BPPV
BPPV
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini teraktivasi
oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe. Pergerakan kupula oleh karena
endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa rangsangan atau hambatan, tergantung
pada arah dari gerakan dan kanal semisirkular yang terkena. Kupula membentuk barier
yang impermeabel yang melintasi lumen dari ampula, sehingga partikel dalam kanal
2
semisirkular hanya dapat masuk atau keluar kanal melalui ujung yang tidak mengandung
ampula.2,3
2.2.2 Epidemiologi
Klasifikasi
Kanalis semisirkularis posterior merupakan jenis BPPV paling banyak (93%
kasus), dimana 85% bersifat unilateral dan 8% bersifat bilateral. Kanalis semisirkularis
horizontal hanya 5% kasus, sedangkan keterlibatan kanalis anterior jarang. Nistagmus
yang dipicu oleh perubahan posisi kepala pada pasien dengan BPPV dapat dijelaskan oleh
teori kanalithiasis. Latensi biasanya dalam urutan beberapa detik, meskipun kasus dengan
lebih dari 10 detik latensi telah dijelaskan. Karena setiap saluran memiliki koneksi
rangsang ke otot ekstraokular yang menggerakkan mata pada bidang yang sama (Gambar
3).10
4
Gambar 3. Anatomi sistem vestibular dan orbita (tampak superior)
Arah nistagmus bergantung pada kanal yang dirangsang dan arah gerakan partikel.
Nistagmus yang terlihat ketika berbaring dapat berbalik arah ketika pasien berubah posisi
ke posisi tegak. Durasi nistagmus sesuai dengan waktu yang dibutuhkan partikel untuk
berhenti di lokasi baru yang bergantung.10
BPPV tipe kanal lateral adalah tipe BPPV yang paling banyak kedua. BPPV tipe
kanal lateral sembuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan BPPV tipe kanal posterior.
Hal ini dikarenakan kanal posterior tergantung di bagian inferior dan barier
kupulanya terdapat pada ujung yang lebih pendek dan lebih rendah. Debris yang masuk
memiliki barier kupula yang terletak di ujung atas. Karena itu, debris bebas yang terapung
di kanal lateral akan cenderung untuk mengapung kembali ke utrikulus sebagai akibat dari
pergerakan kepala. Dalam kanalitiasis pada kanal lateral, partikel paling sering terdapat di
lengan panjang dari kanal yang relatif jauh dari ampula. Jika pasien melakukan
pergerakan kepala menuju ke sisi telinga yang terkena, partikel akan membuat aliran
endolimfe ampulopetal, yang bersifat stimulasi pada kanal lateral. Nistagmus geotropik
6
(fase cepat menuju tanah) akan terlihat. Jika pasien berpaling dari sisi yang terkena,
partikel akan menciptakan arus hambatan ampulofugal. Meskipun nistagmus akan berada
pada arah yang berlawanan, itu akan tetap menjadi nistagmus geotropik, karena pasien
sekarang menghadap ke arah berlawanan. Stimulasi kanal menciptakan respon
yang lebih besar daripada respon hambatan, sehingga arah dari gerakan kepala yang
menciptakan respon terkuat (respon stimulasi) merupakan sisi yang terkena pada
geotropik nistagmus.3
Kupulolitiasis memiliki peranan yang lebih besar pada BPPV tipe kanal
lateral dibandingkan tipe kanal posterior. Karena partikel melekat pada kupula, vertigo
sering kali berat dan menetap saat kepala berada dalam posisi provokatif. Ketika kepala
pasien dimiringkan ke arah sisi yang terkena, kupula akan mengalami defleksi
ampulofugal (inhibitory) yang menyebabkan nistagmus apogeotrofik. Ketika kepala
dimiringkan ke arah yang berlawanan akan menimbulkan defleksi ampulopetal
(stimulatory), menghasilkan nistagmus apogeotrofik yang lebih kuat. Karena itu,
memiringkan kepala ke sisi yang terkena akan menimbulkan respon yang terkuat.
