Anda di halaman 1dari 17

III.

BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT


1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
untuk membuat ekstrak sayuran dan bahan untuk analisis. Bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan ekstrak sayuran adalah daun kenikir,
bunga kecombrang, daun kemangi, daun katuk, daun pohpohan, daun
ginseng, kucai, takokak, daun lembayung, terubuk, daun labu, bunga
pepaya, pucuk mete dan daun pakis yang diperoleh dari Pasar Bogor.
Daun beluntas, daun mangkokan putih, daun mangkokan, daun
kendondong cina, antanan, antanan beurit, krokot, bunga turi, daun kelor
dan pucuk mengkudu yang diperoleh dari kebun penduduk di daerah
Dramaga, Bogor.
Bahan untuk analisis total karotenoid adalah heksana dan aseton
(Brataco Chemica), KOH (BDH), metanol (Merck) dan asam asetat
(Merck). Bahan untuk analisis β-karoten adalah metanol (Merck),
kloroform (Merck) dan asetonitril (Merck), serta standar β-karoten
(C4582-5MG, Sigma-Aldrich). Bahan yang digunakan untuk analisis
antosianin adalah etanol (Merck) dan HCl (Merck). Bahan untuk analisis
asam askorbat adalah soluble starch (Merck), KI (Merck) dan Iodium
(Merck).

2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk
membuat ekstrak sayuran dan alat untuk analisis. Alat-alat yang digunakan
untuk membuat ekstrak sayuran adalah freezer, freeze dryer, blender
kering, dan baskom. Analisis total karotenoid menggunakan alat-alat,
antara lain neraca analitik, sudip, pipet mohr, labu takar, corong, gelas
ukur, pompa vakum, kertas saring Whatman 42, tabung reaksi bertutup,
vortex, alat sonifikasi, sentrifuse, tabung sentrifuse, kuvet dan
spektrofotometer. Untuk analisis β-karoten alat-alat yang digunakan

24
adalah pipet mohr, tabung reaksi bertutup, vortex, freezer, membran 0.22
µm, dan sistem HPLC dengan spesifikasi seperti pada Tabel 6.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis antosianin adalah neraca
analitik, sudip, gelas piala, gelas ukur, labu takar, corong, kertas saring
Whatman No.1, penyaring vakum, pipet mohr, tabung reaksi, kuvet dan
spektrofotometer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis asam askorbat
adalah neraca analitik, mortar/waring blender, sudip, gelas piala, magnetic
stirrer, labu takar, corong, erlenmeyer, pipet mohr, pompa vakum, kertas
saring Whatman No.1, dan buret mikro.

Tabel 6. Spesifikasi HPLC untuk analisis β-karoten

Komponen HPLC Tipe


Solvent cabinet Shimadzu LC-20AD
Degasser Shimadzu DGU-20A5
Pump Shimadzu LC 20-AD
Detector UV-Vis Shimadzu SPD-20A, λ= 450 nm
Manual injector Hewlett Packard Series 1100
Injector Rheodyne 20 µL
Syringe Agilent Technologies, LC 50 µL
Column C-18; 4.6x150 mm; Develosil
ODS-UG-3 (Mfg. No. 2510689),
Nomura Chemical
Metanol:asetonitril:kloroform
Mobile phase
(48.5:48.5:3.0)
Flow rate 0.8 ml/min (isocratic)

B. METODE
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan yang akan
dilakukan adalah 1) persiapan sampel; 2) analisis sampel; 3) analisis statistik
data; 4) analisis potensi. Analisis utama pada sampel dilakukan secara duplo
untuk dua ulangan.

