Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH KORUPSI TERHADAP KODE ETIK

ABSTRAKSI

Perjuangan untuk menjadikan negara kita menjadi negara yang mandiri yang berdaulat
tanpa keterikatan dengan negara lain merupakan perjuangan yang sangat panjang.
Dibawah kekuasaan penjajah seluruh kendali baik perekonomian maupun politik
berokrasi tunduk dan dalam kontrol oleh negara lain. Tantangan demi tantangan yang
dialami oleh para pendiri negara republik ini dilalui dengan segala upaya.
Pencapaian kemajuan perekonomian yang telah dirintis dengan susah payah terpaksa
harus dinodai apa yang namanya korupsi. Korupsi ibarat sudah mendarah daging
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Korupsi merupakan pekerjaan rumah yang
seakan-akan tidak mungkin terselesaikan. Hanya kebersamaan seluruh lapisan
masyarakat baik dari para pemangku pemerintah, para pengusaha, para professional
maupun seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali berbaur bersama untuk
menghindari apa yang namanya korupsi.
Kata Kunci: Korupsi, Kode Etik, Etika Profesi, Etika Bisnis

BAB I
LATAR BELAKANG

Perjuangan untuk menjadikan negara kita menjadi negara yang mandiri yang berdaulat
tanpa keterikatan dengan negara lain merupakan perjuangan yang sangat panjang.
Dibawah kekuasaan penjajah seluruh kendali baik perekonomian maupun politik
berokrasi tunduk dan dalam kontrol oleh negara lain. Sehingga kondisi perekonomian
pada umumnya tidak berdaya, alih-alih dapat memakmurkan masyarakat umum, untuk
memenuhi kebutuhan yang paling primer seperti makan sudah sangat sulit. Pasca
negara merdeka, banyak pekerjaan rumah yang harus disandang oleh para pemikir dan
pengemban amanah di Republik ini untuk dapat merubah menjadi negara yang
berkecukupan dengan landasan masyarakat adil dan makmur. Kondisi ekonomi pada
awal berdirinya Republik Indonesia sangat sulit. Hal ini disebabkan karena Indonesia
yang baru merdeka dan belum memiliki pemerintahan yang baik, dimana belum ada
pejabat khusus yang bertugas untuk menangani perekonomian Indonesia. Sebagai
negara baru Indonesia belum mempunyai pola dan cara untuk mengatur ekonomi
keuangan. Hal itu diperparah dengan Kondisi keamanan dalam negeri yangtidak stabil
serta Belanda yang masih tetap tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Selain
itu keadaan politik yang cepat berubah-ubah semakin memperburuk keadaan. Banyak
rapat serta kegiatan penting dilakukan mulai dari penunjukan presiden dan
wakil presiden, pembentukan partai poitik, pembentukan perdana menteri
serta kabinet, bahkan rencana pemindahan ibukota dilakukan pada saat itu.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonominya
mulai dilakukan pertama-tama adalah dengan melakukan pinjaman nasional.
Pelaksanaan pinjaman ini cukup mendapat dukungan dari masyarakat. Namun
kekacauan semakin bertambah dengan munculnya mata uang NICA di daerah yang
diduduki sekutu pada tanggal 6 Maret 1946 oleh Panglima AFNEI yang baru (Letnan
Jenderal Sir Montagu Stopford). Uang NICA ini dimaksudkan untuk menggantikan
uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun saat itu. Karena tindakan sekutu tersebut
maka pemerintah Indonesiapun mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik
Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang.
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas
utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang
lebih 650% per tahun. Angka inflasi yang sangat fantastis dalam sejarah peradaban
perekonomian Indonesia. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem
ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha
nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem
ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini
merupakan praktek dari salah satu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah
dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah
tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR
dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-
kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan
ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur
pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan,
kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda,
penyebaran pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat
memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan
Lima Tahun (REPELITA).
Grafik 1: Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Perkapita di Indonesia
(1990-2013)
Sumber : BPS – Indikator Sosial Ekonomi Indonesia (Agustus 2013) dan IMF-World
Economic Outlook Database (Oktober 2013)
Secara historis pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 1990 hingga 1996 selalu
berkisar antara 6 sampai 8%, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 1995
sebesar 8,22%. Namun imbas krisis keuangan di Asia telah menyebabkan krisis
multidimensional di Indonesia, dimana pertumbuhan ekonomi mulai mengalami
perlambatan sejak tahun 1997, bahkan mengalami minus 13.1% pada tahun 1998.
