Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang merupakan respon terhadap


pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi yang polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfk). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis. Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya
bahan kimia (contohnya: deterjen,asam,basa, oil, semen), mikro-organisme
(bakteri, jamur), dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopi.
Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti. Dermatitis perioral merupakan
bentuk inflamasi kulit yang terlihat sebagai papuloeritema, vesikel dan pustula yang
timbul terlokalisasi disekitar mulut, hidung ataupun mata. Dermatitis perioral
merupakan sinonim dari rosacea – like dermatitis.Dermatitis numularis adalah
dermatitis berupa lesi berbentuk mata uang atau agak lonjong, berbatas tegas
dengan efloresensi berupa papul vesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah.
Etiologi dari dermatitis numularis belum diketahui, diduga adalah Staphylococcus
sp. dan Micrococcus sp. selain itu juga didahului trauma fisis dan kimiawi, stress,
minuman yang mengandung alkohol, lingkungan dengan kelembapan rendah.1,2,3
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar oleh Depertemen Kesehatan 2013
prevalensi nasional dermatitis adalah 6,8% (berdasarkan keluhan responden).
Sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi dermatitis di atas prevalensi
nasional, yaitu, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa
Barat, Jakarta, Bangka Belitung, Nanggro Aceh Darussalam, dan termasuk
Sumatera Bara .Insidensi dermatitis perioral terhitung mencapai 0,5 – 1% di negara
industri, tergantung dari faktor geografis yang ada. Di Jerman didapatkan 6% wanita
yang berkunjung untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kulit mengalami dermatitis
perioral, sedangkan hanya 0,3% laki-laki saja yang mengalami dermatitis perioral.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, pada anak-anak yang menderita asma angka
kejadian dari dermatitis perioral ini tercatat sebanyak 3% berasal dari kelompok umur

1
6 bulan – 18 tahun. Selain itu, menurut hasil penelitian terhadap lokasi lesi dermatitis
perioral didapatkan sekitar 20% dari kasus tiak terjadi pada perioral. Dermatitis
numular angka kejadiannya pada usia dewasa lebih sering pada laki-laki
dibandingkan wanita, onsetnya pada usia antara 55 dan 65 tahun. 1,4,5
Dermatitis Perioral memiliki gejala khas yang sering adalah sensasi nyeri atau
terbakar. Kadang pasien juga merasakan sensasi tegang pada kulit. Pada dermatitis
perioral yang lama dapat terjadi kolonisasi bakteri yang ditandai adanya papulopustul.
Dermatitis numularis memiliki gambaran klinis yaitu rasa yang sangat gatal, Lesi
akut berupa papulavesikel dan vesikel (0,3-1cm) yang membesar dengan cara
berkonfluens (meluas kesamping) dan membentuk lesi karakteristik seperti uang
logam, eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Ukuran garis tengah
dapat mencapai 5 cm, jarang sampai 10 cm. Penyembuhan dimulai dari tengah
sehingga terkesan menyerupai lesi dermatomikosis. Lesi lama berupa likenifikasi
dan skuama.1,6
Pada tatalaksana Dermatitis perioral Jika pasien menggunakan steroid maka
langkah pertama pengobatan adalah segera hentikan pemakaian steroid. Pasien harus
diperingatkan untuk tidak menggunakan steroid karena akan menyebabkan dermatitis
perioral. Edukasi pasien untuk menghentikan pemakaian krim pelembab, krim
malam, make-up serta pasta gigi berfluoride. Tanpa pengobatan, dermatitis perioral
dapat berlangsung lama hingga menahun. Untuk pemeriksaan laboratorium
dermatitis numularis tidak ada penemuan yang spesifik. Untuk membedakannya
dengan penyakit lain, seperti dermatitis karena kontak diperlukan patch test dan
prick test untuk mengidentifikasikan bahan kontak. Untuk dermatitis Numularis
pengobatan diberikan steroid topikal dan sistemik, antibiotik dan antihistamin. Pasien
perlu untuk diberitahukan tentang perkembangan atau perjalanan penyakit dari
dermatitis numular yang cenderung sering berulang.1,2,4

2
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. U
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Kantil, RT 01, Ds.Sungai Jernih Kec
Muara Tabir, Kab. Tebo, Jambi
Pekerjaan : Mahasiswi
Suku Bangsa : Jambi
Hobi : -
Tanggal Berobat poliklinik : 23 Mei 2018

2.2 Autoanamnesis (Tanggal 23 Mei 2018)


Keluhan Utama : Bentol-bentol kecil berisi nanah di daerah wajah
dan sekitar mulut yang terasa gatal sejak 3 hari
SMRS.
Keluhan Tambahan : Ruam kemerahan pada lengan kanan, tungkai
bawah kiri, dan perut yang terasa gatal sejak 1
bulan SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit


3 hari SMRS pasien mengeluh bentol-bentol berisi air yang terasa gatal
kali ini muncul pada wajah dan sekitar mulut pasien. Pasien mengaku keluhan
muncul setelah pasien memakan ikan kaleng (sarden). Pasien lalu
memutuskan untuk berobat ke praktek dokter dan mendapat obat antibiotik
(ciprofloxacin), antihistamin (CTM), dan kortikosteroid (deksametason),
namun pasien merasa tidak ada perubahan hingga akhirnya pasien
memutuskan untuk kembali berobat ke poliklinik penyakit kulit dan kelamin
RSUD Raden Mattaher.

3
1 bulan SMRS, pasien mengeluh terdapat ruam kemerahan pada tungkai
bawah kiri, awalnya ruam hanya berupa bentol-bentol kecil berukuran
seukuran jarum pentul berwarna merah dan terasa gatal, namun kemudian
pecah dan menyatu menjadi ruam yang lebih besar. Kemudian sekitar 3
minggu SMRS hari kemudian, keluhan yang sama muncul pada lengan kanan
berupa bentol-bentol kecil yang berisi air namun ukurannya tidak sebesar di
tungkai bawah. Selanjutnya 1 minggu SMRS, pasien mengatakan muncul
bentol-bentol kecil yang tersebar tak merata di perut, bentol-bentol kecil berisi
air namun belum pecah dan menyatu seperti bentol-bentol di tungkai bawah
atau lengan.
Berdasarkan keterangan pasien, pasien tidak ada mengeluh batuk, demam,
dan sakit gigi sebelumnya. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
 Pasien memiliki riwayat alergi obat (-),
 Riwayat alergi makanan (+).

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang mahasiswi. Pasien melalakukan perkuliahan
sekitar 9 jam. Pasien tinggal di kos-kosan. Di dalam kos-kosan cahaya
matahari dapat masuk, dan ventilasi udara baik.