25
1. Persiapan Sampel
Bagian tanaman kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, katuk,
kedondong cina, pohpohan, daun ginseng, kelor, labu, lembayung,
mangkokan, jambu mete, mengkudu, pakis, yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bagian daun yang masih muda. Daun muda atau
pucuk ini dapat dilihat dari warna daun yang lebih muda dibandingkan
dengan daun pada bagian lainnya pada tanaman tersebut. Bagian tanaman
antanan, antanan beurit dan kucai yang digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh bagiannya, sedangkan untuk tanaman kecombrang, turi,
terubuk, dan pepaya, bagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bunganya. Bagian tanaman takokak yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buahnya dan bagian tanaman krokot yang digunakan adalah daun
dan batangnya. Pemilihan bagian-bagian tanaman ini didasarkan pada
bagian-bagian yang biasa dikonsumsi masyarakat.
Mula-mula sayuran dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian dilakukan
pengecilan ukuran sayuran (pemotongan). Setelah itu, sayuran dikemas
dalam kantung plastik dan dibekukan dalam freezer selama satu malam
untuk memudahkan proses pengeringan vakum. Selanjutnya sayuran
dikeringkan dengan freeze dryer selama satu sampai dua hari tergantung
dari banyaknya sampel. Setelah sampel menjadi kering, dilakukan
penghancuran sampel menggunakan blender kering sampai dihasilkan
sampel kering bubuk yang lolos ayakan 32 mesh. Sampel tersebut
kemudian dikemas dalam plastik ber-seal dan disimpan dalam freezer.
Sampel ini telah siap untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. Tahap
persiapan sampel dapat dilihat pada Gambar 6.

26
Sampel

Pencucian dan Penirisan

Pemotongan

Pembekuan selama 24 jam

Freeze drying selama 48 jam

Dry basis beku

Penghancuran dengan blender kering

Dry basis beku (bubuk)


lolos ayakan 32 mesh

Pengemasan dalam plastik ber-seal

Penyimpanan dalam freezer

Gambar 6. Diagram alir persiapan sampel sayuran untuk analisis

27
2. Analisis Sampel
a. Analisis Kadar Air (AOAC, 1984)
Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya
air yang terdapat di dalam suatu bahan pangan. Analisis kadar air
dilakukan pada sampel sayuran segar (awal) dan pada sampel sayuran
setelah freeze drying. Penentuan kadar air ini dilakukan dengan metode
pengeringan dengan oven biasa.
Persiapan yang dilakukan adalah cawan alumunium yang akan
digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC
selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 10
menit. Selanjutnya cawan ditimbang dengan menggunakan neraca
analitik. Sampel ditimbang sebanyak 3-4 gram kemudian dikeringkan
dalam oven bersuhu 100-105°C selama kurang lebih 6 jam. Setelah itu,
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Contoh kembali
dikeringkan dalam oven selama 30 menit lalu ditimbang kembali.
Perlakuan terakhir ini diulangi terus hingga diperoleh berat kering
yang relatif konstan (berat dianggap konstan jika selisih berat sampel
kering yang ditimbang ≤ 0,0003 gram).

W – (W1 – W2)
Kadar air (%) = x 100%
W

Keterangan:
W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = bobot (contoh + cawan) sesudah dikeringkan (g)
W2 = bobot cawan kosong (g)

b. Analisis Kadar Protein, Metode Mikro Kjehldal (AOAC, 1995)


Sebanyak ±0.1 gram contoh ditimbang kemudian dimasukan ke
dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 + 0.1 gram K2SO4, 40 + 10
ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4, kemudian contoh didihkan selama 1-
1.5 jam sampai cairan jernih. Larutan jernih ini kemudian didinginkan,
lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjehldahl dicuci dengan

28
air 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cuciannnya dimasukan ke dalam alat
destilasi dan ditambahkan dengan 8-10 ml larutan NaOH – Na2S2O3.
Di bawah kondensor diletakan erlenmeyer yang berisi 5 ml
larutan H3BO3 3% dan 3 tetes indikator (campuran 2 bagian merah
metil 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam
dalam larutan H3BO3 kemudian isi erlemeyer diencerkan sampai 50 ml
lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi abu-abu. Dilakukan pula terhadap blanko.

(ml HCl contoh ml HCL blanko) X N HCl X 14.007


%N X 100%
mg Contoh

% Protein= %N X 6.25

c. Analisis Total Karotenoid (Zakaria et al., 2000)


