Anda di halaman 1dari 10

Manfaat dan Efek Samping Opioid

Aktivasi reseptor opioid menghasilkan analgesic yang mendalam melalui gabungan efek
presynaptic dan postsynaptic. Secara presynaptic, analgesic opioid bekerja pada aferen nociceptive
primer (penghambat saluran kalsium), yang mengakibatkan pelepasan neurotransmitter seperti zat
P dan glutamat yang terlibat dalam transmisi nociceptive. Secara postsnaptical, analgesic opioid
secara langsung menghambat aktifitas neuron postsynaptic dengan cara melemaskan membrane
sel melalui pembukaan saluran potassium. Efek lain dari opioid (missal antitusif, mengurangi
motilitas saluran pencernaan) juga memiliki penggunaan hati-hati yang praktis.
Karena distribusi reseptor opioid yang tersebar luas baik di dalam maupun di luar system
saraf, analgesic opioid juga menghasilkan efek samping yang luas termasuk euphoria, disforia,
sedasi, depresi pernapasan, konstipasi, penekanan system endokrin, gangguan kardiovaskular
(misalnya bradikardia), kejang, mual, untah, pruritus, dan miosis. Meskipun tingkat efek samping
ini mungkin berbeda tiap individu opioid tergantung pada dosis, efek ini secara substansial
mempersempit kesempatan terapi klini untuk mendapatkan terapi opioid yang efektif. Karena efek
samping ini, terutama pada pasien opioid-naïve, selalu lebih baik memulai dengan dosis rendah
dan secara bertahap. Untuk pasien dengan nyeri kronis persisten sedang sampai berat, opioid short-
acting dapat diubah menjadi opioid long-acting dengan keyakinan bahawa opioid long-acting
dapat memberikan sedikit fluktuasi dalam kadar darah analgesik, lebih sedikitefek samping dan
memerlukan dosis yang lebih jarang. Namun ada kontroversi yang sedang berlangsung tentang
manfaat dari formula dosis opioid.

Persyaratan dan Masalah Klinik

Mendefinisikan istilah kunci penting untuk membantu meminimalkan kebingungan dan


mengklarifikasi diskusi tentang pasien yang diberi resep opioid untuk nyeri. Substance misuse
didefinisikan sebagai penggunaan obat apapun dengan cara lain selain bagaimana resep dan
indikasi penggunaannya. Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat atau penggunaan yang tidak
sah yang mengakibatkan kegagalan memenuhi kewajiban atau pola utama masalah hukum, sosial,
dan interpersonal yang disebabkan oleh penggunaan tersebut. Ketergantungan mengacu pada
penggunaan obat secara kompulsif yang mengakibatkan kerugian fisik, sosial, dan psikologis
pengguna. Kecanduan umumnya dipahami sebagai kondisi kronis dengan disfungsi neurobiologis
yang mendasari, yang diyakini dapat bertahan dan ditandai oleh (1) ketidakmampuan untuk secara
konsisten mencegah, (2) gangguan dalam control perilaku, (3) keinginan, (4) mengurangi
pengakuan akan masalah utama dengan perilaku dan hubungan interpersonal seseorang, dan (5)
disfungsional respon emosional.
Physical dependence adalah fenomena umum pada orang yang menggunakan opioid untuk
jangka waktu tertentu. Hal ini ditandai dengan gejala penarikan fisik saat opioid dihentikan.
Tolerance adalah konsekuensi umum pengobatan opioid jangka panjang (walaupun perbedaan
individu dalam toleransi opioid bervariasi) yang diwujudkan dengan kebutuhan untuk
meningkatkan dosis untuk mempertahankan efek yang sama. Physical dependence dan tolerance
keduanya biasa ditemukan di antara pasien yang menggunakan opioid untuk nyeri kronis, dan
kedua fenomena ini tentu saja terkait dengan kecanduan. Aberrant drug-related behavior adalah
perilaku yang meberi kesan adanyan penyalahgunaan zat dan/atau kecanduan. Beberapa dari
perilaku ini termasuk mendapat resep obat dari sumber nonmedis, “meminjam” obat dari orang
lain, menjual resep, mencari resep dari beberapa dokter, memalsukan resep, menyuntikan
formulasi oral, “kehilangan” resep pada banyak kesempatan, memiliki bukti kerusakan fungsi di
tempat kerja, rumah atau di keluarga dan mnolak perubahan terapi meskipun ada bukti psikologis
dan fisik. Daftar istilah dan definisi hal ini disajikan pada tabel 1.
TABLE 1. Definition of Terms
Substance misuse Penggunaan obat apapun dengan cara lain selain bagaimana
hal itu ditunjukkan atau diresepkan
Substance abuse Penggunaan zat apapun bila penggunaan tersebut melanggar
hukum atau bila penggunaan tersebut merugikan pengguna atau pihak lain
Addiction Penyakit neurobiologis primer dan kronik yang ditandai oleh perilaku
yang mencakup satu atau beberapa hal berikut: pengendalian gangguan
penggunaan narkoba, penggunaan kompulsif, penggunaan terus-menerus
meskipun membahayakan, dan mendambakan. Ketergantungan umumnya
dipahami sebagai kondisi kronis dimana pemulihan bisa terjadi; Namun,
disfungsi neurobiologis yang mendasarinya, yang pernah dimanifestasikan,
diyakini bertahan
Physical dependence Keadaan adaptasi yang diwujudkan oleh sindrom
pengunduran diri kelas obat yang dapat diproduksi dengan penghentian tiba-
tiba, pengurangan dosis cepat, atau penurunan tingkat obat dan / atau
pemberian antagonis oleh dokter.
Tolerance Keadaan adaptasi di mana paparan obat menyebabkan perubahan
yang mengakibatkan berkurangnya satu atau lebih efek obat dari waktu ke
waktu.
Aberrant drug-related behavior Perilaku sugestif dari penyalahgunaan zat dan
/ atau gangguan kecanduan. Contohnya adalah menjual obat resep,
pemalsuan resep, pencurian atau "meminjam" obat-obatan dari orang lain,
menyuntikkan formulasi oral, mendapatkan obat resep dari sumber
nonmedis, beberapa episode resep "kehilangan," berulang kali mencari resep
dari dokter lain, bukti kemunduran fungsi Kerja, rumah, keluarga), dan
penolakan berulang terhadap terapi perubahan meskipun ada bukti masalah
fisik dan psikologis
24

Data from the American Academy of Pain Medicine, the American Society of Addiction

25 26
Medicine, and the American Psychiatric Association.
Beberapa penilitian sebelumnya menyarankan bahwa sebagian besar individu yand diberi
resep opioid untuk pengobatan nyeri biasanya tidak berkembang menjadi kecanduan atau
penyalahgunaan. Meskipun kejadian kecanduan yang dilaporkan dari laporan opioid bervariasi.
Sebagain besar pasien yang mendapat terapi opioid jangka panjang mengalami ketergantungan
fisik dan toleransi terhadap pengobatan. Hal ini juga telah disarnkan pada beberapa orang dengan
nyeri kronis yang bermanisfetasi menjadi orang yang memiliki drug-seeking behaviors dengan
penggunaan obat secara berlebihan untuk mencari kelegaan. Konsep ini, yang dikenal sebagai
pseudoaddiction, mengidentifikasi pasien-pasien yang cukup lega dari nyerinya, menghentikan
semua drug-seeking behavior.
Faktor Risiko Peresepan Penyalahgunaan Opioid
Upaya untuk meningkatkan kemampuan professional perawatan kesehatan untuk
mengidentifikasi penyalahgunaan dan pengalihan zat yang dikendalikan telah sangat
direkomendasika oleh departemen kehakiman Amerika Serikat.30 Khususnya, meminta resep dari
beberapa dokter, menggunakan obat terlarang, menghirup atau menyuntikkan obat-obatan,
menjual dan mengalihkan obat resep, dan menggunakan obat dengan cara lain selain penggunaan
yang telah ditetapkan telah diidentifikasi sebagai masalah yang sangat besar. Meskipun perlu
mengidentfikasi penyalgunaan opioid dan membatasi resep yang tidak tepat, tenaga kesehatan juga
kesulitan untuk memberikan penghilang rasa nyeri yang sesuai pada pasien yang mengalami nyeri
sebenarnya.
Ada beberapa masalah yang terkait dengan penggunaan opioid jangka panjang. Beberapa
pasien secara psikologis bergantung pada pengobatan, sementara yang lain mungkin memiliki
tanda-tanda gangguan kognisi, kesulitan dengan kinerja psikomotor dan seiring perjalanan waktu,
perkembangan OIH ada beberapa bukti bahwa opioid dosis tinggi, yang beberapa orang angga
setara dengan morfin setara 180 mg per hari, dapat sangat berbahaya, yang menyebabkan
meningkatnya risiko depresi pernapasan, apnea, dan gangguan pernapasan saat tidur dan dengan
menurunkan efikasi jangka panjang.16 Ada juga bukti penyalahgunaan opioid dini dapat
meningkatkan peluang terjadinya kecanduan, 40 Mendukung kebutuhan akan penilaian risiko dini,
pemantauan yang cermat dan strategi untuk menilai dan memperbaiki kepatuhan bila
diindikasikan.
Ada beberapa faktor yang dapat diidentifikasi yang terkait dengan rendahnya risiko
penyalahgunaan opioid, termasuk usia yang lebih tua, suasanan hati yang stabil, riwayat tingkah
laku yang bertanggung jawab dan tidak terlalu banyak menggunakan obat-obaan dan pada
umumnya dengan cara rasional dan menyenangkan.2 Faktor risiko yang biasanya dikutip dalam
literature terkait dengan penyalahgunaan opioid meliputi (1) riwayat keluarga atau riwayat
penyalhgunaan zat kimia, (2) usia muda, (3) riwayat maslah hukum, (4) sering kontak dengan
individu atau lingkungan beresiko tinggi, (5) riwayat masalah sebelumnya dengan atasan,
keluarga, dan teman, (6) riwayat pengambilan risiko dan perilaku mencari sensasi, (7) merokok
dan secara teratur menggunakan zat lain yang menyebabkan ketergantungan, (8) riwayat depresi
berat atau kecemasan, (9) beberapa penyebab psikososial, (10) riwayat penyalgunaan pada masa
kanak-kanak, dan (11) rehabilitasi obat dan/atau alcohol sebelumnya (tabel 2) Penting untuk
dipahami bahwa faktor penentu penyalahgunaan dan kecanduan opioid dengan pengguna dan
banyak faktor spesifik pasien dapat meningkatkan kerentanan terhadap masalah ini. Faktor-faktor
seperti ciri-ciri kepribadian yang sudah ada sebelumnya. Kecenderungan untuk mengobati diri
sendiri untuk mengurangi gejala, dan keinginan mencari opioid telah diidentifikasi sebagai faktor
individual yang berkontribusi terhadap penyalahgunaan opioid.
2. Risk Factors for

Isu Efek Negatif dan Penggunaan Opioid


Banyak pasien dengan nyeri kronis yang menyertai komorbiditas kejiwaan dinyatakan
sebagai depresi, kecemasan, mudah tersinggung, dan efek negatif.50-53 Juga, survei pasien
dengan nyeri kronis telah mengungkapkan kejadian kekerasan fisik dan seksual yang tinggi dan
trauma anak usia dini. Di antara pasien yang dirawat di pusat nyeri khusus, penelitian
menunjukkan bahwa antara 50% dan 80% pasien dengan nyeri kronis memiliki tanda-tanda
psikopatologi, membuat masalah kejiwaan komorbiditas yang paling umum pada pasien ini.
Dalam sebuah studi survei sebelumnya yang dilakukan oleh Arkinstall Et al, pasien yang diberi
resep opioid ditemukan memiliki prevalensi gangguan mood 50%. Ini juga telah dilaporkan bahwa
dokter lebih cenderung meresepkan opioid untuk nyeri kronis berdasarkan perilaku nyeri dan
meningkatkan tekanan afektif daripada tingkat keparahan nyeri yang dilaporkan sendiri atau
patologi fisik objektif.Lebih jauh lagi, pasien dengan nyeri kronis yang memiliki mayor
Psikopatologi lebih cenderung melaporkan intensitas nyeri yang lebih besar, kecacatan yang
berhubungan dengan nyeri, dan tingkat tekanan emosional yang lebih tinggi terkait dengan nyeri
mereka daripada mereka yang tidak memiliki bukti psikopatologi.
Penelitian lanjut pasien dengan nyeri kronis yang memiliki psikopatologi terkenal telah
mengungkapkan hasil pengobatan yang kurang baik (misalnya, rasa sakit dan kecacatan yang lebih
besar) dibandingkan dengan pasien yang hadir dengan psikopatolitik minimal.
Secara khusus, mereka dengan tingkat kecemasan dan depresi yang tinggi cenderung
memiliki tingkat pengembalian kerja yang jauh lebih buruk 1 tahun setelah cedera dibandingkan
dengan mereka yang tidak memiliki gangguan mood. Satu studi yang menyelidiki efek morfin
intravena menemukan 40% lebih besar. Pengurangan rasa sakit di antara pasien dengan
psikopatologi ringan dibandingkan dengan kelompok yang cocok dengan psikopatologi
mayor.Secara keseluruhan, literatur menunjukkan bahwa pasien dengan rasa sakit kronis dan
tingkat efek negatif yang tinggi kurang mendapat manfaat dari opioid dan perawatan lainnya yang
dirancang untuk mengendalikan rasa sakit mereka dibandingkan Dengan mereka yang memiliki
dampak negatif minimal.
Banyak pasien dengan gangguan afektif juga memiliki kelainan penggunaan obat.
Mengobati gangguan afektif dapat menyebabkan penurunan perilaku penyalahgunaan zat,
walaupun pasien berisiko kambuh. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa pasien dengan
tingkat pengaruh negatif tingkat tinggi 2 sampai 3 kali lebih mungkin menyalahgunakan obat
opioid daripada pasien dengan tingkat rendah. Ditemukan bahwa beberapa pasien
menyalahgunakan obat penghilang rasa sakit opioid mereka untuk meringankan gejala kejiwaan
mereka. Demikian pula, sebuah studi oleh Wasan dkk menunjukkan bahwa gangguan komorbid
dan / atau gangguan kecemasan dikaitkan dengan penyalahgunaan opioid yang lebih besar, bahkan
pada mereka yang tidak memiliki riwayat gangguan penggunaan zat.

Alat Penilaian Risiko


Banyak dokter berjuang dengan memberikan penghilang rasa sakit yang tepat untuk pasien
sambil meminimalkan penyalahgunaan analgesik opioid, dan sebagai tanggapan, upaya terpadu
telah dilakukan untuk mengidentifikasi individu yang berisiko disalahgunakan oleh opioid resep.
Sejumlah organisasi regulasi dan profesional telah mengeluarkan rekomendasi dan Pedoman yang
terkait dengan penggunaan opioid di antara pasien dengan nyeri kronis. Pedoman ini menekankan
pentingnya penilaian risiko opioid sebelum memulai terapi opioid jangka panjang. Selain
mendapatkan riwayat kesehatan menyeluruh, meninjau rekam medis masa lalu, dan melakukan
pemeriksaan medis, penilaian risiko opioid dengan menggunakan alat skrining yang telah
divalidasi harus dilakukan. Tindakan wawancara terstruktur berdasarkan kriteria Diagnostik dan
Statistik Manual Mental Disorders (Edisi Keempat) telah berguna dalam menilai gangguan
kecanduan alkohol dan zat, namun seringkali tindakan ini tidak validasi secara langsung dengan
rasa sakit kronis. Menggunakan tindakan pelecehan zat tradisional meningkatkan kemungkinan
bahwa toleransi dan ketergantungan akan diidentifikasikan bila tidak ada pelecehan. Beberapa alat
yang paling umum direkomendasikan mencakup penilaian screener dan opioid untuk penderita
rasa sakit, alat risiko opioid, skala diagnosis, ketidakmampuan, risiko, dan efektivitas, juga
instrument penyaringan untuk penyalahgunaan zat potensi. Tindakan penilaian berkelanjutan yang
telah divalidasi juga berguna untuk mengidentifikasi penyalahgunaan opioid saat ini (Current
Opioid Misuse Measure dan Opioid Compliance Checklist).
Skor pada salah satu tindakan ini tidak harus menjadi alasan untuk menolak opioid, namun
mengizinkan dokter mengidentifikasi pasien yang memerlukan pemantauan ketat untuk
meminimalkan kemungkinan penyalahgunaan opioid dan kecanduan. Uraian singkat tentang
penilaian dan alat ini disediakan dalam Tabel 3.