2.3 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 23 Mei2018)


Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit

4
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
BB : 55 kg
TB : 160 cm
Status gizi : BB 55 kg, TB 160 IMT: 21,48 (Normoweight)

Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor
Hidung : Sekret (-), deviasi (-)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-), kelainan kulit (-)
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), kelainan kulit (-)
Tenggorokan : Pembesaran tonsil (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kelainan kulit (-)

Thoraks :
Paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, hepar dan lien tidak teraba, lesi kulit (+)
Ekstremitas superior : Akral hangat, edema (-), lesi kulit (+)
Ekstremitas inferior : Akral hangat, edema (-), lesi kulit (+)

5
2.4 Status Dermatologis
1. Inspeksi
a. Lokasi :Regio Fasialis et oralis et nasalis
- Lesi berupa Pustul, berbentuk bulat, berjumlah Multiple, ukuran lentikuler,
ukuran terkecil 0,2 cm, ukuran terbesar 0,4 cm, warna sama dengan kulit,
anular, sirkumskripta, Korimbiformis.

b. Lokasi : Regio Antebrachii Dektra


- Terdapat Plak Eritema ,Ukuran plakat, bentuk tidak teratur, jumlah 1,
ukuran 2x2,7 cm, anular, sirkumskripta.

6
c. Lokasi : Regio Abdomen
- Lesi berupa vesikel ,berbentuk bulat, berjumlah 3, berukuran lentikuler,
diameter 0,3 cm, warna sama dengan kulit, anular, sirkumskrip,

7
d. Lokasi : Regio Cruris Sinistra
Konfigurasi :
- Terdapat Plak eritema, ukuran plakat, bentuk tidak teratur, jumlah 2, dengan
ukuran 4x5 cm dan 7x8 cm, anular, sirkumskrip.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

2.6 Diagnosa Banding


 Keluhan Utama
Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis seboroik Rosasea
Etiologi Bahan kimia sederhana Mallassezia furfur, Tidak diketahui
dengan berat molekul gangguan imunologis, pasti. Beberapa
rendah (hapten), bersifat dan aktivasi glandula hipotesis
lipofilik, sangat reaktif sebasea mengenai etiologi
dan dapat menembus rosasea makanan,
stratum korneum psikis, obat,
infeksi, musim,
imunologik.
Lokasi Daerah tangan, lengan, Daerah kaya kelenjar Sekitar wajah :
wajah, telinga, leher sebasea, kepala, wajah, hidung, pipi,
badan, genitalia, paha dan badan dagu, kening, alis

8
tungkai bawah. dapat meluas ke
leher,
pergelangan,
tangan dan kaki.
Lesi umumnya
sismetris
Gejala Lesi akut bercak Skuama kuning Eritema,
klinis eritematosa berbatas berminyak, eksematosa telangiektasisi,
tegas, diikuti edema, ringan kadang disertai papul, edema,
papulvesikel, vesikel atau gatal dan menyengat, pustul. Papul
bula. Vesikel/bulla pecah ditemukan ketombe, kemerahan tidak
→ erosi → eksudasi. pada fase kronis nyeri.
Lesi kronis kulit kering, dijumpai kerontokan
skuama, papul, rambut, pada keadaan
likenifikasi, fisura batas berat dapat berkembang
nya tidak tegas. menjadi eritoderma.

 Keluhan Tambahan
Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Atopi Pitiriasis rosea
Etiologi Bahan Kimia Sederhana Faktor yang ber[eran Tidak diketahui
dengan berat molekul dalam terjadinya atopi: pasti, diduga
rendah (hapten), bersifat faktor genetik, berkaitan dengan
lipofilik,sangat reaktif lingkungan, sawar kulit, reaktivasi virus
dan dapat menembus imunologik, psikologis HHV-7 & HHV-6
stratum korneum
Lokasi Daerah tangan, lengan, Daerah kedua telapak Badan, lengan,
wajah, telinga, leher tangan, jari, dan tungkai atas
badan, genitalia, paha dan pergelangan tangan,
tungkai bawah. bibir, leher bagian
anterior, kulit kepala
dan putting susu.
Gejala Lesi akut bercak Lesi bersifat kronis Gatal ringan, lesi
klinis eritematosa berbatas berupa plak pertama (herald
tegas, diikuti edema, hiperpigmentasi, patch) di badan,

9
papulvesikel, vesikel atau hiperkeratosis, soliter berbentuk
bula. Vesikel/bulla pecah likenikasi, erosi dan oval dan aluran,
→ erosi → eksudasi. skuama. Rasa gatal lebih diameter +/- 3cm,
Lesi kronis kulit kering, hebat saat beristirahat, ruam terdiri atas
skuama, papul, udara panas, eritema dan
likenifikasi, fisura batas berkeringat. skuama halus
nya tidak tegas. dipinggir. Lesi
berikut lebih kecil
dari lesi awal,
susuan sejajar
kosta menyerupai
pohon cemara
terbalik
“christmas tree”.

2.7 Diagnosa Kerja


1. Diagnosis Primer
Dermatitis Perioral
2. Diagnosis Sekunder
Dermatitits Nurmularis

2.8 Penatalaksanaan
 Umum
Edukasi:
a. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi 2x sehari
b. Pasien diminta menggunakan obat secara teratur dan kontrol
c. Menjaga lesi agar tetap kering dan tidak menggaruk lesi
d. Mencegah timbulnya luka untuk menghindari infeksi sekunder
e. Memberitahu kepada pasien untuk menghin dari faktor pencetus
f. Mengurangi Penggunaan Sabun Yang Berlebihan

10
 Khusus
a. Sistemik
- Cetirizine Tablet 10 mg 1x1/hari selama 14 hari
- Eritromisin Tablet 500 mg 3x1/hari selama 5 hari
b. Topikal:
Betamethazone krim 2- 3 kali sehari sesudah mandi atau sebelum
tidur.

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

2.10 Pemeriksaan Anjuran


1. Histopatologi
2. Pemriksaan tes tempel
3. Pemeriksaan tes tusuk

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Dermatitis
3.1.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang merupakan respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi yang polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfk). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis.1

3.1.2 Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan
kimia (contohnya : deterjen,asam,basa, oil, semen), mikro-organisme (bakteri,
jamur), dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopi. Sebagian lain
tidak diketahui etiologinya yang pasti.1

3.1.3 Epidemiologi
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar oleh Depertemen Kesehatan 2013
prevalensi nasional dermatitis adalah 6,8% (berdasarkan keluhan responden).
Sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi dermatitis di atas prevalensi
nasional,yaitu, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa
Barat, Jakarta, Bangka Belitung, Nanggro Aceh Darussalam, dan termasuk
Sumatera Barat. Data dari dinas kesehatan kota Padang tahun 2012, dermatitis
menempati 10 penyakit terbanyak di kota Padang, yaitu sebesar 11.471 kasus.
Pada tahun 2013 dermatitis menempati 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat
yaitu sebesar 9.644 kasus. Data dermatitis pada tahun 2014 menempati 10
penyakit terbanyak di Sumatera Barat yaitu sebesar 11.922 kasus.5