Sebanyak 0.25 gram sampel diekstrak dengan 5 ml heksan:aseton
(1:1) tiga kali dan disaring vakum dengan kertas Whatman 42.
Ekstraksi diulang beberapa kali hingga kertas saring dan residu
menjadi jernih. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung bertutup dan
dievaporasi dengan rotavapor. Residu yang telah kering kemudian
disaponifikasi dengan menambahkan 4 ml KOH 5% dalam metanol,
divorteks dan dilakukan sonifikasi selama 30 detik. Ekstrak
dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 70°C selama 30 menit,
kemudian didinginkan dan ditambahkan 4 ml air bebas ion dan 8 ml
heksan. Setelah itu, ekstrak divorteks dan disentrifus pada 2000 rpm
selama 5 menit hingga terbentuk fase organik dan fase air. Fase air
ditambahkan 6 ml heksan, divorteks, dan disentrifus kembali pada
2000 rpm selama 5 menit. Fase organik yang terbentuk selanjutnya
dikumpulkan.
Fase organik yang diperoleh kemudian kemudian ditambahkan
dengan 3 ml asam asetat 5%, divorteks dan disentrifus pada 2000 rpm
selama 5 menit. Lapisan atas (fase organik) diambil, dipindahkan
dalam tabung bertutup dan dievaporasi dengan rotavapor (prosedur asli

29
menggunakan gas nitrogen untuk mengevaporasi). Untuk menghitung
total karotenoid, residu kering dilarutkan dalam 4 ml heksan dan
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 450 nm. Sebagai blanko digunakan heksan. Prosedur
analisis dapat dilihat pada Gambar 7.
Total karotenoid dihitung dengan rumus:

C= A450 x x x FP

Keterangan:
E1% = Nilai koefisien ekstingsi dari 1% larutan β-karoten (10
µg/µl) pada λ 450 nm= 2600
C = Konsentrasi total karotenoid (µg/g)
A450 = Nilai absorbansi yang diperoleh pada λ=450 nm
FP = Faktor pengenceran

d. Analisis β-karoten (Zakaria et al., 2000)


1. Pembuatan Larutan Standar Β-karoten
Sebanyak 1 mg standar β-karoten dilarutkan dalam 2 ml
kloroform, divorteks, ditambahkan 6 ml metanol dan divorteks
kembali. Sebanyak 0.5 ml larutan diambil dan diencerkan sebanyak
sepuluh kali dengan fase gerak HPLC. Selanjutnya diukur
absorbansi pada panjang gelombang 450 nm dengan
spektrofotometer dan sebagai blanko digunakan larutan fase gerak
HPLC. Larutan standar β-karoten kemudian disuntikkan ke dalam
kolom HPLC.
Konsentrasi standar β-karoten dihitung dengan rumus:
(10 mg/mL)/E1% = (X 1µg/1µL)/A450
Keterangan:
E1% = Nilai koefisien ekstingsi dari 1% larutan β-karoten
(10 mg/ml) pada λ 450 nm= 2600
X = Konsentrasi standar β-karoten (µg/µL)

30
A450 = Nilai absorbansi yang diperoleh pada µ 450 nm
Nilai X dikalikan dengan % kemurnian standar β-karoten
yang diperoleh dari analisis HPLC.

2. Persiapan dan Ekstraksi Karotenoid


Persiapan dan ekstraksi sampel sama seperti persiapan dan
ekstraksi sampel untuk analisis total karotenoid. Ekstrak yang
digunakan untuk analisis total karotenoid dievaporasi dengan
rotavapor (prosedur asli menggunakan gas nitrogen untuk
mengevaporasi), lalu dilarutkan dalam kloroform 5% dalam
metanol, divorteks dan disimpan dalam freezer bersuhu -20°C
selama semalam (12 jam). Larutan kemudian disaring dengan
membran 0.22 µm dan dievaporasi dengan rotavapor (prosedur asli
menggunakan gas nitrogen untuk mengevaporasi). Residu kering
kemudian dilarutkan dalam 2 ml fase gerak HPLC yaitu
metanol:asetonitril:kloroform (48.5:48.5:3.0).
Sebanyak 20 µl ekstrak disuntikkan ke dalam kolom HPLC
(Vydac C-18) dengan laju aliran rata-rata 0.8 ml/menit dan panjang
gelombang 450 nm. Prosedur analisis dapat dilihat pada Gambar 8.