Apogeotrofik nistagmus terdapat pada 27% dari pasien yang memiliki BPPV tipe kanal
lateral.3
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
BPPV diduga disebabkan oleh perpindahan otokonia kristal (kristal karbonat Ca
yang biasanya tertanam di sakulus dan utrikulus). Kristal tersebut merangsang sel-sel
rambut di saluran setengah lingkaran posterior, menciptakan ilusi gerak. Batu -batu kecil
yang terlepas (kupulolitiasis) didalam telinga bagian dalam menyebabkan BPPV. Batu-
batu tersebut merupakan kristal-kristal kalsium karbonat yang normalnya terikat pada
kupula. Kupula menutupi makula, yang adalah struktur padat dalam dinding dari dua
kantong-kantong (utrikulus dan sakulus) yang membentuk vestibulum. Ketika batu-batu
terlepas, mereka akan mengapung dalam kanal semisirkular dari telinga dalam. Alasan
terlepasnya kristal kalsium dari makula belum diketahui secara pasti. Debris kalsium
sendiri dapat pecah karena beberapa penyebab seperti trauma atupun infeksi virus, tapi
pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa didahului trauma atau penyakit lainnya, selain itu
dapat disebabkan oleh perubahan protein dan matriks gelatin dari membran otolith yang
berhubungan dengan usia. Lepasnya otokonia dapat juga sejalan dengan demineralisasi
7
tulang pada umumnya. Salah satu faktor risiko yang berperan pada kejadian BPPV adalah
hipertensi.3
2.2.4 Patofisiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium karbonat yang
berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal
semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat dibandingkan endolimfe,
sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain.
Ketika kalsium karbonat tersebut bergerak dalam kanal semisirkular, akan terjadi
pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga
menyebabkan vertigo. Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu:12
a.Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini dimana ditemukan
partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia (otolith)
yang terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan
kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semiriskularis posterior menjadi sensitif akan
gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Sama halnya seperti benda berat
diletakkan pada puncak tiang, bobot ekstra itu akan menyebabkan tiang sulit untuk tetap
stabil, malah cenderung miring. Begitu halnya digambarkan oleh nistagmus dan rasa
pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes
Dix-Hallpike). Kanalis semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
pusing (vertigo). Perpindahan partikel tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
8
Gambar 4. Kanalitiasis dan Kupulolitiasis pada Telinga Kiri.
b.Teori Kanalitiasis
Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith bergerak bebas
didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel
tersebut berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika
kepala direbahkan ke belakang, partikel dilakukan ini berotasi ke atas di sepanjang
lengkung kanalis semi sirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir
menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), sehingga terjadilah
nistagmus dan pusing. Saat terjadi pembalikan rotasi saat kepala ditegakkan kembali,
terjadi pula pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah
berlawanan. Digambarkan layaknya kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir,
kerikil akan terangkat seberntar kemudian terjatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya
kerikil tersebut seolah-olah yang memicu organ saraf menimbulkan rasa pusing.
Dibanding dengan teori kupulolitiasis, teori ini dapat menerangkan keterlambatan
sementara pada nistagmus, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika
mengulangi maneuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam
menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan dari gejala
pusing.
