PENDAHULUAN
1
12 jam, keberhasilan terapi akan menurun menjadi 50%, dan bila dilakukan lebih
dari 12 jam maka keberhasilan terapi hanya menjadi 20%.2
Torsio testis yang merupakan suatu keadaan emergency membutuhkan
diagnosis dan tatalaksana yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan testis dan
mencegah infertilitas. Referat ini akan menyajikan mengenai definisi, anatomi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi,
dan prognosis dari torsio testis. Oleh karena itu referat ini dibuat untuk membantu
mendiagnosis, dan menatalaksana awal keadaan emergency pada torsio testis,
sehingga dapat meningkatkan prognosis dan meminimalisir komplikasi yang
dapat terjadi terjadi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Anatomi
3
Testis terdiri dari dua organ kelenjar berbentuk oval yang mensekresikan
semen. Testis digantung oleh funikulus spermatikus dan terbungkus di dalam
skrotum. Ukuran volume normal dari testis orang dewasa kurang lebih 25 ml.
Saat awal perkembang kehidupan janin, testis terdapat di dalam rongga perut, di
belakang peritoneum. Sebelum kelahiran testis turun melewati kanalis inguinalis,
bersamaan dengan funikulus spermatikus melewati annulus inguinalis dan
menempati rongga skrotum dan dilapisi oleh lapisan serosa, muskularis, dan
fibrosa dari skrotum itu sendiri. Pembungkus testis sendiri di antaranya adalah
kulit, muskulus kremaster, tunika dartos, fascia infundibuliform, fascia intercrural,
dan tunika vaginalis.2
4
Gambar 2. Anatomi Testis 4
Arteri yang memperdarahi kedua testis berasal dari anastomosis tiga arteri,
yaitu arteri testikularis yang merupakan cabang dari Aorta abdominalis, arteri
deferentialis merupakan cabang dari arteri vesikularis inferior, dan arteri
cremasterica yang merupakan cabang dari arteri epigastrika inferior. Arteri
testikularis berjalan menyilangi ureter dan bagian inferior dari arteri illiaka
eksterna lalu ke dalam annulus inguinalis. Pada akhirnya menjadi satu
5
kompartmen dengan cabang arteri yang lain dalam funikulus spermatikus.
Sedangkan aliran vena yang membawa darah dari testis berasal dari formasi
beberapa vena yang disebut pleksus venosus pampiniformis dan mengelilingi
arteri testikularis di funikulus spermatikus. Drainase limfe yang berasal dari testis
mengikuti aliran arteri dan vena testikularis menuju ke nodus limfatikus aorta
kanan dan kiri serta para aorta.2
Suplai somatik ke testis dan skrotum berasal dari akar saraf L1 – L2 dan
S2–4 melalui saraf iliohypogastric, ilioinguinal, genitofemoral, dan pudendal.
Saraf iliohypogastric memberikan persarafan sensorik pada kulit di atas pubis.
Saraf ilioinguinal mempersarafi kulit paha bagian dalam, dasar penis, dan skrotum
atas. Saraf genitofemoral terbagi menjadi cabang genital dan femoralis setelah
melewati otot psoas. Cabang femoralis memberikan persarafan sensorik ke area
kecil kulit di bagian dalam paha dan cabang genital berjalan dengan tali
spermatika untuk memberikan persarafan ke otot cremaster, serta tunica
vaginalis.9
Persarafan somatik pada skrotum bervariasi sesuai dengan regio skrotum.
Permukaan anterolateral disuplai oleh cabang genital nervus genitofemoral.
Permukaan anterior disuplai oleh nervus skrotal anterior (percabangan dari nervus
6
ilioinguinal). Permukaan posterior disupali oleh nervus skrotal posterior (berasal
dari nervus perineal, cabang nervus pudenda), dan permukaan inferior disupali
oleh cabang panjang scrotal pada nervus kutaneus femoralis posterior.9
Testis secara embriologi berasal dari tingkat yang sama dengan ginjal.