Konsentrasi β-karoten (µg/g) di sampel dihitung dengan


rumus:

C= x [ ] std β-karoten (µg/µL) x

e. Analisis Antosianin
1. Ekstraksi Antosianin (Raharja dan Dianawati, 2001)
Sebanyak ±1 gram sampel diekstraksi dengan larutan HCl
5% dalam aquades. Ekstraksi dilakukan dengan merendam bahan
didalam wadah botol kaca yang berwarna gelap dengan larutan
HCl 5% tersebut (1:10), kemudian campuran disimpan di dalam
lemari pendingin bersuhu 4°C selama semalam. Setelah itu,
campuran tersebut disaring dengan kertas saring Whatman No.1

31
dengan menggunakan penyaring vakum dan filtrat yang diperoleh
dianalisa kandungan antosianinnya dengan metode Lees dan
Francis (1972).
2. Penentuan Konsentrasi Total Antosianin (Lees dan Francis,
1972)
Sebanyak 5 ml filtrat hasil ekstraksi diencerkan menjadi 10
ml dengan larutan etanol 95%:HCl 1.5N (85:15). Filtrat kemudian
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 535 nm.
Total antosianin dihitung dengan rumus:

[ ] (mg/100g sampel) = x 100

Faktor 98.2 adalah nilai ε (serapan molar) dari pigmen


antosianin dalam pelarut etanol 95%:HCl 1.5N (85:15). Prosedur
analisis dapat dilihat pada Gambar 9.

f. Analisis Asam Askorbat (Jacobs, 1951)


1. Ekstraksi Sampel
Sebanyak 25-50 gram sampel sayuran segar ditimbang dan
ditambahkan dengan 50-100 ml aquades. Sampel kemudian
dihancurkan dalam waring blender sampai diperoleh slurry
(bubur). Slurry yang diperoleh sebanyak ±10 gram dimasukkan ke
dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquades sampai tera,
kemudian disaring dengan penyaring vakum untuk memisahkan
filtrat.
2. Pembuatan Larutan Iodium
Larutan iodium 0.01 N dibuat dengan cara mencampurkan 2
gram KI dan 1.269 gram I2, kemudian dilarutkan sampai volume 1
liter dengan aquades. Larutan kemudian diaduk dengan magnetic
stirrer selama semalam untuk melarutkan iod secara sempurna.

32
3. Penentuan Konsentrasi Asam Askorbat
Sebanyak 10 ml filtrat dari hasil ekstraksi dimasukkan ke
dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan dengan 2 ml larutan amilum
(soluble starch) 1%. Larutan kemudian dititrasi dengan 0.01 N
iodium. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan
menjadi semburat biru.
Konsentrasi asam askorbat dihitung dengan rumus:

[ ] vitamin C (mg/100 g sampel) = x 100

1 ml 0.01 N Iodium setara dengan 0.88 mg asam askorbat.


Prosedur analisis dapat dilihat pada Gambar 10.

3. Analisis Statistik
a. Analisis ragam (Anova)
Analisis ragam (Anova) dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan di dalam variabel-variabel yang diuji. Setelah itu,
bila ditemukan bahwa dalam variabel-variabel yang diuji ada
perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis tahap
kedua, yakni uji lanjut yang mengkaji pada tingkat atau faktor-faktor
di dalam variabel tersebut yang berbeda nyata dan seberapa besar
perbedaan tersebut terjadi. Anova dilakukan dengan menggunakan
software SPSS 13.0. Bila nilai signifikansi yang dihasilkan dari output
Anova menunjukkan nilai yang kurang dari α sebesar 5% (0.05), maka
ada perbedaan yang signifikan antar sampel yang diuji, dan sebaliknya.
Alfa (α) merupakan besarnya kesalahan (error) yang masih bisa
diterima dalam pengujian.
b. Uji Lanjut Duncan
Uji lanjut Duncan merupakan kelanjutan dari Anova yang
dilakukan setelah diketahui adanya perbedaan yang signifikan antar
sampel yang diuji dengan Anova. Uji Duncan ini membuat
perhitungan perbedaan berdasarkan perbandingan pairwise dengan
cara menggunakan tingkatan perbandingan secara stepwise. Cara ini