12
3.1.4 Patogenesis
Banyak dermatitis yang belum diketahui dengan pasti patogenesisnya,
terutama yang penyebabnya faktor endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah
dermatitis kontak (baik tipe alaergi maupun iritan), dan dermatitis atopik.1

3.1.5 Gejala Klinis


Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada stadium penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus,
penyebarannya dapat setempat, generalisata dan universalis.1
Pada stadium akut kelainan berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi
dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans). Stadium subakut, eritema dan
edema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis
lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan likenifikasi, mungkin
juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu
berurutan, bisa saja suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa
kelainan kulit stadium kronis. Demikuan pula jenis efloresensi tidak selalu harus
polomorfik, mungkin hsnys oligomorfik.1

3.1.6 Pengobatan
Pengobatan yang tepat didasarkan kausa, yaitu menyingkirkan
penyebabnya. Tetapi, seperti diketahui penyebabnya dermatitis multi faktor,
kadang juga tidak diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat simtomatis,
yaitu dengan menghilangkan/mengurangi keluhan dan gejala, dan menekan
peradangan.1
a Sistemik1
Pada kasus ringan dapat diberikan anti-histamin. Pada kasus akut dan berat
dapat diberikan kortikosteroid
b Topikal1
Prinsip umum terapi topikal sebagai berikut :
1. Dermatitis Akut/basah (madidans) diobati secara basah (kompres
terbuka), bila subakut, diberi losio (bedak kocok), krim,pasta, atau

13
linimentum (pasta pendingin). Krim diberikan pada daerah yang tidak
berambut. Bila kronik diberi salap.
2. Makin berat atau penyakit , makin rendah presentase obat spesifik.

3.2 Dermatitis Perioral


3.2.1 Definisi
Dermatitis perioral merupakan bentuk inflamasi kulit yang terlihat sebagai
papuloeritema, vesikel dan pustula yang timbul terlokalisasi disekitar mulut,
hidung ataupun mata. Dermatitis perioral merupakan sinonim dari rosacea – like
dermatitis.2,3

3.2.2 Epidemiologi
Insidensi dermatitis perioral terhitung mencapai 0,5 – 1% di negara industri,
tergantung dari faktor geografis yang ada. Di Jerman didapatkan 6% wanita yang
berkunjung untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kulit mengalami dermatitis
perioral, sedangkan hanya 0,3% laki-laki saja yang mengalami dermatitis perioral.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, pada anak-anak yang menderita asma
angka kejadian dari dermatitis perioral ini tercatat sebanyak 3% berasal dari
kelompok umur 6 bulan – 18 tahun. Selain itu, menurut hasil penelitian terhadap
lokasi lesi dermatitis perioral didapatkan sekitar 20% dari kasus tiak terjadi pada
perioral.4

Gambar 1. Lokasi dermatitis pada perinasal dan periorbital.7

14
Tabel 1. Distribusi lokasi lesi dermatitis perioral.4

Perioral 39%
Perinasal 13%
Periokular 1%
Perioral dan 14%
perinasal
Perioral dan 6%
periokular
Perinasal dan 6%
periokular
Perioral, perinasal, 10%
dan periokkular

3.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya dermatitis perioral secara garis besar dapat
dibedakan menjadi dermatitis perioral yang berhubungan dengan penggunaan
kortikosteroid topikal yang merupakan subtipe dari CIRD (corticosteroid-induced
rosacea-like dermatitis) maupun yang tidak berhubungan dengan penggunaan
kortikosteroid topikal (Idiopathic dermatitis perioral). CIRD mempunya tiga
subtipe yang dibagi berdasarkan lokasi anatomi antara lain perioral, centrofacial,
dan diffuse. Dermatitis perioral yang merupakan subtipe dari CIRD merupakan
subtipe paling sering terjadi pada dewasa dan anak-anak. Pada beberapa kasus
juga terjadi pada perinasal dan periokular. Pada subtipe centrofacial terjadi pada
pipi bagian dalam, kelopak mata bagian dalam, hidung dan dahi. Pada subtipe
diffuse terjadi pada seluruh wajah dan seringkali meluas sampai ke leher.7

15
Gambar 2. a.Cortikosteroid induced perioral dermatitis; b. dermatitis perioral
idiopatik.7

Dermatitis perioral idiopatik biasanya lebih sering terjadi pada pasien


wanita berusia 20 – 45 tahun meskipun dapat juga terjadi pada pria. Dermatitis
perioral idiopatik juga terjadi pada anak-anak tanpa adanya dominasi gender.
Terdapat varian lainnya dari dermatitis perioral idiopatik yaitu granulomatous
periorificial dermatitis atau Facial Afro-Caribbean Childhood Eruption (FACE).
Granulomatous periorificial dermatitis paling sering terjadi pada anak-anak ras
Afrika-Amerika dan mungkin juga berhubungan dengan penggunaan
kortikosteroid topikal. Dermatitis perioral idiopatik tidak dipengaruhi oleh
penggunaan pasta gigi berfluoride, pemakaian kosmetik dan pelembab, stress
emosional, dan agen mikrobiologi. Granulomatous periorificial dermatitis lebih
sering terjadi pada anak-anak prepubertas. Pada pasien dengan granulomatous
periorificial dermatitis terdapat lesi erupsi papular yang biasanya berukuran 1 – 3
mm terdapat di sekitar mulut, hidung dan mata. Pada pemeriksaan histopatologi
menunjukkan pola granulomatus, terdapat infiltrat granulomatosa perifolikular
yang terdiri dari sel makrofag epitel, limfosit dan giant sel. Granulomatous
periorificial dermatitis merupakan keadaan self-limited dan tidak terlalu
membutuhkan terapi khusus.4,7

16
Gambar 3 Granulomatous periorificial dermatisis.8

3.2.4 Etiopatogenesis
Penyebab pasti dermatitis perioral belum diketahui dengan jelas. Penyebab
tersering yang sering teridentifikasi adalah penggunaan kortikosteroid topikal
pada wajah. Dermatitis perioral juga bisa disebabkan karena penggunaan obat
kortikosteroid inhalasi dan kortikosteroid sistemik. Penyebab lain yang
memungkinkan dapat menyebabkan dermatitis perioral adalah kulit kering.
Penggunaan kosmetik, moisturizing cream, dan pasta gigi yang mengandung
fluoride.4
Dermatitis perioral timbul akibat reaksi penolakan dari kulit wajah terhadap
iritasi. Kelainan yang sama juga dapat timbul pada daerah lain, terutama
periokular (periocular dermatitis). Penggunaan kosmetik wajah seperti pembersih
ataupun krim kulit wajah dapat menyebabkan iritasi kulit wajah. Bersamaan
dengan itu, kebanyakan dari pasien memiliki kelainan atopi.4
Pada fase awal, akibat penggunaan obat topikal pada wajah akan
menginduksi gangguan fungsi lapisan epidermis. Hal ini akan menyebabkan
pembengkakan stratum korneum yang disertai gangguan minimal pada fungsi
lapisan kulit dan meningkatnya kehilangan cairan transepidermal (transepidermal
water loss). Kemudian dapat menyebabkan lapisan kulit menjadi lebih tegang dan
kering yang mendesak jaringan sekitarnya akibat kompensasi penggunaan obat
topikal. Penggunaan kortikosteroid, terutama topikal kortikosteroid, sangat
berkaitan erat dengan perubahan pada struktur epidermis dan permeabilitas
membran epidermis, termasuk juga berefek pada penurunan densitas dan maturasi
pembentukan badan lamellar, efek lain yang terjadi adalah penurunan sintesis

