Anda di halaman 1dari 18

Referat

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

Oleh:
Ahmad Rifky Rizaldy, S. Ked 04084821517072
Kartika Luthfiana, S. Ked 04054821618113
Rizkia Retno Dwi Ningrum, S. Ked 04054821618114
Fauzan Ditiaharman, S. Ked 04054821618122
Abdillah Husada, S. Ked 04084821618164

Pembimbing:
dr. Hadrians Kesuma Putra, Sp.OG

BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

oleh:
Ahmad Rifky Rizaldy, S. Ked
Kartika Luthfiana, S. Ked
Rizkia Retno Dwi Ningrum, S. Ked
Fauzan Ditiaharman, S. Ked
Abdillah Husada, S. Ked

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Obstetrik dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang,
Periode 30 Juni – 10 September 2016.

Palembang, Agustus 2016

dr. Hadrians Kesuma Putra, Sp.OG

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan referat yang berjudul
“Pertumbuhan Janin Terhambat”. Referat ini adalah salah satu syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Obstetrik dan
Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
pembuatan referat ini, terutama kepada dr. Hadrians Kesuma Putra, Sp.OG, yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan kepada penulis dalam
proses pembuatan referat ini.
Penulis berharap referat ini dapat digunakan sebagai proses pembelajaran.
Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.

Palembang, Agustus 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I .................................................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................... 3
BAB III ................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) didefinisikan suatu keadaan janin


mempunyai berat badan dibawah batasan tertentu dari umur kehamilannya. Batasan
tertentu untuk PJT inilah yang sampai sekarang sering menjadi perdebatan. Namun,
definisi yang sering digunakan adalah janin yang mempunyai berat badan kurang atau
sama dengan 10 persentil dari kurva berat badan normal (POGI, 2006). Pertumbuhan
Janin Terhambat (PJT) sampai saat ini masih merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas perinatal. Sekitar 2-10% dari kehamilan, berhubungan dengan PJT,
dan 20% dari janin lahir mati mengalami hambatan tumbuh.
Insiden PJT bervariasi di tiap-tiap negara. Kejadian PJT berkisar 4-8% pada
negara maju dan 6-30% pada negara berkembang. Insiden PJT di Indonesia pada
tahun 2004-2005 sekitar 4,4% (Pasaribu,2008). Pertumbuhan janin terhambat
(Intrauterine Growth Restriction, IUGR) merupakan bagian dari sindrom dengan
etiologi multifaktor yang dapat pula didefinisikan sebagai “penurunan laju
pertumbuhan janin yang patologis”, dan sebagai akibatnya adalah janin yang tidak
mencapai pertumbuhan optimal dan oleh karenanya memiliki risiko tinggi mengalami
komplikasi perinatal. Sekitar duapertiga PJT berasal dari kelompok kehamilan risiko
tinggi (seperti hipertensi, perdarahan antepartum, penderita penyakit jantung atau
ginjal, kehamilan multiple, dsb); sedangkan sepertiga lainnya berasal dari kelompok
kehamilan yang tidak diketahui mempunyai risiko
Hal ini perlu menjadi perhatian karena besarnya kecacatan dan kematian yang
terjadi akibat PJT. Pada kasus-kasus PJT yang sangat parah dapat berakibat janin
lahir mati (stillbirth) atau jika bertahan hidup dapat memiliki efek buruk jangka
panjang dalam masa kanak-kanak nantinya. Kasus-kasus PJT dapat muncul,

1
sekalipun sang ibu dalam kondisi sehat, meskipun, faktor-faktor kekurangan nutrisi
dan perokok adalah yang paling sering.
Sekitar 70% kematian akibat PJT dapat dicegah apabila kelainan dapat
dikenali sebelum usia kehamilan 34 minggu. Cara-cara permeriksaan klinis untuk
mendeteksi PJT (misalnya pengukuran tinggi fundus uteri, taksiran berat janin (TBJ),
dsb.) seringkali hasilnya kurang akurat, terutama pada pasien yang gemuk, kelainan
letak janin, dan pada jumlah cairan amnion yang abnormal (oligohidramnion,
polihidramnion). Maka dari itu, diperlukannya pengetahuan yang luas mengenai PJT
sehingga dapat mencegah terjadinya PJT dan mengobati dampak buruk dari PJT pada
bayi.

