Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnya dikenal dan ada tiga macam bentuk zat yaitu padat, cair, dan gas, dimana sifat-
sifatnya dapat dibedakan secara makroskopik. Zat padat memilki kerapatan tinggi dan bentuk zatnya
stabil pada suhu rendah. Zat cair memiliki kerapatan yang lebih rendah dan dapat ada hanya dalam
rentang suhu tertentu. Sedangkan, zat gas adalah bentuk zat yang stabil di atas suhu tertentu, memiliki
kerapatan yang rendah dan volume serta bentuknya bergantung pada tempatnya.
Dari paparan di atas, zat gas merupakanzat yang paling menarik untuk dicermati. Setiap hari
kita tidak bisa lepas dari zat gas karena kita selalu bernafas, menghirup oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Kita tahu bahwa gas dapat bergerak sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan
memenuhi ruang, seperti contoh balon ulang tahun, yang kembung karena ditiup. Ini terjadi karena
kita memasukkan udara atau gas ke dalam balon. Hal yang disinggung di atas merupakan kejadian
pada kehidupan nyata, di mana gas yang menjadi fokus kita merupakan gas riil.
Selain gas riil tersebut, dalam fisika dikenal gas ideal, di mana pembahasan pada fisika khususnya,
fisika dasar biasanya banyak menggunakan gas ini. Pada gas ini terdapat asumsi-asumsi pada molekul
ataupun atomnya. Asumsi-asumsi ini menggambarkan pandangan yang sederhana mengenai gas,
tetapi cukup sesuai dengan sifat-sifat penting gas riil yang berada pada tekanan rendah jauh dari titik
cair. Konsep bahwa zat terdiri dari atom atau molekul yang bergerak acak terus-menerus disebut teori
kinetik.
Teori kinetik gas merupakan suatu displin ilmu yang mempelajari proses-proses yang
berlangsung pada transisi dari suatu keadaan tak seimbang yang sembarang menuju keadaan
setimbang menggunakan cara-cara mekanika benda banyak. Teori kinetik gas merupakan salah satu
ilmu pengetahuan yang sangat penting bila kita ingin membicarakan sifat-sifat benda seperti panas
jenis, koefisien pengembangannya, kemungkinan benda tersebut dapat ditekan dan lain-lain. Melalui
teori kinetik gas atau yang juga sering disebut teori dinamik, hukum-hukum mekanika diberlakukan
pada masing-masing molekul yang membentuk benda. Dengan berlakunya hukum mekanika ini pada
molekul yang secara teoritis, dapat ditentukan sifat-sifat benda seperti tekanan gas, energi dalam dan
panas jenis gas.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam paper ini penulis akan berupaya
memaparkan lebih jauh mengenai, teori panas jenis klasik dan kapasitas panas jenis zat

1
padat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa panas jenis zat padat merupakan salah satu sifat
thermal zat padat yang penting. Kenyataannya seperti yang akan ditunjukkan pada bab ini
adalah sangat sulit untuk memahami hasil eksperimen dari panas jenis padatan kecuali
dengan memperkenalkan mekanika statistik kuantum. Oleh karena itu pada bagian ini akan
dibahas beberapa teori panas jenis didasarkan pada perkembangan mekanika statistik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas adapun rumusan masalah yang kami dapat angkat dari
makalah ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan getaran thermal pada sifat thermal padatan?
2. Bagaimana suatu temperature pada panas jenis padatan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah dapat mengetahui getaran thermal pada sifat thermal
padatan dan panas jenis padatan.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh melalui penulisan makalah ini yaitu :
1.4.1 Bagi Penulis
1. Meningkatkan semangat kerja sama dalam menggarap suatu makalah. Kerja sama
dalam tim sangat penting terlebih bagi calon pendidik yang nantinya akan terjun ke
dalam institusi mandiri yang dinamakan sekolah untuk mengembangkan kualitas,
baik kualitas pribadi maupun sekolah.
2. Menambah wawasan penulis mengenai sifat thermal zat padat. Wawasan ini cukup
penting sebab penulis yang nantinya akan menjadi tenaga pendidik khususnya
dalam pembelajaran fisika dan menjadikan tenaga pendidik yang berprofessional
dalam mengajar fisika.

1.4.2 Bagi pembaca


1. Menambah wawasan pembaca terkait dengan sifat thermal zat padat. Melalui hal
itu pembaca menjadi paham sifat thermal zat padat itu menjadi bagian terpenting
dalam pembelajaran khususnya fisika.

2
2. Meningkatkan kesadaran akan peran sifat thermal zat padat dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.

