Dosen Pengampu ;
MAF ROQIM
NIM. 931209216
A. LATAR BELAKANG
Harus kita akui, hingga kini masih banyak orang yang tak paham proses
hukum dan tatacara penanganan suatu perkara di tiap jenjang peradilan kita.
Mungkin, sosialisasi dan pendidikan hukum untuk publik masih belum
sepenuhnya menjangkau seluruh lapisan masyarakat kita. Peristiwa hukum dalam
kehidupan sehari-hari kita, tentu banyak sekali yang dapat berujung ke perkara
pidana dan atau berproses secara hukum di pengadilan.
Hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang berlaku di
masyarakat, yang keberadaannya sengaja dibuat oleh masyarakat dan diakui oleh
masyarakat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupannya. Tujuannya untuk
menciptakan ketenteraman di masyarakat. Hukum sebagai instrumen dasar yang
sangat penting dalam pembentukan suatu negara, berpengaruh dalam segala segi
kehidupan masyarakat, karena hukum merupakan alat pengendalian sosial, agar
tercipta suasana yang aman, tenteram dan damai.
Dari segi proses penanganan suatu perkara dalam proses hukum kita, ihwal
penuntutan memang diatur dalam Bab tersendiri terdapat di dalam Bab tentang
Penuntutan (pasal 138 KUHAP).
Dalam sebuah pelaksanaan penuntutan, proses penuntutan selain dapat
memacu terhindarinya rekayasa penyidikan juga dapat mempercepat penyelesaian
penyidikan juga menghindari terjadinya arus bolak-balik perkara. Proses
prapenuntutan selain dapat menghilangkan kewenangan penyidikan oleh penuntut
umum dalam perkara tindak pidana umum juga dalam melakukan pemeriksaan
tambahan bilamana penyidik Polri menyatakan telah melaksanakan petunjuk
penuntut umum secara optimal namun penuntut umum tidak dapat melakukan
penyidikan tambahan secara menyeluruh artinya penuntut umum hanya dapat
melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi tanpa dapat melakukan
pemeriksaan terhadap tersangka.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasakan uraian dari latar belakang di atas, maka dalam makalah ini
yang akan penulis bahas adalah apa yang dimaksud dengan prapenuntutan dan apa
saja hal-hal yang berkaitan dengan prapenuntutan.
BAB II
PEMBAHASAN
C. SURAT DAKWAAN
Menurut pasal 140 KUHAP, apabila Penuntut Umum berpendapat bahwa
hasil penyidikan dari penyidik dapat dilakukan penuntutan, maka ia dalam waktu
secepatnya membuat surat atau akte yang membuat perumusan dari tindak pidana
yang didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari hasil penyidikan dari
penyidik yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan
disidang pengadilan.
Surat dakwaan ini adalah sangat penting dalam pemeriksaan perkara
pidana , sebab dialah yang merupakan dasarnya, dan menentukan batas-batas bagi
pemeriksaan hakim.memang pemeriksan itu tidak batal, jika batas tersebut
dilampaui, tetapi putusan hakim hanya boleh mengenai fakta-fakta yang terletak
dalam batas-batas itu, dan tidak boleh kurang atau lebih.
Tujuan utama surat dakwaan adalah bahwa undang-undang ingin melihat
ditetapkannya alas an-alasan yang menjadi dasar penuntutan suatu peristiwa
pidana, untuk itu sifat-sifat khusus dari suatu tindak pidana yang telah dilakukan
itu harus dicantumkan dengan sebaik-baiknya.
Dari pada itu kepentingan surat dakwaan bagi terdakwa adalah bahwa ia
mengetahui setepat-tepatnya dan seteliti-litinya yang didakwakan kepadanya
sehingga ia sampai pada hal yang sekecil-kecilnya untuk dapat mempersiapkan
pembalasannya terhadap dakwaan tersebut.
Mengenai pembatalan surat dakwaan menurut Nederburgh ada dua macam
yaitu:
a. Pembatalan yang formal (formele nietigheid)
b. Pembatalan yang hakiki (wezcnlijke nietigheid).
Tentang cara merumuskan Dakwaan ada dua syarat yang harus dipenuhi,
yaitu:
a. Harus mengandung lukisan dari apa yang senyatanya terjadi
b. Dalam lukisan itu harus ternyatakan pula unsur-unsur yuridis dari tindak
pidana yang didakwakan.