TABLE 3. Opioid and Medication Abuse Screening Assessments Tools

Name of questionnaire References Purpose of questionnaire


Screener and Opioid Butler et al,72 2004; 24- Item self-administered screening tool designed to predict aberrant medication-related
Assessment for Patients Butler et al,73 2008; behaviors for patients with chronic pain being considered for long-term opioid therapy.
with Pain e Revised Butler et al,74 2009 Opioid risk cutoff score is 18. The reliability and predictive validity were high
Current Opioid Misuse Butler et al,79 2007; 17-Item self-report assessment developed for identifying patients with chronic pain who are
80
Measure Butler et al, 2010 currently misusing prescription opioids. Opioid risk cutoff score is 9. The reliability and
predictive validity were high

Opioid Risk Tool Webster and 5-Item checklist that allows the physician to determine if a patient will display aberrant drug-
Webster,75 2005; related behaviors. Opioid risk cutoff score is 8

Webster and
Diagnosis, Intractability, Risk, et al,77 2006
Belgrade 76 Predicts the feasibility of long-term opioid treatment for noncancer pain. Also used to pinpoint
Dove, 2007
and Efficacy score beneficial factors, if any, of an individual’s opioid use. Opioid risk cutoff score is 14
Screening Instrument for Coambs et al,78 1996 5-Item self-report screening questionnaire for substance abuse potential intended mostly for

Substance Abuse Potential alcohol abuse

Opioid Compliance Jamison et al,81 2014 12-Item questionnaire developed to assess adherence in patients with chronic pain receiving

Checklist long-term prescription opioids. Five items were found to best predict subsequent aberrant
behaviors based on multivariate logistic regression analyses

Pain Assessment and Passik et al,82 2004 41-Item questionnaire that provides extensive documentation of the patient’s progress and

Documentation Tool objectively monitors the patient’s care. There is no numerical scoring method for this
Prescription Drug Use Compton et al, 83 assessment
2008 42-Item questionnaire used to identify patients who are likely to be nonaddicted, substance

Questionnaire abusing, or substance-dependent


Skrining Toksikologi Urine Sebagai Identifikasi
Layar toksikologi urin sangat berguna dalam menentukan kepatuhan pasien terhadap obat
opioid yang ditentukan. Layar urine immunoassay dapat membantu dalam menentukan apakah
kelas obat tertentu ada dalam urin, namun kromatografi gas / spektrometri massa adalah jenis layar
urin yang paling sensitif dan spesifik dan sangat membantu dalam mengukur obat resep tertentu.
Kromatografi gas / layar spektrometri massa juga membantu dalam menentukan tingkat kreatinin
yang digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyalahgunaan obat / pemalsuan serta
adanya zat ilegal dan / atau tidak adanya obat yang diresepkan. Mendokumentasikan secara
obyektif kepatuhan dengan mendapatkan layar urine untuk setiap pasien yang menerima terapi
opioid di paling tidak direkomendasikan tahunan,
Skrining toksikologi urin secara acak pada pasien dengan nyeri kronis yang telah diberi
resep opioid telah mengungkapkan kejadian abnormal yang tinggi. Dalam sebuah penelitian
terhadap 122 pasien, 43% sampel memiliki hasil yang tidak normal. Studi lain menemukan bahwa
21% pasien penelitian memiliki bukti obat terlarang atau obat tanpa resep walaupun tidak ada
masalah perilaku yang nyata yang telah diamati oleh dokter mereka. Hasil ini direplikasi dalam
sebuah penelitian terhadap 226 pasien dengan nyeri kronis, yang mengungkapkan bahwa 46,5%
sampel yang menggunakan opioid yang diresepkan memiliki hasil tangkapan toksikologi urin yang
abnormal. Penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian risiko saja mungkin tidak selalu
mengidentifikasi pasien yang menyalahgunakan rasa sakit. Obat-obatan dan menggarisbawahi
pentingnya skrining toksikologi urin reguler disertai pengamatan perilaku dan penggabungan
ukuran laporan sendiri. Banyak klinik menggunakan layar urine immunoassay sebagai garis
analisis pertama dan kemudian memperoleh hasil dari kromatografi gas / pengujian spektrometri
massa bila penting untuk mendeteksi tingkat metabolit obat yang spesifik dalam urin. Program
Pemantauan Narkoba Resep Solusi potensial untuk melanjutkan pelecehan, penyalahgunaan, dan
pengalihan opioid terus berlanjut menjadi fokus yang terus berlanjut dalam tindakan peraturan,
hukum, dan pemerintahan. Program pemantauan obat resep (PDMPs), salah satu alat kontrol
pengalihan pertama didirikan, memantau dan menganalisa data resep elektronik yang ditransfer
dari apotek dan praktisi. Program pemantauan obat resep adalah satu segi dari pendekatan
pencegahan universal yang telah diterapkan secara klinis selama beberapa tahun terakhir.
Tindakan pencegahan universal mengasumsikan tingkat risiko untuk setiap pasien dan mencakup
strategi penilaian risiko serta pemantauan pasien yang ketat untuk memulai dan memodifikasi
terapi dengan cara yang aman dan terkontrol. Misalnya, jika pasien diskrining dan dianggap
berisiko lebih tinggi untuk penyalahgunaan opioid, tindak lanjut yang lebih sering dapat
ditunjukkan dan juga menandatangani perjanjian pengobatan opioid, yang memberi resep dosis
opioid lebih sedikit per resep, yang memerlukan pemeriksaan urine sering, menggunakan pil
Menghitung, dan secara teratur memeriksa PDMP. Tujuan dari rencana ini juga mencakup
perluasan PDMP di antara negara-negara bagian dan tujuan untuk mencapai standar konsensus
untuk menentukan opioid.

Intervensi Perikalku Terhadap Ketaatan Penggunaan Opioid


Pasien dengan nyeri kronis yang memiliki bukti ketidakpatuhan dengan opioid resep
terkadang dipecat dari praktik klinis. Menjadi "terawat" karena pasien di klinik tidak optimal
karena pasien ini sering mencari pengobatan di tempat lain dengan pergi ke gawat darurat di rumah
sakit setempat atau terlibat dalam aktivitas ilegal. Sebuah penelitian acak dilakukan untuk menguji
manfaat dari pemantauan ketat dan konseling motivasi perilaku kognitif dalam meningkatkan
kepatuhan dengan penggunaan opioid resep di antara pasien dengan nyeri punggung non-
peningkat yang berisiko tinggi terhadap penyalahgunaan opioid. Hasilnya menunjukkan bahwa
pelatihan kepatuhan dipasangkan dengan pemantauan yang cermat tinggi. Pasien rontok dapat
dimasukkan ke dalam program nyeri multidisiplin.
Selain itu, kepatuhan opioid di antara pasien berisiko tinggi dapat ditingkatkan dengan
pasien berisiko rendah. Studi yang menggembirakan ini mendokumentasikan nilai dan pentingnya
penilaian risiko, sering melakukan pemantauan dengan layar urine bulanan dan daftar periksa
kepatuhan opioid, dan konseling motivasi untuk membantu meningkatkan kepatuhan terhadap
opioid. Komponen tambahan dari percobaan ini adalah berkurangnya jumlah pasien yang
dipulangkan dari perawatan karena perhatian dan tindakan yang diambil di antara pasien yang
rentan terhadap penyalahgunaan opioid resep.
Standar kriteria yang dianjurkan untuk semua pasien yang dipertimbangkan untuk terapi
opioid jangka panjang mencakup penilaian komprehensif dengan riwayat menyeluruh dan
pemeriksaan fisik, perjanjian opioid wajib, dan pemantauan berkala. Bagi pasien yang berisiko
paling besar untuk penyalahgunaan obat mereka, kunjungan yang lebih sering dengan layar
toksikologi urin, penggunaan daftar periksa kepatuhan, konseling motivasi, dan jumlah pil, jika
diindikasikan, akan direkomendasikan. Meskipun risiko penyalahgunaan dan kecanduan opioid
tetap, Fokus yang lebih besar pada skrining risiko dan dokumentasi hasilnya akan membantu
mengurangi penyalahgunaan opioid resep.

Kesimpulan
Rasa sakit kronis adalah masalah kesehatan global multifaset yang memerlukan banyak
cara intervensi. Terlepas dari patologi patologis yang nyata, telah diketahui bahwa komorbiditas
kejiwaan seperti gangguan depresi dan kecemasan secara substansial mempengaruhi intensitas
nyeri, tingkat fungsi, dan hasil rasa sakit. Sesuai dengan peningkatan dramatis resep opioid,
komorbiditas kejiwaan sekarang dikaitkan dengan penyalahgunaan, penyalahgunaan, dan / atau
pengalihan opioid. Banyak penilaian skrining berguna untuk mengevaluasi risiko pasien terhadap
penyalahgunaan opioid. Selain itu, perjanjian terapi opioid, layar toksikologi urin, penggunaan
opioid tamper-resistant, implementasi PDMP, dan intervensi perilaku lainnya telah ditetapkan
untuk memperbaiki opioid.

Anda mungkin juga menyukai