Laporan Pendahuluan Asma Cici Dan Defria
Laporan Pendahuluan Asma Cici Dan Defria
ASMA BRONKHIAL
DI SUSUN OLEH :
CICI PURNAMA
DEFRIA SUBEKTI
Asma bronkhial adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik( kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan
trakheobronkial yang dapat di akibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. ( asuhan keperawatan pada gangguan sistem
pernapasan , edisi 2 halaman 50)
Asma bronkhial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan (The American Thoracic Society,1992 pada buku asuhan keperawatan
dengan klien gangguan sistem pernapasan halaman 172).
Asma Bronkhial adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh konstriksi yang
dapat pulih dari otot halus bronkial, hipersekresi mukosa, dan inflamasi mukosa serta
edema. Faktor pencetus termasuk alergen, masalah emosi, cuaca dingin, latihan, obat,
kimia, dan infeksi (Doenges,halaman 152).
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stres
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
Asma non alergik( Asma instrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi
terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti I nfeksi saluran pernapasan bagian
atas, atau kegiatan jasmani yang berat, tekanan jiwa atau stres psikologis. Gangguan
asma akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis, yaitu blokade
adrenergik beta dan hiperreaktivitas adrenergik alfa.
3. Asma campuran
Merupakan bentuk asma yang paling sering, dikarateristikkan dengan bentuk kedua
jenis asma alergi dan non alergi.
D. Manifestasi klinik
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.Dan
pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang
bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak
penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan
serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan
penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
Tanpa keluhan.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan,
cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
E. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asthma tipe
alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bilareaksi
dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.
SKEMA PATOFISIOLOGI ASMA BRONKHIAL
Pencetus serangan
(alergen, stres, obat-obatan, infeksi)
Ketidakseimbangan
Obstruksi saluran napas
nutrisi
Hipoventilasi
Distribusi ventilasi tidak merata dengan
sirkulasi darah paru-paru
Kerusakan
pertukaran gas
Hipoksemia
Hiperkapnea
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang
bronkus.
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug.
Pemeriksaan darah.
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal..
5. ScanningParu
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator.Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma.
Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri
tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
G. Penatalaksanaan
Fiseoterapi dada
Untuk mempermudah pengeluaran sekret, bisa dilakukan dengan postural drainase,
perkusi dan fibrasi dada.
2.Pengobatan farmakologi
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
2. Santin (teofilin)
Nama obat :
Aminofilin (Amicam supp)
Aminofilin (Euphilin Retard)
Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh
darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
3. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama
anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma
yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
4. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat
ini adalah dapat diberikan secara oral.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA BRONKHIAL
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/Istirahat
2. Sirkulasi
3.Integritas Ego
4.Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah.
Nafsu makan buruk
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
Tanda : Turgor kulit buruk
Edema dependen
Berkeringat
Penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan.
5.Hygiene
Gejala : Nafas pendek khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit
nafas, rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas.
Lapar udara kronis
Batuk menetap dengan produksi sputum.
Tanda : Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang.
Penggunaan otot bantu pernafasan misal : meninggikan bahu, retraksi fosa
supraklavikula, melebarkan hidung
Dada : terlihat hiperinflasi dengan peningkatan diameter AP, gerakan diafragma
minimal.
Bunyi nafas : mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas.
Perkusi : bunyi pekak pada paru.
7.Keamanan
8.Seksualitas
9.Interaksi Sosial
10.Penyuluhan/pembelajaran
Tujuan Pemulangan
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes (2000), diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan (Asma Bronkhial) adalah sebagai berikut :
Tindakan / Intervensi :
A. Mandiri
(1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronchi.
(2) Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
(3) Pertahankan polusi lingkungan minuman misalnya : debu, asap yang berhubungan
dengan kondisi individu.
(4) Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
(5) Observasi karakteristik batuk misal : menetap, batuk pendek dan basah.
B. kolaborasi
(1) Berikan obat sesuai indikasi.
(2) Berikan humidifikasi tambahan misal : nebulizer ultranik
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekret, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan
alveoli.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Kriteria Hasil : berpatisipasi dalam program pengobatan dalam meningkatkan
kemampuan/situasi.
Tindakan Intervensi :
A. Mandiri
(1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan penggunaan otot aksesoris.
(2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas.
(3) Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
(4) Dorong mengeluarkan sputum.
B. Kolaborasi
(1) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan dengan indikasi.
(2) Awasi/gambarkan seri GDA.
Tindakan intervensi :
A. Mandiri
(1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.
(2) Auskultasi bising usus.
(3) Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
(4) Hindari makanan sangat panas atau sangat dingin.
(5) Timbang berat badan sesuai indikasi.
B. Kolaborasi
(1) Konsultasi ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah
dicerna.
(2) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
4.Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama dan imunitas.
Tujuan : Menyatakan pemahaman penyebab/faktor resiko individu.
Kriteria Hasil : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko
infeksi. Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang aman.
Tindakan Intervensi :
A. Mandiri
(1) Observasi suhu tubuh klien.
(2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, dan masukan cairan adekuat.
(3) Observasi warna, karakter dan bau sputum.
(d) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
B. Kolaborasi
(1) Dapatkan specimen batuk atau penghisapan sputum pewarnaan kuman gram negatif.
(2) Berikan anti mikrobial sesuai indikasi.
Intervensi :
(1) Jelaskan proses penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk bertanya.
(2) Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
(3) Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan.
(4) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi.
( 5) Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi.
Daftar Pustaka: