Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah yang dikenal dengan jenis tanah yang beragam. Mulai
dari tanah pasir hingga lempung hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pentingnya
pemerataan pembangunan sebagai bukti dari berkembangnya sarana dan prasarana yang ada,
tidak hanya dalam bentuk bangunan yang sederhana, akan tetapi cenderung ke arah bangunan
dengan skala besar. Dari setiap bangunan yang akan dibangun, hal yang paling utama yang
harus diperhatikan adalah masalah pondasinya. Semakin besar beban yang dipikul oleh suatu
bangunan, maka pondasi yang diperlukan haruslah semakin kuat. Jenis pondasi juga harus
disesuaikan dengan jenis tanah yang nantinya akan mendukung pembangunan yang ada
diatasnya.

Kalimantan Selatan merupakan daerah yang sebagian besar jenis tanahnya didominasi
oleh tanah lempung/ lanau. Hal ini diperoleh berdasarkan hasil dari beberapa penyelidikan
tanah. Dilihat dari sifatnya, tanah lempung memiliki tingkat permeabilitas dan daya dukung
yang rendah sedangkan tingkat kompresibilitasnya tinggi, sehingga besar kemungkinan akan
mengalami penurunan tanah yang sangat signifikan. Dengan kondisi tanah yang dirasa
kurang baik dikhawatirkan akan menyebabkan banyak sekali permasalahan yang terjadi,
salah satunya dalam pembangunan sipil. Lokasi tanah lempung juga terdapat di area kampus
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Universitas Lambung Mangkurat merupakan Universitas tertua di Kalimantan.


Universitas ini berdiri pada tanggal 21 september 1958, akan tetapi baru diresmikan pada
tanggal 1 November 1960. Pada awal mula diresmikan oleh presiden Republik Indonesia
menjadi Perguruan Tinggi Negeri, terdiri atas empat fakultas. Fakultas yang didirikan yaitu
Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas sosial dan Politik dan Fakultas Pertanian.
Terdiri dari dua lokasi, yakni di daerah Banjarbaru dan untuk lokasi utama di Banjarmasin.

Sebagai Kampus tertua di kalimantan, perlu adanya upaya peningkatan pendidikan


baik dari segi sarana dan prasarana, dan juga harus didukung dengan kapasitas daya tampung
mahasiswa yang memadai. Agar kedepannya para lulusan mahasiswa Universitas Lambung
Mangkurat dapat bersaing dengan para lulusan yang lainnya, baik didunia kerja maupun
dibidang keahlian lainnya. Peningkatan sarana di bidang jalan akses keluar masuk kampus
juga perlu diperhatikan, untuk kenyamanan para pengguna jalan area kampus yang melewati
jalan tersebut setiap harinya.

Mengingat daerah Banjarmasin merupakan daerah yang sebagian besarnya adalah


tanah lempung. Perlu mendapat perhatian khusus pada struktur atas dan daya dukung dari
tanah sebelum membangun sebuah jalan yang kiranya akan bertahan lama tanpa mengalami
kerusakan. Maka dari itu, untuk mencegah terjadinya kerusakan, perlu diberi perkuatan pada
tanah tersebut dengan perancangan dan perhitungan sesuai daya dukung tanah. Dalam
membangun sesuai tipe konstruksi yang memerlukan area yang cukup luas misalnya dalam
konstruksi jalan, diperlukan suatu elevasi muka tanah sama. Karena jika jalan tersebut
permukaannya tidak rata, nantinya akan membahayakan bagi pengguna jalan khususnya area
kampus. Oleh karena itu, diperlukannya suatu timbunan yang berfungsi untuk meratakan
elevasi tanah yang berbeda ketinggiannya.

Permasalahan lain yang terjadi diatas timbunan adalah terjadinya penurunan yang
besar. Apabila beban yang dipikul diatasnya terlalu besar, maka lapisan tanah yang
dibawahnya akan mengalami kompaksi. Penurunan terjadi tergantung karakterstik tanah.
Jenis tanah lempung cenderung rawan mengalami penurunan yang sangat besar namun dalam
waktu yang lama, sehingga tanah akan mengalami penurunan hingga beberapa tahun
setelahnya. Untuk mengatasi penurunan akibat timbunan diatas tanah lunak, ada berbagai
cara untuk mengatasinya. Salah satunya adalah dengan metode geosintetik. Metode
geosintetik adalah metode teknologi bahan yang berbahan dasar polimer, yang sangat
berguna dalam menyelesaikan masalah terhadap kestabilan tanah, menambah kekuatan daya
dukung dan sebagai pencegahan pada penurunan yang tidak merata.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut.

a. Berapakah nilai daya dukung pada tanah lempung akibat beban timbunan?
b. Berapakah tinggi penurunan yang akan terjadi pada tanah menggunakan geotekstil
berlapis?
c. Bagaimana untuk perancangan stablitas timbunan diatas tanah lunak yang diperkuat
dengan bahan geosintetik?
d. Berapakah lapis geotekstil yang diperlukan untuk perkuatan tanah?