9
kepala mengikuti arah gravitasi. Gejala dapat timbul dikarenakan perubahan posisi kepala
seperti saat melihat keatas, berguling, atau pun saat bangkit dari tempat tidur. BPPV
sendiri dapat dialami dalam durasi yang cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai
gejala yang terjadi dengan pola sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi,
frekuensi, and intensitas. BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan
kehidupan penderita. Bagaimanapun, BPPV dapat mengganggu perkerjaan dan kehidupan
sosial penderita.4
2.2.6 Diagnosis
Anamnesa
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10 -20 detik
akibat perubahan dari posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur
dengan posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas maupun ke belakang, dan
membungkuk. Vertigo juga dapat disertai dengan keluhan mual. Pada banyak kasus BPPV
dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari. Dalam anamnesa selain
menanyakan tentang gejala klinis, juga harus ditanyakan mengenai faktor-faktor yang
merupakan etiologi atau yang dapat mempengaruhi keberhasilan terapi seperti stroke,
hipertensi, diabetes, trauma kepala, migraine, dan riwayat gangguan keseimbangan
sebulumnya maupun riwayat gangguan saraf pusat.12
Pemeriksaan Fisik
BPPV kanalis posterior dapat di diagnosa ketika pasien mengeluhkan adanya riwayat dari
vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi dan ketika
dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan nistagmus yang muncul saat melakukan Dix-
Hallpike Test.
Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah: Dix-Hallpike, dan tes kalori. Supine Roll
Test dilakukan untuk pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV tetapi hasil
tes Dix-Hallpike negatif untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.
Dix-Hallpike Test
10
Nistagmus yang ditemukan saat dilakukan pemeriksaan tes Dix-Hallpike biasanya
menunjukkan dua karakteristik penting. Pertama, terdapat periode laten antara akhir dari
masa percobaan dan saat terjadi serangan dari nistagmus. Periode laten tersebut terjadi
selama 5 sampai 20 detik, tetapi dapat juga terjadi hingga 1 menit dalam kasus yang jarang
terjadi. Kedua, hal yang memperberat vertigo dan nistagmusnya sendiri meningkat, dan
hilang dalam periode waktu tertentu dalam 60 detik dari waktu serangan nistagmus.
Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa harus memberitahu pasien tentang gerakan-
gerakan yang akan dilakukan dan mengingatkan pasien bahwa pasien akan merasakan
serangan vertigo secara tiba-tiba, yang mungkin saja disertai dengan rasa mual, yang akan
hilang dalam 60 detik. Karena pasien akan diposisikan dalam posisi supinasi dengan
kepala dibawah badan, pasien harus diberitahu agar saat berada dalam posisi supinasi,
kepala pasien akan menggantung dengan bantuan meja percobaan hingga 20 derajat.
Pemeriksa sebaiknya meyakinkan pasien bahwa pemeriksa dapat menjaga kepala pasien
dan memandu pasien mendapatkan pemeriksaan yang aman dan terjamin tanpa pemeriksa
kehilangan keseimbangan dirinya sendiri.4 Cara melakukan pemeriksaan Dix-Hallpike:
1. Pertama, jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin
akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
2. Pasien didudukkan dekat bagian ujung tempat pemeriksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30 – 40 derajat, pasien diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar melihat ke kanan 45 derajat (kalau kanalis semi sirkularis posterior yang
terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia
memang sedang berada di kanalis semi sirkularis posterior.
4. Tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien direbahkan secara cepat sampai
kepala tergantung pada ujung meja pemeriksaan.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan
selama 40 detik. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama kira-kira 1 menit atau
sampai respon menghilang.
6. Komponen cepat nistagmus seharusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
7. Setelah pemeriksaan ini dilakukan, dapat langsung dilanjutkan dengan Canalith
Reposithoning Treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon abnormal, pasien dapat
11
didudukkan kembali secara perlahan. Nistagmus bisa terlihat dalam arah yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
8. Berikutnya pemeriksaan diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 derajat dan
seterusnya.
b.Tes Kalori
Tes kalori diajukan oleh Dix dan Hallpike. Pada pemeriksaan ini dipakai air dingin
dan air panas. Suhu air dingin adalah 30 C sedangkan suhu air panas adalah 44 C. Volume
air yang dimasukkan kedalam telinga salah satunya terlebih dahulu sebanyak 250 ml air
dingin , dalam 40 detik. Kemudian pemeriksa memperhatikan saat nistagmus muncul dan
berapa lama kejadian nistagmus tersebut. Dilakukan hal yang sama pada telinga yang lain.