33
mirip dengan pengurutan sebagaimana dilakukan Student-Newman-
Keuls test, tetapi dalam perbandingan ini Duncan membuat
“pengamanan” derajat kesalahannya dengan cara membandingkan
tingkat kesalahan setiap pairwise dengan keseluruhan kesalahan setiap
tingkat pasangan perlakuan yang diuji (Sumardi, 2003). Uji ini juga
dilakukan dengan menggunakan software SPSS 13.00. Output yang
dihasilkan berupa subset-subset dimana sampel-sampel yang berada
pada subset yang sama berarti memiliki perbedaan yang tidak
signifikan, sedangkan sampel pada subset yang berbeda berarti
memiliki perbedaan yang signifikan pada nilai α 0.05.
c. Uji Korelasi Pearson
Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antar variabel yang tidak menunjukkan hubungan fungsional
(berhubungan bukan berarti disebabkan). Korelasi antar dua variabel
yang terjadi dapat berupa (Hasan, 2003):
1) Korelasi (+), yakni bila variabel yang satu (x) menaik atau
menurun, maka variabel lainnya cenderung menaik atau menurun
pula.
2) Korelasi (-), yakni bila variabel yang satu (x) menaik atau
menurun, maka variabel lainnya cenderung menurun atau menaik.
3) Tidak ada korelasi, yakni bila kedua variabel (x dan y) tidak
menunjukkan adanya hubungan.
Output yang dihasilkan dari uji ini berupa nilai p (p-value) dan
koefisien korelasi. Bilai nilai p yang dihasilkan lebih kecil dari α 0.05,
maka kedua variabel berkorelasi, sedangkan bila nilai P yang
dihasilkan lebih besar dari α 0.05, maka kedua variabel tidak
berkorelasi. Interpretasi data dengan uji ini digambarkan dengan
koefisien korelasi, yaitu indeks atau bilangan yang digunakan untuk
mengukur keeratan hubungan antar variabel. Koefisien korelasi
memiliki nilai antara -1 dan +1 (-1≤KK≤+1). Jika KK bernilai positif
maka kedua variabel berkorelasi positif, sedangkan bila bernilai
negatif maka kedua variabel berkorelasi negatif. Semakin dekat nilai

34
KK ke +1 dan -1, maka semakin kuat korelasinya. Jika KK bernilai 0
maka kedua variabel tidak menunjukkan adanya korelasi, sedangkan
bila KK bernilai +1 atau -1 maka kedua variabel menunjukkan korelasi
yang sempurna. Untuk menentukan keeratan hubungan atau korelasi
antar variabel tersebut, maka digunakan patokan sebagai berikut
(Hasan, 2003):
1) KK=0 (tidak ada korelasi)
2) 0<KK≤0.20 (korelasi sangat rendah/lemah)
3) 0.20<KK≤0.40 (korelasi rendah/lemah tapi pasti)
4) 0.40<KK≤0.70 (korelasi yang cukup berarti)
5) 0.70<KK≤0.90 (korelasi yang tinggi dan kuat)
6) 0.90<KK<1.00 (korelasi sangat tinggi, kuat sekali, dapat
diandalkan)
7) KK=1 (korelasi sempurna)
Uji korelasi Pearson pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan software Minitab 15.0. Uji ini juga digunakan untuk
mendapatkan kesimpulan hasil meta-analisis antar senyawa yang
diidentifikasi pada penelitian ini.
d. Analisis Komponen Utama (PCA)
Analisis komponen utama (principal component analysis)
merupakan teknik statistik yang dapat digunakan untuk menjelaskan
struktur variansi-kovariansi dari sekumpulan variabel melalui beberapa
variabel baru dimana variabel baru ini saling bebas, dan merupakan
kombinasi linier dari variabel asal. Selanjutnya variabel baru ini
dinamakan komponen utama (principal component).
Secara umum tujuan dari analisis komponen utama adalah
mereduksi dimensi data dan untuk kebutuhan interpretasi. Komponen
utama dibentuk berdasarkan matriks korelasi. Hal ini dilakukan jika
variabel-variabel bebas yang diamati mempunyai perbedaan range
yang sangat besar. Salah satu tujuan dari analisis komponen utama
adalah mereduksi dimensi data asal yang semula terdapat p variabel
bebas menjadi k komponen utama (dimana k < p ). Kriteria pemilihan k