1.3 Tujuan

a. Menghitung nilai daya dukung pada tanah lempung akibat beban timbunan
b. Untuk mengetahui tinggi penurunan yang terjadi pada tanah setiap tahunnya
c. Melakukan perhitungan stabilitas timbunan dengan cara internal stability, overall
stability, dan foundation stability.
d. Mendesain jumlah kebutuhan perkuatan.

1.4 Batasan Masalah

a. Daya dukung pada tanah lempung akibat beban timbunan


b. Tinggi penurunan yang terjadi setiap tahunnya
c. Perhitungan stabilitas timbunan dengan internal stability, overall stability, dan
foundation stability.

1.5 Manfaat

a. Untuk mengetahui nilai daya dukung pada tanah lempung akibat beban timbunan
b. Untuk mengetahui tinggi penurunan yang terjadi pada tanah setiap tahunnya
d. Untuk mengetahui hasil perhitungan stabilitas timbunan dengan internal stability,
overall stability, dan foundation stability.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisa Parameter Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara
kimia) satu sama lain dari bahan bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel
padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara
partikel-partikel padat tersebut. (Das, B.M. 1998)

Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami regangan atau penurunan
(settlement). Regangan yang terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh berubahnya susunan
tanah maupun oleh pengurangan rongga pori/air di dalam tanah tersebut. Jumlah dari
regangan sepanjang kedalaman lapisan merupakan penurunan total tanah. Penurunan
akibat beban adalah jumlah total dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi.
Penurunan segera dan konsolidasi terjadi hampir bersamaan pada tanah berbutir kasar.
Penurunan konsolidasi (consolidation settlement) terjadi pada tanah berbutir halus
memerlukan waktu, yang lama.

S = Se + Sc + Ss

Dengan:

S : penurunan total

Se : penurunan segera / elastis

Sc : penurunan akibat konsolidasi primer

Ss : penurunan konsolidasi sekunder

Penurunan ini dikontribusikan oleh sifat elastik tanah dan terjadi segera setelah
lapisan tanah menerima beban. Secara analitis penurunan segera dapat dihitung dengan
persamaan berikut (Janbu, Bjerum,dan Kjaernsli, 1956)

µ1 µ0 𝑞𝑛 𝐵
Se =
𝐸
Penurunan konsolidasi terjadi akibat keluarnya sebagian kandungan air dari lapisan
tanah sehingga tanah menjadi lebih mampat. Penurunan konsolidasi ini terjadi dalam
rentang waktu yang lebih lama dan jauh lebih besar dibanding penurunan segera.
Penuruan Konsolidasi Primer atau konsolidasi hidrodinamis, yaitu penurunan yang
dipengaruhi oleh kecepatan aliran air yang meninggalkan tanah akibat adanya tambahan
tekanan. Proses konsolidasi primer sangat dipengaruhi oleh sifat tanah, seperti:
permeabilitas, kornpresibilitas, angka pori, bentuk geometri tanah termasuk tebal lapisan
mampat, pengembangan arah horisontal dari zona mampat, dan batas lapisan lolos air, di
mana air keluar menuju lapisan yang lolos air ini.

𝐻𝑐 𝑃0 +∆𝑃
Sc = Cc 𝑙𝑜𝑔
1+𝑒0 𝑃0

Dengan:

Po = tegangan efektif tanah akibat berat sendiri

∆𝑃 = penambahan tegangan

Cc = koefisien kompresibilitas dan

E0 = adalah angka pori asli

Untuk tanah overconsolidated clay, menghitung besarnya penurunan konsolidasi


adalah sebagai berikut :

𝐻𝑐 𝑃𝑐 𝐻𝑐 𝑃0 +∆𝑃
Sc = Cs 𝑙𝑜𝑔 + Cc 𝑙𝑜𝑔
1+𝑒0 𝑃0 1+𝑒0 𝑃0

Dengan:

Cs = swelling indeks

Pc = tegangan pra konsolidasi

Perhitungan penurunan konsolidasi sekunder ditentukan dari grafik hubungan angka


pori dan waktu. Persamaan untuk menghitung penurunan ini adalah :