1.5 Metode Penulisan


Metode penulisan yang penulis gunakan yaitu metode kajian pustaka, yakni penyusunan
makalah dengan mengumpulkan, memilah, dan meringkas beberapa buku acuan dan artikel
internet yang berhubungan dengan mutu dalam pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Getaran Thermal

Suatu padatan yang dihasilkan oleh panjang gelombang maka dipandang sebagai medium
kontinu. Atom-atom dalam padatan berada dalam keadaan vibrasi thermal yang mantap.
Frekwensi dan amplitudo dari getaran-getaran thermal atom-atom dalam padatan dapat
ditentukan dengan menggunakan dasar pemikiran bahwa padatan disusun dari atom-atom
diskrit, dan sifat diskrit ini harus diguanakan dalam perhitungan getaran kisi. Gelombang
yang dihasilkan oleh getaran yang demikian dikenal dengan gelombang elastik.
3
Untuk menjelaskan penjalaran gelombang elastik tinjaulah sebuah sampel dari sebuah batang
panjang seperti ditunjukkan gambar 2.1 adalah sebagai berikut :

x x + dx
Gambar 1 Gelombang elastik dalam batang

Anggaplah pada batang terjadi sebuah gelombang longitudinal dalam arah x, dan menyatakan
perpindahan elastik pada titik x adalah u(x). Strain didefinisikan sebagai :

du
e ....................................................................................................................
dx

Dan stress didefinisikan sebagai gaya per satuan luas yang juga merupakan fungsi dari x,
menurut hukum Hooke, stress bergantung pada strain dalam bentuk :

S  Y .e....................................................................................................................

Dimana konstanta elastik Y dikenal sebagai modulus Young. Dengan menggunakan hukum
kedua Newton maka dinamika dari segmen batang dx yang mengalami getaran thermal dapat
diturunkan sebagai berikut :

  . A.dx  
2
u
  S  x  dx   S ( x) A...................................................................................
t 2

di mana ρ adalam kerapatan massa batang dan A adalam penampang yang dilewati

S
gelombang. Dengan menuliskan  S  x  dx   S ( x)  dan dengan mengganti S sesuai
x
persamaan 2 dan kemudian menggunakan persamaan 3 diperoleh persamaan 4 pada
dinamika gelombang sebagai :

 2u   2u
  0.........................................................................................................
x 2 Y t 2

Maka persamaannya dapat diturunkan sebegai berikut :

4
 F  m, a
 S  x  dx)  S ( x   A   A' dx  
2
u
t 2
S  2u
dxA   A' dx  2
x t
e  2u
 dxA   A' dx  2
x t
  du   2u
  dxA   A' dx  2
x  dx  t
 u
2
 u
2
 2 dxA   A' dx  2
x t
 u   u
2 2
 0
x 2 Y t 2

Persamaan ini dikenal dengan persamaan gelombang satu dimensi. Penyelesaian dari
persamaan gelombang 4 adalah :

u ( x, t )  A.e i  k . x  .t  ...................................................................................................

2
dengan k adalah bilangan gelombang ( k  ), ω adalah frekwensi gelombang dan A

adalah amplitudo gelombang. Dengan memasukkan persamaan 5 ke persamaan 4 sehingga
diperoleh :

  k .v...................................................................................................................

Dengan :

Y
v  ....................................................................................................................

Persamaan 6 yang menghubungkan frekwensi dan bilangan gelombang disebut persamaan


dispersi. Persamaan 7 menyatakan bahwa kecepatan penjalaran gelombang mekanik yang
terjadi pada padatan merupakan sifat-sifat medium padatan yang dipengaruhi oleh sifat
elestisitas medium dan kerapatan massa medium. Gambar dibawah ini menunjukkan
hubungan dispersi gelombang elastik, yaitu merupakan sebuah garis lurus yang slope
(kemiringannya) sama dengan kecepatan gelombang bunyi, di mana ω berhubungan linier
terhadap k :
5
ω=v.k

Gambar 2 Grafik Hubungan dispersi gelombang


elastik

Persamaan 7 juga dapat digunakan untuk modulus Young. Hasil pengukuran menunjukkan
suatu padatan tertentu memiliki kerapatan massa ρ = 5 gr/cm 3 dengan kecepatan 5 x 105 m/s
memiliki Y = 1,25 x 1012 gr/cm.s2.