35
yaitu: 1) Proporsi kumulatif keragaman data asal yang dijelaskan oleh
k komponen utama minimal 80% , dan proporsi total variansi populasi
bernilai cukup besar; 2) Dengan menggunakan scree plot yaitu plot
antara i dengan i , pemilihan nilai k berdasarkan scree plot ditentukan
dengan melihat letak terjadinya belokan dengan menghapus komponen
utama yang menghasilkan beberapa nilai eigen kecil membentuk pola
garis lurus (Rencher, 1998).
Output yang dihasilkan dari pengujian dengan PCA ini adalah
data analisis eigen dari matriks korelasi yang berupa nilai akar cirri
(eigen value), proporsi dan kumulatif. Dari nilai akar ciri dapat
diidentifikasi komponen utama yang diperoleh, yakni variabel yang
memiliki dua nilai akar ciri terbesar (nilai lebih dari 1), kemudian nilai
proporsi menggambarkan persentase keragaman data yang dapat
diterangkan oleh masing-masing komponen utama, dan nilai kumulatif
menggambarkan keseluruhan persentase keragaman data yang dapat
diterangkan oleh kedua komponen utama. Selain itu, dihasilkan pula
grafik biplot untuk kebutuhan interpretasi data. Analisis komponen
utama ini dilakukan dengan menggunakan software Minitab 15.0.

4. Analisis Potensi
Analisis potensi pada sampel dilakukan dengan beberapa tahapan
berikut: 1) pengumpulan data hasil keseluruhan analisis utama (total
karotenoid, β-karoten, antosianin, dan asam askorbat); 2) studi literatur,
yakni menelusuri literatur dari berbagai sumber tentang manfaat dan
potensi masing-masing senyawa yang diidentifikasi serta literatur tentang
kandungan senyawa-senyawa yang diidentifikasi pada jenis komoditi
buah/sayur lainnya untuk dapat dibandingkan dengan nilai kandungannya
pada sampel sayuran indigenous pada penelitian ini; 3) justifikasi potensi
terhadap keseluruhan sampel terutama sampel yang mengandung senyawa
yang diidentifikasi dengan nilai yang tinggi.

36
0.25 g sampel

Pengekstrakkan dengan 5 ml heksan:aseton (1:1) 3x

Penyaringan vakum dengan Whatman 42

Pengulangan ekstraksi (beberapa kali)

Filtrat jernih

Pengeringan dgn rotavapor

Saponifikasi dengan 4 ml KOH 5% dalam metanol

Vorteks

Sonifikasi 30 detik

Pemanasan dalam waterbath 70°C, 30 menit

Pendinginan pada T ruang

4 ml air deion,
8 ml heksana Vorteks

Fase air Sentrifuse 2000 rpm, 5 menit

Vorteks dengan 6 ml heksan Pengambilan fase organik

Sentrifuse 2000 rpm, 5 menit Fase organik total

Pengambilan fase organik

Gambar 7. Diagram alir analisis total karotenoid dengan spektrofotometer

37
@

3 ml CH3COOH 5% Vorteks

Sentrifuse 2000 rpm, 5 menit

Pengambilan fase organik

Pengeringan dengan rotavapor

Pelarutan dengan 4 ml heksan

Pengukuran absorbansi (450 nm)

Gambar 7. Diagram alir analisis total karotenoid (lanjutan)

Ekstrak sampel (dari analisis tot. karotenoid)

Pengeringan dengan rotavapor

Pelarutan dalam 5% kloroform dalam metanol

Vorteks

Penyimpanan dalam freezer -20°C, 12 jam

Penyaringan dengan membran 0.22 µm

Pengeringan dengan rotavapor

Pelarutan dengan 2 ml
metanol:asetonitril:kloroform (48.5:48.5:3.0)

Penyuntikkan 20 µl ekstrak ke dalam kolom HPLC

Gambar 8. Diagram alir analisis β-karoten dengan HPLC

38
±1 gram sampel

10 ml HCl 5% Maserasi selama 1 malam dalam


dalam aquades botol gelap pada suhu 4°C

Penyaringan dengan pompa vakum

Diambil sebanyak 5 ml
filtrat

Diencerkan sampai
10 ml dengan etanol Vorteks
95%:HCl 1.5N
(85:15)

Pengukuran absorbansi (535 nm)

Gambar 9. Diagram alir analisis total antosianin dengan spektrofotometer

39
25-50 g sayuran segar

Penghancuran dengan
50-100 ml
aquades waring blender

Pengambilan ±10 g slurry

Penempatan dalam labu takar 100 ml


sampai tera dengan aquades

Penyaringan dengan vakum

Pengambilan
10 ml filtrat

2 ml larutan Pencampuran dalam erlenmeyer


amilum 1%

Titrasi dengan 0.01 N Iodium

Gambar 10. Diagram alir analisis asam askorbat dengan cara titrasi

40

Anda mungkin juga menyukai