1. Pendahuluan
Hasil limbah pembuangan yang berasal dari industri tekstil berupa limbah pewarna
merupakan penyebab terbesar polusi air di dunia. Masalahnya ialah limbah pewarna dari
industri-industri tekstil di dunia kebanyakan merupakan senyawa yang sangat stabil dan
mempunyai tingkat degradasi yang rendah. Akibatnya, limbah pewarna tersebut akan sulit
terurai yang mengakibatkan ketidakseimbangan lingkungan. Salah satu pewarna tekstil
yang sering digunakan dan mempunyai ciri tersebut adalah Rhodamin-B.
Rhodamin-B merupakan jenis pewarna organik yang sangat mudah larut dalam air
dan banyak digunakan pada industri kain wol, kertas, maupun katun. Pelepasan senyawa
ini ke lingkungan sangat berbahaya karena bersifat mutagenik dan karsinogenik yang dapat
memicu kanker pada tubuh manusia. Oleh karena sifatnya yang beracun ini, maka
diperlukan suatu metode untuk menghilangkan zat-zat warna dari air limbah industri agar
benar-benar aman dilepas ke lingkungan.
Meningkatnya standar lingkungan internasional yang semakin memperatikan
kualitas lingkungan, maka diterapkanlah berbagai metode untuk menanggulangi limbah
tersebut. Metode-metode yang dikembangkan sudah banyak namun beberapa metode
membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit dan kadang tidak efektif. Namun ada
2 metode yang diyakini cukup efektif untuk mengurangi limbah pewarna di lingkungan.
Pertama, ada metode dengan menggunakan bahan fotokatalis dan radiasi sinar ultraviolet
yang energinya sesuai atau lebih besar yang disebut dengan metode fotodegradasi. Dengan
metode fotodegradasi ini, zat warna akan diuraikan menjadi komponen-komponen yang
lebih sederhana yang lebih aman untuk lingkungan.
Adapun metode kedua yang efektif untuk menyerap limbah pewarna yang dibuang
ke lingkungan yaitu dengan menggunakan karbon aktif untuk menyerap Rhodamine-B dari
air. Karbon aktif dapat dengan mudah menyerap Rhodamine-B sehingga dapat menjaga
keseimbangan lingkungan.
2. Metode
a. Adsorpsi
Adsorbsi adalah cara yang paling sering digunakan dalam pengolahan air limbah,
dengan cara mencampurkan air limbah dengan material berpori seperti karbon aktif, atau
mengalirkan air limbah ke dalam filter dengan material berpori. Dengan cara ini, polutan
di dalam libah akan menempel pada permukaan adsorben dan otomatis akan terpisah dari
air limbah. Adsorben yang paling sering digunakan adalah karbon aktif, polimer silikon,
dan kaolin. Sejauh ini adsorben yang paling efektif mengadsorb limbah pewarna adalah
karbon aktif.
1. Material
Adsorbent yang digunakan untuk mengadsorpsi Rhodamine B dalam
percobaan ini adalah carbon aktif yang diperoleh dari batok kelapa.
2. Metode
Berat adsorbent yang telah diketahui ditambahkan ke dalam 100 ml dye
dengan konsentrasi awal sebesar 150 mg/L sampai 350 mg/L. Lalu campuran senyawa
tersebut diaduk dengan mechanical shaker berputar dengan kecepatan 120 rpm.
Kemudian hasil output diukur dengan interval waktu yang ditentukan dan konsentrasi
residu dari dye diukur dengan menggunakan double beam UV-Visible
spektrofotometer 548 nm. Dye yang teradsoprsi (qe) dapat dihitung dengan
persamaan:
Dimana “𝑞𝑒 ” adalah besar dye yang teradsorpsi (mg/g), “𝐶0 ” adalah konsentrasi awal
dye, “𝐶𝑒 ” adalah konsentrasi dye pada saat equilibrium, dan “𝑉𝑚 ” adalah volume
senyawa pada output.Sedangkan percent of removal (%R) dapat dihitung dengan
persamaan:
Dimana “𝐶0 ” adalah konsentrasi awal dye, “𝐶𝑒 ” adalah konsentrasi dye pada saat
equilibrium.
3. Variable yang mempengaruhi
Waktu Kontak
Pengaruh waktu kontak (Time/h) terhadap persentase dye yang teradsorpsi
(%Dye removed) pada grafik dibawah ditunjukkan semakin lama reaksi yang
terjadi antara dye dan adsorbent akan menghasilkan persentase dye yang
Massa Adsorbent
Pengaruh besar massa pada proses adsoprsi rhodamine b ditunjukkan pada
grafik dibawah dimana persen adsorpsi (%Dye removal) meningkat seiringnya
massa adsorbent (Adsorbent dosage) ditambahkan. Hal ini dikarenakan semakin
banyak adsorbent yang ditambahkan yang dimana dalam hal ini yang dipakai
adalah karbon aktif meningkatkan active sites pada molekul dye. Pada
percobaan ini digunakan massa adsorbent dengan range 1-3 gram dan dengan
interval 1 gram.
3. Kesimpulan
Pada studi ini dimana treatment waste dari Rhodamin B dengan menggunakan
metode adsorpsi menggunakan karbon aktif yang berbahan batok kelapa ditunjukkan
bahwa karbon aktif dapat digunakan sebagai treatment yang baik untuk waste dari
Rhodamine B dimana karbon aktif ini bekerja optimal pada suasana asam pH= 7,
dengan konsentrasi 150 mg/L, dan dengan massa adsorbent yang tinggi yang dimana
dalam percobaan ini massa absorbent yang tertinggi adalah 3 gram.
b. Fotokatalisis
Dalam Metode ini, mula-mula dilakukan purifikasi kaolin. Pada tahap ini, 100
gram kaolin yang lolos dari ayakan 170 mesh dimasukkan ke dalam 1000 mL akuades
sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama 3-4 jam. Setelah itu masukkan sejumlah
larutan H2O2 dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran untuk menghilangkan
zat-zat organik yang ditandai dengan tidak adanya gelembung udara yang terbentuk.