Persamaan di atas diturunkan untuk sebuah gelombang longitudinal, akan tetapi cara yang
sama juga dapat diterapkan untuk gelombang transversal. Dalam memahami gelombang
elastik seperti diuraikan di atas digunakan pendekatan zat padat sebagai medium kontinu
isotropik, akan tetapi kenyataannya kristal padatan tidak isotropik (anisotropik) dan efek dari
ketidak isotropikan kristal mengarah pada ketidak hoginannya nilai-nilai karakteriktik
( modulus young, konduktivitas) dari kristal tersebut. Untuk memahami lebih jauh dari efek
ketidak isotropikan kristal digunakan pendekatan matematika Tensor. Untuk kesederhanaan
pembahasan selanjutnya pada pembahasan zat padat digunakan pendekatan zat padat
isotropik.

2.1.1 Mode Mode Keadaan Kerapatan

Jika kita meninjau gelombang elastic yang dihasilkan oleh sebuah batang pada gambar
1 diatas dimana gelombang tersebut hanya berjalan pada 1 dimensi. Persamaan yang
dihasilkan oleh persamaan 5 dapat dinyatakan dengan :

u ( x)  A.e ik .x .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .

Selanjutnya dibahas efek dari syarat batas (boundary condition) dari persamaan 8.
Syarat batas tersebut dihasilkan dari penerapan efek luar dari ujung-ujung batang.
Jenis dari syarat batas yang sering diterapkan adalah syarat batas periodik, yaitu ujung
6
kanan batang dibatasi sedemikian sehingga memiliki keadaan ossilasi yang sama
dengan ujung kiri batang. Misalkan panjang batang adalah L dengan mengambil titik
awan pada titik ujung kiri batang maka syarat periodik menyatakan :

u ( x  0)  u  x  L  .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ......

Dari persamaan 8 yang ada diatas dapat di subsitusikan ke persamaan 9 maka akan
diperoleh persamaannya sebagai berikut :

e ik . L  1.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .........

Persamaan 10 ini menentukan dari keadaaan sebuah k yang bisa diterima dan hanya
nilai k dari persamaan 10 tersebutlah yang dibolehkan. Karena ein.2  1 untuk setiap
bilangan bulat n, dengan demikian nilai k yang dibolehkan adalah :

2
k n .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ........
L
Dengan n = 0, ±1, ±2, ±3, …. Bila harga-harga tersebut dilukiskan sepanjang sumbu k,
maka terbentuk sebuah ruang titik-titik beraturan satu dimensi, seperti ditunjukkan
gambar 3 yaitu sebagai berikut :

k
0
2π/L
Gambar 3 Harga-harga k yang diijinkan

Masing-masing harga k persamaan 11 atau masing-masing titik gambar 3 menyatakan


sebuah mode getar. Misalkan dipilih sebuah interval tertentu dk dalam ruang k dan
selanjutnya dapat ditentukan jumlah dari mode-mode getar yang terjadi dalam interval
k. Dengan mengambil L cukup besar maka titik-titik dapat dipandang sebagai kuasi
kontinu. Karena jarak antara titik-titik adalah 2π/L maka jumlah mode-mode getar
dalam interval dk adalah

7
L
dn  dk.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .....
2

tetapi k dengan ω adalah saling berhubungan melalui persamaan dispersi, dengan


demikian dapat ditentukan jumlah mode-mode getar dalam interval frekwensi d ω yang
terletak antara ω sampai ω + dω. Rapat keadaan g(ω) didefinisikan sedemikian
sehingga g(ω) dω emnyatakan jumlah mode getar yang terjadi interval frekwensi antara
ω sampai ω + d ω. Dari definisi tersebut dapat dituiskan sebagai berikut :

L
g    d .  dk.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......
2

Atau dapat dinyatakan rapat keadaan mode-mode getar adalah :

L dk
g   . .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..
 d

Persamaan 14 merupakan persamaan umum untuk kasus satu dimensi, yang


menunjukkan bahwa rapat keadaan g(ω) ditentukan oleh persamaan dispersi. Untuk
hubungan linier persamaan 6 dω/dk = v sehingga persamaan 14 dapat dinyatakan :

L 1
g    . .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....
 v

Yang merupakan harga konstan tidak bergantung pada ω. Hasil yang diperoleh dalam
pembahasan getaran satu dimensi dapat dikembangkan untuk kasus getaran tiga
dimensi. Penyelesaian gelombang untuk kasus tiga dimensi dinyatakan dengan :

i ( kx xk y y kz z )
u ( x, y, z , t )  A.e  A.e ik.r ........................................................................

di mana penjalaran gelombang digambarkan oleh vektor k yang arahnya menunjukkan


arh penjalaran gelombang dan besarnya berbanding terbalik dengan panjang
gelombang. Dalam pembahasan gelombang dalam medium tiga dimensi sekali lagi
diperlukan efek dari syarat batas untuk tiga dimensi. Untuk penyederhanaan
pembahasan tinjaulah batang sebagai medium tiga dimensi dalam bentuk kubus yang
sisi-sisinya adalah L. Dengan menerapkan syarat batas periodik maka diperoleh harga-
harag k yang diijinkan yaitu yang memenuhi persyaratan :
8
i(k x Lk y Lkz L)
e  1.................................................................................................

Yaitu akan menghasilkan harga-harga dan memenuhi persamaan berikut :

2 2 2 
k x , k y , k z    nx

, ny , nz ...........................................................................(1
 L L L 

dimana  nx , n y , nz  adalah pasangan tiga buah bilangan bulat. Harga-harga k yang


diijinkan untuk gelombang tiga dimensi. Dalam ruang k seperti yang ditunjukkan

gambar 4 tiap-tiap pasangan tiga harga  k x , k y , k z  menyatakan sebuah titik dalam


ruang k yang menyatakan sebuah mode getar yang dibolehkan :

Gambar 4 : Dalam Ruang Tiga Dimensi

Volume dari masing-masing titik dalam ruang k adalah (2π/L)3. Jumlah mode-mode
getar adalah sama dengan jumlah titik-titik pasangan harga k yang diijinkan dalam
ruang bola. Volume bola yang jari-jarinya k yaitu (4π/3).k3, karena volume tiap titik
adalah (2π/L)3 maka jumlah mode-mode getar yang diijinkan dalam ruang k adalah :

3
 L  4 3 V 4 3
N   k  k .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..
 2  3  2  3
3

Dengan V = L3 adalah volume sampel padatan. Persamaan 19 menyatakan jumlah


semua gelombang yang diijinkan yang memiliki harga k lebih kecil dari harga tertentu

9
dan menjalar keseluruh arah. Dengan menurunkan persamaan 19 terhadap k diperoleh
persamaan 20 :

V
dN  4k 2 dk.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ......
 2  3

Yang menyatakan jumlah mode getar dalam elemen kulit bola yang jari-jarinya antara k
sampai (k + dk) . Jika Kembali pada pengertian rapat keadaan g(ω) sedemikian
sehingga g(ω)dω adalah jumlah mode-mode getar yang frekwensinya terletak dalam
interval ω sampai ω + d ω. Jumlah ini dapat ditentukan dari persamaan 20 dengan
mengubah variabel k menjadi ω dengan menggunakan persamaan dispersi ω = v.k,
sehingga diperoleh :

V 2
g ( ) d  4 d.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......
 2  3 v3

Berdasarkan persamaan 21 maka rapat keadaan dari mode-mode getar gelombang yang
dibolehkan yang frekwensinya ω adalah :

V 2
g ( )  4 .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .....
 2  3 v3

Grafik g(ω) terhadap ω dari persamaan 22 dilukiskan oleh gambar 5 berikut :

Gambar 5 : Grafik g(ω) terhadap ω

10
Dimana pada persamaan 22 diatas ditunjukkan bahwa g(ω) meningkat dengan ω2, tidak
seperti pada kasus satu dimensi dimana g(ω) berharga konstan tidak bergantung pada
ω. Kenaikan ini merupakan fakta bahwa volume dari elemen bola dalam gambar 4
bertambah terhadap k2.

2.1.2 Energi Getaran Thermal

Untuk menentukan amplitudo dari getaran thermal dapat ditentukan dari energi rata-rata
dari sebuah getaran satu dimensi yang dalam keadaan kesetimbangan thermal terhadap
lingkungannya. Probabilitas relatif getaran demikian memiliki energi E pada suhu T
diberikan oleh faktor Boltzmann e  E / kT , dengan demikian energi rata-rata getaran
dalam kesetimbangan thermal dinyatakan :

 E.e
 E / kT
dE
E  .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ......
e
 E / kT
dE

Dari persamaan 23 dapat didapatkan jumlah energi getaran pada setiap saat dinyatakan
dengan :

E 1
2 m.v 2  1
2 K .x 2 .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ......

dengan v menyatakan kecepatan partikel, K konstanta elastisitas dan x perpindahan dari


posisi kesetimbangan. Dengan memasukkan persamaan 24 ke persamaan 23 diperoleh
energi rata-rata adalah :

 

  E.e
 E / kT
dv.dx
E    
 
.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ........
 e
 E / kT
dv.dx
  

Dengan memasukkan E yang dinyatakan oleh persamaan 24 ke persamaan 25 diperoleh


:

11
 

  
Kx 2 .e   mv
1
mv 2  1
2

 Kx 2 / 2 kT
dv.dx
2 2

E    
 
 
 e
 mv 2  Kx 2 / 2 kT
dv.dx
  
   

v e x e
2
 Kx 2 / 2 kT 2
 mv 2 / 2 kT
1
2
m 2
e  mv / 2 kT
dv dx 1
2
K 2
e  Kx / 2 kT
dx dv
E  
 

 
 


e e e e
2 2 2
 mv / 2 kT  Kx / 2 kT  mv / 2 kT  Kx 2 / 2 kT
dv dx dv dx
   
 

v x
2 2
1
2 m 2
e  mv / 2 kT
dv 1
2 K 2
e  Kx / 2 kT
dx
E  

 

...........................................................(26
e e
 mv 2 / 2 kT  Kx 2 / 2 kT
dv dx
 

Dengan memisalkan :

1 mv 2 1 Kx 2
2
y  2 dan 2
z  2
kT kT

diperoleh

2kT 2
v2  y
m

2kT
dv  dy ......................................................................................................
m

Dan

2kT 2
x2  z
K

2kT
dx  dz.......................................................................................................
K

Dengan memasukan persamaan 27 dan 28 ke persamaaan 26 maka akan


diperoleh akan diperoleh persamaan sebagai berikut :

 

 z
2 2
kT y 2 e  y dy kT 2
e  z dz
E  

 

.......................................................................(29)
e  e dz
 y2 z 2
dy
 

12
Persamaan 29 merupakan sebuah bentuk fungsi khusus yang dikenal sebagai bentuk
fungsi Gama. Untuk menyelesaikan persamaan 29 digunakan formula sebagai berikut :


2e  2 d  
 2


e d   .....................................................................................................
 2



Dengan demikian akan diperoleh persamaan 29 yaitu sebagai berikut :

E  1
2 kT  1
2 kT  kT .............................................................................................(3

1 kT
Rata-rata energi kenetik sama dengan rata-rata energi potensial yaitu sebesar 2 ,
sehingga rata-rata energi getaran partikel adalah sebesar kT.

Dalam mekanika statistik telah dibahas bahwa getaran sebuah partikel dalam satu
dimensi memiliki dua derajat kebebasan, satu derajat kebebasan berkaitan dengan
1 kT
masing-masing dari dua mode energi yang dimiliki yaitu dengan 2 . Dengan
demikian untuk getran dalam tiga dimensi masing-masing partikel akan memiliki tiga
derajat kebebasan, pada tiap derajat kebebasan akan menyumbangkan rata-rata energi
getaran sebesar kT. Sehingga tiap getaran sebuah partikel dalam tiga dimensi akan
memberikan sumbangan energi rata-rata sebesar 3 kT.

Amplitudo dari sebuah getaran harmonik adalah perpindahan maksimum pada sisi-sisi
posisi kesetimbangan. Bila x = A maka semua energi berupa energi potensial

E  1 KA2  kT . Dengan pendekatan ini diperoleh rata-rata amplitudo getaran yang


2

dihasilkan adalah :

2kT
A  .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ......
K

Persamaan 32 menyatakan rata-rata ampitudo getaran partikel dalam kesetimbangan


thermal pada suhu T. Persamaan 32 menunjukkan bahwa rata-rata amplitudo
bergantung pada K dan T dan bukan bergantung pada massa partikel.

13
2.2 Panas Jenis Padatan

Jarak antara molekul zat padat berbeda dengan gas. Gerakan molekulnya hanya mungkin bergetar di
sekitar titik tetap. Misalnya getaran yang terjadi getaran harmonis sederhana.Setiap atomnya memiliki
3 derajat kebebasan translasi. Di samping energy kinetic molekul yang
bergetarharmonisakanmemilikienergipotensial pula yang sama dengan energy kinetiknya
(Rai Sujanem, Dalam Buku Fisika Statistik).

Bila temperatur suatu padatan dinaikkan, maka energi dalam dari padatan tersebut akan
bertambah. Jika energi dalam dari suatu padatan dihasilkan oleh energi vibrasi dari atom-
atom penyusun padatan maka panas jenis padatan akan dapat ditentukan secara langsung dari
hasil pembahasan tentang energi getaran sebelumnya.

Tinjaulah panas jenis molar padatan pada volume konstan cv, yang didefinisikan sebagai
energi yang harus ditambahkan pada 1 kmole suatu zat padatan yang volumenya di atur
konstan untuk menaikkan suhunya 1oC. Panas jenis suatu zat padat pada tekanan konstan cp
adalah 3% sampai 5% lebih tinggi dari cv, karena pada proses tekanan tetap menghasilkan
usaha untuk mengubah volume selain meningkatkan energi dalam padatan.