Setelah menggunakan air dingin, kemudian kita melakukan hal yang sama pada kedua
telinga menggunakan air panas. Pada tiap-tiap selesai salah satu pemeriksaan, pasien
diistirahatkan selama 5 menit untuk menghilangkan rasa pusingnya.8
13
Riwayat Pasien melaporkan episode berulang dari vertigo yang terjadi
karena perubahan posisi kepala
Pemeriksaan Fisik Setiap kriteria berikut terpenuhi:
1. Vertigo berkaitan dengan nistagmus diprovokasi oleh tes Dix-
Hallpike
2. Ada periode laten antara selesainya tes Dix-Hallpike
dengan onset vertigo dan nistagmus
3. Vertigo dan nistagmus yang diprovokasi meningkat dan
kemudian hilang dalam periode waktu 60 detik sejak onset
nistagmus.
Tabel 3. Kriteria Diagnosis untuk BPPV Tipe Kanal Posterior4
BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh Dix-Hallpike
manuver. Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis BPPV
horisontal adalah dengan supine roll test atau supine head turn maneuver (Pagnini-
McClure maneuver). Dua temuan nistagmus yang potensial dapat terjadi pada manuver
ini, menunjukkan dua tipe dari BPPV kanal lateral.3,4,5
a. Tipe Geotrofik. Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan nistagmus
horisontal yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika pasien
14
dimiringkan ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang tidak
begitu kuat, tetapi kembali bergerak ke arah telinga paling bawah.4
b. Tipe Apogeotrofik. Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test menghasilkan
nistagmus yang bergerak ke arah telinga yang paling atas. Ketika kepala
dimiringkan ke sisi yang berlawanan, nistagmus akan kembali bergerak ke sisi
telinga paling atas. Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena
diperkirakan adalah telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling
kuat. Di antara kedua tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang
paling banyak.2,3,4
Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe kanal anterior berkaitan dengan paroxysmal
downbeating nystagmus, kadang-kadang dengan komponen torsi minor mengikuti posisi
Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin ditemui saat mengobati bentuk lain dari BPPV.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanal anterior kronis atau persisten jarang. Dari
semua tipe BPPV, BPPV kanal anterior tampaknya tipe yang paling sering sembuh secara
spontan. Diagnosisnya harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena downbeating
positional nystagmus yang berhubungan dengan lesi batang otak atau cerebellar dapat
menghasilkan pola yang sama. Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe
polikanalikular jarang, tetapi menunjukkan bahwa dua atau lebih kanal secara
bersamaan terkena pada waktu yang sama. Keadaan yang paling umum adalah BPPV
kanal posterior dikombinasikan dengan BPPV kanal horisontal. Nistagmus ini
bagaimanapun juga tetap akan terus mengikuti pola BPPV kanal tunggal, meskipun
pengobatan mungkin harus dilakukan secara bertahap dalam beberapa kasus.2
Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang khas biasanya mudah dikenali seperti di atas dan merespon terhadap pengobatan. Bentuk-bentuk vertigo
posisional yang paling sering menyebabkan kebingungan adalah mereka dengan downbeating nystagmus, atau mereka dengan nistagmus yang tidak
benar-benar ditimbulkan oleh manuver posisi, tetapi tetap terlihat saat pasien berada pada posisi kepala menggantung. Tabel dibawah menguraikan
beberapa fitur yang mungkin membantu membedakan vertigo sentral dari vertigo perifer. Sebagai aturan umum, jika nistagmus tidak khas, atau jika
15
Sentral Perifer
16
BPPV kanalis horizontal, nistagmus hadir saat dilakukan tes. Tes vestibular ini
mampu memperlihatkan gejala yang tidak normal, yang berkaitan dengan BPPV,
tetapi tidak spesifik contohnya vestibular hypofunction (35% dari kasus BPPV)
yang umumnya ditemukan pada kasus trauma kapitis ataupun infeksi virus.
c. Audiometric Testing
Tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosa BPPV, tapi dapat memberikan
informasi tambahan dimana diagnosa klinis untuk vertigo masih belum jelas.
