PHENYTOIN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya
Oleh:
21604101041
Pembimbing:
LABORATORIUM FARMASI
FENITOIN
Fhenytoin merupakan obat yang efektif digunakan untuk kejang parsial dan
kejang tonik-klonik. Fhenytoin termasuk golongan obat antikonvulsi yang digunakan
untuk mengobati penyakit epilepsi. Fenitoin adalah bubuk kristal yang larut dalam
lemak adalah asam lemah dan memiliki pKa di kisaran 8,3-9,2, sehingga larut dalam
larutan basa. Biasanya, obat ini diberikan kepada pasien sebagai garam sodium.
Adanya gugus fenil atau aromatik lainnya pada atom C5 penting untuk efek
pengendalian bangkitan tonik-klonik; sedangkan gugus alkil bertalian dengan efek
sedasi, sifat yang terdapat pada mefenition dan barbiturat, tetapi tidak pada fenitoin.
Adanya gugus metil pada atom N3 akan mengubah spektrum aktivitas misalnya
mefenitoin, dan hasil N demetilasi oleh enzim mikrosom hati menghasilkan metabolit
tidak aktif.
1. Farmakodinamik
Bekerjanya terutama pada korteks motoris dimana aktivitas bangkitan
dihambat penyebarannya. Kemungkinan dengan mempercepat pengeluaran Natrium
dari neuron-neuron. Phenytoin cenderung menstabilkan ambang kejang terhadap
kepekaan yang berlebihan yang disebabkan oleh rangsangan berlebihan atau
perubahan-perubahan lingkungan yang dapat mengurangi derajat membran terhadap
Natrium termasuk pengurangan potensiasi pasca tetanik pada sinap. Pengurangan
potensiasi pasca tetanik mencegah fokus bangkitan pada korteks untuk menjalar ke
daerah korteks disekitarnya. Phenytoin mengurangi aktivitas maksimum dari pusat
batang otak yang menyebabkan fase tonik dari bangkitan grand mal (Porter &
Meldrum, 1998).
Fenitoin berefek antikonvulsan tanpa menyebabkan depresi umum susunan
saraf pusat. Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigiditas
deserebrasi. Sifat antikonvulsan fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran
rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel oleh fenitoin
juga terlihat pada saraf tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu
misalnya sel sistem konduksi di jantung. Fenitoin juga mempengaruhi perpindahan
ion melintasi membran sel; dalam hal ini, khususnya dengan menggiatkan pompa
Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan parsial dapat pulih
secara sempurna. Gejala aura sensorik dan gejala prodromal lainnya tidak dapat
dihilangkan secara sempurna oleh fenitoin.
2. Farmakokinetik
2.1 Absorpsi
Absorpsi fenitoin sangat berpengaruh pada formulasi bentuk dosis. Ukuran
partikel dan zat aditif mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi. Absorpsi
natrium fenitoin dari saluran cerna pada sebagian besar pasien hampir
sempurna, meskipun waktu untuk untuk mencapai puncak berkisar antara 3-
12 jam. Absorpsi fenitoin yang diberikan per oral berlangsung lambat,
sesekali tidak lengkap. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600
– 800 mg, dalam dosis terbagi 8 – 12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai
dalam waktu 24 jam. Cara pemberian fenitoin melalui intramuskular tidak
dianjurkan, karena dapat terjadi pengendapan obat dalam otot (yaitu kira-kira
5 hari) sehingga absorpsi tidak dapat diperkirakan.
2.2 Distribusi
Obat ini tinggi berikatan pada protein (85-95%); berkurangnya protein atau
albumin serum menambah kadar fenitoin bebas dalam serum. Pada orang
sehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi
bebas kira-kira 10% sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal, penyakit
hati atau penyakit hepatorenal dan neonatus fraksi bebas rata-rata di atas 5,8 –
12,6 %. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan
lebih lama; tetapi mula kerja lebih lambat daripada fenobarbital.
Fenitoin didistribusi ke berbagai jaringan tubuh dalam kadar yang berbeda-
beda. Setelah suntikan IV, kadar yang terdapat dalam otak, otot skelet dan
jaringan lemak lebih rendah daripada kadar di dalam hati, ginjal dan kelenjar
ludah.
2.3 Metabolisme
Biotramsformasi terutama berlangsung dengan cara hidroksilasi oleh enzim
mikrosom hati. Metabolit utamanya ialah derivat parahidroksifenil. Obat ini
menggunakan enzim P-450 enzim untuk metabolismenya. Biotransformasi
oleh enzim mikrosom hati sudah mengalami kejenuhan pada kadar terapi,
sehingga peninggian dosis akan sangat meningkatkan kadar fenitoin dalam
serum secara tidak proporsional. Oksidasi pada satu gugus fenil sudah
menghilangkan efek antikonvulsinya.
2.4 Ekskresi
Sebagian besar metabolit fenitoin diekskresikan bersama empedu, kemudian
mengalami reabsorpsi dan biotransformasi lanjutan dan diekskresi melalui
ginjal. Di ginjal, metabolit utamanya mengalami sekresi oleh tubuli,
sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsorpsi. Sedangkan dari dosis oral
sekitar 10% diekskresikan bersama tinja dalam bentuk utuh.