2
BAB II
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

2.1 Pertumbuhan Janin Normal


Pertumbuhan janin manusia dicirikan oleh proses pertumbuhan jaringan
dan organ, diferensiasi, dan maturasi yang berkesinambungan. Perkembangan
ditentukan oleh penyediaan substrat oleh ibu, pengaliran substrat tersebut oleh
plasenta, dan potensi pertumbuhan janin yang dipengaruhi genom. Steer
(1998) telah merangkum dampak potensial tekanan evolusioner pada
pertumbuhan janin manusia. Pada manusia, terjadi peningkatan konflik antara
kebutuhan untuk berjalan-memerlukan panggul yang sempit-dan kebutuhan
untuk berpikir-membutuhkan otak yang besar. Manusia mengatasi ini dengan
kemampuannya membatasi pertumbuhan terus berlanjut selama berada dalam
kehamilan. Dengan demikian, kemampuan untuk membatasi pertumbuhan
lebih bersifat adaptif dibandingkan patologis.
Lin dan Santolaya-Forgas (1998) telah membagi pertumbuhan sel
menjadi tiga fase berurutan. Fase awal adalah hyperplasia yang terjadi selama
16 minggu pertama dan ditandai dengan peningkatan jumlah sel yang pesat.
Fase kedua, yang berlanjut hingga 32 minggu, meliputi fase hyperplasia dan
hipertrofi selular. Setelah 32 minggu, pertumbuhan janin terjadi melalui
hipertrofi selular dan selama fase inilah penimbunan lemak janin dan glikogen
paling banyak terjadi. Laju pertumbuhan janin yang sesuai selama tiga fase
tersebut yaitu sebesar 5 g/hari pada 15 minggu, 15-20 g/hari pada 20 minggu,
dan 30-35 g/hari pada 34 minggu (Williams dkk., 1982). Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1, terdapat variasi biologis yang sangat besar
dalam kecepatan pertumbuhan janin.
Walaupun banyak faktor terlibat, mekanisme selular dan molekular yang
tepat dalam pertumbuhan janin normal belum dipahami dengan baik. Pada

3
awal kehidupan fetus/janin, faktor penentu utama adalah genom janin, namun
kemudian dalam kehamilan, faktor yang semakin penting adalah lingkungan,
gizi, dan pengaruh hormonal (Holmes dkk., 1998). Misalnya, terdapat bukti
yang cukup bahwa insulin-like growth factor I (IGF-I) dan II (IGF-II)
memiliki peran pengaturan pertumbuhan dan penambahan berat janin (Chiesa
dkk., 2008; Forbes dan Westwood, 2008). Faktor-faktor pertumbuhan ini
diproduksi oleh semua organ fetus sejak awal perkembangan. Faktor-faktor
ini merupakan stimulator-stimulator potensial untuk pembelahan dan
diferensiasi sel.

Gambar 2.1 Peningkatan berat badan janin dalam gram per hari mulai masa kehamilan 24
sampai 42 minggu. Garis hitam mewakili rata-rata dan garis abu-abu menggambarkan standar
deviasi ± 2.
Sejak penemuan gen obesitas dan produk proteinnya, leptin, perhatian
terhadap kadar leptin serum ibu dan janin muncul. Konsentrasi leptin pada
janin meningkat selama dua trimester pertama dan hal ini berpengaruh
terhadap berat badan lahir (Catov, 2007; Sivan, 1998; Tamura, 1998; Mise,
2007; Savvidou dkk., 2006). Faktor angiogenik juga telah dipelajari. Sebagai
contoh, kadar sFlt-1 yang lebih tinggipada 10 hingga 14 minggu berkaitan
dengan bayi yang kecil masa kehamilan (Smith dkk., 2007).
Pertumbuhan janin juga bergantung pada pasokan gas yang adekuat.
Kelebihan maupun kekurangan ketersediaan glukosa pada ibu memengaruhi
pertumbuhan janin. Glikemia yang berlebihan akan menyebabkan

4
makrosomia, sedangkan kadar glukosa yang kurang menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat. Sebuah kelompok studi penelitian kooperatif
Hyperglicemia and Adverse Pregnancy Outcome/HAPO menemukan bahwa
peningkatan kadar c-peptida pada tali pusat, yang mencerminkan
hiperinsulinemia pada janin, menyebabkan peningkatan berat badan lahir
bahkan pada perempuan dengan kadar glukosa maternal di ambang batas
diabetes.
Terdapat sedikit informasi mengenai transfer fisiologis bahan gizi
lainnya dari ibu ke janin, seperti asam amino dan lipid. Ronzoni dkk., (1999)
meneliti konsentrasi asam amino ibu-janin pada 26 kehamilan normal. Para
peneliti ini melaporkan bahwa kenaikan kadar asam amino pada ibu
menyebabkan peningkatan kadar asam amino pada janin. Pada janin yang
pertumbuhannya terhambat juga dijumpai gangguan asam amino yang mirip
dengan kondisi perubahan biokimia ketika terjadi kekurangan protein
pascanatal (Economides dkk., 1989). Dalam sebuah penelitian pada 38 janin
dengan pertumbuhannya terhambat, Jones dkk., (1999) menemukan gangguan
penggunaan trigliserida dalam sirkulasi seiring dengan penipisan lemak
perifer.

