PEMBAHASAN
B. Etiologi
Setiap janin akan mengalami hipoksia relatif pada saat segera setelah lahir
dan bayi akan beradaptasi, sehingga bayi menangis dan bernafas. Asfiksia
merupakan kelanjutan dari hipoksia ibu dan janin intrauterine yang disebabkan
banyak faktor.
Faktor ibu yag dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum, adalah
hipoksia ibu, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida lebih dari
empat, sosial ekonomi rendah, penyakit pembuluh darah yang mengganggu
pertukaran dan pengangkutan oksigen, antara lain hipertensi, hipotensi, gangguan
kontraksi uterus dan lain-lain.
Faktor plasenta juga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum,
diantaranya adalah plasenta yang tipis, kecil, tidak menempel sempurna, solusio
plasenta, plasenta previa dan lain-lain. Faktor janin yang dapat menyebabkan
terjadinya asfiksia neonatorum diantaranya adalah prematur, Intra Uterin Growth
Retardation (IUGR), kehamilan ganda (gemelli), tali pusat menumbung, kelainan
kongenital dan lain-lain. Faktor persalinan juga turut meningkatkan terjadinya
kejadian asfiksia neonatorum, yaitu partus lama serta partus dengan tindakan.
Pengembangan paru-paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit
pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan
terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia
bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin
selama masa kehamilan dan persalinan memegang peranan yang sangat penting
untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau
persalinan hampir selalu disertai anoksia atau hipoksia janin dan berakhir dengan
asfiksia neonatorum dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal
pada saat lahir.
Secara umum berikut ini adalah faktor-faktor penyebab kegagalan
pernafasan pada bayi, meliputi :
1. Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu ini dapat terjadi
kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia. Gangguan
aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada
keadaan gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus
akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor fetus atau janin
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan
aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin serta jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena pemakaian obat
anastesi atau analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, trauma yang terjadi pada persalinan
misalnya perdarahan intracranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-
lain.
C. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru-paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar
dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru-paru janin tidak berisi udara, sedangkan
alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak
berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalamparu- paru saat ini sangat rendah
dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari
arteriol dalam paru-paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati
Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menarik nafas yang pertama kali (menangis), pada
saat ini paru-paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan
mengembang lalu udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan
meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai.
Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya
tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang
sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam aorta akan mulai memberi aliran
darah yang cukup berarti kedalam arteriol paru yang mulai mengembang, Duktus
Arteriosus (DA) akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi ekstrauterin akan
dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan
penurunan perfusi paru-paru yang berlanjut dengan asfiksia pada awalnya akan
terjadi konstriksi arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan
oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila
askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output
sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan
mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy” (HIE) yang akan
memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi
baru lahir. “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy” (HIE) ini pada bayi baru lahir
akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam bila tidak diatasi secara cepat dan
tepat (Aliyah Anna, 1997).
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada asfiksia neonatorum antara lain :
1. Oedema otak dan perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlanjut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun. Keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya oedema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir
ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak karena perfusi
jaringan tidak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya yaitu hipoksemia dan perdarahan pada
otak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum merupakan masalah pada bayi baru lahir dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dalam rangka menurunkan Angka
Kematian Perinatal dan Angka Kematian Neonatal Dini, masalah ini perlu segera
ditanggulangi dengan berbagai macam cara dan usaha mulai dari aspek promotif,
kuratif dan rehabilitatif.
B. Saran
Dari hasil kesimpulan yang telah dikemukakan maka dapat diberikan saran-
saran sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan dalam rangka
meningkatkan kualitas dalam pemberian obat antidiuretik guna menunjang
peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga dapat menjadi literatur guna
mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu
dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan nafas secara spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
B. Prinsip dasar
Asfiksia merupakan penyebab kematian neonatal yang paling tinggi. Menurut
SKRT 2001, 27% kematian neonatal diakibatkan oleh asfiksia dan angka
kematian sekitar 41,94% di RS pusat rujukan provinsi.
