Anda di halaman 1dari 25

TUTORIAL KLINIK

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Kepaniteraan


Klinis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Kepala Leher
RSUD Tidar Magelang

Diajukan kepada :
dr. M. Chrisma P, Msi.Med., Sp.THT-KL

Disusun oleh :
Aulia Rahmah (20174011054)
Rianti (20174011078)

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN DAN


KEPALA LEHER

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS
a. Nama : Sdr. T
b. Umur : 16tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Pendidikan : SMA
e. Alamat : Magelang
f. Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Dilakukan anamnesis pada tanggal 04 Juni 2018
 Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga kanan.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli RSUD Tidar kota Magelang dengan keluhan keluar
cairan telinga kanan nyeri telinga kiri sejak kurang lebih 3 hari yang lalu. Pasien
memiliki riwayat nyeri dan keluar cairan dari telinga kanan sejak kurang lebih 9 bulan
yang lalu. Pasien rajin kontrol ke poli THT namun keluhan tidak berkurang. Riwayat
mengorek telinga, berenang, kemasukan air di telinga kanan, dan batuk pilek
disangkal. Pasien terakhir kontrol lebih kurang 2 minggu yang lalu, namun keluhan
belum membaik. Pasien mengaku sudah membersihkan telinga rutin seperti anjuran
dokter.
 Riwayat Penyakit Dahulu
ISPA (-)
Astma (-)
TB paru (-)
Tonsilitis kronis (+)
Diabetes Mellitus (-)
Hipertensi (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Astma (-)
Jantung (-)
HT (-)
DM (-)
 Riwayat Personal Sosial :
Kegiatan keseharian pasien adalah sekolah di sekolah menengah atas dengan aktifitas
yang cukup padat.
NAPZA (-)
Rokok (-)
Alkohol (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran : Compos mentis
Aktivitas : Normoaktif
Kooperativitas : cukup
Status Gizi : Cukup

IV. STATUS LOKALIS


 Telinga
Dextra Sinistra
Auricula Normotia , Nyeri tekan (-) Normotia, Nyeri tekan (-)
Pre-auricula Fistel (-) Fistel (-)
Retro-auricula Fistel (-) Fistel (-)
Kanalis Aud. Externus Hiperemis (+), discharge (+), Hiperemis (-), discharge (-),
edema (-) serumen (+) edema (-) serumen (+)
Memb. Timpani Hyperemis (+), perforasi (+) Hyperemis (-), perforasi (-)

 Hidung dan sinus paranasal


a) Pemeriksaan luar
Hidung luar Deviasi (-)
Deformitas -
Masa tumor -

• Gigi dan mulut


Gigi-geligi Gigi rapih, caries (-)
Lidah Normal, deviasi (-), atrofi papil (-)

Palatum Masa (-)

Pipi Permukaan halus

V. DIAGNOSIS BANDING
- Otitis eksterna
- Otomikosis
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Otitis media supuratif kronis tipe aman auris dextra
VII. TERAPI
- Ear toilet
- Perhidrol
- Levofloxacin 1x1
- Neurodex 1x1
VIII. EDUKASI
- Penjelasan tentang perjalanan penyakit
- Pencegahan kekambuhan
IX. PROGNOSIS
- Ad Sanationam : dubia ad bonam
- Ad Functionam : dubia ad bonam
- A d Vitam : dubia ad bonam
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi telinga

Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indra pendengaan dan fungsi
keseimbangan tubuh. Telinga sebagai indera pendengaran dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu telinga luar, teliga tengah, dan telinga dalam
a. Telinga luar

Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi dari
luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran telinga
(canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus dan
kelenjar sebasea sampai di membran timpani. Daun telinga terdiri atas tulang
rawan elastin dan kulit. Canalis auricular berbentuk seperti huruf S, dengan
sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan, sedangkan dua pertiga bagian
dalam terdiri dari tulang. Pada sepertiga bagian luar kulit canalis auricular
eksterna terdapat apopilo sebaseus yang terdiri dari kelenjar esokrion dan ekrin
yang mensekresikan hasil produk di sekitar pangkal folikel rambut. Hasil sekresi
bersama dengan epitel skuamous (serumen) akan melapisi canalis auricular
eksterna dan mempertahankan pH (4-5). Lapisan serumen ini akan bergerak
menuju lateral canalis auricular eksterna dan melindungi epitel dari maserasi atau
kerusakan kulit. Kuantitas serumen yang di produksi tiap individu berbeda.
Serumen yang bersifat asam dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur. Jumlah serumen yang sedikit memungkin bakteri untuk tumbuh, dan
serumen yang berlebihan pun akan menciptakan lingkungan yang ideal untuk
invasi bakteri melalui retensi air dan debris (ketika canalis auricular eksterna
sering terpapar air). Trauma local yang diakibatkan oleh benda asing di telinga
juga dapat memicu invasi bakteri secara langsung pada liang telinga.

b. Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :


Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam : Berturut turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horisontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval wondow), tingkap bundar
(round window), dan promontorium
Membran timpani berbentuk bulat dan cekung apabila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran shrapnell) sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua yaitu bagian luar adalah lanjutan dari epitel
kulit dan bagian dalam dilapisi epitel kubus bersilia., seperti epitel saluran napas.
Pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serta elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan
sirkuler di bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 pada membran timpani kiri dan pukul 5 pada membran timpani
kanan. Cone of light merupakan cahay adari luar yang dipantulkan oleh membran
timpani . Di dalam memran timpani terdapat 2 macam serabut yaitu sirkuler dan
radier. Serabut inilah yangmenyebabkan munculnya reflek cahaya berbentuk
kerucut tersebut. Secara klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila letak refleks
cahaya mendatar berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo. Sehingga
didapatkan kuadran atas depan, atas belakang bawah depan serta bawah belakang
untuk menyatakan perforasi membran timpani.
Di telinga tengah terdapat tulang tulang pendengaran yang tersusun dari luar
ke dalam, yaitu maleus , inkus dan stapes . tulang pendengaran di telinga tengah
saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus, inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong
yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang pendengaran merupakan
persendian.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat
aditus add antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid.
Tuba eustachius merupakan bagian dari telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah.
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari
telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi
akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap lonjong,
daya ungkit tulang pendengaran dan bentuk spesifik dari membran timpani.
Meskipun bunyi yang diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi yang
cukup besar, namun efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi
walaupun intensitas bunyi yang diterima sampai 130 dB.
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia akan
muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek bilateral
dengan sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi melindungi koklea,
efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa latensi 10 mdet dengan daya
redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat dikatakan telinga mempunyai filter terhadap
bunyi tertentu, baik terhadap intensitas maupun frekuensi maupun intensitas.
c. Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang martil), incus
(tulang landasan) dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiga tulang tersebut membentuk
rangkaian tulang yang melintang pada telinga tengah dan menyatu dengan membran
timpani.

d. Telinga dalam
Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan oleh
telinga tengah. Telinga dalam atau labirin terdiri atas dua bagian yaitu labirin tulang
dan labirin selaput. Dalam labirin tulang terdapat vestibulum, kanalis semisirkularis
dan koklea. Di dalam koklea inilah terdapat organ Corti yang berfungsi untuk
mengubah getaran mekanik gelombang bunyi menjadi impuls listrik yang akan
dihantarkan ke pusat pendengaran.
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-sirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan skala timpani dengan skala
vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Koklea atau rumah siput merupakan
saluran spiral dua setengah lingkaran yang menyerupai rumah siput. Koklea terbagi
atas tiga bagian yaitu:
a. Skala vestibuli terletak di bagian dorsal
b. Skala media terletak di bagian tengah
c. Skala timpani terletak di bagian ventral
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media
berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfe berbeda dengan
endolimfe. Hal ini penting untuk proses pendengaran.
Antara skala satu dengan skala yang lain dipisahkan oleh suatu membran.
Ada tiga membran yaitu
a. Membran vestibuli, memisahkan skala vestibuli dan skala media
b. Membran tektoria, memisahkan skala media dan skala timpani.
c. Membran basilaris, memisahkan skala timpani dan skala vestibuli
Pada membran membran basalis ini terletak organ Corti dan pada membran
basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan
kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
B. Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh auricula
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak.Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimf,
sehingga menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada syaraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 – 40) di lobus temporalis.

C. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Definisi

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik di telinga


tengah ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar terus-
menerus atau hilang timbul, sekret berupa serous, mukoid atau purulen lebih dari
8 minggu (Bluestone, Klein, 2007). Sedangkan menurut Verhoeff et al.
(2005) OMSK adalah inlamasi kronik dari telinga tengah dan mukosa
mastoid dimana membran timpani tidak intak (perforasi atau terpasang
tympanostomy tube) dan terdapat sekret.
Otitis media supuratif kronik terdiri dari 2 tipe yaitu OMSK tipe aman
dan tipe bahaya. Kedua tipe tersebut dapat bersifat aktif atau tenang.
Disebut sebagai OMSK tipe bahaya karena dapat menyebabkan berbagai
komplikasi berupa gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan, paresis
fasialis hingga komplikasi intrakranial bahkan kematian (Bluestone, Klein,
2007). Perforasi membran timpani yang menetap dan cairan yang keluar
dari telinga tengah membedakan OMSK dari bentuk lain dari otitis media
kronik. OMSK juga disebut chronic active mucosal otitis media, oto-
mastoiditis kronik dan tympanomastoiditis kronik. Yang bukan termasuk
OMSK adalah otitis media kronik non-suppurative, otitis media kronik dengan
efusi, chronic secretory otitis media, chronic seromucous otitis media,
chronic middle ear catarrh, chronic serous otitis media, chronic mucoid
otitis media, otitis media dengan efusi persisten dan glue ear (Acuin, 2004).

Bakteriologi Otitis Media Supuratif KroniK

OMSK dapat dibedakan dengan OMA menurut jenis bakterinya. Pada


OMA bakteri yang ditemukan di telinga tengah adalah Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae dan
Micrococcus catarrhalis. Patogen ini mungkin berasal dari traktus
respiratorius yang menginsuflasi dari nasofaring ke telinga tengah melalui tuba
Eustachius pada saat terjadi infeksi saluran pernapasan atas. Pada OMSK
bakteri yang ditemukan mungkin bakteri aerobik (misalnya Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,
Proteus mirabilis, Klebsiella sp). Ataupun bakteri-bakteri anaerobik ( misalnya
Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium). Bakteri tersebut
jarang ditemukan di kulit liang telinga, tetapi ini dapat menyebar bila
terjadi trauma , peradangan, laserasi atau kelembaban tinggi. Bakteri ini
mungkin dapat masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran telinga
kronis. Di antara bakteri ini, P. aeruginosa yang terutama dianggap paling
bertanggung jawab dalam menyebabkan kerusakan telinga tengah dan struktur
mastoid yang progresif akibat toksin dan enzim-enzim yang dihasilkan (Acuin,
2004). Menurut Sahu et al. (2014) bakteri yang paling sering dapat diisolasi
adalah Pseudomonas spp (43,2%) kemudian diikuti Staphylococcus
aureus (31%)

Etiologi

Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang


pada anak, jarang di mulai setelah dewasa. Otitis media akut dimulai oleh adanya
infeksi virus yang merusak mukosa siliar pada saluran nafas atas sehingga bakteri
patogen masuk dari nasofaring ke telinga tengah melalui tuba Eustachius dengan
gerakan mundur (retrograde movement). Bakteri-bakteri ini memperoleh respon
inflamasi yang kuat dari mukosa telinga tengah sama seperti infiltrasi leukosit.
Posisi tuba Eustachius yang relatif horizontal pada anak juga meningkatkan
kerentanan anak untuk terjadinya refluks sekresi dari nasofaring ke telinga tengah
(Chole dan Nasun,2005).
Patogenesis

Patogenesis OMSK benigna terjadi karena proses patologi telinga tengah,


pada tipe ini didahului oleh kelainan fungsi tuba, faktor penyebab utama dari otitis
media. Pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehingga
kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Kadang-kadang
infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi
membran timpani, maka terjadilah proses inflamasi. Bila terbentuk pus akan
terperangkap di dalam kantong mukosa telinga tengah. Dengan pengobatan yang
cepat dan adekuat dan dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya
proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal (Helmi,
2005).

Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses
inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus
dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan
infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya
dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika lingkaran antara
proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut
terus akan merusak jaringan sekitarnya (Helmi, 2005).