2.2 Definisi Pertumbuhan Janin Terhambat


Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan
kurang dari 10 persentil, atau lingkar perut kurang dari 5 persentil atau FL/AC
> 24. Hal tersebut dapat disebabkan oleh karena berkurangnya perfusi
plasenta, kelainan kromosom, faktor lingkungan atau infeksi. Penentuan PJT
juga dapat secara USG di mana biometri tidak berkembang secara bermakna
setelah 2 minggu.
Wathen et al. mengartikan PJT sebagai berat badan lahir di bawah
persentil tepat (nilai 2 S.D. di bawah rata-rata nasional pada sebagian usia
kehamilan). Pengertian ini seringkali dikombinasikan dengan Kecil Masa

5
Kehamilan (KMK) dan tidak hanya termasuk janin dengan PJT karena
insufisiensi plasenta, tetapi juga janin dengan potensi genetik pertumbuhan
yang rendah tetapi janin juga dengan potensial pertumbuhan genetik yang
lebih rendah tetapi yang sehat tanpa malnutrisi atau hipoksia.
Batasan yang diajukan oleh Lubchenco (1963) adalah bahwa setiap
bayi yang berat badan lahirnya sama dengan atau lebih rendah dari presentil
ke-10 untuk masa kehamilan pada Denver Intrauterine Growth Curves adalah
bayi SGA. Ini dapat terjadi pada bayi yang prematur, matur, ataupun
postmatur.
Sampai saat ini masalah PJT masih merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas perinatal. Sekitar 3-10% dari kehamilan
berhubungan dengan PJT, dan 20% dari janin lahir mati mengalami hambatan
tumbuh. Insiden PJT bervariasi di tiap-tiap Negara, menurut survei UNICEF,
di india kejadian PJT berkisar antara 25-30%. Kejadian PJT berkisar 4-8%
pada Negara maju dan 6-30% pada Negara berkembang. Insiden PJT di
Indonesia pada tahun 2004-2005 sekitar 4,4%.

2.3 Klasifikasi Pertumbuhan Janin Terhambat


Pertumbuhan Janin Terhambat dapat diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006) :
a. Tipe Simetris
Gambaran pertumbuhan janin berupa pengurangan ukuran organ-
organ janin yang sifatnya menyeluruh, ukuran badannya secara proporsional
kecil, gangguan pertumbuhan janin terjadi sebelum umur kehamilan 20
minggu, sering disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi.
Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada awal
kehamilan, saat hiperplasia (biasanya karena kelainan kromosom atau
infeksi), akan menyebabkan PJT simetris. Jumlah sel berkurang dan secara
permanen akan menghambat pertumbuhan janin dan prognosisnya jelek.

6
Penampilan klinisnya proporsinya tampak normal karena berat dan
panjangnya sama-sama tergangnggu, sehingga ponderal indeksnya normal
b. Tipe Asimetris
Gangguan pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III,
ukuran badannya tidak proporsional, sering disebabkan oleh insufisiensi
plasenta.Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada saat
kehamilan lanjut, saat hipertrofi (biasanya gangguan fungsi plasenta, misalnya
preeklamsia), akan menyebabkan ukuran selnya berkurang, menyebabkan PJT
yang asimetris yang prognosisnya lebih baik. Lingkaran perutnya kecil,
skeletal dan kepala normal, ponderal indeksnya abnormal cenderung
meningkat.
c. Tipe intermediate
Janin pada awalnya simetris tetapi kemudian menjadi asimetris pada
akhir kehamilan, hal ini disebabkan adanya pengurangan jumlah dan ukuran
sel akibat malnutrisi pada fase hiperplasi dan hipertropi.
Beberapa peneliti lebih menyukai klasifikasi etiologi janin kecil dan
membagi mereka dalam kelompok sebagai berikut:
1. IUGR intrinsik. Janin-janin ini kecil karena kondisi janin, seperti infeksi
intrauterin atau kelainan kromosom,
2. IUGR ekstrinsik. Gagalnya pertumbuhan karena pengaruh luar janin seperti
keadaan plasenta atau penyakit ibu,
3. IUGR kombinasi. Pada pasien-pasien ini terdapat baik faktor intrinsik
maupun ekstrinsik yang berhubungan dengan gagalnya pertumbuhan,
4. IUGR idiopatik. Penyebab kegagalan pertumbuhan janin tidak diketahui.