2.2.8 Tatalaksana
17
Gambar 6. The Epley Maneuver
Prosedur standar
Menggunakan gerakan kepala dan tubuh, yang dapat dibuat dengan
lembut, SCC posterior dipengaruhi diputar sehubungan dengan gravitasi sehingga
canaliths pindah dari kanal dan ke ruang depan, di mana mereka tidak
menyebabkan gejala.10
Kontraindikasi
Severe neck disease, high-grade carotid stenosis, and unstable heart disease.10
18
Komplikasi
Ketika memindahkan material keluar dari kanal posterior, ada kemungkinan
bahwa itu akan pindah ke kanal lain (di sisi yang sama). Konversi yang paling
sering ditemui adalah dari kanal semisirkular posterior ke horizontal, terjadi jika
kepala tidak dipertahankan dalam posisi yang tepat. Kepala pada orientasi tubuh
harus tetap konstan, perubahan 90° dari telinga yang terkena. Jika partikel benar-
benar masuk ke kanal horisontal, ia dapat dirawat menggunakan manuver yang
sesuai yang dijelaskan di bawah. Jika instruksi pasca perawatan digunakan, tidak
ada perawatan yang diperlukan.10
Efek Samping
Pasien dapat menjadi mual dan muntah setelah manuver Dix-Hallpike, dan
mungkin tidak mentoleransi Cannalith Reposition Maneuver. Dalam hal iniperlu
diberikan antiemetik10.
b.Manuver Semont/Liberatory
Manuver ini diindikasikan untuk terapi dari kupulolotoasis kanalis
posterior. Jika kanal posterior yang terkena, maka penderita didudukkan dalam
posisi tegak, kemudian kepala penderita dimiringkan 45 derajat berlawanan arah
dengan bagian yang sakit dan secara cepat bergerak ke posisi berbaring.
Nistagmus dan vertigo dapat diperhatikan. Dan posisi ini dipertahankan selama 1
sampai 3 menit. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang
berlawanan tanpa berhenti saat posisi duduk.11
19
Gambar 7. Liberatory Maneuver
Tujuan
Manuver ini awalnya dirancang dengan maksud untuk mengeluarkan partikel
yang menempel di cupula, namun tidak efektif dalam mengobati BPPV tipe PSC.
Itu harus dilakukan dengan cepat, dan pasien harus dapat dipindahkan dengan
cepat dari satu posisi berbaring ke sisi yang lain. Telah terbukti sama efektifnya
dengan manuver Epley.
Kontraindikasi
Manuver ini membutuhkan gerakan cepat pasien, dan setiap kondisi ortopedi yang
membatasi mobilitas pasien dapat menjadi kontraindikasi relatif
c.Manuver Lempert
20
Gambar 8. Manuver Lampert
Manuver ini biasa digunakan sebagai terapi dari BPPV kanalis horizontal. Pada
manuver ini penderita berguling 360 derajat, dimulai dari posisi supinasi lalu
menghadap 90 derajat berlawanan dari sisi yang sakit, posisi kepala
dipertahankan, kemudian membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus.