17
enzim oleh lapisan epidermal, penurunan keratinosit dan penipisan lapisan
epidermal.7
Perubahan pada epidermal dan dermal termasuk penipisan stratum korneum
ditandai dengan hilangnya matriks pada lapisan epidermal, pengecilan granular,
peningkatan TEWL, penurunan kolagen dermal, penipisan bagian atas serat
elastin dermal, penguraian lemak epidermal termasuk ceramid dan adanya respon
hipersensitivitas tipe IV.7
Pada pasien dengan kasus dermatitis perioral dan riwayat dermatitis atopik,
memiliki tanda abnormalitas pada stratum korneum yang berhubungan dengan
dermatitis atopik dan kulit atopik yang berefek terjadinya penurunan subfraksi
ceramid spesifik dan lemak lainnya dan dalam beberapa kasus, terjadi mutasi pada
gen fillagrin menyebabkan terjadinya penurunan faktor pelembab alami,
peningkatan TEWL wajah yang merupakan karaktristik utama dari dermatitis
perioral dengan atopik diatesis yang diyakini sebagai faktor resiko yang mungkin
pada perkembangan dermatitis perioral. tanda dan gejala dari akibat sensititivitas
dari kulit wajah yang ada termasuk kulit kering, skuama, edema, priritus, sensasi
panas, rasa terbakar dan nyeri.4,7
Penggunaan topikal kortikosteroid berkepanjangan menyebabkan beberapa
perubahan fungsional dan biologi pada kulit, hal ini dapat menyebabkan respon
pada kulit sehingga menimbulkan penurunan sintesis kolagen dan elastin serta
menyebabkan degradasi matriks dermal dengan penurunan struktur pendukung
pembuluh darah superfisial yang menyebabkan vasodilatasi pada kulit, gambaran
ini dapat dilihat secara klinis sebagai telangietaksis dan eritema diffusa.
Penggunaan topikal kortikosteroid juga dapat mengganggu keseimbangan
homeostasis dari mediator kimiawi yang merubah aliran darah kutaneus yang
merupakan faktor patogenesis utama dari dermatitis perioral.4,7
Hal utama yang menyebabkan eksaserbasi dermatitis perioral yang diikuti
diskontinuitas dari pemakaian topikal kortikosteroid secara tidak teratur yang
tampak terlihat pada akumulasi oksida nitrat endotel (eNO) kulit yang
mengakibatkan dilatasi berlebihan dari pembuluh darah kulit selain itu eNO juga
disebut sebagai faktor relaksasi endotel bawaan yang merupakan vasodilator
endogen yang dihambat oleh glukokortikosteroid termasuk juga penggunaan

18
topikal kortikosteroid. Selama penggunaan topikal kortikosteroid, timbul
vasokontriksi dan menghambat pelepasan eNO yang menyebabkan dilatasi
berlebih pada vaskular, sebagai hasilnya timbulah gejala klinis seperti eritem,
edema, dan gejala lainya. Hal itu nantinya dapat menyebabkan vasodiltasi yang
menetap sehingga timbul "Trampoline Effect” atau "Neon sign".7
Etiologi yang paling mungkin menyebabkan dermatitis perioral idiopatik
termasuk pasta gigi berfluoride, penggunaan krim pelembab dan kosmetik
berlebih, stress emosional dan faktor mikrobiologi. Bagaimanapun etiologi yang
disebutkan diatas masih sebagai spekulasi, dan tidak ada faktor diatas yang pernah
terbukti berhubungan.7
Pada akhirnya menjadi lingkaran setan, menyebabkan iritasi dan kulit
semakin kering bila dengan penggunaan obat topikal lebih lanjut. Reaksi
inflamasi yang ditimbulkan pada akhirnya dapat mengarah ke fase klinis
dermatitis perioral. Oleh karena itu penggunaan kortikosteroid topikal menjadi
kontraindikasi pada dermatitis perioral karena dapat meningkatkan gangguan pada
lapisan epitel.7

3.2.5 Gambaran Klinis


Karakteristiknya adalah keterlibatan daerah sekitar mulut dengan lesi kecil.
Sering juga melibatkan lipatan nasolabial, pipi serta kedua kelopak mata yang
terlihat simetris. Tergantung pada derajat klinis, dermatitis perioral dapat meluas
hingga ke dagu, glabela, bagian lateral kelopak mata bawah, kelopak mata atas,
pipi dan dahi. Diagnosis dibuat secara klinis, akan terlihat eritema dengan tepi
tidak rata disertai papula vesikel yang berbentuk seperti kerucut, kadang disertai
pustula dengan diameter 1 – 2 mm serta pada daerah kulit yang tidak terkena
dapat terlihat kering.9

19
Gambar 4 Dermatitis perioral.10,11

Gejala khas yang sering terlihat adalah sensasi nyeri atau terbakar. Kadang
pasien juga merasakan sensasi tegang pada kulit. Pada dermatitis perioral yang
lama dapat terjadi kolonisasi bakteri yang ditandai adanya papulopustul.6
Faktor yang dapat memperberat dermatitis perioral adalah paparan sina
matahari, sering mencuci wajah dengan sabun pembersih atau penggunaan
kosmetika secara berlebihan serta pemakaian kortikosteroid dengan potensi
menengah dan tinggi.6
Suatu bentuk khusus dari dermatitis perioral adalah lupoid dermatitis
perioral dimana papul terlihat lebih padat dan besar berwarna merah kecoklatan
disertai dengan skuama dan infiltrat. Bentuk granuloma dari lupoid dermatitis
perioral pada anak-anak dinamakan sebagai Facial Afro-Caribbean Childhood
Eruption (FACE). Bila keadaan ini sembuh tidak akan menyisakan bekas akibat
lesi tersebut.6,10

Gambar 5 Dermatitis perioral pada anak.12

20
Gambar 6 Granulomatous periorificial dermatitis.7,9

3.2.6 Derajat dermatitis perioral


Untuk mengklasifikasikan derajat dermatitis perioral digunakan skor
evaluasi klinis yaitu PODSI (Perioral dermatitis severity index) pada tahun 2005.
Nilai diambil berdasarkan lesi pada kulit seperti eritema, papula, dan skuama
kemudian dihitung dengan skala perhitungan (0 – 3), dengan sub-gradasi (0,5; 1,5;
dan 2,5) dengan nilai maksimal adalah 9.4
Dermatitis perioral derajat ringan terhitung dengan skor 0,5 – 2,5; derajat
sedang 3,0 – 5,5; dan derajat berat 6,0 – 9,0. PODSI biasanya digunakan untuk
evaluasi objektif dari hasil pengobatan ataupun menentukan terapi, tapi dapat juga
digunakan untuk pemeriksaan rutin.4
Penilaian derajat dermatitis perioral dengan menggunakan perioral dermatitis
severity index (PODSI) serta contoh perhitungannya dapat dilihat pada tabel dan
gambar.