Membuat dakwaan tidaklah mudah, jika pada waktu membuatnya
perhatian ditujukan pada lukisan yang senyatanya terjadi, ada bahayanya bahwa
yang dirumuskan itu kurang konkrit yaitu hanya dengan kata-kata yang bersifat
uridis belaka. Oleh karena itu, sewaktu melukiskan perbuatannya itu sebaiknya
mengambil undang-undangnya, dan diteliti lagi apakah dalam lukisan tersebut
sudah tidak ada unsur delik yang ketinggalan. Unsur delik adalah bagian uraian
delik sesuatu tindak pidana. Kejahatan pencurian misalnya, yang dapat dipidana
menurut pasal 362 KUHP, memuat unsur-unsur yaitu:
mengambil sebagai perbuatan delik yang sebenarnya
pengambilan harus mengenai sesuatu barang
barang tersebut harus seluruhnya atau sebagian merupakan milik orang
lain
pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki dengan
melawan hukum.
Di sidang pengadilan, hakim harus melakukan pemeriksaan apakah
unsure-unsur dari perbuatan tersebut seperti dinyatakan dalam surat dakwaan itu
dapat dibuktikan atau tidak.
Dalam menguraikan suatu tindak pidana umumnya harus dinyatakan:
perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa
bagaimana cara ia melakukannya
upaya-upaya apakah yang telah dipergunakan dalam pelaksanaannya
terhadap siapakah tindak pidana itu ditujukan secara langsung atau tidak
langsung
bagaimana sifat dan keadaan orang yang telah menjadi korban
bagaimana sifat dari terdakwa sendiri
apakah objek dari delik yang bersangkutan.
Pemuatan waktu untuk kepentingan beberapa persoalan yang berhubungan
dengan hokum pidana adalah:
a. Berlakunya pasal 1 ayat 1 atau ayat 2 KUHAP
b. Semua hal dalam mana unsur terdakwa atau korban sewaktu
melakukan kejahatan tersebut memegang peranan penting.
c. Semua hal dimana untuk dapat dipidananya suatu perbuatan
disyaratkan bahwa hal tersebut dilakukan dalam waktu perang
,misalnya pasal 124, 126, 127 KUHP
d. Penentuan adanya recidive (pasal 486 s.d. 488 KUHP)
e. Penentuan apakah pencurian itu dilakukan pada waktu malam
menurut pasal 363.
Adapun penyusunan dakwaan teknis dapat dilakukan sebagai berikut:
a. dakwaan tunggal
b. dakwaan alternative
c. dakwaan subsider
d. dakwaan kumulatif
e. dakwaan campuran
E. PENGGABUNGAN PERKARA
Umumnya tiap-tiap perkara diajukan sendiri-sendiri di persidangan. Akan
tetapi, ada kalanya penuntut umum melakukan pengabungan perkara dalam satu
surat dakwaan. Hal ini dimungkinkan dalam hal yang diatur dalam pasal 141
KUHAP yang berbunyi:
Pasal 141 KUHAP:
“ Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan
membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila alam waktu yang sama
atau hampir bersamaan ia menerima beberapa bekas perkara.”
Suatu tindak pidana dianggap mempunyai sangkut paut satu dengan yang
lain apabila tindak pidana tersebut dilakukan:
a. oleh lebih dari seorang yang bekerja sama dan dilakukan pada saat yang
bersamaan;
b. oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi
merupakan pelaksanaan dari pemufakatan jahat yang dinuat oleh mereka
sebelumnya;
c. oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatka alat yang akan
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan diri
dari pemidanaan karena tindak pidana lain.
Sebagai kebalikan dari penggabungan perkara (voeging) adalah pemisahan
perkara (splitsing). Menurut pasal 142 KUHAP dalam hal penuntut umum
menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidan ayang
dilakukan oleh beberapa tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan pasal
141 KUHAP, ia dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing tersangka
secara terpisah.
Apabila pihak yang dirugikan minta penggabungan perkara gugatanya
dalam perkara pidana tersebut, maka pengadilan negeri menimbang:
1. tentang kewenangannya untuk mengadili gugatan tersebut
2. tentang kebenaran dasar gugatan
3. tentang hukuman penggantian biaya telah dikeluarkan oleh pihak yang
dirugikan tersebut.
Dalam gugatan tersebut dapat diterima, putusan hakim memuattentang penetapan
hukuman engantian biaya yag telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan
DAFTAR PUSTAKA