk sebagian nilai PaO2, saturasi O2 akan lebih tinggi. Hal ini
meningkatkan afinitas hemoglobin pada O2 menyebabkan pengikatan O2 lebih
mudah, tetapi pelepasan O2 di jaringan perifer terganggu. Sebaliknya dengan
penurunan pH, peningkatan suhu, peningkatan konsentrasi karbondioksida, dan
peningkatan 2,3 DPG menghasilkan pergeseran kurva dissosiasi oxyhemoglobin
ke kanan menghasilkan penurunan afinitas hemoglobin pada O2.

Oxygen delivery (DO2) sistemik adalah produk dari CaO2 dan cardiac
output (CO). Oxygen consumption (VO2) sistemik terdiri dari keseimbangan yang
sensitif suplai dan kebutuhan. Secara normal, jaringan mengkonsumsi oksigen
hampir 25% dari oksigen yang dibawa hemoglobin, dan darah vena yang kembali
ke jantung kanan dengan saturasi hampir 75% (SmvO2). Ketika suplai oksigen
tidak mencukupi kebutuhan, mekanisme kompensasi yang pertama adalah
meningkatkan CO. Jika peningkatan CO tidak adekuat, jumlah oksigenin yang
diekstraksi dari hemoglobin oleh jaringan meningkat, yang mana hal ini akan
menurunkan SmvO2.2
Ketika mekanisme kompensasi gagal untuk memperbaiki
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan, metabolisme anareob akan
terjadi, menghasilkan asam laktat. Asam laktat secara cepat buffered, membentuk
asam laktat yang terukur normalnya antara 0.5 dan 1.5 mM/L. Peningkatan laktat
terkait dengan SmvO2 < 50%. Sebagian besar kasus asidosis laktat terjadi karena
tidak adekuatnya oxygen delivery, tetapi asidosis laktat dapat berkembang dari

8
kebutuhan oksigen yag sangat berlebihan misalnya status epileptikus. Pada kasus
yang lain, asidosis laktat terjadi karena gangguan oxygen utilization jaringan,
misalnya pada septik syok dan pasca resusitasi cardiac arrest; normal SmvO2
dengan peningkatan laktat mengindikasikan adanya suatu gangguan. Peningkatan
laktat suatu penanda gangguan oxygen delivery dan/atau oxygen utilization dan
berkorelasi dengan prognosis jangka-pendek pasien kritis di IGD.2
SmvO2 juga dapat digunakan untuk mengukur keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen. SmvO2 diperoleh dari kateter arteri pulmonal, tetapi informasi
yang sama dapat diperoleh dari central venous blood cannulation (ScvO2). ScvO2
berkorelasi baik dengan SmvO2 dan dapat lebih mudah diperoleh di IGD.
Syok biasanya tetapi tidak selalu, terkait dengan hipotensi arteri sistemik;
yaitu tekanan darah sisolik < 90 mm Hg. Tekanan adalah hasil dari aliran darah
dan resitensi [mean arterial pressure (MAP) = CO x systemic vascular resistance
(SVR)]. Dengan menurunnya cardiac output tekanan darah mungkin tidak turun
jika ada peningkatan resistensi vaskular perifer, sehingga terjadi aliran inadekuat
ke jaringan atau hipoperfusi seluruh jaringan. Tidak sensitifnya tekanan darah
utnuk mendeteksi hipoperfusi seluruh jaringan telah dikonfirmasi berulangkali.
Oleh karena itu, syok dapat terjadi mungkin dengan tekanan darah normal, dan
hipotensi dapat terjadi mungkin tanpa syok.2
Onset syok memicu banyak sekali respon autonom, banyak diantaranya
untuk mempertahankan tekanan perfusi ke organ vital. Stimulasi carotid
baroreceptor stretch reflex mengaktifkan sistem saraf simpatis sehingga terjadi:
 Vasokonstriksi arteriol, menyebabkan redistribusi aliran darah dari kulit,
otot skelet, ginjal dan splanchnic viscera
 Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas yang meningkatkan cardiac
output
 Konstriksi pembuluh vena capacitance, yang mana akan memperbesar
darah balik vena.
 Pelepasan hormon vasoaktif epinephrine, norepinephrine, dopamine, dan
cortisol untuk meningkatkan tonus arteriolar dan venous