Tabel 2 Perioral dermatitis severity index.13


Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Kemerahan Ringan, merah Sedang, merah Berat, merah gelap,
jambu, pucar, diskret jelas, belang tersebar, konfluen
Papula sedikit, kecil sekali, Sedang, beberapa, Berat, sangat
berwarna seperti diseminata banyak, kemerahan,
daging berkumpul
Skuama Ringan, halus, sulit Sedang, jelas Berat, besar, luas
dilihat

21
Gambar 7 contoh skoring PODSI.13

3.2.7 Diagnosis Banding


Secara klinis, dermatitis perioral harus dipisahkan dari berbagai
kemungkinan diagnosis yang ada. Termasuk rosacea, acne, dermatitis seboroik
dan dermatitis kontak. Gambaran khas dermatitiss perioral biasanya dapat
dibedakan dengan lesi inflamasi pada wajah lainnya. Pasien dengan rosacea
biasanya memiliki gambaran telangiektasis dan kemerah-merahan pada muka
dengan penyebaran yang lebih luas mengenai kedua pipi, hidung dan dahi.
Dermatitis kontak tampak sebagai lesi kemerahan, berskuama dan krusta yang
timbul di sekitar mulut akibat alergi terhadap kosmetik lipstik, makanan, kawat
gigi dan alat kosmetik lainnya. Lesi terlihat seperti papula dengan batas yang
tidak tegas. Ermatitis kontak juga seringkali mengenai area kulit lainnya dan dapat
didiagnosis dengan patch test. Akne vulgaris dan dermatitis seboroik tidak
mempunyai lokasi dan pola yang sama dengan dermatitis perioral. Keduanya
tersebar lebih luas dan dapat mengenai badan termasuk muka. Akne vulgaris
tampak sebagai komedo dan dermatitis seboroik tampak skuama.14
Berdasarkan kepustakaan lain, diagnosis banding dari dermatitis perioral
dibagi menjadi non-granuloma dermatitis perioral dan granuloma dermatitis
perioral seperti pada tabel

22
Tabel 3 Diagnosis banding dermatitis perioral.2
Gangguan Gambaran klinis
Dermatitis perioral non-granuloma
Tersering
Rosacea Terdapat pada hidung, wajah;
persisten eritema dan telangiektasis
Dermatitis seboroik Sering pada lipatan nasolabial;
skuama
Dermatitis kontak alergi instrumen musik, pasta gigi
mengandung tar, latex, kawat gigi,
lipstik
Dermatitis kontak iritan Sering pada anak-anak
Lip-licking cheilitis Sering pada anak-anak; skuama;
batas tegas
Diagnosis banding lain
Akne vulgaris Bisa pada tubuh; komedo
Gram-negatif folikulitis Lebih banyak pustula
Demodex foliculorum infestation Pustula tidak khas; pruritus;
immunocompromised
Acrodermatitis enterohepatica Infant dengan akral dan/atau
dermatitis popok
Granuloma dermatitis perioral
Tersering
Granulomatous rosacea Flushing telangiektasis, pustula dan
edema; jelas pada pemeriksaan
histopatologi
Diagnosis banding lain
Blau syndrome Kista sinovial, uveitis, arthritis
granuloma, camptodactyl, papula
Benign cephalic histiocytosis Distribusi diffus pada wajah

3.2.8 Tatalaksana
Jika pasien menggunakan steroidm maka langkah pertama pengobatan
adalah segera hentikan pemakaian steroid. Pasien harus diperingatkan untuk tidak
menggunakan steroid karena akan menyebabkan dermatitis perioral. Edukasi
pasien untuk menghentikan pemakaian krim pelembab, krim malam, make-up
serta pasta gigi berfluoride.4
Berdasarkan guideline mengenai dermatitis perioral, terapi yang diberikan
menurut perhitungan PODSI, yang bisa dilihat pada algoritma terapi dermatitis
periora.4

23
Gambar 8 Algoritma terapi dermatitis perioral.4

24
1. Terapi Zero
Terapi Zero adalah dengan menghentikan semua penggunaan obat topikal,
terutama kortikosteroid topikal dan kosmetik yang menjadi faktor penyebab
utama. Dalam beberapa studi pada pasien dengan ermatitis perioral dihentiken
pengggunaan obat topikal disertai pemberian antibiotik sistemik dengan
pemberian plasebo memiliki tingkat kesembuhan yang sama pada kedua pasien
tersebut.4

2. Terapi topikal
Berbeda dengan rosacea, tidak ada gold standard dalam pemberian terapi
topikal, namun berdasarkan beberapa hasil penelitian ada terapi topikal yang apat
memberikan perbaikan klinis selain dengan pemberian zero terapi yaitu,
adapalene, asam azelaic, eritromisin topikal, ichthyol, metronidazole,
pimecrolimus, takrolimus, terapi fotodinamik.4

3. Terapi sistemik
Dermatitis perioral jarang membutuhkan terapi sistemik. Tetrasiklin dan
makrolida telah digunakan untuk terapi sementara dari dermatitis perioral. Terapi
sistemik pada dermatitis perioral yang direkomendasikan adalah tetrasiklin,
makrolida, dan isotretinoin.4
Pada kepustakaan lain dinyatakan terapi pada dermatitis perioral dapat
diberikan tetrasiklin, doxysiklin, dan minosiklin oral dalam 8 hingga 10 minggu
kemudian tappering off pada 2 hingga 4 minggu setelahnya. Pada kasus berat
lebih baik diberikan minosiklin atau doksisiklin atau tetrasiklin dosis tinggi. Pada
anak dibawah 8 tahun eritromisin oral direkomendasikan. Terapi antibiotik topikal
yang paling sering diberikan adalah metronidazole. Pilihan lain termasuk
klindamisin atau eritromisin, sulfur topikal, dan asam azelaik serta foto terapi
dengan asam 5-aminolevulinic. Pemberian dan dosis dapat dilihat pada tabel.