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani


menetap pada OMSK :

1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan


produksi sekret telinga purulen berlanjut.

2. Berlanjutnya obstruksi tuba Eustachius yang mengurangi penutupan spontan


pada perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan
melalui mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi. Tahap awal otitis media terjadi perubahan
patologis pada mukosa dan tulang yang bersifat reversibel dan berlanjut pada
tahap kronik berupa penyakit mukoperiosteal yang bersifat menetap. Episode
otore berulang dan perubahan mukosa ditandai dengan osteoneogenesis, erosi
tulang dan osteitis yang terjadi pada tulang temporal dan osikula. Proses ini
akan diikuti destruksi osikula dan perforasi membran timpani yang akan
mengakibatkan gangguan pendengaran (Acuin, 2004).
Faktor Risiko

Otitis media pada dasarnya merupakan penyakit menular dengan infeksi


bakteri dan virus dalam lingkungan dimana respon imun host akan melawan
terhadap infeksi. Faktor utama yang mempengaruhi risiko perkembangan otitis
media dapat berasal dari faktor pejamu atau faktor lingkungan. Faktor-faktor ini
berinteraksi terutama di nasofaring dan tuba Eustachius (Kong dan Coates, 2009).
Penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Zhang et al. (2014)
menunjukkan bahwa alergi, riwayat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA),
riwayat otitis media akut (OMA), paparan asap rokok dan rendahnya status sosial
adalah faktor-faktor risiko yang penting untuk OMSK.
Bluestone dan Klein (2007) membagi faktor-faktor risiko yang diduga
memiliki peran pada terjadinya OMSK menjadi faktor pejamu, faktor infeksi,
faktor lingkungan dan faktor sosiodemografi.
1. Faktor pejamu
a. Sistem imun
Sistem imun yang belum sempurna pada anak-anak atau sistem imun yang
terganggu pada pasien dengan defisiensi imun kongenital, infeksi HIV atau diabetes
berperan pada perkembangan otitis media. Otitis media merupakan penyakit
infeksi yang berkembang pada lingkungan yang pertahanan imunnya menurun.
Hubungan antara patogen dan pertahanan imun pejamu memegang peranan
penting dalam progresifitas penyakit (Patel et al., 2009 ).
b. Genetik

Faktor genetik mungkin berperan dalam pengaruh seorang individu


menjadi rentan terhadap timbulnya otitis media. Dalam sebuah studi di Norwegia
yang meneliti pada 2750 pasangan kembar menyimpulkan bahwa kemungkinan
otitis media diturunkan adalah 74% pada perempuan dan 45% pada laki-laki. Gen
HLA-A2 dinyatakan berhubungan dengan OMA rekuren tapi tidak termasuk
OME (Kong dan Coates, 2009).
Hubungan antara genetik dan otitis media walaupun sudah dibuktikan
pada beberapa studi namun masih sulit dipisahkan dengan faktor lingkungan.
Belum ditemukan gen spesifik yang berhubungan dengan penyebab otitis media.
Seperti kebanyakan proses penyakit lain, efek dari paparan lingkungan pada
ekspresi gen mungkin berperan penting pada patogenesis otitis media ( Kvestad et
al., 2004 ).
c. Kelainan kongenital
Kejadian OMA banyak ditunjukkan pada anak-anak dengan Down
Syndrom, palatoskisis yang tidak direpair dan gangguan kraniofasial. Tingginya
kejadian penyakit ini berhubungan dengan tuba Eustachius yang tidak berfungsi
dengan baik bersamaan dengan kondisi kurangnya fungsi mencegah aspirasi
sekret dari nasofaring (Kong dan Coates, 2009).

d. Alergi

Alergi atau atopi merupakan faktor risiko yang signifikan untuk OMSK.
Alergen dalam ruangan dan alergi pada saluran pernapasan seperti rinitis alergi
berkontribusi pada timbulnya OMSK. Prevalensi kondisi atopik, termasuk rinitis
alergi pada pasien OMSK berkisar dari 24% sampai dengan 89%. Bukti baru dari
biologi seluler dan imunologi menjelaskan alergi sebagai penyebab obstruksi tuba
eustachius. Orang dengan kondisi alergi atau atopik lebih beresiko untuk
menderita OMSK (Zhang et al., 2014). Penelitian yang dilakukan Bozkus et al.
(2013) menyatakan bahwa adanya abnornalitas sinonasal dan rinitis alergi
mendukung patogenesis terjadinya OMSK. Abnormalitas sinonasal akan
menyebabkan disfungsi tuba Eustachius yang berperan dalam perkembangan
OMSK.

