Anda di halaman 1dari 25

LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAHSAKIT UMUM DAERAH
SEKARWANGI
KABUPATEN SUKABUMI
NOMOR :445/DIR/SK/366/2016
TENTANG PEDOMAN PELAYAAN ANESTESI
DI RUMAHSAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI
KABUPATEN SUKABUMI

PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan tekhnologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan
agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan mutu kualitas
layanan meruypakan salah satu aspek sangat penting. Rumah sakit sebagai
salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan
harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan
dengan upya tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit dapat
memberikan pelayanan prima bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu
pedoman pelayanan kesehatan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
setiap tindakan yg dilakukan.
Pelayanan anestesia pada hakikatnya harus bisa memeberikan tindakan
medis yang aman, efektif, berperikemanusiaan, berdasarkan ilmu kedokteran
mutakhir dan tekhnologi tepat guna dengan mendayagunakan sumber daya
manusia yang berkompeten dan profesional dalam menggunakan peralatan
dan obat – obatan yang sesuai standar, pedoman dan petunjuk profesi
Anestesiologi dan Terapi Intesif Indonesia
Pelayan Anestesiologi di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan
anestesia/analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan
kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi
jantung paru dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intesif. Jenis
pelayanan yang di berikan oleh setiap Rumah Sakit akan berbeda, tergantung
dari fasilitas, sarana dan sumber daya yang dimiliki oleh rumah sakit. Oleh
sebab itu dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesia di Rumah
Sakit, disusunlah Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan
Terapi intensif di RSUD Sekarwangi

B. Tujuan Pedoman
1. Memberikan pelayanan anetesia. Analgesia dan sedasi secara
berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang menjalani
pembedahan, prosedur medis atau trauma yang menyebabkan rasa nyeri,
kecemasan dan stress psikis lain
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan nafas, pernafasan,
kardiovaskuler dan kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau
ancaman nyawa karena menjalani pembedahan, prosedur medis, trauma,
atau penyakit lain
3. Melakukan reanimasi/resusitasi ( basic, advanced, prolonged life support ),
pada kegawatan mengancam nyawa di manapun pasien berada ( Ruang
gawat darurat, kamar bedah, ruang pulih, ruang terapi intesif/ ICU, dan lain
– lain )
4. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolisme
tubuh pasien yang mengelami gangguan atau ancaman nyawa pada
pembedahan, prosedur medis, trauma atau penyakit lain
5. Menanggulangi masalah nyeri akut di rumas sakit ( nyeri akibat
pembedahan, trauma, maupun nyeri persalinan )
6. Menanggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri membandel ( nyeri kanker
dan penyakit kronik )
7. Memberikan bantuan terapi pernafasan.
C. Ruang Lingkup Pelayanan

1. Pelayanan anestesioligi dan terapi intensif adalah tindakan medis yang


dilakukan dokter spesialis anestesiologi dalam kerja sama tim meliputi
penilaian pra operatif ( pra anestesi ), intra anestesia dan pasca anestesia
serta pelayanan lain sesui bidang anestesiologi antara lain terapi intensif,
gawat darurat dan penatalaksanaan nyeri.

2. Tim pengelola pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tim yang
di pimpin oleh dokter spesialis anestesiologi dengan anggota dokter lain dan
perawat anestesi.
3. Dokter anestesiologi adalah yang telah menyelesaikan pendidikan program
studi dokter spesialis anestesiologi di institusi pendidikan yang di akui atau
lulusan luar negeri yang telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi ( STR )
dan Surat Izin Praktek ( SIP )
4. Perawat anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan
pendidikan dan ilmu keperawatan anestesi.
5. Perawat terlatih adalah perawat yang telah mendapatkan pelatihan
anestesi.
6. Kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan Dokter Specialis Anestesi,
perawat anestesi dan perawat dalam ruang lingkup medis dalam
melaksakan intruksi dokter.
7. Kewenangan klinik adalah proses kredensial pada tenaga kesehatan yang
dilakukan dalam rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan medis
tertentu sesai dengan peraturan intrenal rumah sakit.
8. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat intruksi/ langkah –
langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin
teretentu, berdaasarkan standar kompetensi, standar pelayanan kedokteran
dan pedaoman nasional yang disusun, ditetapkan oleh rumah sakit sesaui
kemampuan rumah sakit dengan memperhatikan sumber daya manusia,
sarana, pra sarana, dan peralatan yang tersedia .
9. Layanan pra anestesia adalah penilaian untuk menentukan status medis pra
anestesia dan pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang
memeperoleh tindakan anestesia.

D. Sasaran
1. Unit pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit.
2. Dokter spesialis anestesiologi.
3. Perawat anestesia/perawat yang telah mendapat pelatihan anestesia.
4. Direktur rumah sakit.
E. Landasan Hukum
1. Permenkes No 519/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Anastesi dan Terapi Intensif
2. Permenkes 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan
Praktik Kedokteran;
3. Undang – Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
4. Permenkes No.209/2008 tentang Pesetujuan Tindakan Kedokteran
5. Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Praktek Kedokteran
6. UU RI No.36/2009 tentang Kesehatan
7. PERDATIN

BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA


Pengembangan sumber daya manusia terdiri dari pemenuhan ketenagaan
(kuantitas) dan peningkatan pengetahuan serta ketrampilan
(kualitas).Program/kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan sumber
daya manusia:
1. Melengkapi jumlah dan kualifikasi tenaga yang diperlukan sesuai
dengan klasifikasi pelayanan di masing-masing rumah sakit.
2. Melakukan diklat teknis fungsional bagi tenaga anestesiologi dan terapi
intensif. Setiap sumber daya manusia yang ada di Instalasi Anestesiologi
dan Terapi Intensif berkewajiban untuk senantiasa meningkatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilannya baik secara mandiri maupun
mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh
lembaga-lembaga yang berwenang dan terakreditasi sesuai ketentuan
peratruran perundang-undangan. Dukungan anggaran yang memadai
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya
manusia secara berkesinambungan sejalan dengan pesatnya
pekembangan ilmu dan tekonologi kedokteran di bidang anestesiologi.

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN

Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit dilaksanakan


dengan pendekatan tim yang terdiri dari dokter spesialis anestesiologi dan/atau
dokter peserta program pendidikan dokter spesialis anestesiologi dan/atau dokter
lain, serta dapat dibantu oleh perawat anestesia/perawat.
Staf Medis Fungsional (SMF) anestesiologi dan terapi intensif dipimpin oleh dokter
spesialis anestesiologi. Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi maka
pimpinan adalah dokter yang bekerja di pelayanan anestesia.
tenaga anastesiologi danterapi intensif di rumahsakit sekarwang terdiri dari:
1. Dokter anastesi
2. Perawat anastesi

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN
Fasilitas Ruang Anastesi Di RSUD Sekarwangi
B. STANDAR FASILITAS
Fasilitas layanan di RSUD sekarwangi meliputi:
1. Layanan anestesia/analgesia di kamar bedah. Layanan anetesia.
2. Analgesia di luar kamar bedah, kamar bersalin, ruang rawat, dan
lainlain.
3. Layanan kedokteran perioperatif
4. Layanan penanggulangan nyeri akut dan kronik
5. Layanan terapi intensif
6. Layann anastesi regional
7. Layanan resusitasi jantung dan otak
8. Layanan gawat darurat
9. Layanan high care/ intermediet care
10. Layanan pasien beresiko tinggi

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

PELAYANAN SEDASI
A. Kebijakan sedasi meliputi :
1. Pelayanan sedasi sedang dan dalam dilakukan oleh dokter spesialis
anestesi atau perawat anestesi yang telah di berikan wewenang/tugas oleh
dokter spesialis anestesi
2. Definisi pelayanan sedasi, sedang dan dalam
a. Layanan sedasi sedang adalah pemberian obat – obatan yang
menyebabkan penurunan kesadaran tetapi masih berespon
terhadap rangsangan verbal dan rangsangan taktil ringan, jalan
ventilasi masih terjaga dengan baik dan fungsi kardiovaskuler
masih terjaga dengan baik. Obat – obatan yang dipakai adalah
obat- obatan yang berefek sedatif
b. Layanan sedasi dalam adalah pemberian obat – obatan yang
menurunkan kesadaran dimana pasien sulit dibangunkan tetapi
masih bisa merespon terhadap rangsangan nyeri berulang, jalan
nafas ventilasi spontan mungkin terganggu, sehingga
memerlukan bantuan untuk mempertahankan kelapangan jalan
nafas dan mempertahankan ventilasi yang adekuat, fungsi
kardiovaskuler biasanya masih terjaga dengan baik.obat – obatan
yang dipakai adalah obat – obatakn yang berefek sedatif.
3. Layanan sedasi diberikan kepada pedriatrik dan pasien dewasa pada
kasusm – kasus :
Endoscopy,Kuratage, Radiognostic, radioterafi, koloneoscopy,
bronkhoscopy, jika diperlukan dan tindakan kedokteran lain yang
memerlukan tindakan sedasi.
4. Pelaksanaan pemberian layanan sedasi yaitu :
Dokter spesialis anestesiologi sebagai DPJP dan perwat anestesi yang
berada dibawah pengawasan DPJP.
5. Layanan sedasi yang diberikan harus memenuhi kebutuhan layanan sedasi
dan disiplin terkait serta sesaui dengan bentuk layanan sedasi yang dimiliki
oleh bagian anestesiologi dan terapi intensif BLUD. RSUD. Sekarwangi
6. Setiap layanan sedasi sedang dan dalam harus memalui proses
penerimaan, penilaian, perencanaan, dan persiapan.
7. Setiap layanan sedasi sedang dan dalam yang dilakaukan oleh spesialis
anestesi sebagai DPJP dan Perawat Anestesi harus melalui proses
komunikasi dan pemberi informasi serta mendapat persetuajan sedasi dari
pasien atau keluarga pasien.
8. Layanan sedasi harus dilakukan pemantauan selama pra sedasi, durante
sedasi, dan pasca sedasi
a. Pada saat pra sedasi dilakukan pematauan terhadap tensi, nadi, rr,
saturasi, dan dilakukan penilaian nyeri ( direkam sebelum sedasi
pada catatan sedasi ).
b. Pada durante sedasi dilakukan pematuan terhadap tensi, nadi, rr,
dan saturasi setiap lima (5) menit, dilakukan penilaian nyeri serta
dilakukan penilaian kedalaman sedasi ( direkam dalam catatan
sedasi )
c. Pasca sedasi dilakukan pemantauan terhadap tensi, nadi, rr, dan
saturasi setiap lima belas ( 15 ) menit sampai stabil dan kembali ke
kondisi awal, dilakukan penilaian nyeri serta dilakukan penilaian
kedalaman sedasi ( direkam dalam catatan sedasi ) .
9. Setiap memberikan pelayanan sedasi harus dipastikan alat :
Ada monitor ekg, oksimetri, tabung oksigen, dan perlengkapannya, treoley
emergency dan obat nalokson
10. Penatalaksanaan jika pasien mengalami syok karena pemberian sedasi
dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan langkah – langkah pengelolaan
pasien syok
11. Setiap layan sedasi harus didokumentasikan didalam rekam medis, dicatat
dalam catatan sedasi
12. Kepala bidang pelayan medik agar memantau pelaksanaan layanan dan
melaporkan hasil kegiatannya kepada direktur medik dan keperawatan
RSUD Sekarwangi.

A. Asesmen Pra Sedasi

Kebijakan : persispan pra sedasi harus dikerjakan oleh dokter spesialis


anestesi atau perawat anestesi yang telah memenuhi syarat secara
profesional dan sesaui dengan standar pelayanan medis segera setelah ada
permintaan dari dokter spesialis terkait :

1. Dokter operator membuat konsulan/ permintaan ke dokter spesialis


anestesi
2. Dokter spesialis anestesi melakukan kunjungan ruangan dan pemeriksaan
fisik, darah rutin dan pemeriksaan penunjang lain yang diperlakukan (
laboratorium, foto thorax, EKG, dan lain – lain ) dan konsultasi ke dokter
spesialis lain atas indikasi.
3. Membuat kesimpulan berupa diagnosis anetesi yang meliputi : identias
pasien, jenis tindakan, indikasi tindakan dan teknik sedasi yang akan
dibersihkan serta status fisik berdasarkan ASA
4. Melakukan informed consent
5. Memerintahkan kepada perawat diruang rawat inap agar :
b. Memuasakan pasien 4 – 6 jam pre sedasi sesuai stautus pasien
c. Memasang infus pemeliharaan semenjak pasien dipuasakan
d. Menghapus kosmetik serta melepas semua protese dan perhiasan
pasien
e. Memberikan obat – obat prmedikasi sesaui perintah
6. 30 menit sebelum tindakan, pasien diantar ke kamar tindakan, serah terima
dari perawat ruangan kepada perawat kamar tindakan disertai dengan
status pasien, usaha keperawatan yang sedang dikerjakan obat dan
perlengkapan sedasi. Persiapan di kamar tindakan meliputi monitor, alat
dan obat yang akan di pakai, alat dan obat emergency
7. Persiapan di kamar tindakan meliputi monitor, alat dan obat yang akan
dipakai, alat dan obat emergency

B. Pedoman Sedasi Sedang dan Dalam


Kebijakan : persiapan pra anestesi harus dikerjakan oleh dokter spesialis
anetesi secara profesional dan sesaui dengan standar pelayanan medis segera
setelah ada permintaan, dari dokter spesialis terkait.
Prosedur :
1. Dokter yang berkepentingan membuat konsulan/ permintaan ke bagian
Anestesiologi dan terapi intesif
2. Dokter spesialis anestesi yang ditunjukan melakukan pemeriksaan
terhadap pasien dan menentukan persiapan yang diperlakukan untuk
sedasi sedang seperti pemerikasaan penunjang dan peralatan monitoring
yang memeprsiapkan obat – obatan dan alat
3. Dokter spesialis anestesi membuat kesimpulan berupa diagnosis anestesi
yang meliputi : identitas pasien, jenis operasi, indikasi operasi dan teknik
anestesi yang akan diberikan sesauai ASA
4. Melakukan infomed consent
5. Menginstruksikan kepada perawat di bagian terkait agar :
a. Memuasakan pasien pra sedaasi dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Cair : air putih, jus buah tanpa bulir, minuman berkarbonasi, teh, kopi
hitam, puasa minimal 2 jam
2) ASI Puasa minimal 4 jam
3) Susu Formula minmal puasa 6 Jam
4) Susu non – human, karena susu non – human mirip dengan
makanan padat dalam waktu pengosongan lambung : jumlah yang
dikonsumsi harus dipertimbangkan saat menentukan jangka waktu
puasa yang sesaui memasang infus pemeliharaan semenjak pasien
dipuasakan. Puasa minimal 6 jam
5) Makanan ringan terdiri dari roti panggang dan air putih. Makanan
yang termasuk dalam makanan gorengan/ berlemak/ daging dapat
memperpanjang waktu pengosongan lambung, baik jumlah maupun
jenis makanan yang dikonsumsi, keduanya harus dipertimbangkan
saat menentukan jangka waktu puasa yang sesaui. Puasa minimal 6
jam
b. Menghapus kosmetik serta melepas semua protese dan perhiasan
pasien
c. Memasang label
d. Memberikan obat – obat prmedikasi sesai perintah
e. 30 menit sebelum operasi, pasien diantar ke ruang tindakan, serah
terima dari perawat ruangan kepada perawat ruang tindakan disertai
dengan status pasien, usaha keperawatan yang sedang dikerjakan,
obat dan perlengkapan anestesi
f. Persiapan di ruang tindakan meliputi persiapan alat, monitor, dan obat
yang akan dipakai serta obat emergency.

C. Pedoman Pasca Sedasi


Kebijkan : Ruang pulih sadar dikelola oleh dokter spesialis anestesi atau
perawat anestesi yang memenuhi syarat dan perawat yang telah mendapat
pelatihan khusus.
Prosedur
1. Serah terima pasien pasca tindakan sedasi disertai laporan seasi lengkap
dengan intruksi dan dokter spesialis anestesi, obat, cairan infus/ darah dan
lain – lain.
2. Pasien diposisikan miring/ terlentang/ lateral sesaui intruksi
3. Pasang monitor, ukuir tanda vital tiap 5 – 10 menit, catat produksi urine
terpasang kateter
4. Pertahankan jalan nafas
5. Beri O2 2 lt/ menit sesaui instruksi dokter spesialis anestesi
6. Pastikan infus/ transfusi berfungsi dengan baik
7. Lakukan penilaian dengan standar aldrete score untuk pasien pasca sedasi
8. Bila aldette score ≥ 8, pasien dikembalikahn ke ruang rawat inap
9. Nilai aldrette score < 8, pasien dirujuk ke ruang instesif
10. Sebelum merujuk ke ruang intesif atau mengembalikan pasien ke ruang
rawat inap, pearwat ruang pulih sadar harus memberi tahu perawat ruang
intensif/ ruangan leawat telepon. Serah terima pasien dari petugas ruang
pulih sadar ke perawat ruang intensif / ruangan disertai dengan rekam
medis beserta intruksi dokter spesialis anestesi dan dokter operator, obat –
obatan, infus/darah, dan hal – hal lain yang perlu di informasikan.
PELAYANAN PRA ANESTESI, PRA INDUKSI

LABORAORIUM DAN PENUNJANG LAIN

a. Pedoman pelayanan Pra Anestesi


Kebijakan : persiapan pra anestesi harus dikerjakan oleh dokter spesialis
Anestesi dan sesaui dengan standar pelayanan medis segera setelah ada
permintaan dari doter spesialis terkait
Prosedur :
1. Dokter operator membuat konsulan/ permintaan ke dokter spesialis
anestesi
2. Dokter spesialis anestesi melakukan kunjungan ruangan dan pemeriksaan
fisik, darah rutin dan pemeriksaan penunjang lain yang diperlakukan (
laboratorium, foto thorax, EKG, dan lain – lain ) dan konsultasi ke dokter
spesialis lain atas indikasi.
3. Membuat kesimpulan berupa diagnosis anetesi yang meliputi : identias
pasien, jenis tindakan, indikasi tindakan dan teknik sedasi yang akan
dibersihkan serta status fisik berdasarkan ASA
4. Melakukan informed consent
5. Memerintahkan kepada perawat diruang rawat inap agar :
a. Memuasakan pasien 4 – 6 jam pre sedasi sesuai stautus pasien
b. Memasang infus pemeliharaan semenjak pasien dipuasakan
c. Menghapus kosmetik serta melepas semua protese dan perhiasan
pasien
d. Memberikan obat – obat prmedikasi sesaui perintah
6. 30 menit sebelum tindakan, pasien diantar ke kamar tindakan, serah terima
dari perawat ruangan kepada perawat kamar tindakan disertai dengan
status pasien, usaha keperawatan yang sedang dikerjakan obat dan
perlengkapan sedasi. Persiapan di kamar tindakan meliputi monitor, alat
dan obat yang akan di pakai, alat dan obat emergency
7. Persiapan di kamar tindakan meliputi monitor, alat dan obat yang akan
dipakai, alat dan obat emergency

b. Pedoman pelayanan Pra Induksi


Kebijakan
1. Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan anestesia dan sedasi harus
memalaui proses penilaian pra induksi
2. DPJP anetesiologi dan perawat anestesi yang sudah dinyatakan kompeten
melakukan penilaian pra induksi
3. Penilaian pra induksi dilakukan sesaat sebelum dilakukan induksi di kamar
bedah
4. Penilaian pra induksi berfokus pada stabilisasi kondisi fisiologis pasien dan
kesiapan menjalani anestesia
5. Pada pembedahan kedaruratan,kunjungan pra anestesia, dan penilaian pra
induksi dapat dilakukan bersamaan dengan persiapan pembedahan pasien
6. Penilaian pra induksi harus tertcatat didalam status anestesi

Prosedur

1. Penilaian pra induksi dilakukan dikamar operasi atau rungan tindakan


2. Penilaian pra induksi dilakukan oleh DPJP Anestesiologi dan Perawat
Anestesi
3. Penilaian pra induksi dilakukan sesaat sebelum induksi
4. Sebelum melakukan penilaian pra induksi bersamaan dengan proses sign
in DPJP Anestesiologi dan Perwat Anestesi meninjau kembali data – data
yang dianggap penting
5. Pengecekan persiapan anetesia sesaui daftar titik kesiapan anestesia
6. Dilakukan penilaian tanda vital pra induksi seperti :
a. Tingkat kesadaran pasien
b. Tekanan darah
c. Frekuensi nadi
d. Frekuensi pernafasan
e. Patensi jalan nafas
f. Suhu
7. Pemberian pre – medikasi
8. Diberikan oksigenisasi melalui sungkup muka
9. Evaluasi kembali efek dari pemberian obat premedikasi terhadap fisiologi,
respon dan jalan nafas pasien
10. Dilakukan proses dokumentasi terhadap seluruh, proses penilaian pra
induksi ke dalam status anestesi
11. Hasil penilaian pra induksi menjadi dasar bagi pengelolaan anestesia
selanjutnya.

c. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya


Pedoman untuk pemeriksaan rutin penunjang rutin penunjang pra anestesia
dapat dilihat pada tabel berikut:
Pemeriksaan Anak ( 0 – 18 tahun )
Rekomendasi Penjelansan
Darah tepi YA Pemeriksaan darah tepi lengkap rutin (Hb,
Hi, Leukosit,hitung jenis, Trombosit )
dilakukan pada usia < 5 tahun, sedangkan
untuk anak > 5 tahun dilakukan atas
indikasi, yaitu pada pasien yang diduga
menderita anemia, pasien dengan penyakit
jantung, ginjal, saluran nafas atau infeksi,
serta tergantgung jenis dan derajat prosedur
operasi
Kimia darah TIDAK Pemeriksaan kimia darah dilakukan bila
terdapat resiko kelaninan ginjal, hati,
endokrin, terapi perioperatif dan pemakaian
obat alternatif
Hemostasis YA Pemeriksaan hemostasis dilakukan pada
pasien dengan riwayat atau kondisi klinis
mengarah pada kelainan koagulasi, akan
menjalani operasi yang dapat menimbulkan
kelainan kogulasi ( seperti cardiopulmonary
by pass ), ketika dibuthkan hemostasis yang
adekuat ( seperti tosilektomi) dan
kemungkinan perdarahan pasca bedah (
seperti operasi saraf )
Urinalisis TIDAK Pemeriksaan rutin dilakukan pada operasi
yang melibatkan manipulasi saluran kemih
dan pasien, dengan gejala infeksi saluran
kemih
Foto TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi
Thoraks
EKG TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi
Fungsi Paru TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi

Pemeriksaan Dewasa ( >18 tahun )


Rekomendasi Penjelasan
Darah tepi TIDAK Pemeriksaan darah tepi lengkap dilakukan
pada pasien dengan penyakit hati, diduga
menderita anemia karena sebab apapun (
perdarahan, defisiensi, dll ) dan kelainan
darah lainnya, serta tergantung jenis dan
derajat prosedur operasi
Kimia darah TIDAK Pemeriksaan kimia darahn hanya dilakukan
pada paseian usia lanjut, adanya kelainan
endokrin kelainan fungsi hati dan ginjal,
pemakaian obat tertentu atau pengobatan
alternatif
Hemostasis TIDAK Pemeriksaan hemostasis dilakukan pada
pasien dengan riwayat kelainan koagulasi,
atau riwayat terbaru yang mengarah pada
kelainan koagulasi, atau sedang memakai
obat antikoagulan, pasien yang memerlukan
antikoagulan pasca bedah, pasien yang
memeliki kelainan hati dan ginjal
Urinalisis TIDAK Pemeriksaan rutin dilakukan pada operasi
yang melibatkan manipulasi saluran kemih
dan pasien dengan gejala infeksi saluran
kemih
Foto thoraks TIDAK Pemeriksaan foto thoraks dilakukan pada
pasien usian > 60 tahun, pasien dengan
tanda dan gejala penyakit kardiopulmonal,
infeksi saluran nafas, riwayat merokok
EKG TIDAK Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien
dengan Diabetes Melitus hipertensi, riwayat
nyeri dada, gagal jantung kongstif, riwayat
merokok, penyakit vaskuler perifer, dan
obesitas, yang tidak memiliki hasil EKG
dalam 1 tahun terakhir tanpa
memperhatikan usia
Selain itu EKG juga dilakukan pada pasien
gejala karidovaskuler periodik atau tanda
dan gejala penyakit jantung tidak stabil, dan
semua pasien dengan usia >40 tahun
Fungsi paru TIDAK Pemeriksaan spirometri dilakukan pada
pasien dengan riwayat merokok atau
dispenu yang akan menjalani operasi by
pass koroner atau abdomen bagian atas,
pasien dengan dispneu tanpa sebab atau
gejala paru yang akan menjalani operasi
leher dan kepala, orthopedi, atau abdomen
bawah, semua pasien yang akan menjalani
reseksi paru dan semua psien usia lanjut
d. Pedoman Puasa Sebelum Menjalani Prosedur Anestesi

Jenis Makanan Periode Puasa Minimal


Cairan bening/ jernih 2 jam
Air Susu Ibu ( ASI ) 4 jam
Susu formula untuk bayi 6 jam
Susu sapi 6 jam
Makanan ringan 6 jam

PELAYANAN INTRA ANESTESI

A. PEDOMAN GENERAL ANESTESI


Kebijakan : penatalaksanaan anestesi umum harus dikerjakan oleh Dokter
Spesialis Anestesi dibantu Perawat anestesi secara legalitas dan profesional
sesuai dengan Pelayanan medis
Prosedur :
1. Persiapan diruang rawat inap sesuai protap, ditambah dengan pemeriksaan
spesifik lain serta konsultasi ke dokter spesialis tertentu bila ada indikasi
2. Serah terima pasien dari perawat ruangan ke perawat ok disertai dengan
catatan medik/asuham keperawatan ( ASKEP ), informed consent, obat/infus
dll.
3. Perispan mesin anestesi, alat monitor, laryngoscope, tang magil. Endo
tracheal tube, orofaringeal/nasofaringeal airway, mesing penghisap lendir,
obat – obat anestesi dan obat – obat emergency
4. Terlentangkan pasien di meja operasi, pasang monitor ukur tanda – tanda
vital, lakukan pemeriksaan fisik ulang dan ajak pasien berdoa
5. Lakukan pre oksigenisai O2 4 – 6 L/menit lewat sungkup muka
6. Induksi dngan obat intra vena atau dengan gas inhalasi yang sesaui dosis
dan kondisi klinis pasien
7. Intubasi oral/nasotrakeal dengan atau tanpa fasilitas pelumpuh otot sesaui
dosis dan kondisi klinis pasien
8. Pemelihatan anetsesia dengan O2 dengn atai tanpa N2O disertai agent
intravena atau agent inhalasi terpilih. Napas spontan atau napas kendali
dengn fasilitas pelumpuh otot
9. Monitor tanda – tanda vital tiap 5 menit, cek posisi ETT dan kedalaman
anetesi secara berkala, monitor balans cairan
10. Menjelang akhir operasi usahakan pasien napas spontan dengan atau tanpa
obat penawar, matikan N2O dan agent inhalasi, beri O2 100 %
11. Napas adekuat, yakin patensi jalan napas yang baik, bisa dilakukan
ekstubasi pipa endotrackhea baik pasien sadar penuh ataupun pasien masih
teranestesi dalam, tergantung kondisi klinis pasien
12. Beri ventilasi dengan O2 6 – 8 l/menit lewat sungkup muka, transfer pasien
ke ruang pulih sadar dalam posisi mantap
13. Pencatatan dan pelaporan
14. Di ruang pulih sadar pasien dirawat dengan posisi mantap, diselimuti hangat,
beri O2 sesaui intruksi, monitor kesadaran dan tanda vital tiap 5 – 10
menitdengan menggunakan kriteria aldrette score
15. Untuk pasien dewasa bila aldrette score ≥ 8 atau pada pasien anak bila
steward score ≥ 5 dengan respirasi tidak 0, pasien dikembalikan ke ruang
rawat inap
16. Bila aldrette score < 8 atau Steward Score < 5 pasien di rujuk ke ruang
intesif.

B. PEDOMAN REGIONAL ANESTESI


1. Pedoman Anestesi Spinal
Kebijakan : Anestesi regional hanya boleh dikerjakan oleh dokter spesialis
anestesi yang memenuhi standar profesional dengan standar pelayanan
medis, pengerjaanya harus mengacu asas septik/ aseptik
Prosedur :
a. Persiapan di ruang rawat inap seperti halnya persiapan untuk anestesi
umum
b. Serah terima pasien dari perawat ruangan rawat inap ke perawat OK
disertai dengan catatan medik, askep, infomed consent, obat/cairan infus
dan lainnya.
c. Persiapan alat dan obat anestesi umum, mesin anestesi, monitor serta
alat/obat emergency
d. Persiapan kit anestesi spinal yang berisi : doek steril, kassa steril, sarung
tangan steril, betadin, alkhol 70%, jarum spinal sesaui ukuran, spuit
injeksi, obat anesteli lokal terpilih
e. Terlentangkapn pasien di meja operasi, pasang monitor ukur tanda –
tanda vital, lakukan pemeriksaan fisik ulang
f. Berikan preload cairal RL 15 cc/Kg BB cepat bila perlu
g. Atur pasien duduk atau miring ke kiri atau ke kanan
h. Disinfeksi daerah lumbo sakral dengan betadine – alkohol
i. Pasang doek steril
j. Insersi jarum spinal pada daerah lumbal yang diinginkan
k. Setelah terasa masuk ke ruang sub arachnoid, lepas madrin yakinkan
LCS keluar dengan lancar
l. Masukan obat anestesi lokal terpilih dengan atau tanpa ajuvan
m. Selama penyuntikan, sesekali lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa
posisi jarum masih di ruang sub arachnoid
n. Terlentangkan pasien, atur semi fowler dengan bantal
o. Beri O2 2 l/menit
p. Lakukan test ketinggian level block
q. Monitor tanda vital tiap 2 menit untuk 20 menit pertama, lalu tiap 5 menit
untuk selanjutnya
r. Antisipasi efek yang timbul
s. Pencatatan dan pelapor
t. Di ruang pulih sadar pasien dirawat dengan posisi fowler, beri O2 2 – 3
l/menit monitor, tanda vital tiap 5 menit, monitor blok syaraf dengan
bromage score
u. Tanda vital stabil bromage score ≤ 2, tidak ada efek samping lain pasien
dipindah ke ruang rawat inap, kondisisebaliknya pasien di rujuk ke ruang
intesif

2. Pedoman Anestesi Efidural


Kebijakan : Anestesi regional hanya boleh dikerjakan oleh dokter spesialis
anestesi yang memenuhi standar profesional, standar pelayanan medis,
pengerjaanya harus mengacu asas septik/aseptik
Prosedur :
a. Persiapan di ruang rawat inap seperti halnya persiapan untuk anestesi
umum
b. Serah terima pasien dari perawat d ruangan rawat inap ke perawat OK
disertai dengan catatan medik, askep, infomed consent, obat/cairan infus
dan lainnya.
c. Persiapan alat dan obat anestesi umum, mesin anestesi, monitor serta
alat/obat emergency
d. Persiapan kit anestesi spinal yang berisi : doek steril, kassa steril, sarung
tangan steril, betadin, alkhol 70%, jarum efidural sesaui ukuran, spuit
injeksi, obat anesteli lokal terpilih
e. Terlentangkapn pasien di meja operasi, pasang monitor ukur tanda –
tanda vital, lakukan pemeriksaan fisik ulang
f. Berikan preload cairal RL 15 cc/Kg BB cepat bila perlu
g. Atur pasien duduk atau miring ke kiri atau ke kanan
h. Disinfeksi daerah lumbo sakral dengan betadine – alkohol
i. Pasang doek steril
j. Insersi jatum epidural pda daerah vertebrae yang diinginkan
k. Setelah terasa masuk ke rongga efidural ( ditandai dengan “loss of
resistance “)
l. Insersi cateter ( jika ingin menggunakan kontinous epidural ), dilakukan
tes dengan lidocaine + adrenaline sesaui dosis, jika tidak mengunakan
kateter, maka obat anestesi local langsung dimasukan.
m. Lakukan fiksasi kateter efidural dengen plester yang sesaui
n. Masukan obat anestesi loka terpilih dengan atau tanpa ajuvan
o. Terlentangkan pasien, atur posisi semi fowler dengan bantal
p. Beri O2 2 L/menit
q. Lakukan tes ketinggian level block
r. Monitor tanda – tanda vital tiap 2 menit untuk 20 menit pertama, lalu tiap
5 menit untuk selanjutnya
s. Antisipasi efek samping yang timbul
t. Pencatatan dan pelaporan
u. Di ruang pulih sadar pasien dirawat dengan posisi fowler, beri O2 2 – 3
l/menit monitor, tanda vital tiap 5 menit, monitor blok syaraf dengan
bromage score
v. Tanda vital stabil bromage score ≤ 2, tidak ada efek samping lain pasien
dipindah ke ruang rawat inap, kondisisebaliknya pasien di rujuk ke ruang
intesif
w. Penggunan kontinous epidural dapat dilakukan dengan berbagai cara (
syring pump, syaring injektor, penyuntikan intemiten) sesaio kondisi
pasien disertai pemantauan tanda – tanda vital
x. Setelah penggunaan analgetik efidural dianggap cukup, kateter epidural
dicabut dengan peralatan steril, maksimal 1 minggu pemasangan.

PELAYANAN PASCA ANESTESI

Kebijkan : ruang pulih sadar dikelola oleh dokter spesialis anestesi atau perawat
anestesi yang memenuhi syarat dan perawat yang telah mendapat pelatihan
khusus

Prosedur
1. Serah terima pasien pasca bedah – anestesi disertai laporan anestesi
lengkap dengan intruksi dari dokter spesialis anesteis, obat, cairan infus /
darah dan lain – lain
2. Pasien diposisikan miring/ terlentang /lateral sesaui intruksi
3. Pasang monitor, ukur tanda vital tiap 5-10 menit, catat produksi urine
4. Pertahankan jalan napas
5. Beri O2 2 L/menit sesaui intruksi dokter spesialis anestesi
6. Pastikan infus/transfusi, DC, drain, NGT dll berfungsi dengan baik
7. Lakukan penilaian dengan standar Aldrette Score untuk pasien pasca
anestesi umum dan bromage score untuk pasien anestesi regional
8. Bila aldrette score ≥ 8, steward score ≥5 atau bromage score ≤ 2 pasien
dikembalikan ke ruang rawat inap
9. Nilai aldrette score < 8 atau stewar score < 5 atau tetap respirasi 0, pasien
di rujuk ke ruang intensif
10. Sebelum merujuk k ruang intensif atau mengembalikan pasien ke ruang
rawat inap, perawat uang pulih sadar harus memberi tahu dahulu kepada
perawat intensif atau perawat ruang rawat inap melalui telepon
11. Serah terima pasien dari perawat ruang pulih sadar ke perawat
intensif/ruangan disertai dengan rekam medik beserta intruksi dokter
spesialis anestesi dan dokter operator, obat – obatan, infus/darah, dan hal
hal lain yang perlu di informasikan.

Kriteria Pemulihan Pasca Anestesi :


A. Alderete Score :

Sirkulasi Tekanan sistolik 20 % dari pre Skor 2


oprasi
Tekanan sistolik 20% - 50 % dari Skor 1
pre oprasi
Tekanan sistolik . 50 % dari pre Skor 0
oprasi
Kesadaran Sadar Penuh Skor 2
Bangun jika dipanggil Skor 1
Belum respon Skor 0
Respirasi Mampu bernafas dan batuk Skor 2
Sesak atau bernafas dengan Skor 1
periode apnoe
Apnoe Skor 0
Warna kulit Merah jambu Skor 2
Pucat Skor 1
Sianosis Skor 0
Ektremitas Gerak anggota badan Skor 2
Gerak tak bertujuan Skor 1
Diam Skor 0
Bila score ≥ 8 tanpa nilai 0, dapat pindah ke ruangan

B. Steward Score ( Anak – Anak )

Kesadaran Sadar Penuh Skor 2


Bangun jika dipanggil Skor 1
Belum respon Skor 0
Respirasi Batuk/ Menangis Skor 2
Berusaha bernafas Skor 1
Perlu bantuan bernafas Skor 0
Aktifitas Gerak beraturan Skor 2
Gerak tak bertujuan Skor 1
Diam Skor 0
Bila score ≥ 5, dapat di pindah ke ruangan

C. Bromage score ( Blok perifer )

Aktivitas motorik Gerakan penuh tungkai Skor 0


Tak mampu ekstensi tungkai Skor 1
Tak mampu fleksi lutut Skor 2
Tak mampu fleksi pergelangan Skor 3
kaki
Bila score ≤ 2, dapat pindah ke ruangan

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN OLEH TIM ANESTESI


Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal, anestesiologis
bertanggung jawab terhadap hal-hal berikut :
1. Manajemen kepegawaian
Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan dokter dan
non dokter yang kompeten dan berkualitas dalam memberikan pelayanan
anestesi kepada setiap pasien
2. Evaluasi pre anestesi
b. Suatu evaluaasi pre anestesi memungkinkan terwujudnya
perencanaan anestesi yang baik, dimna perencanaan tersebut
mempertimbangkan kondisi dan penyakit pasien yang dapat
mempengaruhi tindakan anestesi
c. Meskipun petugas non dokter dapat berkontribusi dalam
pengumpulan dan pencatatan data pre operatif pasien,
anestesiologislah yang memegang tanggung jawab terhadap
evaluasi keseluruhan pasien
3. Perencanaan tindakan
a. Anestesiologis bertanggung jawab dalam menyusun rencana
tindakan anestesi yang bertujuan untuk mewujudkan kualitas
pelayanan pasien yang terbaik dan tercapainya keselamatan pasien
dengan optimal
b. Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika
kondisi pasien memungkinkan) mengenai resiko tindakan anestesi,
keuntungan dan alternative yang ada dan memperoleh izin
persetukuan tindakan (INFORM CONSENT)
c. Ketika terdapat situasi dimana suatu bagian dari layanan anestesi
akan dilakukan oleh petugas anestesi yang berkompeten lainnya,
spesialis anestesi harus memberitahukaan kepada pasien bahwa,
pendelegasiantudas ini merupakan termasuk dalam pelayanan
anestesi oleh tim anestesi
4. Manajemen tindakan
a. Manajemen tindakan anestesi tergantung pada banyak factor,
termasuk kondisi medis setiap pasien dan prosedur yang akan
dilakukan
b. Anestesiologis harus menentukan tugas perioperative mana yang
dapat didelegasikan
c. Anestesiologis dapat mendelegasikan tuga s spesipik kepada
petugas non dokter yang tergabung dalam tim anestesi, dengan
syarat kualitas pelyanan pasien keselamatan pasien tetap terjaga
dengan baik, tetap berpartisipasi dalam bagian-bagian penting dalam
anestesi dan siap sedia untuk menanganai situaasi emergenci dengan
cepat
5. Perawatan pasca anestesi
a. Perawatan pasca anestesi rutin didelegasikan kepada perawat pasca
anestesi,
b. Evaluasi dan tatalaksana pasca anestesi merupakan tanggung jawab
anestesiologis
6. Konsultasi anestesi
Seperti jenis konsultasi lainnya tidak dapat didelegasikan kepada non
dokter.

B. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN DALAM PENGGUNAAN SEDASI


RINGAN DAN SEDANG OLEH PERAWAT DAN ASISTEN ANESTESI
1. Dokter yang mengawasi bertanggunjawab akan semua aspek yang
terlibat selama perawatan pasien
2. Saat pasien di sedasi, dokter yang bertanggung jawab harus hadir/
mendampingi di ruang tindakan
3. Perktisi yang melakukan sedasi harus terlatihdengan baik dalam
mengevaluasi pasien sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan
terdapat peningkatan resiko anastesi .
4. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperoleh praktisi untuk
menolak berpartisipasi daalam kasus-kasus tertentu, jika mereka merasa
tidak kompeten dalam melakukan suatu tindakan anestesi dan terdapat
kemungkinan dapat membahayakan pasien atau menurunkan kualitas
pelayanan pasien
5. Dokter yang mengawasi bertanggung jawab memimpin timnya dalam
situasi emergensi di mana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk
manajemen jalan napas
6. Sertifikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus di
miliki oleh praktisi yang melakukan sedasi/ anastesi dan dokter non
anastesi yang mengawasi

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:


1. Untuk alat-alat yang menggunakan listrik harus memakai arde dan stabilisator.
2. Dalam melakukan pelayanan harus memakai pelindung sesuai Pedoman
Pencegahan dan pengendalian infeksi
3. Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material harus sesuai
dengan ketentuan yang mengacu pada keselamatanasien.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kegiatan evaluasi terdiri dari :


1. Evaluasi internal:
Rapat audit berupa pertemuan tim anestesia yang membahas permasalahan
layanan (termasuk informed consent, keluhan pasien, komplikasi tindakan,
efisiensi dan efektifitas layanan). Audit medik dilakukan secara berkala untuk
menilai kinerja keseluruhan pelayanan anestesia oleh komite medik.
2. Evaluasi eksternal:
Lulus akreditasi rumah sakit (Standar Pelayanan Anestesiologi dan Terapi
intensif di Rumah Sakit) pada 16 layanan.
3. Evaluasi Standar Prosedur Operasional Pelayanan Anestesiologi dan Terapi
intensif di Rumah Sakit dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan.

BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Anestesiologi di Rumah Sakit ini hendaknya dijadikan


acuan bagi rumah sakit dalam pengelolaan penyelenggaraan dan penyusunan
standar prosedur operasional pelayanan anestesiologi di masing – masing rumah
sakit
Dibutuhkan dukungan dari semua pihak terutama pimpinan Rumah Sakit
agar mutu pelayanan anestesiologi dan keselamatan pasien dapat senantiasa
ditingkatkan dan dipertahankan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi
di bidang anestesologi

Anda mungkin juga menyukai