25
Tabel 4 Terapi farmakologis dermatitis perioral1 Topikal.2
Topikal Dosis Sistemik Dosis dewasa
Lini pertama Metronidazole Apply bid Tetrasiklin 200 – 500
Doksisiklin mg
Minosiklin 50 – 100 mg
50 – 100 mg

Lini kedua Eritromisin Apply bid Eritromisin 400 mg


Sulfur topikal Apply bid 30 – 50 mg
Asam azelin Apply bid

3.2.9 Komplikasi
Kebanyakan dari kasus dermatitis perioral, non-granuloma ataupun
granuloma, dapat sembuh tanpa ada gejala sisa ataupun kambuh. Meskipun, ada
juga laporan mengenai komplikasi luka akibat garukan yang jarang dilaporkan.2

3.2.10 Prognosis
Tanpa pengobatan, dermatitis perioral dapat berlangsung lama hingga
menahun. Pengobatan dengan antibiotik topikal maupun oral yang tepat dapat
memberikan hasil dalam 6 sampai 10 minggu. Dermatitis perioral dapat sembuh
tanpa pengobatan dengan menghindari penggunaan kortikosteroid, pelembab,
make-up dan pasta gigi berfluoride.2,3,4

3.3 Dermatitis Numular


3.3.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang merupakan respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi yang polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfk). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis. Nama lain dari dermatitis nummular adalah ekzem diskoid, ekzem
numular, nummular eczematous dermatitis. Terdapat beberapa klasifikasi
dermatitis berdasarkan lokasi kelainan, penyebab, usia, faktor konstitusi.1

26
Dermatitis numular merupakan suatu peradangan dengan lesi yang menetap,
dengan keluhan gatal, yang ditandai dengan lesi berbentuk uang logam, sirkular
atau lesi oval berbatas tegas, umumnya ditemukan pada daerah tangan dan kaki.
Lesi awal berupa papul disertai vesikel yang biasanya mudah pecah.1

3.3.2 Epidemiologi
Dermatitis numular angka kejadiannya pada usia dewasa lebih sering pada
laki-laki dibandingkan wanita, onsetnya pada usia antara 55 dan 65 tahun.
Penyakit ini jarang pada anak-anak, jarang muncul dibawah usia 1 tahun, hanya
sekitar 7 dari 466 anak yang menderita dermatitis numular dan frekuensinya
cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan umur.1

3.3.3 Etiologi
Penyebabnya sampai saat ini belum diketahui. Namun demikian banyak
faktor predisposisi, baik predisposisi primer maupun sebagai predisposisi
sekunder telah diketahui sebagai agen etiologi. Staphylococci dan micrococci
diketahui sebagai penyebab langsung melalui mekanisme hipersensitivitas.
Namun demikian, perannya secara patologis belum juga diketahui. Dalam
beberapa kasus, adanya tekanan emosional, trauma lokal seperti gigitan serangga
dan kontak dengan bahan kimia mungkin dapat mempengaruhi timbulnya
dermatitis numular, tetapi bukan merupakan penyebab utama. Penyakit ini
umumnya cenderung meningkat pada musim dingin, juga dihubungkan dengan
kondisi kulit yang kering dan frekuensi mandi yang sering dalam sehari akan
memperburuk kondisi penyakit ini.1

3.3.4 Patofisiologi
Dermatitis numular merupakan suatu kondisi yang terbatas pada epidermis
dan dermis saja. Hanya sedikit diketahui patofisiologi dari penyakit ini, tetapi
sering bersamaan dengan kondisi kulit yang kering. Adanya fissura pada
permukaan kulit yang kering dan gatal dapat menyebabkan masuknya alergen dan
mempengaruhi terjadinya peradangan pada kulit. Suatu penelitian menunjukkan

27
dermatitis numularis meningkat pada pasien dengan usia yang lebih tua terutama
yang sangat sensitif dengan bahan-bahan pencetus alergi. Barrier pada kulit yang
lemah pada kasus ini menyebabkan peningkatan untuk terjadinya dermatitis
kontak alergi oleh bahan-bahan yang mengandung metal. Karena pada dermatitis
numular terdapat sensasi gatal, telah dilakukan penelitian mengenai peran mast
cell pada proses penyakit ini dan ditemukan adanya peningkatan jumlah mast cell
pada area lesi dibandingkan area yang tidak mengalami lesi pada pasien yang
menderita dermatitis numularis. Suatu penelitian juga mengidentifikasi adanya
peran neurogenik yang menyebabkan inflamasi pada dermatitis numular dan
dermatitis atopik dengan mencari hubungan antara mast cell dengan saraf sensoris
dan mengidentifikasi distribusi neuropeptida pada epidermis dan dermis dari
pasien dengan dermatitis numular. Peneliti mengemukakan hipotesa bahwa
pelepasan histamin dan mediator inflamasi lainnya dari mast cell yang kemudian
berinteraksi dengan neural C-fibers dapat menimbulkan gatal. Para peneliti juga
mengemukakan bahwa kontak dermal antara mast cell dan saraf, meningkat pada
daerah lesi maupun non lesi pada penderita dermatitis numular. Substansi P dan
kalsitonin terikat rantai peptide meningkat pada daerah lesi dibandingkan pada
non lesi pada penderita dermatitis numular. Neuropeptida ini dapat menstimulasi
pelepasan sitokin lain sehingga memicu timbulnya inflamasi.
Penelitian lain telah menunjukkan bahwa adanya mast cell pada dermis dari
pasien dermatitis numular menurunkan aktivitas enzim chymase, mengakibatkan
menurunnya kemampuan menguraikan neuropeptida dan protein. Disregulasi ini
dapat menyebabkan menurunnya kemampuan enzim untuk menekan proses
inflamasi.1

3.3.5 Gejala Klinis


Gejala – gejala yang umum, antara lain: 1,15
o Timbul rasa gatal
o Luka kulit yang antara lain makula, papul, vesikel, atau tambalan :
 Bentuk numular (seperti koin).
 Terutama pada tangan dan kaki.

28
 Umumnya menyebar.
 Lembab dengan permukaan yang keras.
o Kulit bersisik atau ekskoriasi.
o Kulit yang kemerahan atau inflamasi.

Gambar 9 : Merah, Lesi dermatitis numularis pada mata kaki.

Gambar 10 : Lesi yang khas berbentuk koin dari dermatitis numularis pada
tangan dari penderita.

Gambaran diatas dapat disimpulkan ada 3 bentuk klinis dermatitis numular


yaitu;
1. Dermatitis numular pada tangan dan lengan.
Kelainannya terdapat pada punggung tangan serta di bagian sisi atau
punggung jari-jari tangan. Sering dijumpai sebagai plak tunggal yang terjadi
pada sisi reaksi luka bakar, kimia atau iritan. Lesi ini jarang meluas.
2. Dermatitis numular pada tungkai dan badan.

29
Bentuk ini merupakan bentuk yang lebih sering dijumpai. Pada sebagian
kasus, kelainan sering didahului oleh trauma lokal ataupun gigitan serangga.
Umumnya kelainan bersifat akut, persisten dan eksudatif. Dalam
perkembangannya, kelainan dapat sangat edematous dan berkrusta, cepat
meluas disertai papul-papul dan vesikel yang tersebar. Pada Dermatitis
numular juga sering dijumpai penyembuhan pada bagian tengah lesi, tetapi
secara klinis berbeda dari bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini bagian tepi
lebih vesikuler dengan batas relatif kurang tegas. Lesi permulaan biasanya
timbul di tungkai bawah kemudian menyebar ke kaki yang lain, lengan dan
sering ke badan.
3. Dermatitis numular bentuk kering.
Bentuk ini jarang dijumpai dan berbeda dari dermatitis numular umumnya
karena di sini dijumpai lesi diskoid berskuama ringan dan multipel pada
tungkai atas dan bawah serta beberapa papul dan vesikel kecil di bagian
tepinya di atas dasar eritematus pada telapak tangan dan telapak kaki. Gatal
minimal yang berbeda sekali dengan bentuk dermatitis numular lainnya.
Menetap bertahun-tahun dengan fluktuasi atau remisi yang sulit diobati.

3.3. 6 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan laboratorium, tidak ada penemuan yang spesifik. Untuk
membedakannya dengan penyakit lain, seperti dermatitis karena kontak
diperlukan patch test dan prick test untuk mengidentifikasikan bahan kontak.
Pemeriksaan KOH untuk membedakan tinea dengan dermatitis numular yang
mempunyai gambaran penyembuhan di tengah. Jika ada kondisi lain yang sangat
mirip dengan penyakit ini sehingga sulit untuk menentukan diagnosisnya
(contohnya pada tinea, psoriasis) dapat dilakukan biopsi.1

3.3.7 Diagnosis
Dermatitis numular dapat didiagnosis berdasarkan anamnesis dan gejala
klinis. Tingkat gatal dan terjadinya likenifikasi akan membedakannya dari
neurodermatitis. Distribusi lesi biasanya pada kedua lutut, kedua siku dan kulit

30
kepala. Pada psoriasis, lesinya kering, skuamanya lebih tebal dan iritasinya lebih
ringan, patch test dan prick test akan membantu mengidentifikasikan penderita
dengan dermatitis kontak.1

3.3.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari penyakit ini antara lain1,5,16 :
1. Liken simpleks kronikus (neurodermatitis).
Biasanya jarang, lesinya kering berupa plak yang likenifikasi dengan
distribusi tertentu.

Gambar 11 : Bentuk lesi dari neurodermatitis pada daerah tengkuk


leher, pergelangan tangan dan punggung kaki.

2. Dermatitis kontak alergi.


Morfologi klinis primer antara dermatitis kontak dan dermatitis
numular sering sulit untuk dibedakan. Pada dermatitis kontak biasanya
lokal, dan ditemukan riwayat kontak sebelumnya. Untuk membedakan
dapat dilakukan pemeriksaan patch test atau prick test.

31
Gambar 12 : Bentuk lesi dari dermatitis kontak alergi yang lesinya muncul akibat
penggunaan plester dan reaksi sinar matahari.

3. Pitiriasis rosea
Merupakan peradangan yang ringan dengan penyebab yang belum
diketahui. Banyak diderita oleh wanita yang berusia antara 15 dan 40
tahun terutama pada musim semi dan musim gugur. Gambaran
klinisnya bisa menyerupai dermatitis numular. Tetapi umumnya
terdapat sebuah lesi yang besar yang mendahului terjadinya lesi yang
lain. Lesi tambahan cenderung mengikuti garis kulit dengan distribusi
pohon cemara dan biasanya disertai dengan rasa gatal yang ringan.
Lesi-lesi tunggal berwarna merah muda terang dengan skuama halus.
Bisa juga lebih eritematus. Pitiriasis rosea berakhir antara 3-8 minggu
dengan penyembuhan spontan

Gambar 13 : Bentuk lesi pada pitiriasis rosea dengan lesi awalnya lebih besar dan
mengikuti garis kulit yang berbentuk seperti pohon cemara.

32
4. Dermatitis atopik
Umumnya pada pasien dengan lesi pada tangan. Patch test dan prick
test dapat membantu jika terdapat riwayat dermatitis atopik.

Gambar 14 : Bentuk lesi dermatitis atopik persisten pada daerah telapak tangan
dan daerah dada.

3.3.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaanya difokuskan pada gejala yang mendasari.1,15
1. Melindungi kulit dari trauma.
Karena pada jenis ini biasanya berawal dari trauma kulit minor. Jika ada
trauma pada tangan, gunakan sarung tangan supaya tidak teriritasi.
2. Emollients.
Emollients merupakan pelembab. Digunakan untuk mengurangi
kekeringan pada kulit. Contoh emollients yang sering digunakan antara
lain; aqueous cream, gliserine dan cetomacrogol cream, wool fat
lotions.
3. Steroid topikal.
Untuk menghilangkan peradangan pada kulit dan mengurangi iritasi
kulit. Misalnya dengan pemberian triamcinolone 0,025-0,1%.
4. Antibiotik oral maupun topikal.
Untuk mencegah infeksi sekunder. Digunakan dicloxacillin dosis oral
125-500 mg 4 kali per hari selama 7-10 hari. Kadang-kadang dermatitis
numular dapat sembuh total, hanya timbul lagi jika pengobatan tidak
diteruskan.

33
5. Antihistamin oral.
Mengurangi gatal dan sangat berguna pada malam hari. Tidak
menghilangkan dermatitis. Misalnya hydroxyzine (atarax,
vistaril,vistazine) dengan dosis oral 25-100 mg 4 kali per hari.
6. Fototerapi.
Ultraviolet light treatment beberapa kali dalam seminggu biasanya dapat
membantu. Dapat mengontrol dermatitis dalam beberapa bulan, namun
pada kasus yang berat sangat diperlukan. Fototerapi dengan ultraviolet B
mungkin efektif.
7. Steroid sistemik.
Digunakan untuk kasus-kasus dermatitis numular yang berat, diberikan
Betamethason. Hanya berguna dalam beberapa minggu, dermatitis yang
belum sembuh sempurna, dapat ditangani dengan pemberian krim
steroid dan emolilients.

