Anda di halaman 1dari 2

Anemia Aplastik

Anemia, aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam-jiwa pada sel induk di sumsum
tulang, yang sel-sel darahnya diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi. Anemia aplastik
dapat kongenital, idiopatik (penyebabnya tidak diketahui), atau sekunder akibat penyebab-
penyebab industri atau virus (Hoffbrand, Pettit, 1993). Individu dengan anemia aplastik
mengalami pansitopenia (kekurangan semua jenis sel-sel darah). Secara morfologis, SDM
terlihat normositik dan normokroinik, jumlah retikulosit rendah atau tidak ada, dan biopsi
sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut "pungsi kering” dengan hipoplasia nyata dan
penggantian dengan jaringan lemak. Pada sumsum tulang tidak dijumpai sel-sel abnormal.
Anemia aplastik idiopatik diyakini dimediasi secara imunologis, dengan T limfosit pasien
menekan sel-sel induk hematopoietik.
Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau permanen) meliputi berikut
1. Lupus eritematosus sistemik yang berbasis auto imunn
2. Agen antineoplastik atau sitotoksik
3. Terapi radiasi
4. Antibiotik tertentu
5. Berbagai obat seperti antikonvu1san, obat-obat tiroid, senyawa emas, dan fenilbutazon
6. Zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organic, dan insektisida (agen yang diyakini merusak.
tulang secara langsung)
7. Penyakit-penyakit virus seperti mononucleosis infeksiosa dan human immunodeficiency virus
(HIV); anemia aplastik setelah hepatitis virus terutama berat dan cenderung fatal.

Tabel 17-1 menunjukkan berbagai ~ pengaruh-


pengaruh hematologiknya.

Kompleks gejala anemia aplastik disebabkan oleh derajat pansitopenia. Tanda-tanda dan gejala-
gejala meliputi anemia, disertai kelelahan, kelemahan, dan napas pendek saat latihan fisik.
Tanda-tanda dan gejala-gejala lain diakibatkan oleh defisiensi frombosit dan sel-sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat menyebabkan (1) eikimosis dan petekie (perdarahan di dalam kulit),
(2) epistaksis (perdarahan hidung), (3) perdarahan saluran cerna, (4) perdarahan saluran kemih
dan kelamin, (5) perdarahan sistein saraf pusat. Defisiensi sel darah putih .meningkatkan
kerentanan dan keparahan infeksi, termasuk infeksi bakteri, virus, dan jamur.

Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1 %) atau tidak adanya retikulosit, jurnlah
granulosit kurang dari 500 I mm3 dan jumlah trombosit kurang dari 20.000 menyebabkan
kematian akibat infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Sepsis
merupakan penyebab tersering kematian(Young, 2000). Namun, pasien dengan penyakit
yanglebih ringan dapat hidup bertahun-tahun. Pengobatan anemia aplastik, jika diketahui
penyebabnya ditujukan untuk menghilangkan agen penyebab. Fokus utarna pengobatan adalah
perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum hilang. Karena infeksi dan perdarahan
merupakan penyebab utama kematian, maka pencegahan merupakan hal yang penting. Faktor-
faktor pertumbuhan seperti G-CSF dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah neutrofil dan
mencegah atau meminimalkan infeksi. Tindakan pencegahan sebaiknya meliputi lingkungan
yang dilindungi dan higiene keseluruhan yang baik. Pada perdarahan atau infeksi, penggunaan
yang bijaksana terapi komponen darah (sel-sel darah merah dan trombosit) serta antibiotik
menjadi penting. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen dapat menginduksi
eritropoiesis, walaupun efektivitasnya tidak pasti. Pasien-pasien anemia aplastic kronis
betadapatasi dengan baik dan dapat dipertahankan pada kadar hemoglobin antara 8 dan 9
g/dldengan tranfusi darah periodik .
Pada individu muda dengan anemia aplastik berat yang sekunder akibat kerusakan sel induk,
diindikasikan untuk melakukan transplantasi sel induk alogenik dengan donor yang cocok
(saudara kandung dengan histocompatible leukocyte antigens [HLA] manusia yang .cocok).
Angka keberhasilan secara keseluruhan melebihi 80% pada pasien-pasien yang sebelumnya tidak
ditransfusi. Pada pasien-pasien yang lebih tua dengan anemia aplastik atau pada kasus-kasus
yang diyakini dimediasi secara imunologis, antibodi yang mengandung-globulin antihimosit
(ATG) terhadap sel-sel T digunakan bersama dengan kortikosteroid dan siklosporin memberi
manfaat pada 50% hingga 60% pasien. Respons dapat diharapkan dalam waktu 4 hingga 12
minggu. Secara urnum, respons ini parsial tetapi cukup tinggi untuk rneningkatkan perlindungan
pada pasien-pasien dan memungkinkan kehidupanyang lebih nyaman (Linker, 2001).

Anda mungkin juga menyukai