Anda di halaman 1dari 5

REVIEW JURNAL

Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar Pengawetan

Oleh

M. Fikri Fadhlurrahman
1614051005

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
JUDUL : PENGARUH KADAR KUNYIT (Curcuma longa) DAN LAMA
PENYIMPANAN TERHADAP MUTU MAKANAN TRADISIONAL NASI
KUNING

1. PENDAHULUAN

Ketahanan pangan dalam skala mikro maupun makro terkait dengan diversifikasi pangan
dan warna budaya dalam makanan tradisional. Diversifikasi pangan merupakan usaha
pengembangan bahan pangan sehingga diperoleh bahan pangan yang lebih beraneka ragam.
Salah satu produk pangan hasil diversifikasi dan mempunyai nuansa nilai budaya adalah
pengolahan beras menjadi nasi kuning. Pada kehidupan budaya aslinya, nasi kuning merupakan
hasil pengolahan beras menjadi nasi yang diberi pewarna alami berupa kunyit sehingga nasi
berwarna kuning dan lebih dikenal di daerah Jawa dengan sebutan nasi kuning.. Pengolahan beras
menjadi nasi kuning biasanya dilakukan dengan cara perebusan setelah ditambahkan dengan
larutan kunyit. yang kemudian dilanjutkan dengan pengukusan
Nasi kuning adalah jenis makanan khas suatu daerah. Pada awal mulanya daerah Jawa
nasi kuning biasa dibuat dan dikonsumsi sebagai bagian daru acara adat penting seperti acara
perkawinan, kelahiran, dan kematian. Nasi kuning ini terbuat dari beras yang pulen tujuannya
agar dapat terbentuk dengan baik (Winneke, 2001). Warna kuning merupakan salah satu ciri
pembeda dengan jenis makanan yang terbuat dari beras lainnya. Selain itu, nasi kuning lebih awet
dibandingkan dengan nasi putih yang biasa dikonsumsi. Rismunandar (1996), menjelaskan bahwa
suatu bahan pangan akan lebih awet apabila ditambahkan dengan kunyit karena kunyit tersebut
mengandung minyak atsiri curcumin yang berfungsi sebagai antioksidan disamping sebagai zat
pewarna alami. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka pemanfaatan kunyit

1. LATAR BELAKANG

Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat saat ini mengindikasikan
adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun makaan dalam mengolah dan mengawetkan
bahan makanan yang dikonsumsi. Problematika mendasar pengolahan makanan yang dilakukan
masyarakat lebih disebabkan budaya pengelohan pangan yang kurang berorientasi terhadap nilai
gizi, serta keterbatasan pengetahuan sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah pemenuhan dan
pengolahan bahan pangan terabaikan, Industri makanan sebagai pelaku penyedia produk makanan
seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya berorientasi profit oriented dalam
menyediakan berbagai produk di pasar sehinngga hal itu membuka peluang terjadinya
penyalahgunaan bahan dalam pengolahan bahan makanan untuk masyarakat diantaranya seperti
kasusu penggunaan belpagai bahan tambahan makanan yang seharusnya tidak layak dikosumsi,

kasus yang paling menyeruak dikalangan masyarakat baru-baru ini ialah penggunaan
formalin dan borak dibeberapa produk makanan pokok masyarakat dengan bebrbagai dalih untuk
menambah rasa dan keawetan makana tanpa memperdulikan efek bahan yang digunankan terhadap
kesehatan masyarakat, hal inilah yang mendorong diperlukannya berbagai regulasi/peraturan dari
instansi terkait Agar dapat melindungi konsumen dari pelbagai masalah keamanan pangan dan
industri pangan diindonesia. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang
bernaung di bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian juga dilakukan oleh
Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen Perindustria rekonstruksi
budaya Selain itu diperlukan juga adanya rekonsruksi budaya guna merubah kebiasaan dan
memberikan pemaham kepada masyarat akan pentingnya gizi bagi keberlangsungan kehidupan

2. KELEBIHAN

penggunaan kunyit sebagai pengawet alami telah terbukti bahkan kemampuan pengawetan
menggunakan kunyit melebihi kemampuan pengawetan menggunakan formalin. Misalnya pada
pengawetan tahu, tahu merupakan produk bahan pangan yang mudah sekali basi. Oleh karena
itu, penggunaan pengawet sangatlah diperlukan. Salah satu bahan pengawet yang tidak
berbahaya bagi kesehatan tubuh adalah dengan menggunakan kunyit. Menurut hasil penelitian
Mulyadi (1997) membuktikan bahwa dengan konsentrasi kunyit 18,73 % (b/v) dengan
perendaman 30menit terhadap tahu dapat meningkatkan daya tahan tahu yaitu lebih lama 5 jam
dibanding dengan tahu yang tidak direndam dengan larutan kunyit. Selain digunakan sebagai
pengawet namun kunyit juga digunakan sebagai pewarna juga memberi rasa khas pada tahu
sehingga lebih menarik minta pembeli. Penggunaan kunyit sebagai pengawet alami pada
makanan dapat digunakan secara langsung, maupun melalui proses pengkapsulan. Kunyit yang
dibuat sebagai mikrokapsul mempunyai kelebihan dibanding kunyit yang masih utuh.
Kelebihannya adalah mikrokapsul kunyit memiliki kelarutan yang baik dan dapat larut dalam
panas yang tinggi dibanding kunyit alami. Jika kunyit dimanfaatkan dalam bentuk utuh, maka
perlu ditambahkan senyawa tambahan yakni asam askorbat atau vitamin C. Penambahan vitamin
ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan sifat antijamur dalam makanan.