Campuran diaduk selama semalam dan didiamkan sehingga kaolin mengendap lalu
bagian atas didekantir. Pada endapan ditambahkan kembali akuades dan diaduk kembali
selama 1 jam, didiamkan kembali dan kemudian didekantir. Perlakuan ini diulang
sebanyak 3 kali untuk menghilangkan sisa H2O2, kemudian sampel disaring dan
dikeringkan. Padatan kaolin yang telah kering dihaluskan dan diayak kembali sehingga
lolos 17 mesh, sehingga diperoleh kaolin hasil purifikasi yang selanjutnya dianalisis
dengan FTR dan XRD.
Setelah purifikasi, langkah selanjutnya adalah sintesis sol Tio2. Larutan TiO2
dibuat dengan menambahkan titanium (IV) butoksida sebanyak 25 mL ke dalam 30 mL
etanol absolut secara cepat dan diaduk selama 30 menit lalu dicampur dengan asam nitrat
sambil diaduk secara kontinu menggunakan pengaduk magnet selama 30 menit, sehingga
diperoleh larutan transparan dan dari larutan ini diperoleh larutan homogen nanopartikel.
Setelah itu, dilakukan sintestis komposit kaolin TiO2 untuk memperoleh komposit dengan
sifat dan kemampuan fotodegradasi yang lebih baik. Pada sintesis ini, digunakan larutan
sol TiO2 yang diperoleh dengan metode sol gel. Sebagai fotokatalis, dibutuhkan material
TiO2 yang mempunyai permukaan yang luas, sehingga memperluas area kontak. Pemilihan
metode sol gel dilakukan karena prosesnya lebih singkat dan mudah. Selain itu temperatur
yang dipakai lebih rendah dan dapat diperoleh lapisan yang homogen dengan luas area
yang besar. Metode ini juga dapat menghasilkan serbuk metal oksida dengan ukuran nano
partikel dan dapat menghasilkan produk denga tingkat kemurnian yang tinggi.
Sesudah melakukan kedua hal tersebut, maka dilakukan uji fotodegradasi terhadap
zat warna (Zat warna yang dipakai adalah Rhodamine B). Dalam percobaan ini, sumber
cahaya berasal dari lampu sinar UV dengan panjang gelombang 365 nm. Selama proses
penyinaran, dilakukan pengadukan dengan pengaduk magnet agar reaksi fotodegradasi
berlangsung secara merata. Untuk fotodegradasi, digunakan 50 mg kaolin-TiO2 yang
didispersikan dalam 25 mL larutan Rhodamine B. Penyinaran dilakukan dengan variasi
waktu 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit untuk mempelajari aktivitas fotokatalitiknya sebagai
fungsi waktu. Campuran disentrifus, lalu filtratnya dianalisa dengan spektrofotometer UV
pada panjang gelombang maksimumnya. Sebagai pembanding, dilakukan pencampuran
Rhodamine B dengan sistem kaolin-TiO2 tanpa radiasi sinar UV atau dalam ruang gelap.
Dari kedua perlakuan ini, dapat diprediksikan apakah Rhodamine B hanya teradsorpsi,
atau kombinasi antara terdegradasi dan teradsorpi oleh katalis. Eksperimen ini
memberikan hasil sebagai berikut
Grafik hubungan waktu dan tempat kontak menggunakan kaolin dan kaolin TiO2 terhadap
degradasi Rhodamine B.
Dari gambar ini dapat dilihat bahwa proses degradasi zat warna Rhodamine B
menggunakan katalis kaolin-TiO2 dengan bantuan sinar UV, menunjukkan banyaknya zat
warna yang terdegradasi bertambah cukup cepat sampai dengan menit ke-30. Setelah
menit ke-30, banyaknya zat warna Rhodamine B yang terdegradasi tidak lagi meningkat
secara signifikan. Pada eksperimen di tempat gelap, persentasi zat warna Rhodamine B
yang terdegradasi relatif tetap untuk setiap titik waktu pengamatan. Pada eksperime
dengan bantuan sinar UV, diasumsikan bahwa zat warna Rhodamine B hanya teradsorpsi
pada permukaan kaolin. Banyaknya zat warna Rhodamine B yang teradsorpsi relatif tetap
untuk setiap titik waktu pengamatan. Degradasi fotokatalis kaolin TiO2 terjadi melalui
proses adsorpsi Rhodamine B ke permukaan partikel fotokatalis, yang secara simultan
disertai dengan proses oksidasi fotokatalitik terhadap Rhodamine B. Adapun persamaan
reaksinya adalah sebagai berikut :
Pengembanan TiO2 pada kaolin menghasilkan komposit-TiO2 dalam fase anastase yang
merupakan bentuk dengan aktivitas fotokatalisis terbaik dan lebih efektif untuk
mendegradasi zat warna Rhodamine B. Pengurangan konsentrasi zat warna Rhodamine B
akibat proses fotodegradasi mencapai 94.7 % menggunakan kaolin TiO2 sebanyak 150 mg
dengan penyinaran UV, sedangkan menggunakan Kaolin-TiO2 di tempat gelap dan Kaolin
dengan penyinaran UV hanya terjadi proses adsorpsi.