2.4 Faktor Risiko Pertumbuhan Janin Terhambat


Kecurigaan akan PJT ditegakkan berdasarkan pengamatan faktor-
faktor risiko dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dengan umur
kehamilannya. Tetapi kurang akuratnya pemeriksaan klinis dalam

7
meramalkan kejadian PJT pada umumnya disebabkan oleh (Himpunan
Fetomaternal POGI, 2006):
1. Kesalahan dalam menentukan umur kehamilan,
2. Kesalahan dalam cara pengukuran tinggi fundus uteri,
3. Adanya fenomena trimester terakhir, yaitu bayi-bayi yang tersangka PJT
pada kehamilan 28-34 minggu, kemudian menunjukkan pertumbuhan yang
cepat pada kehamilan 36-39 minggu.
Faktor Risiko Pertumbuhan Janin Terhambat yang lain antara lain
(Himpunan Fetomaternal POGI, 2006):
1. Lingkungan Sosioekonomi rendah
2. Riwayat PJT dalam keluarga
3. Riwayat Obstetri yang buruk
4. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan rendah
5. Komplikasi obstetrik dalam kehamilan
6. Komplikasi medik dalam kehamilan
Faktor-faktor risiko yang terdeteksi sebelum kehamilan (Himpunan
Fetomaternal POGI, 2006):
1. Riwayat PJT sebelumnya
2. Riwayat penyakit kronis (penyakit paru/jantung kronis/kurang gizi)
3. Riwayat APS (Antiphospholipid syndrome). Dua golongan antibodi
antifosfolipid telah dikaitkan dengan pertumbuhan janin terhambat, yaitu
antibody kardiolipin dan antikoagulan lupus. Hasil kehamilan pada wanita
dengan antibody ini seringkali buruk, dan mungkin juga menimbulkan
preeclampsia awitan dini dan kematian janin trimester kedua atau ketiga.
Mekanisme patofosiologis pada janin disebabkan oleh agregasi trombosit
pada ibu dan thrombosis plasenta. Antibodi ini juga dapat dicurigai pada
wanita yang mengalami kematian janin trimester kedua berulang atau
pertumbuhan janin terhambat awitan dini, khususnya jika disertai oleh
penyakit hipertensif berat.

8
4. Hipoksia maternal. Jika terpajan pada lingkungan yang hipoksik secara
kronis, beberapa janin mengalami penurunan berat badan yang
signifikan.Misalkan, janin dari wanita yang tinggal di dataran tinggi biasanya
mempunyai berat badan lebih rendah daripada mereka yang dilahirkan ibu
yang tinggal di dataran rendah. Bisa juga karena anemia berat dekarenakan
gangguan siklus uteroplasenter sehungga pasokan oksigen ikut berkurang
5. Indeks Massa Tubuh rendah.
Faktor-faktor risiko yang terdeteksi selama kehamilan: (Himpunan
Fetomaternal POGI, 2006):
1. Perdarahan pervaginam
2. Kelainan plasenta. Menggunakan sebuah analisa plot Bland-Altman,
pengukuran aksis panjang, aksis pendek dan keliling plasenta yang diperoleh
secara manual dan digital menunjukkan korelasi tertutup (r=0.70, 0.70 dan
0.83, respektif). Skor z berat lahir berkorelasi signifikan dengan skor z berat
plasenta (r=0.59, p<0.001) dan skor z keliling plasenta digital (r=0.40,
p<0.001). Rasio berat lahir : berat plasenta adalah 7.20 rasio berat lahir :
keliling plasenta=64.57 g/cm, didapat hasil berat lahir berkorelasi kuat dengan
batasan berat plasenta dan keliling plasenta.
3. Partus prematurus
4. Kehamilan ganda. Hambatan pertumbuhan dilaporkan terjadi pada 10-50%
bayi kembar
5. Kurangnya pertambahan berat badan selama kehamilan (< 7 kg). Wanita
yang bertubuh kecil biasanya mempunyai bayi yang lebih kecil.Jika seorang
wanita memulai kehamilan dengan berat badan kurang dari 50 kg, risiko
melahirkan bayi kecil untuk masa kehamilan meningkat sekurang-kurangnya
dua kali lipat.juga melaporkan bahwa berkurangnya pertumbuhan intrauterine
sang ibu merupakan faktor risiko hambatan pertumbuhan intrauterine untuk
anak-anaknya.