Pembenahan perekonomian, berokrasi dan pemerataan di segala bidang terus
diupayakan oleh pengganti presiden selanjutnya. Pada era kepemimpinan Habibie,
target perbaikan perekonomian yang dicanangkan adalah: merekapitulasi perbankan,
merekonstruksi perekonomian Indonesia, melikuidasi beberapa bank bermasalah,
menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di
bawah Rp.10.000,- dan mengimplementasikan reformasi ekonomi yang di syaratkan
oleh IMF. Terpilihnya Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI dipicu dari penolakan
MPR atas laporan B.J. Habibie. Gusdur melakukan banyak trobosan untuk
mengangkat kaum minoritas. Pada masa jabatan yang sangat singkat, gusdur sering
sekali melakukan kunjungan keluar negeri dengan tujuan untuk memperbaiki citra
Indonesia dimata dunia sekaligus membuka peluang untuk melakukan kerjasama
dengan Negara-negara yang beliau kunjungi.
Gusdur juga melakukan perdamaian dengan Israel. Gusdur adalah orang yang
menjunjung tinggi kebebasan umat beragama, menekankan bahwa Islam tidak boleh
memandang segala sesuatu yang berbau Barat adalah kesalahan. Bekerja sama dengan
Israel bukan berarti membenci atau melucuti dukungan Palestina. Dibidang
perekonomian, banyak orang menduga bahwa ekonomi Indonesia tahun 2002 akan
mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, bahkan bisa kembali
negatif. Gusdur dan kabinetnya tidak menunjukkan keinginan politik yang sungguh-
sungguh untuk menyelesaikan krisis ekonomi hingga tuntas dengan prinsip ’’once and
poor all’’. Pemerintah Gusdur cenderung menyederhanakan krisis ekonomi dengan
menganggap persoalannya hanya terbatas pada agenda masalah Amandemen UU BI,
masalah desentralisasi fiskal, masalah restrukturisasi utang, dan masalah divestasi
BCA dan Bank Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang kontroversial
dan inkonsisten, termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan
KTT G-15 yang hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman
luar negeri dan hibah, menunjukkan tidak adanya ’sense of crisis’ terhadap kondisi riil
perekonomian Negara saat itu. Era Megawati kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan
perbaikan, paling tidak dilihat dari laju pertumbuhan PDB. Pada tahun 2002 PDB
Indonesia tumbuh 4,3% dibandingkan 3,8% pada tahun sebelumnya, dan kemajuan ini
berlangsung terus hingga akhir periode Megawati yang mencapai 5,1%. PDB nominal
meningkat dari 164 miliar dolar AS pada tahun 2001 menjadi 258 miliar dolar AS
tahun 2004. Demikian juga pendapatan perkapita meningkat persentase yang cukup
besar dari 697 dolar AS ke 1.191 dolar AS selama periode Megawati. Kinerja ekspor
juga membaik dengan pertumbuhan 5% tahun 2002 dibandingkan minus (9,3%) tahun
2001, dan terus naik hingga mencapai 12% tahun 2004. Namun demikian, neraca
perdagangan (NP), yaitu saldo ekspor (X) -impor (M) barang, maupun transaksi
berjalan (TB), sebagai persentase dari PDB, mengalami penurunan.
Grafik 2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha, 2011 – 2013 (y-o-y, dalam %)
Pertumbuhan ekonomi didorong terutama oleh sektor Komunikasi dan Transportasi,
Demikian juga sektor primer mengalami peningkatan namun dengan laju
pertumbuhan yang semakin rendah.

Catatan:
Sektor Primer: Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; dan Sektor
Pertambangan dan Penggalian
Sektor Industri: Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih; dan
Sektor Konstruksi
Sektor Jasa: Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi; Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan; dan Sektor Jasa-jasa
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) periode 2004-2009
(pemerintahan SBY-Kalla) telah menetapkan sasaran pokok pembangunan lima tahun
2004-2009 sebagai berikut; menurunkan tingkat pengangguran terbuka dari 9,7 persen
dari angkatan kerja (9,9 juta jiwa) di tahun 2004 menjadi 5,1 persen (5,7 juta jiwa)
pada tahun 2009, mengurangi tingkat kemiskinan dari 16,6 persen dari total penduduk
(36,1 juta jiwa) menjadi 8,2 persen (18,8 juta jiwa) di tahun 2009, dan untuk
menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan tersebut ditargetkan pertumbuhan
ekonomi rata-rata 6,6 persen per tahun selama periode 2004-2009.