2. Faktor infeksi

a. Riwayat ISPA

Studi oleh Revai et al. (2007) menyatakan 30% ISPA pada anak –anak di
bawah 3 tahun menyebabkan OMA. Penelitian ini menyatakan insiden terjadinya
otitis media pada anak-anak 6 bulan sampai 3 tahun yang disebabkan oleh ISPA
sebesar 61%, yaitu 37% OMA dan 24% OME, dengan etiologi terbanyak adalah
infeksi virus. Infeksi saluran napas dapat menyebabkan peradangan dan
mengganggu fungsi tuba Eustachius sehingga menurunkan tekanan di telinga
tengah diikuti masuknya bakteri dan virus ke dalam telinga tengah melalui tuba
Eustachius mengakibatkan peradangan dan efusi di telinga tengah.

b. Riwayat OMA

Imunodefisiensi juga dihubungkan dengan kejadian OMA rekuren


dengan keterlibatan sekresi Ig A yang mempengaruhi perlekatan bakteri dan virus
dan menunjukkan penurunan kolonisasi bakteri pada nasofaring. OMA rekuren
yang tidak berespon pada pengobatan konvensional dan terapi pembedahan
menunjukkan tingkat IgG2 serum yang rendah, kurang berespon terhadap protein
polisakarida konjugasi vaksin Haemophilus influenza dan tingkat antibodi IgG
spesifik pneumococcal yang rendah melawan kapsuler polisakarida 6A dan 19F
( Kong dan Coates, 2009 ).

3. Faktor sosiodemografi

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi,
dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.
Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan
secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.

4. Faktor lingkungan

a. Paparan asap rokok

Paparan asap rokok adalah risiko timbulnya suatu penyakit pada individu
akibat menghirup asap rokok yang berasal dari lingkungan asap rokok tembakau
Individu dapat seorang perokok pasif maupun perokok pasif (Riskesdas, 2013).
Perokok aktif adalah individu yang melakukan langsung aktivitas merokok dalam
arti menghisap batang rokok yang telah dibakar. Definisi WHO untuk perokok
sekarang adalah mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6
bulan selama hidupnya dan masih merokok pada saat diperiksa. Perokok pasif
adalah individu yang menghirup asap rokok yang dihembuskan oleh individu lain
yang merokok (main stream smoke) atau asap rokok yang berasal dari rokok yang
terbakar (side-stream smoke) ( Lee, Goh, Roh, 2006 ).

Diagnosis
Gejala klinis
1. Telinga berair (otorea)

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang
atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret
yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.1,3

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.


Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan


berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat.
Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

3. Otalgia (nyeri telinga)

Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter
atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis,
subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius


lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita
yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani.

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :


a. Adanya abses atau fistel retroaurikular

b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari


perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai


hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan
untuk memperbaiki pendengaran.

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis


memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan
mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang
normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi
schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dari arah lateral dan atas.

Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada
atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada
kanalis semisirkularis horizontal.

Pemeriksaan bakteriologi

Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya


infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan
yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan
Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut
adalahStreptococcus pneumonie dan H. influenza. Infeksi telinga biasanya masuk
melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal, adenoid, atau faring.
Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau H.
influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya
perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang
masuk melalui perforasi tadi.

Gambar 1.Keadaan membran timpani pada kasus OMSK

Pada penyakit otitis media akut fase perforasi ditandai dengan onset cepat
dari timbulnya tanda-tanda peradangan, khususnya membran timpani bulging atau
menonjol dan kemungkinan dapat mengalami perforasi, sensasi penuh di telinga
dan memerah serta gejala-gejala yang berhubungan dengan inflamasi seperti nyeri
telinga, iritasi dan demam.Ada juga keluhan keluar cairan dari telinga yang
didahului dengan nyeri telinga,demam dan riwayat batuk-pilek sebelumnya.