Oleh karena itu, keduanya memiliki persarafan otonom yang sama, yaitu 90%
simpatik yang berasal dari segmen T10-L1, dan sisanya parasimpatis berasal dari
segmen S2-4. Tiga kelompok saraf otonom berjalan bersama pembuluh gonad dan
vas deferens ke epididimis dan testis yaitu nervus spermatika superior, nervus
spermatika media, dan nervus spermatika inferior.9
Pada masa janin dan neonatus, lapisan parietal yang menempel pada
muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis,
epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk
terpuntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpuntirnya testis pada keadaan ini
disebut torsio testis ekstravaginal.1
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan
kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi
sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini
tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi
epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis
dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada
funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali bell-clapper.
Keadaan ini juga memudahkan testis mengalami torsio intravaginal.1
7
2.3 Epidemiologi
Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari
25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).
Disamping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru
lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan
kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral.1,3
Torsio testis extravaginal merupakan sekitar 5% dari semua torsio. Dari
kasus ini dari torsi testis, 70% terjadi sebelum lahir dan 30% terjadi postnatal.
Kondisi ini terkait dengan berat badan lahir yang tinggi. Torsio testis extravaginal
bilateral jarang terjadi. Torsio testis intravaginal merupakan sekitar 16% dari
kasus pada pasien ke gawat darurat dengan skrotum akut. Bentuk torsio testis ini
yang paling sering diamati pada laki-laki yang lebih muda dari 30 tahun, dengan
sebagian besar berusia 12-18 tahun. Puncak kejadian terjadi pada usia 13-14
tahun. Testis sebelah kiri lebih sering terlibat. Kasus bilateral terjadi sebanyak 2%
dari semua torsio.6
2.4 Etiologi
8
menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu antara lain adalah perubahan suhu
yang mendadak atau trauma yang mengenai skrotum.2,7
Selain berkaitan dengan kelainan anatomi, dalam beberapa penelitian
terkini menyebutkan bahwa faktor keturunan juga diperkirakan memiliki
pengaruh sebesar 11.4% terhadap risiko terjadinya torsio testis. Faktor hormonal
INSL3 dan reseptor RXLF2 telah diduga menjadi gen penyebab munculnya
keadaan torsio testis. Keberadaan hormon dan reseptor ini menyebabkan atrofi
testis yang berisiko tinggi terjadinya torsio testis secara tiba-tiba.2
Torsio testis umumnya dapat dibagi menjadi dua jenis utama, tergantung
pada anatomis sumbu torsi. Torsio intravaginal, yang paling sering terjadi pada
remaja laki-laki, terjadi ketika sumbu rotasi berada dalam tunica vaginalis. Torsi
ekstravaginal terjadi pada janin atau neonatus, karena testis dapat berotasi dengan
bebas sebelum perkembangan fiksasi testis melalui tunica vaginalis di dalam
skrotum. Torsi testis juga dapat terjadi karena mesorchium panjang, sering
dikaitkan dengan cryptorchidism. Mesenterium abnormal antara testis dan suplai
darahnya dapat menyebabkan torsi jika testis lebih luas daripada mesenterium.
Kontraksi otot spermatika memperpendek korda spermatika dan dapat memulai
torsi testis.6,10
2.6 Patofisiologi
9
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati
dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis.
Adanya kelainan pada sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat
mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang
menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu
yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan,
batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.1
Terpuntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah
testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada
akhirnya testis akan mengalami nekrosis. 1 Torsio dapat menyumbat aliran darah
vena. Sumbatan aliran balik vena akan meningkatkan tekanan sehingga aliran
darah masuk melalui arteri juga dihambat. Akibatnya, testis dapat mengalami
iskemia yang prosesnya mulai berlangsung jika torsio terjadi lebih dari 4 jam.
Derajat iskemia bergantung pada lama berlangsungnya torsio dan derajat putaran
korda spermatikus (berkisar antara 180-720º).3
Torsio testis terjadi pada anak dengan insersi tunika vaginalis tinggi di
funikulus spermatikus sehingga funikulus dengan testis dapat terpuntir di dalam
tunika vaginalis. Akibat puntiran tangkai, terjadi gangguan perdarahan testis mulai
dari bendungan vena sampai iskemia yang menyebabkan gangren. Keadaan
insersi tinggi tunika vaginalis di funikulus biasanya gambarkan sebagai lonceng
dengan bandul yang memutar dan mengalami nekrosis dan gangren.5
Kadang torsio dicetuskan oleh cedera olahraga. Biasanya nyeri testis hebat
timbul tiba-tiba yang sering disertai nyeri perut dalam serta mual dan muntah.
