PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
1
Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi
atau keracunan. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia
dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan.
Hal ini karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan
problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirrhosis hepatitis dan carcinoma
hepatocelluler primer8.
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian. Hepatitis B akut
adalah inflamasi akibat infeksi virus hepatitis B yang berlangsung selama < 6
bulan10.
II.2 EPIDEMIOLOGI
2
Prevalens HBsAg di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 3-20%,
dengan frekuensi terbanyak antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa angka ini
lebih tinggi. Di Jakarta prevalens HBsAg pada suatu populasi umum adalah 4,1%.
Angka-angka ini sangat tinggi sehingga diperlukan suatu cara untuk
menurunkannya. Pengobatan untuk menghilangkan virus hepatitis B sampai saat
ini belum memuaskan dan hanya dapat dipertimbangkan pada pasien dengan
criteria yang sangat selektif serta menelan biaya yang cukup tinggi. Cara lain
yang dapat digunakan adalah dengan imunisasi hepatitis B secara universal.
Berdasarkan data di atas, menurut klasifikasi WHO, Indonesia tergolong dalam
Negara dengan prevalens infeksi VHB sedang sampai tinggi, sehingga strategi
yang dianjurkan adalah dengan pemberian vaksin pada bayi sedini mungkin.
Tingginya angka prevalens hepatitis B di Indonesia terkait dengan terjadinya
infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap VHB ini diduga
mendapatka infeksi HBV melalui transmisi vertical, sedangkan sebagian lainnya
mendapatkan melalui transmisi horizontal karena kontak erat pada usia dini.
Tingginya angka transmisi vertical dapat diperkirakan dari tingginya angka
pengidap VHB pada ibu hamil pada beberapa rumah sakit di Indonesia. Oleh
sebab itu perlu dilakukan usaha untuk memutuskan rantai penularan sedini
mungkin, dengan cara vaksinasi bahkan bila memungkinkan diberikan juga
imunisasi pasif (HBIg)2,5.
II.3 ETIOLOGI
Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali
ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia
yang termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran
42 nm yang disebut dengan “Partikel Dane” (Gambar). Lapisan luar terdiri atas
antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada partikel inti terdapat
hepatitis B core antigen (HBcAg) dan hepatitis B antigen (HBeAg). Antigen
permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein dan menurut sifat imunologiknya
protein virus hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr.
3
Subtype ini secara epidemiologis penting karena menyebabkan perbedaan
geografik dan rasial dalam penyebaranya8.
II.4 PATOFISIOLOGI
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus
Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar
kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan
mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya
nukleokapsid akan menembus sel dinding hati.
Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada
DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA
VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus
4
Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang
kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi6.
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel,
terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan
hati ringan. Respon imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting
terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap respon
imun, makin besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon
imun host dimediasi oleh respon seluler terhadap epitop protein VHB, terutama
HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA)
class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen peptida VHB setelah mengalami
proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major
Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan penghancuran
sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+3.
Gambar : Patogenesis imun pada virus hepatitis B (Sumber: Ganem et al, 2004).
Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan.
Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya
5
riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya
menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat4.
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase
inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan ratarata 60-90 hari.
3. Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul
ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi
perbaikan klinis yang nyata.
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan
abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin
lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminant11.
6
kronik.Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang
mantap.
II.6 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Gejala non spesifik (prodromal) yaitu anoreksia, mual, muntah dan
demam. Dalam beberapa hari-minggu timbul ikterus, tinja pucat dan urin yang
berwarna gelap. Saat ini, gejala prodromal berkurang. Perlu ditanyakan riwayat
kontak dengan penderita hepatitis sebelumnya dan riwayat pemakaian obat-obat
hepatotoksik.
b. Pemeriksaan fisik
Kulit, sklera ikterik, nyeri tekan di daerah hati, hepatomegali, perhatikan
tepi, permukaan, dan konsistensinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi : dapat ditemukan pansitopenia: infeksi virus, eosinofilia :
infestasi cacing, leukositosis : infeksi bakteri.
2. Urin : bilirubin urin
3. Biokimia :
a. Serum bilirubin direk dan indirek
b. ALT (SGPT) dan AST (SGOT)
c. Albumin, globulin
d. Koagulasi : faal hemostasis terutama waktu protrombin
4. Petanda serologis :
Hepatitis B didiagnosis dari hasil-hasil tes-tes darah spesifik virus
hepatitis B (serologi) yang mencerminkan beragam komponen-
komponen virus hepatitis B.