Vibrasi dari masing-masing atom dalam padatan dapat diuraikan menjadi tiga komponen
sepanjang sumbu yang saling tegak lurus. Dengan demikian vibrasi masing-masing atom
penyusun padatan dapat dipandang sebagai tiga buah osilator harmonik, sehingga energi rata-
rata ossilator yang dihasilkan oleh tiap atom adalah 3 kT, karena E  kT untuk tiap ossilator
harmonik. Tiap Kmole padatan mengandung sebanyak No = 6,02 x 1026 atom. Dengan
demikian jumlah energi tiap kmole padatan adalah;

U  3N o kT  3RT .......................................................................................................

dengan R = No.k = 8,31 x 103 Joule/kmole.K = 1,99 kkal/kmole.K merupakan konstanta


universal dari gas. Panas jenis padatan pada volume konstan dinyatakan oleh

 U 
cv    ...............................................................................................................
 T  V

dengan demikian panas jenis padatan diperoleh


14
cV = = 5,97 kkal/kmole.K

Dulong dan Petit kemudian menunjukkan hasil secara eksperimen bahwa panas jenis padatan
pada suhu kamar dan suhu yang lebih besar adalah cV ≈ 3R, yang dikenal dengan hukum
Dulong-Petit. Akan tetapi hukum Dulong-Petit gagal menjelaskan panas jenis untuk unsur-
unsur ringan seperti Boron, Beryllium dan Carbon seperti diamond yang masing-masing
memiliki panas jenis secara berurutan 3,34; 3,85 dan 1,46 kkal/kmole.K pasa suhu kamar.
Bahkan hukum Dulong-Petit juga gagal menjelaskan panas jenis semua zat padat yang turun
secara tajam sebagai fungsi T3 pada suhu rendah mendekati nol pada suhu mendekati 0 K.
Gambar 4 menunjukkan bagimana panas jenis berubah terhadap T untuk beberapa jenis
padatan. Kedua kegagalan dari hukum Dulong-Petit merupakan kegagalan yang sangat serius
terhadap hasil eksperimen.
CV (kkal/kmole.K)

7
Timah
Aluminium Silikon
6

5 Karbon
(diamond)

0 200 400 600 800 1000 1200


15
Suhu Absolut ( K )
Gambar 6 : Perubahan panas jenis terhadap suhu dari beberapa padatan
2.2.1 Teori Einstein

Dalam tahun 1907 Enstein menunjukkan kesalahan mendasar dari persamaan 4.45
yang terletak pada gambaran kT dari energi rata-rata per ossilator dalam sebuah
padatan. Kesalahan ini sama sama seperti kesalahan yang ada pada formula Rayleigh-
Jeans yang menganggap sepetrum adalah kontinu, tetapi sebenarnya energi adalah
terkuantisasi dalam kelipatan hυ. Enstein memperlakukan atom-atom dalam padatan
sebagai ossilator-ossilator yang tidak saling bergantung satu dengan yang lainnya,
dengan energi masing-masing ossilator dinyatakan dalam mekanika kuantum berbeda
dengan teori kalsik. Menurut teori mekanika kuantum energi dari sebuah ossilator
terisoalsi adalah :

E n  nh .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......

Dengan n adalah bilangan bulat posistip (n = 0, 1, 2, 3 ……..) . Persamaan 35


menyatakan energi sebuah ossilator terisolasi, akan tetapi ossilasi atom-atom padatan
adalah tidak terisoalsi, atom-atom secara kontinu melakukan pertukaran-pertukaran
energi dengan energi thermal lingkungannya padatan. Oleh karena itu energi padatan
secara kontinu berubah-ubah, tetapi harga energi rata-rata pada kesetimbangan thermal
dinyatakan :

E n e  En / kT
E  n0

.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......
e
n 0
 E n / kT

Faktor e  En / kT dikenal dengan faktor Boltamann yang menyatakan probabilitas


ossilator memiliki keadaan energi En. Dengan memasukkan persamaan 35 ke
persamaan 36 dan menyatakan persamaan 37 dalam bentuk :

   
E  ln  e  En / kT ......................................................................................
 1 / kT   n 0 

Sehingga sumasi di dalam logaritma akan menjadi deret geometri tak hingga. Dengan
menjumlahkan deret tersebut dan mendiferensial maka diperoleh energi rata-rata per
ossilator menurut Enstein adalah :

16
h.
E  h / kT
.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..
e 1

Dengan demikian jumlah keseluruhan energi ossilator adalah :

3 N o .h.
U  3N o E  ...........................................................................................
e h / kT  1

Dari persamaan 39 akan ditentukan panas jenis moral yaitu sebagai berikut :

2
 U   h  e h / kT
cv     3R  .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..( 40
 T V  kT  e h / kT
1  2

Untuk memberi intepretasi dari persamaan 40, untuk suhu tinggi pada mana berlaku
keadaan hυ << kT sehingga diperoleh :

h
e h / kT  1  .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .
kT

2 3
Karena e x  1  x  x  x  ... , sehingga pada suhu tinggi persamaan 40 menjadi
2! 3!