Asfiksia perinatal dapat terjadi selama anterpartum, intrapartum maupun
postpartum
Asfiksia selain dapat menyebabkan kematian dapat mengakibatkan kematian
C. Langkah promotive dan preventive
Sebetulnya asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan
tindakan pencegahan sebagai berikut :
Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas
Meningkatkan status nutrisi ibu
Manajemen persalinan yang baik dan benar
Melaksanakan pelayananneonatal esensial terutama dengan melakukan resusitasi
yang baik dan benar yang standar
D. Fisiologi pernafasan bayi baru lahir
Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan.
Selama di dalam Rahim, janin mendapatkan oksigen dan nutrient dari ibu melalui
mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu diberikan kepada darah
janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan. Paru
janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan CO2
( karbondioksida) sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah dalam
jumlah besar.
Setelah lahir, bayi tidak berhubungan dengan plasenta lagi sehingga dan
akan segera bergantung kepada paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh karena
itu, maka beberapa saat sesudah bayi lahir paru harus segera terisi oksigen dan
pumbuluh darah paru harus berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli
dan menyerap okesigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
E. Reaksi bayi pada masa transisi normal
Biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam
paru. Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial
di paru, sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteri pulmonal dan menyebabkan
arteriole berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriole pulmonal akan
tetap konstriksi dan pembuluh darah ateri sistemik tidak mendapat oksigen
sehingga tidak dapat memberikan perfusi ke organ tubuh yang palinag penting
seperti otak, jantung, ginjal dan lain-lain. Bila keadaan ini berlangsung lama maka
menyebabkan kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan
kematian atau kecacatan
F. Patofisiologi
Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak bernafas secara spontan dan
teratur. Sering sekali seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum
persalinan akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin
berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah
pada bayi selama atau sesudah persalinan.
G. Perubahan yang terjadi pada saat asfiksia
Pernafasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL
kekurangan oksigen. Pada periode awal bayi akan mengalami nafas cepat ( rapis
breathing) yang disebut dengan gasping primer. Setelah periode awal ini akan
diikuti dengan keadaan bayi tidak bernafas (apnu) yang disebut apnu primer. Pada
saat ini frekuensi jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih tetap
bertahan.
Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada
BBL, maka bayi akan melakaukan usaha nafas megap-megap yang disebut
gasping sekunder dan kemudian masuk kedalam priode apnu sekunder. Pada saat
ini frekuensi janyung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan
bisa menyebabkan kematian bila bayi tidak segera ditolong. Sehingga setiap
menjumpai kasus degan apnu, hurus dianggap sebagi apnu sekunder dan segera
dilakukan resusitasi.
H. Penyebab asfiksia
Asfiksia pada BBL dapat disebabkan oleh karena factor ibu, factor dan
factor tali pusat atau plasenta
Factor ibu :
Keadaan ibu yang dapat mengakibatkan alira darah ibu melalui placenta
berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin bekurang akibatnya akan
mengakibatkan gawat janin dan akan berlanjut sebagai asfiksia BBL, antara lain :
Preeklamsi dan eklamsi
Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa dan sousio placenta)
Partus lama atau partus macet
Demam sebelum dan selama persalinan
Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC< HIV)
Kehamilan lebih bulan ( > 42 minggu kehamilan )
Factor placenta dan tali pusat
Keadaan plasenta atau tali pusat yang dapat mengakibatkan asfiksia BBL
akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui talipusat bayi
Infark placenta
Hematoma placenta
Lilitan tali pusat
Prolapses tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Factor bayi
Keadaan bayi yang dapat menagalami asfiksia walaupun kadang-kadang tanpa
didahului tanda gawat janin:
Bayi kurang bulan / premature (>37 minggu kehamilan )
Air ketuban bercampur meconium
Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernafasan bayi
I. Diagnosis
Anamnesia :
Gangguan atau kesulitan waktu lahir ( lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi
vacuum, forcep)
Lahir tidak bernafas/menangis
Air ketuban bercampur meconium
Pemeriksaan fisik :
bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap
denyut jantung kurang dari 100x/menit
kulit sianosis pucat
tonus otot menurun
untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai skor APGAR
J. Manajemen
Persiapan Resusitasi BBL
Persiapan yang diperlukan adalah :
a. Persiapan keluarga.
Bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan persalinan, sebelum melakukan
pertolongan persalinan
b. Persiapan tempat.
Meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi.
- Gunakan ruangan yang hangat dan terang
- Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, cukup keras, bersih, kering dan hangat,
misalnya meja, dipan atau diatas lantai beralaskan tikar.
Sebaiknya dekat pemancar panas 60 cm (lampu 60 watt atau lampu petromak
dengan jarak 60 cm dari meja resusitasi. Nyalakan lampu menjelang persalinan.
c. Persiapan alat untuk resusitasi
Sebelum menolong persalinan, siapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap
pakai, selain menyiapkan alat-alat pertolongan persalinan, yaitu :
1. Tiga (3) helai kain yang berguna untuk : kain 1 untuk mengeringkan badan bayi,
kain ke 2 untuk menyelimuti bayi dan kain ke 3 untuk mengganjal bahu.
2. Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet
3. Alat ventilasi (Tabung dan sungkup dengan bantalan udara untuk bayi cukup
bulan atau prematur.
4. Kotak alat resusitasi
5. Sarung tangan
6. Stetoskop
7. Jam atau pencatat waktu.
d. Persiapan diri Bidan
1. Memakai alat pelindung diri pada saat menolong persalinan.
2. Melepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum mencuci tangan.
3. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol
dan gliserin.
4. Mengeringkan dengan kain/tisu bersih
5. Menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan
Keputusan Untuk Melakukan Resusitasi BBL
1. Penilaian
Sebelum bayi lahir :
* Apakah kehamilan cukup bulan atau tidak?
* Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium (warna
kehijauan)?
Segera setelah bayi lahir :
* Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap?
*Menilai apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
2. Keputusan
Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
* Bayi tidak cukup bulan dan atau
* Air ketuban bercampur mekonium dan atau
* Bayi megap-megap/ tidak bernapas dan atau
* Tonus otot bayi tidak baik atau bayi lemas.
1. Resusitasi
Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan langkah awal yang terdiri dari:
hangatkan bayi di bawah panas atau lampu
posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
isap lender dari mulut kemudian hidung
keringakan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau
menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering.
Reposisi kepala bayi
Nilai bayi : usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung
Bila bayi tidak bernafas lakukan ventilasi tekanan positif ( VTP) dengan memakai
balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali per menit
Nilai bayi : usaha nafas , warna kulit dan denyut jantung
Bila belum bernafas dan denyut jantung, 60x /menit, beri epinefrin dan lanjutkan
VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
Nilai bayi : usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
Bila dengan jantung < 60x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi
dada
Bila denyut jantung >60x/menit kompresi dada dihentikan , VTP dilanjutkan
Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi
K. Terapi medikamentosa
Epinefrin
Indikasi :
Denyut jantung bayi <60x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belum ada respons
Asistolik
Dosis : 0,1-0,3 ml/kgBB dalam larutan 1:10.000 (0,01 mg-0,03mg/kgBB)
Cara : IV atau endotrakeal. Dapat diulang stiap 3-5 menit bila perlu
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan asfiksia merupakan salah satu bentuk
kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang memerlukan penanganan lebih
lanjut dan cepat. Maka penangan medis dan persiapan rujukan sangat diperlukan
untuk menangani masalah asfiksia.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Waspodo,Djoko SpOG(K), dkk. Pelatihan pelayanan obstetri neonatal
emergency dasar. Depkes RI. 2005. Jakarta.