7
Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi
terdeteksi dalam darah dalam waktu empat minggu. Pada inidividu-
individu yang sembuh dari infeksi virus hepatitis B akut, eliminasi atau
pembersihan dari HBsAg terjadi dalam waktu empat bulan setelah
timbulnya gejala-gejala. Infeksi virus hepatitis B kronis didefinisikan
sebagai HBsAg yang menetap lebih dari enam bulan.
Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi
terhadap HBsAg (anti-HBs) biasanya timbul. Anti-HBs ini
menyediakan kekebalan pada infeksi virus hepatitis B yang berikutnya.
Sama juga, individu-individu yang telah berhasil divaksinasi terhadap
virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah.
4.2. Anti-HBc
Hepatitis B core antigen hanya dapat ditemukan dalam hati dan
tidak dapat terdeteksi dalam darah. Kehadiran dari jumlah-jumlah yang
besar dari hepatitis B core antigen dalam hati mengindikasikan suatu
reproduksi virus yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa virusnya
aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai
antibodi hepatitis B core (anti-HBc), bagaimanapun, terdeteksi dalam
darah. Sebagai suatu kenyataan, dua tipe dari antibodi-antibodi anti-
HBc (IgM dan IgG) dihasilkan.
IgM anti-HBc adalah suatu penanda/indikator
(marker/indicator) untuk infeksi hepatitis B akut. IgM anti-HBc
ditemukan dalam darah selama infeksi akut dan berlangsung sampai
enam bulan setelah timbulanya gejala-gejala. IgG anti-HBc
berkembang selama perjalanan infeksi virus hepatitis B akut dan
menetap seumur hidup, tidak perduli apakah individunya sembuh atau
mengembangkan infeksi kronis. Sesuai dengan itu, hanya tipe IgM dari
anti-HBc dapat digunakan secara spesifik untuk mendiagnosis suatu
infeksi virus hepatitis B akut. Selain itu, menentukan hanya total anti-
HBc (tanpa memisahkan kedua komponennya) adalah sangat tidak
bermanfaat.
8
4.3. HBeAg, anti-HBe, dan mutasi-mutasi pre-core
Hepatitis B e antigen (HBeAg) dan antibodi-antibodinya, anti
HBe, adalah penanda-penanda (markers) yang bermanfaat untuk
menentukan kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang
menderita infeksi virus hepatitis B kronis. Mendeteksi keduanya
HBeAg dan anti-HBe dalam darah biasanya adalah eksklusif satu sama
lain. Sesuai dengan itu, kehadiran HBeAg berarti aktivitas virus yang
sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada yang lainnya,
sedangkan kehadiran anti-HBe menandakan suatu keadaan yang lebih
tidak aktif dari virus dan risiko penularan yang lebih kecil.
Pada beberapa individu-individu yang terinfeksi dengan virus
hepatitis B, material genetik untuk virus telah menjalankan suatu
perubahan struktur yang tertentu, disebut suatu mutasi pre-core. Mutasi
ini berakibat pada suatu ketidakmampuan virus hepatitis B untuk
menghasilkan HBeAg, meskipun virusnya reproduksi/replikasi secara
aktif. Ini berarti bahwa meskipun tidak ada HBeAg yang terdeteksi
dalam darah dari orang-orang dengan mutasi, virus hepatitis B masih
tetap aktif pada orang-orang ini dan mereka dapat menularkan pada
yang lain-lainnya.
9
PCR (polymerase chain reaction) adalah metode (assay) yang
paling sensitif untuk menentukan tingkat hepatitis B virus DNA. Ini
berarti bahwa PCR adalah metode yang terbaik untuk mendeteksi
jumlah-jumlah yang sangat kecil dari penanda virus hepatitis B.
Metode ini bekerja dengan memperbesar material yang sedang diukur
sampai semilyar kali untuk mendeteksinya. Metode PCR, oleh
karenanya, dapat mengukur sekecil 50 sampai 100 kopi (partikel-
partikel) dari virus hepatitis B per mililiter darah. Tes ini,
bagaimanapun, sebenarnya terlalu sensitif untuk penggunaan diagnosis
yang praktis.
Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk
menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif
(diam). Perbedaan ini dapat dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B
virus DNA dalam darah. Tingkat-tngkat yang tinggi dari DNA
mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat yang
rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi,
pasien-pasien denga penyakit yang tidur (tidak aktif) mempunyai kira-
kira satu juta partikel-partikel virus per mililiter darah, sedangkan
pasien-pasien dengan penyakit yang aktif mempunyai beberapa milyar
partikel-partikel per mililiter. Oleh karenanya, siapa saja yang HBsAg
positif, bahkan jika infeksi virus hepatitis B tidak aktif, akan
mempunyai tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang dapat
terdeteksi dengan metode PCR karena ia begitu sensitif.