E  kT . Dengan demikian panas jenis molar diperoleh cv  3R , yang sesuai dengan


hukum Dulong-Petit. Untuk suhu rendah h >> kT maka eh / kT >> 1 sehingga
persamaan 40 menjadi sebagai berikut :

E  h .e  h / kT .....................................................................................................

yang menunjukkan bahwa rata-rata energi turun secara eksponesial terhadap turunnya
suhu padatan. Dari persamaan 42 dapat diturunkan panas jenis molar padatan yang
menghasilkan :
2
 h   h / kT
c v  3 R  e .............................................................................................
 kT 

Yang menunjukkan bahwa panas jenis molar padatan turun secara eksponensial
terhadap turunnya suhu padatan. Formulasi Enstein untuk cv turun mendekati nol pada
temperatur yang sangat rendah, yang bertentangan dengan hukum Dulong-Petit.

17
Enstein juga mengemukakan bahwa kemungkinan energi dari sebuah ossilator
harmonik adalah :

En   n  1
2
.h.....................................................................................................
Persamaan 44 menyatakan bahwa ossilator pada keadaan dasar memiliki energi
sebesar ½ h artinya energi pada keadaan dasar tidak sama dengan nol seperti yang
diperoleh dari pembahasan klasik di atas. Energi keadaan dasar ½ h tersebut
dikenalk dengan energi titik nol. Keberadaan energi titik nol tidak mempengaruhi
analisis terhadap panas jenis padatan karena energi titik nol tidak bergantung suhu
padatan.

2.2.2 Teori Debye

Walaupun teori Enstein dapat dengan sukses menunjukkan keadaan panas jenis
padatan pada suhu tinggi yang sesuai dengan hukum Dulong-Petit dan mampu
menjelaskan turunnya panas jenis molar padatan pada suhu rendah, akan tetapi teori
Enstein gagal menjelaskan hasil eksperimen yang menunjukkan bahwa turunnya
panas jenis molar padatan sebagai fungsi T3.

Enstein dalam menganalisis panas jenis padatan memandang bahwa padatan disusun
oleh atom-atom yang berfungsi sebagai sumber-sumber ossilator yang terisolasi tidak
saling bergantung satu sama lainnya dan masing-masing ossilator memeiliki energi
sebesar h . Debye pada tahun 1912 mengembangkan teori panas jenis dengan
mempertimbangkan efek koupling antara ossilator dari atom-atom tetangga
terdekatnya. Debye memandang padatan sebagai sebuah zat kontinum elastik. Energi
dalam dari padatan dihasilkan oleh energi gelombang elastik berdiri, seperti sistem
gelombang elektromagnet dalam sebuah kotak hitam yang mengandung energi
terkuantisasi. Kuantum energi dalam padatan disebut dengan fonon yang menjalar
dengan kecepatan cahaya.

18
Jumlah gelombang elastik berdiri yang frekwensinya antara ω sampai ω + dω sesuai

V 2
dengan persamaan 22 yaitu g ( )  4 . Dengan demikian jumlah mode
 2  3 v3

gelombang elastik berdiri persatuan volume yang frekwensinya antara υ sampai υ + dυ


adalah :

4 . 2
n  d  d ...............................................................................................
v3

dengan v adalah kecepatan gelombang. Dalam padatan terdapat dua jenis gelombang
yang dapat terjadi yaitu gelombang longitudinal dan gelombang transversal yang
masing-masing memiliki harga kecepatan berbeda yaitu vl dan vt, lebih jauh juga
terdapat dua arah polarisasi dari gelombang transversal, sehingga pernyataan
pesamaan 45 menjadi :

 1 2  2
n  d  4 
 v3  v3 
 d ......................................................................................
 l t 

Energi rata-rata dari gelombang elastik yang terjadi dapat diperoleh dari persamaan 46
yang dikembangkan oleh Enstein. Dalam perhitungan energi total oleh Debye
frekwensi gelombang elastik dibatasi dari 0 samai υD yang dikenal dengan frekwensi
maksimum atau frekuensi Debye. Dengan demikian energi dalam padatan adalah :