3.3.10 Prognosis
Pasien perlu untuk diberitahukan tentang perkembangan atau perjalanan
penyakit dari dermatitis numular yang cenderung sering berulang. Mencegah atau
menghindari dari faktor-faktor yang memperburuk atau meningkatkan frekuensi
untuk cenderung berulang dengan menggunakan pelembab pada kulit akan sangat
membantu mencegah penyakit ini.1

34
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa yang dilakukan, diperoleh bahwa keluhan utama


pasien adalah bentol-bentol kecil yang berisi nanah di daerah wajah dan sekitar
mulut yang terasa gatal sejak 3 SMRS selain itu pasien juga mengeluh ruam
kemerahan pada lengan, tungkai bawah kiri, dan perut terasa gatal sejak 1 bulan
SMRS.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan dalam batas normal. Status dermatologis
didapatkan pustul pada regio fasialis et oralis et nasalis, vesikel di regio
abdomen,dan plak eritema di regio antebrachii dektra dan regio cruris sinistra.
Diagnosis ditengakan berdasarkan Anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan lokasi predileksi di regio fasial et orali et nasalis, penyakit kulit yang
sering Dermatitis Perioral, Dermatitis Kontak Alergi, dermatitis seboroik dan
rosasea, akan tetapi dermatitis kontak alergi, dermatitis seboroik dan rosasea
disingkirkan karena pada pasien ini ditemukan pustul yang terasa gatal bukan
papulvesikel, vesikel atau bula pada dermatitis kontak alergi, Skuama kuning
berminyak, eksematosa ringan kadang disertai gatal dan menyengat, ditemukan
ketombe pada dermatitis atopi, Eritema, telangiektasisi,papul,edema,pustul pada
Rosasea. Selain itu ditemukan juga lesi berupa plak eritema dan vesikel, di regio
abdomen, regio antebrachii dektra dan regio cruris sinistra yang merupakan
gejala klinis dari Dermatitis Numularis dengan diagnosa banding Dermatitis
Kontak alergi, Dermatitis atopi dan Pitiriasis rosea. Lesi ini sesuai dengan
diagnosis kerja karna ditemukan lesi plak eritema dan vesikel bukan lesi yang
berupa plak hiperpigmentasi,hiperkeratonosis,likenikasi.
Pada tatalaksan untuk dermatitis perioral dan dermatitis numularis diberikan
obat antibiotik sistemik berupa eritromisin, ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa antibiotik eritromisin sensitif terhadap bakteri gram positif
seperti Staphylococcu sp yang merupakan salah satu penyebab dari dermatitis
Numularis.

35
DISKUSI

1. Pada pemeriksaan anjuran Dermatitis Numularis ada Pemriksaan


histopatologi, apa saja yang ditemukan pada pemeriksaan tersebut ?

Jawab :

Tergantung pada fase apa yang diambel pada saat biopsi, pada lesi akut
ditemukan spoiniosis, vesikel intraepidermal, serta sebukan sel radang
limfosit dan makrofag disekitar pembuluh darah. Pada lesi sub akut
terdapat parakeratosis, Scale-crust, hiperplasi epidermal, dan spongiosis
epidermis. Selain itu ditemukan pula sel infiltrat campuran di dermis. Pada
lesi kronik didapatkan hiperkeratosis dan akantosis. Gambaran ini
menyerupai liken simpleks kronik.

2. Apa yang membedakan Dermatitis Numularis dengan Dermatitis


Atopi, dan neurodermatitis ?

Jawab :

Pada Dermatitits Atopi pada umumnya pada pasien dengan lesi pada
tangan.Patch test dan prick test membantu jika terdapat riwayat dermatitis
atopi.Bentuk lesi dermatitis atopi persisten pada daerah telapak tangan dan
daerah dada. Sedangkan pada neurodermatitis biasanya jarang, lesinya
kering berupa plak yang likenifikasi dengan distribusi tertentu, bentuk lesi
dari neurodermatitis pada daerah tengkuk leher, pergelangan tangan dan
punggung kaki

36
.BAB V
KESIMPULAN

. Dermatitis perioral merupakan bentuk inflamasi kulit yang terlihat sebagai


papuloeritema, vesikel dan pustula yang timbul terlokalisasi disekitar mulut, hidung
ataupun mata. Dermatitis perioral merupakan sinonim dari rosacea – like dermatitis.
Dermatitis numularis adalah dermatitis berupa lesi berbentuk mata uang
atau agak lonjong, berbatas tegas dengan efloresensi berupa papul vesikel,
biasanya mudah pecah sehingga basah. Etiologi dari dermatitis numularis belum
diketahui, diduga adalah Staphylococcus sp. dan Micrococcus sp. selain itu juga
didahului trauma fisis dan kimiawi, stress, minuman yang mengandung alkohol,
lingkungan dengan kelembapan rendah.
Pengobatan pada pasien ini adalah dengan kortikosteroid topikal,
antihistamin, antibiotik. Selain pengobatan, dilakukan juga edukasi kepada pasien
untuk menjaga kebersihan dan mencegah luka kulit agar terhindar dari infeksi
sekunder. Dengan prinsip tersebut penyakit dermatitis numolaris dapat diobati dan
dijaga agar tidak kambuh.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi


keenam, cetakan pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
2. GOLDSMITH ag, Stephen IK, Barbara AG, Ami SP, David JL.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. McGraw Hill. New York;
2008. P. 709 – 12
3. 2. James WG, Berger TG, Elston DM. Andrews’ Diseases of The Skin
Clinical Dermatology 11th Edition. Elsevier. New York; 2012. P. 245 – 6
4. Wollen A, Bibier T, Dirschka T, et al. Guideline of Perioral Dermatitis.
Journal of the German Society of Dermatology 2011; 5: 422 – 9
5. Sari dian, Rita nova. Analysis of risk factors attenistic dermatitis attendance on
the center in puskesmas pauh padang. Journal Endurance.2017;2(3):323-332
6. Kihiczak G, Cruz M, Schwarts R. Case report: periorificial dermatitis in
children: an update and description of a child with striking features.
International journal of Dermatology 2009; 48: 304 – 6
7. Rosso JD. Management of papulopustular rosacea and perioral dermatitis
with emphasis on iatrogenic causation or exacerbation of inflammatory
facial dermatoses. Journal of Clinical Aesthetic and Dermatology 2011; 4:
20 – 30
8. Yu Y, Scheinman PL. Lip and perioral dermatitis caused by propyl gallate.
Amerocan contact dermatitis society 2010; 21 (2): 118 – 22
9. Leung A and Barankin B. What’s your diagnosis? Multiple erythematous
papules on a 6 – year – old’s face. Consultant for pediatrician 2013
10. Kim YJ, Shin JW, Lee JS, et al. Case report: childhhood granulomatous
periorificial dermatitis. Ann Dermatol 2011; 23: 386 – 8
11. Buimir V, Brailo V, Alajbeg I, et al. Case report: allergic contact cheilitis
and perioral dermatitis cause by propolis. Acta dermatovenerol croatica
2012; 20 (3): 187 – 90

38
12. Clementson B, Smidt A. Case report: periorificial dermatitis due to
systemic corticosteroid in children. Pediatric dermatology 2012; 29 (3):
331 – 2
13. Wollenberg A and Oppel T. Scoring of lesions with the perioral dermatitis
secverity index (PODSI). Acta dermato-venereologica 2006; 86: 251 – 3
14. Abeck D, Geisenfelder B, Nramdt O. Physical sunscreens with high sun
protection factor may cause perioral dermatitis in children. Journal of the
German Society of Dermatology 2009; 8: 701 – 3
15. Gerd P, Thomas J. Dermatophyte. Terdapat dalam: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 6th ed [ebook]. New York: McGraw-
Hill; 2003. p.46-8
16. Siregar RS. Atlas berwarna. Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta:
EGC; 2002.

39

Anda mungkin juga menyukai