Nyeri perut selalu ada karena berdasarkan perdarahan dan persarafannya, testis
tetap merupakan organ perut. Pada permulaan testis teraba agak bengkak dengan
nyeri dan terletak agak tinggi di skrotum dengan funikulus yang juga bengkak.
Akhirnya, kulit skrotum tampak udem dan menjadi merah sehingga menyulitkan
palpasi, dan kelainan ini sukar dibedakan dengan epididimitis akut.5
10
Gambar 2. Torsio Testis5
11
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan di kedua testis atau dapat mempengaruhi
testis kontralateral. Kerusakan jaringan testis kontralateral diakibatkan oleh
penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan testis akibat torsio testis yang terjadi
unilateral. Selain akibat penurunan aliran darah, penyebab lain yang
mempengaruhi testis kontralateral adalah tindakan detorsi testis unilateral.
Disgenesis kongenital dapat memicu reaksi serupa terhadap testis kontralateral
ditunjukkan dengan penemuan histopatologi dimana ditemukan peningkatan
apoptosis pada testis kontralateral. Proses autoantibodi testis juga terdeteksi pada
testis kontralateral.2
12
Prehn’s sign dilakukan dengan cara mengangkat testis. Pada torsio, rasa nyeri
semakin bertambah jika testis diangkat.3
2.10 Diagnosis
13
testis, dapat dibedakan dengan Prehn’s sign, yaitu jika testis yang terkena
dinaikkan, pada epididmis akut terkadang nyeri akan berkurang (Prehn’s
sign positif), sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehn’s sign
negative). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun
dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan
bakteriuria.
2. Hernia skrotalis inkarserata. Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan
yang dapat keluar masuk ke dalam skrotum.
3. Hidrokel terinfeksi, dengan anamnesis sebelumnya sudah ada benjolan di
dalam skrotum
4. Tumor testis. Benjolan dirasakan tidak nyeri kecuali terjadi perdarahan di
dalam testis.
5. Edema skrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis,
adanya sumbatan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-
kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik).
2.12 Tatalaksana
A. Non operatif
Hal utama yang perlu dilakukan begitu diagnosis torsio testis
ditegakkan adalah mengembalikan aliran darah ke testis. Jeda waktunya
paling lama kurang dari 6 jam sejak onset. Detorsi manual dapat dilakukan
secara cepat dan sifatnya non invasif.3 Detorsi manual adalah
mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis
ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke
medial, maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral terlebih
dahulu, kemudian jika tidak ada perubahan, dicoba detorsi ke arah medial.1
Prosedur ini dilakukan dengan sedasi intravena, dengan atau tanpa anestesi
lokal. Jika berhasil, derajat nyeri pasien akan sangat berkurang. Meskipun
detorsi manual dapat mengatasi masalah akut, orkiopeksi elektif tetap
direkomendasikan. Selain itu, eksplorasi bedah tetap perlu dilakukan untuk
menatalaksana secara definitif.3
14
B. Operatif
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi
testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian
viabilitas testis yang mengalami torsio, mungkin masih viable (hidup) atau
sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi
(fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis
kontralateral.1
Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang yang tidak
diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali.
Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis, dilakukan
pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi
kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap berada di
skrotum dapat merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari.1
2.13 Komplikasi
2.14 Prognosis
15
Peningkatan risiko berhubungan dengan usia muda, hal ini diperkirakan
karena keterlambatan diagnosa akibat terbatasnya komunikasi anak. Keberhasilan
terapi ditentukan oleh waktu. Semakin cepat terapi dilakukan maka akan semakin
baik prognosisnya. Berikut adalah hubungan dari onset nyeri hingga tatalaksana
dan angka keberhasilan terapi.6
<6 jam=90-100%
12-24 jam=20-50%
>24 jam=0-10%
16
BAB III
KESIMPULAN
17
akibat hipoproteinemia, filariasis, adanya sumbatan saluran limfe inguinal, dan
kelainan jantung.
18
DAFTAR PUSTAKA
4. Putz R, R Pabst. 2007. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Edisi 22, Jilid 2.
Jakarta: EGC.
19