9
 Pelepasan hormon antidiuretik dan aktivasi aksis renin-angiotensin untuk
meningkatkan konservasi air dan natrium untuk mempertahankan volume
intravaskular.
Mekanisme - mekanisme kompensasi ini untuk mempertahankan DO2
pada organ vital yaitu sirkulasi koroner dan serebral. Selam proses ini, aliran
darah ke organ yang lain seperti ginjal dan saluran gastrointestinal berkurang.2
Respon seluler terhadap menurunnya DO2 adalah pemecahan adenosine
triphosphate sehingga terjadi disfungsi pompa ion, influks natrium, efluks kalium,
dan reduksi resting potensial membran. Terjadi edema seluler sekunder pada
peningkatan natrium intraseluler, sementara reseptor membran seluler berespon
buruk terhadap hormon stress insulin, glucagon, cortisol, dan catecholamines. Jika
shock berlanjut enzim lisosomal dilepaskan ke dalam sel diikuti dengan hidrolisis
membran, asam deoxyribonucleic, asam ribonucleic, dan ester phosphate . Jika
kaskade syok berlanjut, integritas seluler hilang dan terjadi kematian sel. Kejadian
patologis ini ditandai dari tanda metabolik yaitu hemokonsentrasi, hiperkalemia,
hiponatremia, prerenal azotemia, hiper- atau hipoglikemi, dan asidosis laktat.2
Pada fase awal syok septik, perubahan fisiologis ini menghasilkan
sindroma klinis yang disebut systemic inflammatory response syndrome atau
SIRS, ditandai dengan dua atau lebih kriteria berikut ini:
(1) Suhu > 38°C (100.4°F) atau < 36°C (96.8°F)
(2) Denyut jantung > 90bpm
(3) Frekuensi nafas > 20 kali/menit
(4) Leukosit > 12.0 x 109/L, less than 4.0 x 109/L, atau > 10% bentuk imatur.
Jika SIRS berlanjut syok terjadi, diikuti multiorgan dysfunction syndrome
(MODS) ditandai dengan depresi miokard, ARDS, DIC, gagal ginjal dan hati.
SIRS akan berlanjut menjadi MODS ditentukan oleh keseimbangan mediator
antiinflamasi dengan proinflamasi atau sitokin yang dilepaskan oleh endotel yang
rusak. Hipoperfusi seluruh jaringan dapat secara independen mengaktifkan respon
inflamasi dan inflamasi merupakan variabel komorbid dalam patogenesis semua
bentuk syok. Kegagalan mendiagnosa dan menatalaksana hipoperfusi seluruh
jarigan tepat waktu menyebabkan akumulasi utang oksigen, yang derajatnya
berkorelasi dengan peningkatan mortalitas.2

10
2.4 Manifestasi Klinis

Sayangnya, tidak ada test klinis atau biologis untuk menentukan syok. Jika
mekanis kompensasi terjadi pada awal syok, klinisi tidak akan mendapati
hipotensi karena pasien akan mempertahankan tekanan darahnya. Pada fase awal
ini (disebut presyok), gejala dapat tersembunyi. Selama fase awal atau presyok,
kulit pucat, dingin, dan basah merupakan mekanisme kompensasi peningkatan
SVR pada syok hipovolemik dan kardiogenik. Tekanan nadi yang sempit (dengan
penurunan sedikit tekanan darah sistolik dan peningkatan tekanan darah diastolik)
dan pasien gelisah. Aliran darah ke organ sekunder seperti kulit dan saluran cerna
dialihkan ke jantung dan otak. Setelah kehilangan darah 20-30% pada syok
hipovolemik, akan terjadi takikardi, volume urin berkurang dengan menurunnya
aliran darah ke ginjal, dan pasien akan menjadi lebih agitasi. Pada syok yang
penuh, pasien menjadi agitasi dan akhirnya penurunan status mental. Hipotensi
terjadi. Pasien takipnea sampai gagal nafas dan mengalami asidosis metabolik
karena peningkatan asam laktat dari respirasi anaerob. Pada tahap sel, ekstraksi
oksigen jaringan maksimal dan direfleksikan dengan penurunan saturasi O2 vena.
Multiple organ failure terjadi. Syok irreversibel terjadi jika penanganan tidak
agresif.4

11
Berikut adalah manifstsi klinis syok berdasarkan kehilangan darah yang terjadi:5
Klasifikasi Klinis Syok
Patofisiologi Manifestasi klinis
Ringan (< 20% Menurunnya perfusi perifer Pasien mengeluhkan
EBV) pada organ yang dapat bertahan merasa dingin. Hipotensi
lama iskemik (kulit, gemuk, postural dan takikardi.
otot, dan tulang). pH arterial Kulit pucat dingin; vena
normal. leher kolaps; urin pekat.
Sedang (> 40% Menurunnya perfusi sentral Haus. Hipotensi supinasi
EBV) pada organ yang dapat toleransi dan takikardi (bervariasi).
terhadap iskemik berat (hati, Oliguria dan anuria.
saluran kemih, ginjal). Asidosis
metabolik bisa dijumpai.
Berat (> 40% Menurunnya perfusi ke jantung Agitasi, gelisah.
EBV) dan otak. Asidosis metabolik Hipotensi supinasi dan
berat. Bisa juga terjadi asidosis takikardi yang bervariasi.
respiratori. Pernafasan cepat dan
dalam.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
Setelah anamnese dan pemeriksaan fisik dilakukan, pemeriksaan tambahan
tergantung pada kemungkinan penyebab dari hipovolemia.
Pemeriksaan laboratorium inisial meliputi analisis dari darah lengkap,
elektrolit (misalnya: Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, glukosa), PT, aPTT,
analisa gas darah, urinalisis (pasien dengan trauma), dan urin test pada kehamilan.
Darah harus ditentukan tipenya dan uji cocok.1