Otitis media supuratif kronis ditandai dengan keluarnya cairan dari telinga
yang bersifat persisten lebih dari 2-6 minggu akibat ada perforasinya membran
timpani.11 Temuan khas lainnya yaitu berupa penebalan granular mukosa telinga
tengah, polip mukosa dan kolesteatoma dalam telinga tengah. Otitis media supuratif
kronis dibedakan dari otitis media kronis dengan otitis media efusi, dimana otitis
media efusi membran timpani tampak utuh dengan cairan di telinga tengah tetapi
tidak ada infeksi aktif.

Komplikasi

OMSK dapat menyebabkan conductive hearing loss (CHL) serta gangguan


sensory neural hearing loss (SNHL).OMSK ditandai dengan adanya perforasi
membran timpani, yang dapat menghambat konduksi suara ke telinga bagian
dalam. Tingkat terganggu fungsi pendengaran juga telah dibuktikan berbanding
lurus dengan kerusakan yang disebabkan pada struktur telinga tengah.13 Dalam
beberapa kasus OMSK, bisa ada gangguan pendengaran permanen yang dapat
dikaitkan dengan perubahan jaringan ireversibel dalam pendengaran.14Infeksi
kronis telinga tengah menyebabkan edema pada lapisan telinga tengah, perforasi
membran timpani dan gangguan tulang pendengaran, sehingga terjadi CHL.15
Selain itu, mediator inflamasi yang dihasilkan selama OMSK dapat menembus ke
telinga bagian dalam melalui jendela bulat. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya
sel-sel rambut di koklea, yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural
(SNHL).
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :

A. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Prognosis

Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan


kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh
gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun
hasilnya tidak sempurna. Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak
acuh dari pasien dapat menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi
lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK
terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial
yaitu meningitis.
Penatalaksanaan
A. Otitis media supuratif kronik benigna

a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk


jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang
berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila
fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan
pendengaran.

b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif

Prinsip pengobatan OMSK adalah :

1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)

Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang
baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat
di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau
dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat
dilakukan setiap hari sampai telinga kering.

b) Toilet telinga secara basah (syringing).

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,


kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat
mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas
pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan iodine.

c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)

Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis


operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan
pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi
dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa.
Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada
anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika :

a. Antibiotik topikal

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang
merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.

Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga


tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin
dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling
baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :

1. Polimiksin B atau polimiksin E

Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.

2. Neomisin

Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.

3. Kloramfenikol

Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali

Pseudomonas aeruginosa.

b. Antibiotik sistemik.

Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan


kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dengan
melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, Untuk bakteri
aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) atau
golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang
juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8
jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

B. Otitis media supuratif kronik maligna.

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan


konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:

1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)

2. Mastoidektomi radikal

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

4. Miringoplasti

5. Timpanoplasti

6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki


membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dickson G. Acute otitis media. Prim Care. 2014;41(1):11-8.

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di


fasilitas pelayanan kesehatan primer. Jakarta:Departemen Kesehatan RI; 2014.

3. Acuin, Jose. Chronic suppurative otitis media. BMJ Clin Evid. 2007; 00(0):00-00.

4. Monasta L, Ronfani L, Marchetti F, Montico M, Brumatti LV, Bavcar A, et al. Burden


of disease caused by otitis media: systematic review and global estimates.PLoS
One.2012;7(4):e36226.

5. Aarhus L.Childhood otitis media: A cohort study with 30-year-follow-up of hearing


(The HUNT Study). Ear Hear. 2015;36(3):302-8.

6. Mittal R, Lisi CV, Gerring R, Mittal J, Mathee K, Narasimhan G, et al. Current


concepts in the pathogenesis and treatment of chronic suppurative otitis media. J Med
Microbio. 2015; 64:1103-16.

7. Soepardi, e. a., Iskandar, N., Bashiruddin, J., & Restuti, R. D. (2010). BUKU AJAR
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA & LEHER.
Jakarta: FKUI.

8. Tanto, c., Liwang, f., Hanifan, s., & Pradipta, e. a. (ed.4). (2012). KAPITA SELEKTA
KEDOKTERAN. Jakarta: MEDIA AESCULAPIUS.

9. Guideline Penyakit THT-KL di Indonesia. Perhati KL periode 2003-2007.

Anda mungkin juga menyukai