Untuk tujuan-tujuan praktis, hepatitis B virus DNA dapat
diukur menggunakan suatu metode yang disebut metode
hybridization, yang adalah suatu tes yang lebih kuang sensitif
daripada PCR. Tidak seperti metode PCR, metode hybridization
mengukur material virus tanpa pembesaran. Sesuai dengan itu, tes ini
dapat mendeteksi hepatitis B virus DNA hany ketika banyak partikel-
partikel virus hadir dalam darah, berarti bahwa infeksinya aktif.
Dengan kata lain, dari sudut pandang yang praktis, jika hepatitis B
10
virus DNA terdeteksi dengan suatu metode hybridization, ini berarti
bahwa infeksi virus hepatitis B adalah aktif.
Beberapa tes serologi untuk HBV seperti di atas dapat
diinterpretasikan seperti pada tabel 1.
Anti- Anti-
Anti- Anti- HBV
HBsAg Hbc HBc HBeAg Interpretasi
HBs HBe DNA
(total) IgM
Tahap awal infeksi
+ - + + + + +
akut
Tahap Kemudian
+ - + + - + -
infeksi akut
Tahap kemudian
- - + + - + -
infeksi akut
Kesembuhan dengan
- + + - - - -
kekebalan
- + - - - - - Vaksinasi yang sukses
Infeksi kronis dengan
+ - + - + - +
reproduksi aktif
Infeksi kronis dalam
+ - + - - + -
tahap tidak aktif
Infeksi kronis dengan
+ - + - - + +
reproduksi aktif
- - + - - + atau - Kesembuhan, Hasil
- positif palsu, atau
11
infeksi kronis
II.8 KOMPLIKASI
12
II.9 PENATALAKSANAAN
13
Hepatitis Kolestastasis
1. Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan pemberian jangka pendek
prednison atau asam ursodioksikolat. Hasil penelitian masih belum
tersedia.
2. Pruritus dapat dikontrol dengan kolestiramin.
Heptitis Relaps
Penanganan serupa dengan hepatitis sembuh spontan11.
II.10 PENCEGAHAN
14
tenaga medis, pasien dialisis, keluarga dari penderita VHB kronis, kontak
seksual dengan penderita VHB)
Imunisasi Aktif
Tujuannya adalah memotong jalur transmisi melalui program imunisasi bayi
baru lahir dan kelompok tinggi resiko tertular VHB. Tujuan akhirnya adalah:
1. Menyelamatkan nyawa pasien.
2. Menurunkan resiko karsinoma hepatoseluler akibat VHB.
3. Eradikasi virus.
Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang
lahir dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah
15
immunisasi diberikan pada orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin
hepatitis diberikan secara intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan
perlindungan selama 2 tahun.
Program pemberian sebagai berikut:
Dewasa:Setiap kali diberikan 20 μg IM yang diberikan sebagai dosis awal,
kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.
Anak :Diberikan dengan dosis 10 μg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi
setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan8.
II. 11 PROGNOSIS
BAB III
KESIMPULAN
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian. Hepatitis B akut
adalah inflamasi akibat infeksi virus hepatitis B yang berlangsung selama < 6
bulan.
16
Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi
atau keracunan. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia
dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan.
Hal ini karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan
problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirrhosis hepatitis dan carcinoma
hepatocelluler primer.
Infeksi hepatitis B akut biasanya tidak memerlukan pengobatan karena
kebanyakan orang dewasa membersihkan infeksi secara spontan . Pengobatan
antivirus dini mungkin hanya diperlukan dalam kurang dari 1 % dari pasien , yang
infeksi mengambil kursus sangat agresif ( hepatitis fulminan ) atau yang
immunocompromised . Di sisi lain , pengobatan infeksi kronis mungkin
diperlukan untuk mengurangi risiko sirosis dan kanker hati .
DAFTAR PUSTAKA
17
7. Poernomo Budi Setiawan. 2006. Panduan Tatalaksana Infeksi Hepatitis B
Kronik. Jakarta: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia.
8. Ramza Shiddiq. Hepatitis B. 2011. Avaliable from:
http://ramzashiddiq.blogspot.com/2011/02/hepatitis-b.html
9. Soewignjo S, Gunawan S. 2008. Hepatitis virus B, edisi ke-2. Jakarta: EGC.
10. Sudigdo Sastroasmoro. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen
Penyakit Dalam. Jakarta: RSCM.
11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata S, Setiati S. 2010. Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid 3, edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
12. Wilson, Walter R. And Merle A. Sande. 2001. Current Diagnosis & Tratment
in Infectious Disease. The mcGraw-hill Companies, United States of
America.
18