Periode kepemimpinan kedua pemerintahan SBY – Boediono (2009-2014), memiliki
karakteristik pemerintahan yang berbeda dari masa pemrintahan sebelumnya, Periode
2009-2014, SBY banyak melakukan perubahan kebijakan khususnya di bidang
perekonomian antara lain adalah mengganti pola kebijakan perekonomian yang selama
ini mengarah ke Amerika Serikat (arah ini sudah di anut sejak era Orba –
seperti America’s Way), ke arah China (China’s Way). Satu hal yang paling menonjol
dalam “China’s Way” adalah agresifitas yang dimulai dalam membangun infrastruktur
dan serta langkah nyata dan konsisten tanpa pandang bulu dalam mencegah dan
membasmi korupsi. SBY melakukan pembangunan berkelanjutan selama masanya
menjabat sebagai presiden 2 kali berturut-turut. Salah satu contoh pembangunan
berkelanjutan tersebut adalah kebijakan subsidi BBM, pembentukan perumahan murah
bagi rakyat yang akan menampung rakyat miskin yang hidup di kolom jembatan, juga
golongan rakyat lain yang belum punya rumah layak, kebijakan moratorium
pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) daerah yang dijalankan dimaksudkan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan anggaran, di dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Tahun 2005 – 2025 dalam konteks jangka panjang, pembangunaan
pedesaan didorong keterkaitannya dengan pembangunan perkotaan secara sinergis
dalam suatu wilayah pengembangan ekonomi. Dari sisi program nasional, SBY
mendorong pengembangan agroindustri padat pekerja di sektor pertanian dan kelautan,
sebagaimana kebijakan dana Rp 100 juta per desa untuk program Pengembangan
Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), program pertanian kawasan transmigrasi, maupun
program pengembangan masyarakat pesisir dan kepulauan, serta reformasi agraria
untuk meningkatkan akses lahan bagi petani desa. SBY juga telah mendorong
pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan
pedesaan dan kota-kota kecil terdekat. Pengembangan itu didanai oleh Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pedesaan maupun berbagai kegiatan
sektoral dari Kementerian daerah, serta peningkatan kesehatan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

Kode Etik dan Korupsi


Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan
Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai
pedoman pelaksanaan tugas professional dan pedoman bagi masyarakat sebagai
seorang professional. Biggs dan Blocher (1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode
etik yaitu : 1). Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. 2). Mencegah
terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. 3). Melindungi para praktisi dari
kesalahan praktik suatu profesi. Menurut Tuanakotta (2007 : 58) kode etik berisi nilai-
nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi. Profesi bisa eksis
karena ada integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain), rasa hormat
dan kehormatan (respectdan honor), dan nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan
rasa percaya(trust) dari pengguna dan stakeholders lainnya.
Pengertian etika dilihat dari sudut klaim sejarah pengetahuan, merupakan cabang
filsafat, biasanya disebut filsafat moral. Sering kali mata kuliah ”Filsafat Moral”
diganti dengan kuliah ”Etika”. Jadi, etika berarti filsafat moral. Filsafat ini merupakan
cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak
mempersoalkan keadaan manusia, tetapi mempersoalkan bagaimana manusia harus
bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh berbagai norma. Berkaitan dengan
kondisi dan banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia saat ini. Pemerintah saat ini
sedang gencar-gencarnya dalam pemberatasan kenakalan para pejabat-pejabat di
negeri ini. Korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia belum juga berhasil diberantas.
Diperlukan sebuah ikhtiar yang keras untuk memberantas dan mencegah itu. Salah
satunya dengan membuat rambu yang jelas bagi penyelenggara negara agar tak
menyalahgunakan jabatannya. Karenanya, diusulkan Indonesia ke depan harus
mempunyai Kode Etik Penyelenggara Negara untuk mendukung kebijakan anti-
korupsi.