Berikutnya, kepala penderita telah menghadap ke bawah dan badan dibalikkan
lagi ke arah ventral dekubitus. Kemudian kepala penderita diputar 90 derajat, dan
tubuh berada pada posisi lateral dekubitus. Secara bertahap, tubuh penderita
kembali lagi dalam posisi supinasi. Setiap langkah dilakukan selama 15 detik
untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.11
e. Brandt-Daroff Exercises
The Brandt-Daroff Exercises ini dikembangkan untuk latihan dirumah, sebagai
terapi tambahan untuk pasien yang tetap simptomatik, bahkan setelah melakukan
manuver Epley ataupun Semont. Latihan-latihan ini diindikasian satu minggu
sebelum melakukan terapi manuver, agar meningkatkan kemampuan toleransi diri
21
pasien terhadap manuver. Latihan ini juga membantu pasien menerapkan berbagai
posisi sehingga dapat lebih terbiasa.10
22
3.Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan
sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah
melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur
dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV,
yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti
BPPV biasa. Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang
dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan
oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi
karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang
tinggi.9
2.2.9 Komplikasi
a. Canal Switch
Selama melakukan manuver untuk mengembalikan posisi kanal vertikal, partikel-
partikel yang berpindah tempat dapat bermigrasi hingga sampai ke kanal lateral,
dalam 6 sampai 7% dari kasus. Pada kasus ini, nistgamus yang bertorsional
menjadi horizontal dan geotropik.
b. Canalith Jam
Selama melakukan reposisi manuver, beberapa penderita akan merasakan
beberapa gejala, seperti vertigo yang menetap, mual, muntah dan nistagmus.
2.2.10. Prognosis
Pasien perlu untuk diedukasi tentang BPPV. Satu dari tiga pasien sembuh dalam
jangka waktu 3 minggu, tetapi kebanyakan sembuh setelah 6 bulan dari serangan.
Pasien harus diberitahu bahwa BPPV dapat dengan mudah ditangani, tetapi harus
diingatkan bahwa kekambuhan sering terjadi bahkan jika terapi manuvernya
berhasil, jadi terapi lainnya mungkin dibutuhkan. Beberapa studi menunjukkan
bahwa 15% terjadi kekambuhan pada tahun pertama, kemudian 50% kekambuhan
11
terjadi pada 40 bulan setelah terapi. Kekambuhan dari BPPV adalah masalah
yang umum terjadi. Meniere’s disease, CNS disease, migraine headaches, dan
23
post-traumatic BPPV merupakan faktor resiko yang lebih memungkinkan untuk
terjadinya kekambuhan.
24
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Edward Y., Roza Y., 2014. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo. Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. 3(1)
2. Fife D.T. 2009. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol
Journal. 29:500-508.
3. Parnes et al. 2013. Diagnosis and Management of Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). CMAJ. 169 (7): 681-93.
4. Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. 2008. Clinical Practice Guideline:
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. 139: S47-S81.
5. Giacinto Asprella Libonati. 2012. Benign Paroxysmal Positional Vertigo and
Positional Vertigo Variants. Otorhinolaryngology Clinics: An International
Journal, January-April 2012;4(1):25-40
6. Teixeira L.J., Pollonio J.N., Machado. 2006. Maneuvers for the treatment of
Benign Positional Paroxysmal Vertigo: a systemic review. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology. 72(1): 130-8.
7. Bittar et al. 2011. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and
Treatment. International Tinnitus Journal. 16(2): 135-45.6
8. Purnamasari P., 2010. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional
Vertigo. Universitas Udayana: Denpasar
9. Leveque et al. 2007. Surgical Therapy in Intractable Benign Paroxysmal
Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 136:693-698.
10. Salomon, David. 2000. Benign Paroxysmal Position Vertigo. Neurologic
Ophthalmology and Otology: Department of Neurology, University of
Pennsylvania, 417-425
11. Bunjamin, F.P., Darmawan B., Suryajaya A. L. & Tjoa, R., 2013. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo. (https://ml.scribd.com/doc/129542992/bppv,
diunduh pada 18 Mei 2018)
12. Libonati, G. A., 2012. Benign Paroxysmal Positional Vertigo and Positional
Vertigo Variants. (www.jaypeejournals.com/ejournals/showtext.aspx?id=3561
&type=free&typ=top&in=_ejournals/images/jplogo.gif&iid=280&ispdf=yesbenig
n paroxysmal positional vertigo, diunduh pada 18 Mei 2018)
26