 1 2  D h 3
U  4V  3  3 .  h / kT d ............................................................................(4
v
 l v t  0 e  1

Batas atas frekuensi adalah frekuensi maksimum tertentu υD yang mengintepretasikan


fakta bahwa tidak dapat terjadi sampai tak hingga gelombang berdiri dalam padatan
atau padatan akan memiliki energi dalam tertentu. Debye berasumsi bahwa jumlah
keseluruhan gelombang-gelombang berdiri dalam padatan adalah 3No. Sehingga dari
persamaan 46 diperoleh :

19

 1 2  D 2
3 N o  4V 
 v3
 l
 
v t3 
.
 0
  d
4  1 2  3
 V 
 3
 3 . D

3  vl vt 
1
 3
 
9N 0
D    ...........................................................................................
  1 2 
 4V 
  3  


3
 vl vt 


Dengan menggunakan formulasi 48 persamaan dapat ditulis kembali menjadi :

D
9N 0 h 3
U  . d ........................................................................................
 D3 0 e h / kT  1

Untuk lebih menyederhanakan bentuk integral persamaan 49 adalah lebih tepat

h
mengubah variabel υ ke sebuah besaran tanpa dimensi x di mana x  yang
kT

kT
menghasilkan d  dx , di samping itu didefinisikan suhu karakteristik Debye
h

h D
 . Dalam x dan θ persamaan 49 menjadi :
k

D 
T4 x3 T 4 D x3
.
 3 0 e x  1
U  9N o k dx  9 R . dx.......... .......... .......... .......... .......... .......... ..(
3 0 ex 1

Dengan demikian panas jenis molar pada volume konstan adalah :

 U   T  3  /T
x 3 dx    1 
cv     9 R 4  .      /T .......... .......... .......... .......... .......... (51)
 T  V     e 1  T  e  1
x
0

Persamaan 51 menunjukkan bahwa panas jenis merupakan fungsi T/θ. Selanjutnya


untuk dua keadaan suhu yang ekstrem yaitu suhu tinggi dan suhu rendah dapat
dijelaskan sebagai berikut

20
Untuk suhu tinggi maka θ/T. adalah sangat kecil sehingga e / T  1   / T selanjutnya
diperoleh :

  1   1
   /T   1
T  e 
1  T 1 1
T

 /T  /T 3
x3dx 1  
Dan    x 2 dx   
0 ex 1 0
3 T 

dengan demikian untuk suhu tinggi persamaan 51 menhasilkan cV  3R , yang sesuai


dengan hasil eksperimen. Untuk suhu rendah θ/T   maka suku kedua dalam kurung
siku persamaan 41 menjadi kecil sekali dapat diabaikan dan batas atas integral suku


x 3dx 4
pertama menjadi ∞. Karena  x 
15
. Maka pada suhu yang rendah persamaan
e 0 1

41 dapat dituliskan kembali adalah :

  T 3  4  12 4  T 
3

cV  9 R 4     R   .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....( 5


    15 
  3  
CV (kkal/kmole.K)

Hasil yang ditunjukkan persamaan 52 menunjukan bahwa hasil perhitungan sesuai


dengan hasil eksperimen yang menyatakan bahwa panas jenis padatan sebagai fungsi
6 sedang panas jenis padatan sesuai dengan formula Debye harus dihitung
T3. Pada suhu
secara numerik. Perubahan panas jenis padatan terhadap T/θ sesuai dengan teori
5
Debye ditunjukkan oleh gambar 7

T/θ
0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
Gambar 7 : Perubahan panas jenis
21 terhadap T/θ menurut teori
debye
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

22
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini adalah :

1. Suatu padatan yang dihasilkan oleh panjang gelombang maka dipandang sebagai medium
kontinu.

2. Dalam tahun 1907 Enstein menunjukkan kesalahan mendasar yang terletak pada gambaran
kT dari energi rata-rata per ossilator dalam sebuah padatan.

3. Teori Enstein dapat dengan sukses menunjukkan keadaan panas jenis padatan pada suhu
tinggi yang sesuai dengan hukum Dulong-Petit dan mampu menjelaskan turunnya panas
jenis molar padatan pada suhu rendah, akan tetapi teori Enstein gagal menjelaskan hasil
eksperimen yang menunjukkan bahwa turunnya panas jenis molar padatan sebagai fungsi
T3.

4. Gelombang elastic adalah gelombang yang ketika dari panjang gelombang tersebut sangat
padat dan diberlakukan dengan medium tak hingga.

23

Anda mungkin juga menyukai