Senyawa – senyawa kurkumin dan minyak atsiri yang terkandung dalam kunyit mampu
menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga dapat mempertahankan mutu pangan. Senyawa
kurkumin yang terkandung dalam kunyit sekitar 3 - 4%. Semakin banyak kandungan senyawa
kurkumin dan minyak atsiri dalam kunyit maka semakin lama pula daya tahan bahan makanan
tersebut.

3. KEKURANGAN

Kunyit memiliki kecenderungan susah diserap oleh tubuh. Jika hendak membeli suplemen
kunyit, pastikan memilih yang mengandung piperin sebagai salah satu bahan aktif.. Kunyit juga
dikenal sebagai stimulan rahim yang dapat mendorong aliran menstruasi.

4. KESIMPULAN

Ekstrak kunyit dapat digunakan sebagai pendeteksi boraks karena ekstrak kunyit tersebut
mengandung senyawa kurkumin yang dapat mendeteksi adanya boraks pada makanan.
Berdasarkan hasil percobaan jenis makanan yang mengandung boraks adalah kerupuk gendar,
kerupuk tempe, sosis siap makan daling, kerupuk ikan shs, mie basah pasar, dan bleng.
JUDUL: Studi Penggunaan Asap Cair untuk Pengawetan Ikan Kembung
(Rastrelliger neglectus) Segar

5. PENDAHULUAN

Penggunaan bahan-bahan berbahaya seperti pengawet, pewarna dan penstabil masih sering
ditemukan pada produk-produk pangan termasuk produk perikanan. Bahan-bahan berbahaya yang
banyak digunakan dalam pengolahan ikan antara lain formalin, rhodamin B, dan borak (Murdinah
et al., 2002; Heruwati et al., 2004, 2005). Berdasarkan laporan Heruwati et al. (2004, 2005),
penggunaan salah satu bahan berbahaya yaitu formalin masih marak dilakukan para pelaku industri
perikanan yang ada di Indonesia. Untuk mencegah penggunaan bahan berbahaya tersebut di atas,
maka perlu dicari bahan alternatif yang Iebih aman bagi konsumen. Beberapa alternatif muncul
seperti aplikasi kitosan, asap cair dan picung.

Dari data riset yang tersedia, asap cair diketahui merupakan salah satu ekstrak bahan alami
yang mempunyai sifat sebagai antibakteri dan antijamur yang dapat menghambat kerusakan mutu
produk. Dipercaya bahwa kandungan senyawa asam dan fenol dalam asap cair berperan besar
dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur (Dainius et al., 1979; Wendorff, 1981; Sofos
et al., 1988; Swastawati & Darmanto, 2006).

Informasi teknoiogi yang ditawarkan kepada masyarakat masih belum dikemas dalam paket
yang jelas sehingga perlu dilakukan riset untuk mengkaji lebih lanjut efektivitas asap cair dalam
menghambat kerusakan produk perikanan khususnya untuk ikan segar.

6. LATAR BELAKANG
Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen baik di Indonesia
maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma yang sedap spesifik. Proses
pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih dilakukan secara tradisional menggunakan
peralatan yang sederhana serta kurang memperhatikan aspek sanitasi dan hygienis sehingga dapat
memberikan dampak bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan
oleh pengasapan tradisional antara lain kenampakan kurang menarik (hangus sebagian), kontrol
suhu sulit dilakukan dan mencemari udara (polusi) (Swastawati , 2011).
Pengasapan dapat didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil pada ikan yang
dihasilkan dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk dengan rasa dan aroma spesifik
umur simpan yang lama karena aktivitas anti bakteri, menghambat aktivitas enzimatis pada ikan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas ikan asap. Senyawa kimia dari asap kayu umumnya berupa
fenol (yang berperan sebagai antioksidan), asam organik, alkohol, karbonil, hidrokarbon dan
senyawa nitrogen seperti nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter, yang menempel pada permukaan
dan selanjutnya menembus ke dalam daging ikan ( Isamu,2012).

7. KELEBIHAN

Untuk mengatasi melimpahnya produksi perikanan, sehingga selain awet, ikan akan tetap
terjaga kwalitas mutu dan menimbulkan kelezatan yang disukai para konsumen

8. KEKURANGAN

Adanya kandungan karbon dioksida pada asap cair. Kandungan ini tentu tidak baik untuk
kesehatan, dimana dapat mengikat hemoglobin dan dapat membawa darah kotor. Namun hal ini
dapat dinetralisir dengan meminum kopi setelah mengkonsumsi ikan yang diberi asap cair.
Baik bahan pengawet yang digunakan ataupun proses pengolahannya, ikan asap memang
memiliki dampak buruk bagi kesehatan. Menurut sebuah penelitian yang sudah dilakukan, bahaya
dari ikan asap yaitu dapat memberikan risiko terkena kanker. Yang mana ikan asap mengandung
Natrium hingga 4 kali lebih banyak.

9. KESIMPULAN

Larutan asap cair mempunyai potensi sebagai pengawet karena kemampuannya sebagai
antibakteri dan antijamur, tapi cukup sulit untuk dijadikan sebagai pengawet ikan segar karena terjadinya
perubahan aroma (aroma asap cair) pada ikan, sehingga ikan tidak dapat dikategorikan sebagai
ikan segar; namun adanya kandungan senyawa berbahaya, seperti benzopirin, yang ada dalam asap cair
perlu mendapatkan perhatian sebelum digunakan dalam makanan.

Anda mungkin juga menyukai