12
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan tambahan untuk pasien dengan trauma dan tanda dan gejala
dari hipovolemia secara langsung ditujukan untuk menemukan sumber
perdarahan. Pada pasien syok hipovolemia atraumatik membutuhkan pemeriksaan
USG di UGD jika disangka aneurisma aorta abdomen. Jika diduga ada perdarahan
saluran cerna, NGT harus dipasang, dan kumbah lambung harus dilakukan.
Pemeriksaan kehamilan harus dilakukan pada semua pasien wanita yang dalam
usia reproduktif. Jika pasien hamil dan dalam keadaan syok, USG pelvis harus
dilakukan di UGD. Jika disangka ada luka abdominal traumatik, USG harus
dilakukan pada pasien yang stabil maupun tidak stabil. Jika disangka ada fraktur
tulang panjang, pemeriksaan radiologi harus dilakukan.1

2.6 Penatalaksanaan

Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir
semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita menderita
syok hipovolemik, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan
oleh suatu etiologi lain selain hipovolemik. Prinsip pengelolaan dasar yang harus
dokter pegang ialah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan
volume.1
a. Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosa cedera yang
mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda
vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita
terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi
urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan
menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1. Airway dan breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
2. Sirkulasi- kontrol perdarahan

13
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi
jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal)
biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat
perdarahan. PASG (Penumatic Anti Shock Garment) dapat digunakan
untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis dan
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan
cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi
yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal.
3. Disability- pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak,
mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu
disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi
otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai
sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cedera
intrakranial.
4. Exposure- pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya,
penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke
jari kaki sebagai bagian dari cedera. Bila menelanjangi penderita,
sangat penting menvegah hipotermia. Pemakaian penghangat cairan,
maupun cara-cara penghangatan internal maupun eksternal sangat
bermanfaat dalam mencegah hipotermia.
5. Dilatasi lambung- dekompresi
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya
anak-anak, dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung
yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardia dari
stimulasi saraf vagus yang berlebihan. Distensi lambung membuat

14
terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi
lambung membesarkan resiko aspirasi isi lambung. Ini merupakan
sauatu komplikasi yang bisa berakibat fatal. Dekompresi lambung
dilakukan dengan memasukkan selang/pipa kedalam perut melalui
hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untung
mengeluarkan isi lambung. Namun walaupun penempatan pipa saudah
baik, masih mungkin terjadi aspirasi.
6. Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kemih memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi
urin. Darah pada uretra atau prostat dengan letak tinggi, mudah
bergerak atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi
pemasangan kateter uretra sebelum ada konfirmasi radiografis tentang
uretra yang utuh.
b. Akses pembuluh darah
Harus segera didapat akses ke siste pembuluh darah. Ini paling baik
dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar
(minimum 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral.
Kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius kanul, dan
berbanding terbalik dengan panjangnya (Hukum Poiseuille). Karena itu
maka lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan
cairan dalam jumlah besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah
besar dan cepat.1
Tempat terbaik untuk jalur intavena bagi orang dewasa adalah lengan
bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak
memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan
akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis atau vena
subclavia dengan kateter besar) dengan menggunakan teknik Seldinger
atau melakukan vena seksi pada vena savena di kaki, tergantung
keterampilan dan pengalaman dokternya. Seringkali akses vena sentral di
dalam situasi gawat darurat tidak dapat dilaksanakan sengan sempurna
ataupun tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sudah