9
2.5 Gejala Klinis Pertumbuhan Janin Terhambat
Suspek PJT jika terdapat satu atau lebih tanda-tanda PJT dibawah ini:
(Himpunan Fetomaternal POGI, 2006):
1. TFU 3 cm atau lebih di bawah normal
2. Pertambahan berat badan < 5 kg pada uk 24 mgg atau < 8 kg pada umur
kehamilan 32 minggu (untuk ibu dengan BMI < 30)
3. Estimasi berat badan < 10 persentil
4. HC/AC > 1
5. AFI 5 cm atau kurang
6. Sebelum usia kehamilan 34 minggu plasenta grade 3
7. Ibu merasa gerakan janin berkurang

2.6 Pencegahan Pertumbuhan Janin Terhambat


Pencegahan PJT idealnya dimulai sejak sebelum terjadinya konsepsi
dengan mengoptimalkan kondisi kesehatan ibu, pengobatan, dan gizi.
Berhenti merokok sangat dianjurkan. Faktor risiko lain yang mengacu pada
kondisi ibu, seperti profilaksis antimalarial bagi perempuan yang tinggal di
daerah endemik dan koreksi defisiensi gizi.
Selama kehamilan dini, penentuan masa permulaan kehamilan yang
akurat sangatlah penting. Pada kehamilan yang berisiko misalnya pada
perempuan hipertensi atau dengan riwayat PJT sebelumnya, profilaksis
dengan aspirin dosis rendah pada awal kehamilan telah terbukti mengurangi
kejadian PJT 10 persen.

2.7 Tatalaksana Pertumbuhan Janin Terhambat


PJT pada aterm yang harus dilakukan adalah segera dilahirkan. PJT
pada preterm, kelainan organ harus dicari pada janin ini, dan bila kelainan
kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan cairan ketuban) atau
pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin dianjurkan.

10
a. Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan
kromosom serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi
disertai dengan nutrisi yang baik. Apabila istirahat di rumah tidak dapat
dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin
termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan
janin menggunakan USG setiap 3-4 minggu.
b. Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya
dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya
adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat maka nutrisi harus diperbaiki. Pada
wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan alkohol, maka
semuanya harus dihentikan.
c. Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur.
Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah
komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi
distress janin serta perawatan intensif neonatal segera setelah dilahirkan
sebaiknya dilakukan. Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan
meningkat pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh
insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan.
Pemeriksaan kardiotokografi akan membantu diagnosis adanya
hipoksia janin lanjut berupa deselerasi lambat denyut jantung. Skor fungsi
dinamik janin plasenta yaitu upaya mengukur peran PJT pada profil biofisik
akan membantu menentukan saatnya melakukan terminasi kehamilan.
Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal
(kekurangan oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap
cairan mekonium). PJT yang parah dapat mengakibatkan hipotermia (suhu
tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada umumnya PJT
simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi
yang terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris lebih
dapat “catch-up” pertumbuhan setelah dilahirkan.

11
2.8 Dampak Pertumbuhan Janin Terhambat
Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi
dari pada kehamilan yang normal. Morbiditas perinatal adalah: prematuritas,
oligohidramnion, DJJ yang abnormal, meningkatkan angka SC, asfiksia
intrapartum, skor Apgar yang rendah, hipoglikemia, hipokalsemi, polisitemi,
hiperbilirubinemia, hipotermia, apnea, kejang dan infeksi Mortalitas perinatal
dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk: derajat keparahan PJT, saat
terjadinya PJT, umur kehamilan dan penyebab dari PJT. Makin kecil persentil
berat badannya makin tinggi angka kematian perinatalnya.

12
BAB III
KESIMPULAN

13
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Gary, K. J. Leveno, S. L. Bloom, C. Y. Spong. 2014. Williams


Obstetrics 24th Edition. Newyork: McGraw Hill.
Dorland, W. A. Newman. 2011. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary 32th
Edition. Philadelphia: Saunders.
Figueras, Francesc, J. Gardosi. 2011. Intrauterine Growth Restriction: New Concepts
in Antenatal Surveillance, Diagnosis, and Management. AJOG. Volume 204,
Issue 4, Pages 288–300.
Guyton, AC, Hall, JE. 2016. Textbook of Medical Physiology, 13th Edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Mansjoer, Arif, K. Triyanti, R. Savitri, W. I. Wardhani, W. Setiowulan. 2014. Kapita
Selekta Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: Media Aesculapius.
Militello, Mariapiam, E. M. Pappalardo, S. Ermito, A. Dinatale. 2009. Obstetric
Management of IUGR. J Prenat Med. 3(1): 6–9.
Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Snell, Richard S. 2012. Clinical Anatomy by Regions. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Supono. 1985. Ilmu Kebidanan. Palembang: FK Unsri.

14

Anda mungkin juga menyukai