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerjacorrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat
dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan
sepihak. Korupsi umumnya didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan di sektor
pemerintahan (missue of public office) untuk keuntungan pribadi (Tuanakotta, 2007 :
117). Korupsi yang didefinisikan seperti itu meliputi : penjualan kekayaan negara
secara tidak sah oleh pejabat, kickback dalam pengadaan di sektor pemerintahan,
penyuapan dan pencurian(embezzlement) dana-dana pemerintah. Korupsi
menunjukkan ketiadaan integritas dalam pemerintah, salah guna kekuasaan, dan
kebijakan yang cenderung kooperatif dengan keuntungan personal baik itu ekonomi,
sosial, politik, atau ideologi (Johnston 1986; Warburton 1998).
Grafik 3: Partai Terlibat Korupsi Periode 2002 - 2014

Sumber: www.antikorupsi.org
Korupsi ibarat sudah mendarah daging dalam segala lapisan masyarakat. Mengambil
kasus yang ringan seperti pengurusan KTP yang terjadi di masyarakat umum, dari
mulai permintaan surat pengantar RT sudah dikenakan biaya, belum di RW sampai
penyelesaian akhir di kantor kelurahan. Pungutan-pungutan liar ini sudah dianggap
biasa oleh masyarakat sehingga tidak disadari bahwa kegiatan ilegal tersebut
merupakan bagian praktek korupsi yang telah berjalan selama ini. Dari grafik 3 diatas
dengan jelas menggambarkan bagaimana suatu partai politik yang notabene sebagai
pengemban amanah seluruh rakyat yang telah mempercayakan kepada partai-parti
politik, ternyata banyak melakukan selingkuh dan tanpa ada rasa malu apalagi bersalah
melanggar janji-janji yang telah disampaikan sewaktu masa kampanye. Dari sudut
pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Perbuatan melawan hukum,
2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah:
1. Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
2. Penggelapan dalam jabatan,
3. Pemerasan dalam jabatan,
4. Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan;
5. Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi atau kepentingan organisasinya. Lembaga pemerintah
sebagai pemangku banyak kepentingan masyarakat luas merupakan ladang korupsi
yang sangat empuk bagi para pengemban amanah yang tidak bertanggung jawab.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan
korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Tindakan antikorupsi memerlukan
perubahan dalam struktur dan proses birokrasi. Perubahan organisasi diperlukan untuk
mencegah konsentrasi kekuasaan yang korup. Instrumen yang ada diantaranya
pengadaan dan manajemen anggaran publik, reformasi administrasi, perlunya audit,
sistem peradilan yang independen, kesadaran etika melalui informasi dan pendidikan
publik. Inovasi birokrasi seperti kesepakatan rotasi, yuridiksi yang overlaping,
organisasi yang paralel, dan birokrasi yang kompetitif, kalau dikombinasikan, maka
akan mengurangi peluang munculnya korupsi (Caiden 1979, 297).
Korupsi dan Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan
bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan
masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan
diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi. Beberapa hal yang
mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
1. Selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga
mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di dalamnya.
2. Bisnis adalah bagian penting dalam masyarakat.
3. Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman
bagi pihak-pihak yang melakukannya.
Bisnis adalah kegiatan yang mengutamakan rasa saling percaya. Dengan saling
percaya, kegiatan bisnis akan berkembang baik. Dunia bisnis yang bermoral akan
mampu mengembangkan etika yang menjamin kegiatan. Kickback (secara harafiah
berarti tendangan balik) merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana penjual
meng”iklaskan” sebagian dari hasil penjualannya. Prosentase yang diiklaskannya itu
bisa diatur dimuka, atau diserahkan sepenuhnya kepada “keiklasan” penjualan. Dalam
hal terakhir, apabila penerimakickback menganggap terlalu kecil, maka akan
mengalihkan bisnisnya ke rekanan yang lebih “iklas” (memberi kickback yang lebih
tinggi, Tuanakotta (2007;99). Pengaruh Korupsi terhadap Etika Bisnis di Indonesia:
1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan.
3. Korupsi menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan
pendapatan.
4. Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Kasus-kasus yang dikatagorikan korupsi yang banyak terjadi didunia usaha sangatlah
luar biasa bahkan lebih nekat daripada yang dilakukan oleh para pejabat negara. Cuma
perbedaan yang menyolok saat ini yang terjadi di sektor swasta, biasanya kalau
tindakan korupsi sudah diketahui, beberapa pemilik melakukan tegoran keras sampai
dengan pemecatan secara tidak hormat. Kasus korupsi yang terjadi di sektor swasta
yang berlanjut ke ranah hukum sangatlah kecil. Alasan terbesar bagi para pemilik
perusahaan adalah tidak ingin direpotkan yang lebih besar lagi atas proses hukum yang
berbelit dengan membutuhkan waktu dan pembiayaan yang tidak sedikit. Beberapa
korupsi yang banyak melibatkan manajemen swasta antara lain: penggelembungan
biaya operasional proyek oleh manajer pelaksana, permainan discount oleh para tenaga
pemasaran (seperti perusahaan memberikan kebijakan discount untuk para konsumen
5% dari harga jual, oleh para marketing dengan segala kemampuannya untuk
meyakinkan konsumen dapat terealisasi 3%, sedangkan 2% diambil oleh marketing),
permainan discount pembelian oleh tenaga pembelian, modifikasi laporan keuangan
yang tidak sebenarnya untuk keperluan tertentu misalnya peminjaman dana investasi,
pelaporan ke pajak, modifikasi laporan keuangan untuk kepentingan akuisisi
perusahaan dan sebagainya.
Efek dari korupsi yang terjadi di perusahaan sudah tentu akan banyak menghambat
perkembangan investasi yang saat ini baru digalakkan oleh pemerintah. Laba operasi
yang menjadi tujuan utama perusahaan yang sebagian laba akan diberdayakan untuk
pengembangan usaha akan terhambat dan terkoreksi akibat korupsi yang dilakukan
oleh personel manajemen perusahaan. Laba yang terkoreksi memungkinkan rencana
perusahaan untuk melakukan ekspansi tertunda bahkan tidak dilanjutkan akibat
pendanaan yang masuk ke pribadi personel manajemen dengan tindakan seperti
permainan discount dan sebagainya seperti di uraikan diatas. Efek dari korupsi
memungkinkan melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam
menjalankan program pembangunan. Perusahaan yang rapuh dengan manajemen yang
tidak sehat akan semakin memberatkan program-program pembangunan pemerintah
yang banyak melibatkan pada sektor swasta. Laju perekonomian yang lambat, daya
beli antar perusahaan yang sangat kurang, tingkat persaingan yang tidak sehat akan
berefek secara luas kepada tatanan masyarakat secara umum. Masyarakat tidak banyak
menikmati pembangunan, karena pembangunan yang menguasai oleh orang-orang
tertentu yang mempunyai akses dan kekuasaan yang lebih. Korupsi menghambat
upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Kesenjangan kehidupan
yang dirasakan oleh masyarakat luas saat ini karena adanya perbedaan yang menyolok
antara orang-orang yang berduit dengan orang-orang yang kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya. Dikota-kota besar kita dapat melihat dengan nyata atas
perbedaan yang menyolok tersebut, seperti orang-orang yang berduit dengan
kehidupan mewahnya ataupun fasilitas kemewahannya seperti kendaraan, rumah dan
sebagainya. Dilain pihak kita akan melihat para pengemis jalanan, orang-orang yang
tinggal dibawah jembatan atau di lingkungan pembuangan sampah dengan kehidupan
yang sangat memprihatinkan. Korupsi yang terjadi dan berjalan akan semakin
memisahkan secara jelas antara kehidupan masyarakat berduit dengan masyarakat
yang mengalami kesulitan ekonomi secara nyata. Korupsi berdampak pada penurunan
kualitas moral dan akhlak. Para koruptor tidak akan mau tau apakah tindakan yang
dilakukannya tersebut akan banyak merugikan kepada masyarakat luas atau tidak. Di
lingkungan perusahaan, kebanyakan tindakan penyelewengan tersebut biasanya akan
dilakukan secara bersama-sama dengan karyawan terkait. Maka kadang kita suka
mendengan atas posisi jabatan basah atau kering. Maksudnya adalah kalau kita dapat
posisi jabatan yang basah berarti peluang untuk mendapatkan pendapatan diluar resmi
sangat tinggi, seperti tenaga marketing yang berhasil memainkan discount untuk
konsumen akan mempunyai peluang pendapatan tambahan yang tidak sedikit, para
manajer proyek kalau berhasil memodifikasi laporan operasional proyek akan
mendapatkan sisa penghematan yang mereka lakukan yang seharusnya akan
dikembalikan ke perusahaan. Pengawasan yang lemah oleh manajemen akan
menyuburkan praktek-praktek ilegal tersebut. Sehingga akan banyak merusak kaedah
moral sebagai bagian manajemen yang sehat yang secara tidak langsung akan
melemahkan sistem manajemen perusahaan secara luas, yang akhirnya akan timbul
kerugian yang besar bagi seluruh komponen manajemen perusahaan dari pemilik,
komisaris, direktur, manajer maupun staf perusahaan.
