Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE


(CKD) DENGAN MALNUTRISI

Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Medikal Bedah di Ruang HD
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :

ROBBY MAYKA SURYA PUTRA


1704.14901.142

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2018
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2012).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2014).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Kasuari. 2015)
Dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal dapat mempengaruhi status
nutrisi pada penderitanya. Ketidakseimbangan metabolisme tubuh dan proses
penyakit dapat mengganggu pemenuhan asupan nutrisi, antara lain
menyebabkan anoreksia, mual dan muntah, perdarahan saluran GI serta
diare.

B. Klasifikasi
Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai
stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage :
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal, Asimptomatik, Tes beban
kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet),
Kadar kreatinin serum meningkat, Nokturia dan poliuri (karena
kegagalan pemekatan)

1
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
4) 2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat, ginjal sudah tidak dapat
menjaga homeostasis cairan dan elektrolit, air kemih/ urin isoosmotis
dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 - 89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30 - 59 mL / menit /
1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15 -29 mL / menit /
1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL / menit /
1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

C. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

2
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
9. Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
10. Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra

D. Manifestasi Klinis
Berikut tanda dan gejala yang mungkin terjadi pada penderita CKD
yang mempengaruhi ke system organ lain (Udjianti, WJ., 2010) yaitu :
1. Kardiovaskuler
Hipertensi, Pitting edema, Edema periorbital, Pembesaran vena leher, dan
Friction rub pericardial
2. Pulmoner
Krekels, Nafas dangkal, Kusmaul, dan Sputum kental.
3. Gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah, Perdarahan saluran GI, Ulserasi dan
perdarahan pada mulut, Konstipasi / diare, dan Nafas berbau ammonia
4. Muskuloskeletal
Kram otot, Kehilangan kekuatan otot, Fraktur tulang, dan Foot drop
5. Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat, Kulit kering, bersisik, Pruritus, Ekimosis,
Kuku tipis dan rapuh, Rambut tipis dan kasar
6. Reproduksi
Amenore, dan Atrofi testis

E. Komplikasi
Masalah komplikasi yang terjadi pada penderita yag mengalami CKD
antara lain :
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin
– angiotensin - aldosteron

3
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan
darah selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal, Sepsis, neuropati perifer, dan
hiperuremia.

F. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan
klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti
steroid.
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.

4
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.

G. Clinical Pathway

5
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal : Ureum kreatinin, dan Asam urat
serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal : Analisis urin rutin, Mikrobiologi urin,
Kimia darah, Elektrolit, dan Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit : Progresifitas penurunan fungsi ginjal,
dan Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
d. Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan,
Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+,
Endokrin : PTH dan T3,T4
e. Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor
pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal : Foto polos abdomen, USG, Nefrotogram,
Pielografi retrograde, Pielografi antegrade, Mictuating Cysto Urography
(MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal : RetRogram dan USG

I. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
 Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
 Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
 Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
 Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
 Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
 Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
 Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang
kuat.
 Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat
tanpa indikasi medis yang kuat.

6
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
 Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
 Kendalikan terapi ISK.
 Diet protein yang proporsional.
 Kendalikan hiperfosfatemia.
 Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
 Terapi hIperfosfatemia.
 Terapi keadaan asidosis metabolik.
 Kendalikan keadaan hiperglikemia.
2. Terapi alleviative gejala asotemia
Pembatasan konsumsi protein hewani, Terapi keluhan gatal - gatal, Terapi
keluhan gastrointestinal, Terapi keluhan neuromuskuler, Terapi keluhan
tulang dan sendi, Terapi anemia, dan Terapi setiap infeksi.
3. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan
serum K+ (hiperkalemia ) : Suplemen alkali dengan pemberian kalsium
karbonat 5 mg/hari, Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH
< atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan
20 mEq/L.
b. Anemia
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal : HCT < atau sama
dengan 20 %, Hb < atau sama dengan 7 mg5.
c. Kelainan Kulit
Beberapa pilihan terapi :
 Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
 Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
 Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi
ini bisa diulang apabila diperlukan
 Pemberian obat : Diphenhidramine 25-50 P.O, Hidroxyzine 10 mg
P.O

7
d. Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
e. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya : HD reguler, Obat - obatan : Diasepam, sedatif,
Operasi sub total paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Program terapinya meliputi : Restriksi garam dapur, Diuresis
dan Ultrafiltrasi, Obat - obat antihipertensi.
4. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra,
2006).
a. Hemodialisa
Indikasi HD adalah Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah
pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih,
Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila
terdapat indikasi:
 Hiperkalemia > 17 mg/lt, Asidosis metabolik dengan pH darah <
7.2, Kegagalan terapi konservatif, Kadar ureum > 200 mg % ,
Kelebihan cairan, Mual dan muntah hebat, BUN > 100 mg/ dl (BUN
= 2,14 x nilai ureum), preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah ,
Sindrom kelebihan air, Intoksidasi obat jenis barbiturat
b. Dialisis Peritoneal (DP)
c. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal merupakan terapi pengganti
ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal,
yaitu:

I. Pengkajian
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
1. Airway : Lidah jatuh kebelakang, Benda asing/ darah pada rongga mulut,
Adanya secret

8
2. Breathing : pasien sesak nafas dan cepat letih, Pernafasan Kusmaul,
Dispnea, Nafas berbau amoniak
3. Circulation : TD meningkat, Nadi kuat, Disritmia, Adanya peningkatan
JVP, Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka, Capillary refill >
3 detik, Akral dingin, Cenderung adanya perdarahan terutama pada
lambung
4. Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan keletihan,Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan
pada tungkai
A : Allert : - sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : - kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons : - kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive : - kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri
 Pengkajian sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer. Pemeriksaan sekunder
meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
4. Keluhan Utama : Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat
keabu-abuan, kadang-kadang disertai udema ekstremitas, napas
terengah-engah.
5. Riwayat kesehatan : Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas
atas, infeksi kulit, infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan
obat nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan,
nefritis herediter)
6. Anamnesa
 Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
 Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,
peningkatan kalium

9
 Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
 Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
 Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,
gadtritis, haus.
 Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
 Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
 Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
 Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
 Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
 Lain-lain : Penurunan berat badan

II. Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan
dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi
pulmonal
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
3. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan
memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang
menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama
sakit.

III. Intervensi Keperawatan

NO DX KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI


1 Kelebihan volume NOC : NIC :
cairan b/d berkurangnya  Electrolit and acid base Fluid management
curah jantung, retensi balance 1. Pertahankan catatan intake dan
cairan dan natrium oleh  Fluid balance output yang akurat
ginjal, hipoperfusi ke Kriteria Hasil: 2. Pasang urin kateter jika diperlukan
jaringan perifer dan  Terbebas dari edema, 3. Monitor vital sign

10
hipertensi pulmonal efusi, anaskara 4. Monitor indikasi retensi / kelebihan
 Bunyi nafas bersih, tidak cairan (cracles, CVP , edema,
ada dyspneu/ortopneu distensi vena leher, asites)
 Terbebas dari distensi 5. Monitor masukan makanan / cairan
vena jugularis, reflek dan hitung intake kalori harian
hepatojugular (+) 6. Monitor status nutrisi
 Memelihara tekanan 7. Berikan diuretik sesuai interuksi
vena sentral, tekanan 8. Batasi masukan cairan pada
kapiler paru, output keadaan hiponatrermi dilusi
jantung dan vital sign dengan serum Na < 130 mEq/l
dalam batas normal 9. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
 Terbebas dari kelelahan, berlebih muncul memburuk
kecemasan atau Fluid Monitoring
kebingungan 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe

 Menjelaskan indikator intake cairan dan eliminaSi

kelebihan cairan 2. Tentukan kemungkinan faktor


resiko dari ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR, dan RR
7. Monitor tekanan darah orthostatik
dan perubahan irama jantung
8. Monitor parameter hemodinamik
infasif
9. Catat secara akutar intake dan
output
2 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari  Nutritional Status : food Nutrition Management
kebutuhan tubuh b.d and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
intake makanan yang Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

11
inadekuat (mual,  Adanya peningkatan menentukan jumlah kalori dan
muntah, anoreksia dll) berat badan sesuai nutrisi yang dibutuhkan pasien.
dengan tujuan 3. Anjurkan pasien untuk
 Berat badan ideal meningkatkan intake Fe
sesuai dengan tinggi 4. Anjurkan pasien untuk
badan meningkatkan protein dan vitamin
 Mampu mengidentifikasi C
kebutuhan nutrisi 5. Berikan substansi gula
 Tidak ada tanda tanda 6. Berikan makanan yang terpilih
malnutrisi (sudah dikonsultasikan dengan ahli

 Tidak terjadi penurunan gizi)

berat badan yang berarti 7. Monitor jumlah nutrisi dan


kandungan kalori
8. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Nutrition Monitoring
1. Monitor adanya penurunan berat
badan
2. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
3. Monitor turgor kulit
4. Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
5. Monitor mual dan muntah
6. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
7. Monitor makanan kesukaan
8. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
9. Monitor kalori dan intake nuntrisi
3 Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :
curah jantung yang  Energy conservation Energy Management
rendah,  Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan
ketidakmampuan Kriteria Hasil : klien dalam melakukan aktivitas

12
memenuhi metabolisme  Berpartisipasi dalam 2. Kaji adanya factor yang
otot rangka, kongesti aktivitas fisik tanpa menyebabkan kelelahan
pulmonal yang disertai peningkatan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi
menimbulkan tekanan darah, nadi dan yang adekuat
hipoksinia, dyspneu dan RR 4. Monitor respon
status nutrisi yang buruk  Mampu melakukan kardivaskuler terhadap aktivitas
selama sakit aktivitas sehari hari 5. Monitor pola tidur dan lamanya
(ADLs) secara mandiri tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
4. Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
5. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
6. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
7. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
8. Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual

13
LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA

Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Medikal Bedah di Ruang HD
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :

ROBBY MAYKA SURYA PUTRA


1704.14901.142

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2018

14
KONSEP DASAR HEMODIALISA

A. Definisi
Dialisis merupakan Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan
dari darah melewati membrane semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip
difusi; osmosis dan ultra filtrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien
dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek
(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal
stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi
jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja
sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu.

B. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi
ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan
peritoneal dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat
racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau
menyebabkan kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan
yang berlebihan. Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat
daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.

C. Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut
dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
2. Asidosis
3. kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5. Kelebihan cairan.
6. Perikarditis dan konfusi yang berat.
7. Hiperkalsemia dan hipertensi.

15
D. Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses hemodialisa
1. Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien.
Kronik biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf
sementara. Akut memiliki akses temporer seperti vascoth.
2. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk
mengadakan kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat
terjadi.
3. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan
pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien
konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan
pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang
dibutuhkan.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang
dipindahkan akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur
dalam cairan tersebut.
5. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai
ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk
tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane :
a. Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat
cairan dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh
tekanan dialiser dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik
ke fistula tekanan positif “mendorong” cairan menyeberangi
membrane.
b. Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar
membrane oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan
negative “menarik” cairan keluar darah.

16
c. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan
yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan
tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik
cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang
menyebabkan membrane permeable terhadap air.

E. Perangkat Hemodialisa
1. Perangkat khusus
a. Mesin hemodialisa
b. Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan
sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya
terdapat 2 ruangan atau kompartemen:
1) kompartemen darah
2) kompartemen dialisat.
Darah kembali kebadan

darah dari fistula ginjal buatan

heparin kompartemen darah

Kompartemen dialisat
Pembuangan dialisat dialirkan pompa

c. Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan
kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :
1) Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa
metablolisme.
2) Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama
dialysis.

17
2. Alat-alat kesehatan :
a. Tempat tidur fungsional
b. Timbangan BB
c. Pengukur TB
d. Stetoskop
e. Termometer
f. Peralatan EKG
g. Set O2 lengkap
h. Suction set
i. Meja tindakan.
3. Obat - obatan dan cairan:
a. Obat-obatan hemodialisa: heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
b. Cairan infuse: NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
c. Dialisat
d. Desinfektan: alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
e. Obat-obatan emergency.

F. Pedoman pelaksanaan hemodialisa


1. Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
b. Kran air dibuka.
c. Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk
keluar atau saluran pembuangan.
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
e. Hidupkan mesin.
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
g. Matikan mesin hemodialisis.
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis.
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
2. Menyiapkan sirkulasi darah.
a. Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.

18
b. Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda
merah) diatas dan posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.
e. Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
f. Hubungkan set infuse ke slang arteri.
g. Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu
klem.
h. Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’
diatas, tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
j. Buka klem dari infuse set ABL, UBL.
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt,
kemudian naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
l. Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
m. Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan
udara dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas
udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).
n. Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak
500 cc yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas
ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
p. Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
q. Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-
20 menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
r. Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas
dan ‘outset’ dibawah.
s. Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10
menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
3. Persiapan pasien.
a. Menimbang BB
b. Mengatur posisi pasien.

19
c. Observasi KU
d. Observasi TTV
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah
ini:
1) Dengan interval A-V Shunt/fistula simino
2) Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
3) Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

G. Komplikasi yang terjadi


1. Hipotensi
Penyebab: terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi
berlebihan, obat-obatan anti hipertensi.
2. Mual dan muntah
Penyebab: gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
3. Sakit kepala
Penyebab: tekanan darah tinggi, ketakutan.
4. Demam disertai menggigil.
Penyebab: reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada
sirkulasi darah.
5. Nyeri dada.
Penyebab: minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu
cepat.
6. Gatal-gatal
Penyebab: jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse
kulit kering.
7. Perdarahan amino setelah dialysis.
Penyebab: tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama,
dosis heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak
tepat.
8. Kram otot
Penyebab: penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu
cepat (UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg.
Posisi tidur berubah terlalu cepat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito. 2012. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., dkk. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Kasuari. 2015. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kidney Dengan


Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang

Mansjoer, A dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., dkk. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Nanda. 2013. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia

Rab, T. 2011. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT


Alumni

Santosa, Budi. 2014. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015-2017.


Jakarta: Prima Medika

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan gagal ginjal. Jakarta: Salemba Medika

21

Anda mungkin juga menyukai