15
memungkinkan makan jalur vena ini harus diubah atau diperbaiki. Pada
anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus
dicba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentuan yang
penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan
tingkat keterampilan dokternya.1
c. Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam waktu isngkat dan juga menstabilkan volume
vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke
dalam ruang interstisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah
cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun
NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini
memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan
ini bertambah besar bila fungsi ginjal kurang baik.1
Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai
bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg pada
anak. Ini sering membutuhkan pebambahan pemasangan alat pompa infus
(mekanikal atau manual). Respon penderita terhadap pemberian cairan ini
dipantau dan keputusan pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih lanjut
tergantung pada respon ini.
Jumlah cairan yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada
evaluasi awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume
kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter
darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan
resustasi volume plasma yang hilang kedalam ruang interstisial dan
intraseluler. Ini dikenal sebagai hukum 3 untuk 1 ( 3 for 1 rule).1

16
Klasifikasi perdarahan1
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan darah Sampai 750-1500 1500-2000 >2000
(ml) 750
Kehilangan darah Sampai 15-30% 30-40% >40%
(% vol darah) 15%
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal Menurun Menurun Menurun
(mmHg) atau naik
Frekuensi 14-20 20-30 30-40 >35
pernafasan
Produksi urin >30 20-30 5-15 Tidak berarti
(ml/jam)
CNS/ status Sedikit Agak cemas Cemas, Bingung,lesu
mental cemas bingung (lethargic)
Penggantian kristaloid kristaloid Kristaloid Kristaloid
cairan (Hukum dan darah dan darah
3:1)

1. Perdarahan kelas I
Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada
komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang
berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernafasan. Untuk
penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak
perlu diganti. Pengisian transkapiler akan memulihkan volume darah
dalam 24 jam. Namun bila ada kehilangan cairan karena sebab lain,
kehilangan jumlah darah ini dapat menimbulkan gejala klinis. Penggantian
cairan untuk mengganti kehilangan primer akan memperbaiki keadaan
sirkulasi.

17
2. Perdarahan kelas II
Pada seorang laki-laki 70 kg, kehilangan volume ini berjumlah 750-1500
ml darah. Gejala-gejala klinis termasuk takikardi, takipnea, dan penurunan
tekanan nadi. Penurunan tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan
peningkatan dalam komponen diastolik karena bertambahnya katekolamin
yang beredar. Zat inotropik ini menghasilkan peningkatan tonus dan
resistensi pembuluh-pembuluh perifer. Tekanan sistolik hanya berubah
sedikit pada syok dini, karena itu penting untuk lebih mengandalkan
evaluasi tekanan nadi daripada tekanan sistolik. Penemuan klinis yang lain
yang akan ditemukan pada tingkat kehilangan darah ini meliputi
perubahan sistem saraf sentral yang tidak jelas (subtle) seperti cemas,
ketakutan atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan
kardiovaskuler besar, namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh.
Aliran air kencing biasanya 20 sampai 30 ml sejam untuk orang dewasa.
3. Perdarahan kelas III
Akibat kehilangan darah sebanyak ini (sekitar 2000 ml untuk orang
dewasa) dapat sangat parah.penderitanya hampir selalu menunjukkan
tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardia dan takipnea
yang jelas, perubahan penting dalam status mental, dan penurunan tekanan
sistolik. Penderita dengan kehilangan darah tingkat ini hampir selalu
membutuhkan transfusi darah.
4. Perdarahan kelas IV
Dengan kehilanga darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-
gejala meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan sistolik yang
cukup besar, dan tekanan nadi yang sangat sempit (atau tekanan diastolik
yang tidak teraba). Produksi urin hampir tidak ada dan kesadaran jelas
menurun. Kulitnya dingin dan pucat. Penderita ini sering kali
membutuhkan transfusi yang cepat dan intervensi pembedahan segera.
Keputusan tersebut didasarkan atas respon terhadap resusitasi cairan yang
diberika. Kehilangan darah lebih dari 50% volume darah penderita akan
mengakibatkan ketidaksadaran, kehilangan denyut nadi dan tekanan darah.

18
Namun lebih penting untuk menilai respon penderita kepada resusitasi
cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai,
misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Bila sewaktu
resusitasi jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau
mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka
diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang
belum diketahui atau penyebab lain syoknya.
d. Mengontrol kehilangan darah lebih lanjut
Pengontrolan perdarahan lebih lanjut tergantung pada sumber perdarahan
dan biasanya membutuhkan pembedahan. Pada pasien dengan trauma,
perdarahan eksternal dapat dikontrol dengan penekanan langsung;
perdarahan internal memerlukan intervensi pembedahan. Pada fraktur
tulang panjang dapat dilakukan traksi untuk mengurangi kehilangan
darah.6
Gol terapi di UGD adalah menstabilisasikan pasien, menentukan penyebab
perdarahan, dan menyediakan penatalaksanaan definitif secepat mungkin.
Jika perlu ditransfer ke rumah sakit lain, harus dilakukan secepatnya.6

19

Anda mungkin juga menyukai