Korupsi dan Etika Profesi
Berkaitan antara profesi dan etika menurut Purwanto (2007) adalah
memperbincangkan profesi tanpa mengaitkannya dengan persoalan etika ibarat
memperbincangkan pergaulan laki-laki dan perempuan tanpa mengaitkannya dengan
nilai moral sebuah perkawinan; atau memperbincangkan hubungan orang tua (ayah-
ibu) dengan anak kandungnya tanpa mengindahkan nilai etika kesantunan, norma adat
istiadat, serta ajaran agama yang telah mengaturnya. Segala bentuk pelanggaran dan
penyimpangan terhadap tata pergaulan dianggap sebagai tindakan yang tidak bermoral
(amoral), tidak etis, dan lebih kasar lagi dikatakan sebagai tindakan yang tidak beradab
alias biadab. Apabila pengertian etika tersebut dihubungkan dengan kehidupan
bermasyarakat tentu etika sangatlah penting karena menjadi peraturan yang tidak
tertulis yang dapat mengikat perilaku manusia baik hubungannya dengan orang lain,
diri sendiri maupun terhadap Tuhannya. Hakekat manusia sebagai makhluk sosial
berbudaya menurut kodratnya memilki sifat ingin berkelompok untuk melampiaskan
keinginan dan hasrat sebagai pemenuhan kehendaknya.
Dalam perspektif kehidupan profesi dikaitkan dengan kegiatan korupsi, etika profesi
atau kode etik profesi yang dianggap sebagai pedoman suatu moralitas yang apabila
dipatuhi atau ditaati sepenuhnya oleh seorang profesionalis, maka setidaknya ada
sebuah harapan bahwa dengan demikian kode etik profesi sangat berperan besar dalam
hal mereduksi kegiatan korupsi yang dilakukan oleh kalangan profesionalis, sebab
profesionalisme dan etika profesi merupakan suatu kesatuan yang manunggal, yang
dalam hal ini etika profesi berperan sebagai alat pengatur karena etika profesi
mengontrol perilaku anggotanya agar tetap bekerja menurut etika yang
disepakatinya. Menurut para revisionist fungsional, korupsi di negara-negara miskin
dapat mendorong pembangunan ekonomi, partisipasi politik, implementasi kebijakan,
dan efisiensi administrasi. Robert Merton (1957) menandaskan bahwa mesin politik
klasik, meskipun korup, memiliki beberapa fungsi laten yang bermanfaat. Pemimpin
politik menjadi sarana penting dalam kekuasaan terpusat, mesin politik menjadi sarana
yang menjamin bantuan bagi individu atau kelompok, termasuk kaum miskin yang
memerlukan pekerjaan dan bisnis yang memerlukan political privileges. Masalahnya
sekarang bagaimana dengan korupsi yang dilakukan oleh para politikus jika dikaitkan
dengan etika, khususnya etika profesi? Politikus bukanlah profesi yang jelas-jelas
tidak meiliki kode etik profesi. Di luar konteks peraturan perundangan, hanya moral si
politikus lah yang menjadi rambu-rambu atas keingingannya untuk melakukan
perbuatan korupsi. Namun apalah artinya moral masa kini, yang menilai baik buruk
suatu moral adalah orang lain yang dalam hal ini dilakukan oleh masyarakat umum.
Penilaian dan pemberian label sebagai seorang koruptor bukanlah menjadi jaminan
tidak akan terjadi korupsi lagi di negeri ini, sepanjang ada niat seseorang (pejabat)
untuk memperkaya diri sendiri dengan cara “mencuri” uang rakyat yang jelas-jelas
bertentangan dengan norma hukum dan moral serta etika masih terus tertanam didalam
diri si pelaku korupsi, maka praktek korupsi pasti masih akan terus berlanjut hingga
kapanpun.
Dalam bidang profesi akuntan, terdapat prinsip atika yang telah diterapkan dalam
pelaksanaan dan implementasi profesi ini. Prinsip Etika Profesi Akuntan antara
lain: tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, obyektivitas,
kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional,
dan standar teknis. Beberapa pelanggaran etika atas profesi ini yang telah
terpublikasikan antara lain: Kasus modifikasi pelaporan keuangan pada PT Kereta Api
Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun
2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya.
Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar
Rp. 63 milyar. Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun
tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak
pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi
keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan
demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi
di sini. Kasus besar lainnya yang terjadi di Amerika Serikat adalah kasus manipulasi
KAP Andersen dan Enron. Sedemikian besarnya kasus tersebut sehingga paska kasus
ini terdapat pembenahan tatanan pemeriksa eksternal berkaitan dengan independensi.
Dalam kasus Enron ini Andersen melakukan audit internal dan audit external untuk
Enron termasuk untuk kantor-kantor cabangnya. Enron corporation adalah salah satu
klien terbesar Andersen dengan kontribusi omset sebesar $10 milyar per tahunnya.
Dalam rangka memperbesar keuntungan yang selama ini telah diperoleh, dibukalah
partnership-partneship yang diberi nama “special purpose partnership”. Partner
dagang yang dimiliki oleh Enron hanya satu untuk setiap partnership dan partner
tersebut hanya menyumbang modal yang sangat sedikit (hanya sekitar 3% dari jumlah
modal keseluruhan). Orang awam pasti bertanya mengapa Enron berminat untuk
berpartisipasi dalam partnership dimana Enron menyumbang 97% dari modal. Muncul
pertanyaan dari mana Enron membiayai partnership-partnership tersebut? Pembiayaan
tersebut ternyata diperoleh Enron dengan “meminjamkan” saham Enron (induk
perusahaan) kepada Enron (anak perusahaan) sebagai modal dasar partnership-
partnership tersebut. Secara singkat, Enron sesungguhnya mengadakan transaksi
dengan dirinya sendiri. Enron tidak pernah mengungkapkan operasi dari partnership-
partnership tersebut dalam laporan keuangan yang ditujukan kepada pemegang saham
dan Security Exchange Commission (SEC). Lebih jauh lagi, Enron bahkan
memindahkan utang-utang sebesar $US 690 juta yang ditimbulkan induk perusahaan
ke partnership partnership tersebut. Total hutang yang berhasil disembunyikan adalah
$US 1,2 miliar. Akibatnya, laporan keuangan dari induk perusahaan terlihat sangat
atraktif, menyebabkan harga saham Enron melonjak menjadi $US90 pada bulan
Februari 2001. Perhitungan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, Enron
telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak $US650miliar. Manipulasi yang
dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika Sherron Watskin,
salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek tidak terpuji ini. Pada bulan
September 2001, pemerintah mulai mencium adanya ketidakberesan dalam laporan
pembukuan Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar
$US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS. Pada
laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu
melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham
Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan harus gulung
tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen.

BAB III
PENUTUP

Dengan segala upaya, memang sangat sulit bagi pemerintah untuk memberantas
korupsi di birokrasi sampai tuntas. Hal ini karena korupsi merupakan bagian yang tak
terhindarkan dalam kehidupan manusia dan selalu dan akan selalu ada dalam
peradaban manusia. Pandangan korupsi dari generasi ke generasi tentunya mempunyai
penekanan yang berbeda-beda. Dari era kepemimpinan Soekarno, Soeharto, Habibie,
Gusdur, Megawati dan terakhir oleh SBY. Para pemangku kepentingan mempunyai
tantangan besar dalam menerjemahkan korupsi maupun tindakan pencegahannya.
Sehingga dari kalangan pemerintahan, profesi, bisnis maupun seluruh kalangan
masyarakat akan lebih mengetahui batasan-batasan pelanggaran korupsi yang harus
dihindari dan tindakan yang benar yang harus dilakukan dalam lingkungan masyarakat
luas.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Caiden, Gerald and Dwivedi O.P. (Ed). Where Corruption Lives. Kumarian Press Inc.
2001.
Lesmana M.A., Prof. Dr. Tjipta . 2009, “DARI SOEKARNO SAMPAI SBY : Intrik &
lobi Politik Para Penguasa”, Gramedia – Jakarta
Kencana Syafiie, Inu, Azhari. 2005, “Sistem Politik Indonesia” PT. Refika Aditama –
Bandung.
Tuanakotta, Theodorus M., 2007, “Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI – Jakarta.
Purwanto, Yadi. 2007, Etika Profesi Psikologi Profetik Perspektif Psikologi Islami,
Refika Aditama, Surakarta

Anda mungkin juga menyukai