𝐻𝑐 𝑡𝑝 +∆𝑡
Sc2 = C2nd 𝑙𝑜𝑔
1+𝑒𝑝 𝑡𝑝

C2nd = indek kemampatan sekunder

Hc = tebal lapisan tanah terkonsolidasi

tp = waktu yang diperlukan untuk konsolidasi primer

∆𝑡 = tambahan waktu untuk proses konsolidasi primer

ep = angka pori akhir pada konsolidasi primer

𝑒
C2nd =
log(𝑡𝑝 +𝑡)−log(𝑡𝑝 )
2.2 Pengertian Geosintetik

Geosintetik berasal dari kata geo yang berarti tanah dan sintetik yang berarti tiruan.
Jadi geosintetik berarti bahan tiruan (sintetik) atau bahan yang bukan merupakan bahan
alami yang penggunaannya berhubungan dengan tanah atau batuan (Suryolelono, 2000).
Bahan sintetis ini dapat berupa bahan-bahan yang berasal dari polimerisasi hasil industri-
industri minyak bumi, serat-serat sintetis, kain, baja dan lain lain. Dalam perkembangan
selanjutnya geosintetik adalah bahan sintetis berupa serat-serat sintetis yang dianyam,
tanpa anyam atau bentuk lainnya yang digunakan dalam pekerjaan pekerjaan tanah.

Geosintetik secara umum dibedakan berdasar sifat permeabilitasnya yaitu bahan lolos
air (permeable) dikenal sebagai geotekstil dan bahan bersifat kedap air (impermeable)
dikenal sebagai geomembran. Bentuk bahan geotekstil berupa lembaran dengan
anyaman, tanpa anyaman dari kumpulan benang-benang sintetis. Sesuai dengan
kebutuhan di lapangan, bentuk geosintetik semakin bervariasi, misalnya bentuk grid, dan
bentuk komposit . Macam-macam bentuk geosintetik seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Penggunaan material geosintetik pada proyek perbaikan tanah semakin luas,


material geosintetik yang telah teruji kekuatannya menjadi bagian yang penting dalam
menyelesaikan masalah geoteknik yang sering terjadi. Material geosintetik terdiri dari
banyak jenis dan bentuknya tergantung dari aplikasi dan kegunaan material tersebut.
Salah satu jenis material geosintetik yang digunakan pada perancangan ini adalah
geotekstil. Pada proyek timbunan, penggunaan geotekstil sebagai lapisan perkuatan
sangat berkaitan dengan perilaku gesekan antara material geotekstil dengan material
timbunan yang ada diatasnya.
Gambar 2.1 Macam-macam bentuk geosintetik (PT. Tetrasa Geosindo, 2005)

Secara garis besar peran geosintetik pada bangunan sipil dibagi menjadi dua yaitu
peran mekanik dan peran hidrolis. Peran mekanik umumnya berhubungan dengan
pekerjaan-pekerjaan struktur, antara lain perkuatan tanah, perataan beban dan pemisah
dua material yang berbeda gradasinya (anti kontaminasi). Sedangkan peran hidrolis
berhubungan dengan fungsi geosintetik sebagai bahan drain dalam pekerjaan drainase
dan sebagai filter untuk pekerjaan filtrase.

Kuat tarik, kuat geser yang tinggi serta nilai rangkak yang rendah merupakan
bahan yang dapat dipergunakan untuk perkuatan tanah dalam arti memperbaiki sifat-sifat
mekanis tanah tersebut. Sedangkan kuat tarik, kuat tembus (puncture resistance), dan
kuat sobek (burts resistance) merupakan karakteristik yang diperlukan dalam
penggunaan geosintetik sebagai pemisah antara 2 lapisan bahan yang saling berhubungan
seperti misalnya subgrade dan subbase pada struktur perkerasan jalan. Sebagai bahan
drainase geosintetik dapat mengalirkan air melalui tampang geosintetik (arah
transversal), baik secara horisontal maupun vertikal dengan dan tanpa kolektor. Fungsi
drain juga untuk menurunkan tegangan air pori, sehingga tegangan efektif serta lekatan
tanah dapat dipertahankan. Selain itu geosintetik juga dapat berfungsi sebagai filter,
yaitu mengijinkan air lewat dengan mudah melalui bahan geosintetik, tetapi bahan
tersebut dapat menahan butiran butiran tanah. Pengaliran melaui bahan ini merupakan
pengaliran normal, yaitu tegak lurus lembaran geosintetik. Bentuk, peran, fungsi, dan
aplikasi geosintetik yang diperlukan pada bangunan teknik sipil dapat dilihat pada Tabel
2.1.

Tabel 2.1. Bentuk, Peran, Fungsi, dan Aplikasi Geosintetik

Anda mungkin juga menyukai