Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses keperawatan adalah struktur bagian dengan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan oleh perawat untuk
mengekspresikan kebutuhan perawatan (human caring). Proses
keperawatan digunakan secara terus menerus ketika merencanakan dan
memberikan asuhan keperawatan dengan mempertimbangkan pasien
sebagai figur sentral dalam merencanakan asuhan dengan mengobservasi
respon pasien. Pada saat pengkajian ini, perawat harus menentukan data apa
yang perlu dikaji pada awal pertemuan sebagi dasar sehingga perawat
mempunyai gambaran tentang keadaan klien dan masalah yang perlu
ditangani saat itu. Proses pengkajian terus dilakukan selama klien dirawat
untuk memantau terjadinya perubahan dan adanya informasi baru. Dasar
utama dalam melakukan pengkajian adalah data yang akurat, lengkap, dan
sesuai dengan kenyataan.
Dalam makalah ini difokuskan untuk membahas tentang pengkajian pada
Telinga. Pengkajian perawat terhadap rongga telinga menentukan
kemampuan klien untuk mendengar. Kondisi rongga timpani juga
merupakan indikasi penting tentang kebiasaan higiene klien. Perawat
memeriksa rongga telinga terhadap adanya perubahan setempat atau
sistemik yang dapat mengganganggu proses pendengaran dan membuat
klien cenderung mengalami gangguan kesehatan yang lebih serius.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan bagian-bagian telinga, hidung, tenggorokan dan mulut?
2. Bagaimaana pemeriksaan fisik pada telinga, hidung, tenggorokan dan
mulut?

C. Tujuan Penulisan

1
1. Untuk mengetahui pengertian dan bagian-bagian telinga, hidung,
tenggorokan dan mulut ?
2. Untuk mengetahui bagaimaana pemeriksaan fisik pada telinga, hidung,
tenggorokan dan mulut?

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Telinga
Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi/
mengenal suara & juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh.
Telinga memiliki tiga bagian yaitu:
1. Telinga Luar
Aurikula (daun telinga) Terdiri dari tulang rawan (kartilago) yang
dibungkus kulit. Fungsi utama aurikula adalah untuk menangkap
gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam MAE.
Meatus auditorius eksternus (saluran telinga) merupakan saluran ke
dalam os temporale dan membentuk kurva yang condong ke atas dan ke
bawah. Fungsinya sebagai buffer terhadap perubahan kelembaban dan
temperatur yang dapat mengganggu elastisitas membran timpani.
2. Telinga tengah
Telinga tengah adalah rongga yang berisi udara dalam tulang
temporal yang terdiri dari:
a. Membran timpani (gendang telinga), membentang sampai bagian akhir
saluran telinga, Terdiri dari jaringan fibrosa elastic berbentuk bundar
dan cekung dari luar dan akan bergetar ketika gelombang suara
melaluinya. Getaran ini akan diteruskan menuju ketiga tulang
pendengaran.
b. Tulang pendengaran terdiri dari: meleus inkus dan stapes. Stapes
kemudian menghantarkan getaran ketelinga dlam yang terisi oleh cairan
pada fenesta vestubuli. Fungsi ke tiga tulang ini adalah menurunkan
amplitudo getaran yang diterima dari membran tympani dan
meneruskannya ke jendela oval.
c. Tuba eustachi Bermula dari ruang tympani ke arah bawah sampai
nasofaring Struktur mukosanya merupakan kelanjutan dari mukosa
nasofaring Tuba dapat tertutup pada kondisi peningkatan tekanan secara
mendadak. Tuba ini terbuka saat menelan dan bersin Berfungsi untuk

3
menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh dengan di dalam
telinga tengah.
3. Telinga Dalam
Telinga dalam merupakan suatu rongga yang disebut labirin
berdinding tulang (maze), yang dilapisi oleh membrane yang disebut
membranosa labirin. Perilimf adalah cairan yang terdapat di antara tulang
dan membran, dan edolimf adalah cairan yang terdapat di dalam struktur
membrane didalam telinga dalam. Struktur-struktur tersebut adalah koklaea
yang terkait erat dengan pendengaran dan utrikuklus, sakulus dan kanalis
semisirkularis, yang semuanya berfunsi untuk mempertahankan
keequlibrium.
a. Koklea, Koklea adalah berbentuk seperi rumah keong dengan struktur
dua setengah putaran.
b. Utrikulus dan sakulus adalah kantong membranosa disuatu daerah yang
disebut vestibulum yang terletak di antera koklea dan kanalis
semisirkularis.
c. Kanalis Semi Sirkularis adalah membrane lonjong yang berisi cairan
yang terdiri dari 3 duktus semiserkular, masing-masing berujung pada
ampula.Pada ampula terdapat sel rambut, krista dan kupula Berkaitan
dengan sistem keseimbangan tubuh dalam hal rotasi.

4
Secara ringkas, proses mendengar melibatkan transmisi getaran dan
menghasilkan impuls saraf. Ketika gelombang suara memasuki saluran
telinga, getaran dihantar oleh urutan struktur berikut: gendang telinga,
meleus, inkus, stepaes, fenestra vestubuli pada telinga dalam, perimlf dan
endolimf yang terdapat di koklea dan sel rambut organ kortil.

B. Pemeriksaan Fisik Telinga


1. Inspeksi
a. Telinga Luar
- Bantu pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak
dapat diatur duduk dipangkuan orang tua/orang lain.
- Atur posisi anda duduk menghadap sisi telinga pasien yang akan
diuji
- Untuk pencahayaan, gunakan auriskop, lampu kepala, atau sumber
cahaya yang lain sehingga tangan bebas bekerja
- Kaji dan mati telinga luar, periksa; ukuran, bentuk, warna, lesi,
adanya massa pada pinna.
b. Inspeksi telinga dalam
- Bagian pinggir daun telinga / heliks dan secara perlahan-lahan tarik
daun telinga ke atas dan ke belakang sehingga lubang telinga
menjadi lurus dan mudah untuk di amati. Pada anak-anak daun
telinga ditarik ke bawah
- Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan ada atau tidaknya
peradangan, perdarahan atau kotoran
- Dengan hati-hati masukkan otoskop yang menyala ke dalam lubanng
telinga.
- Bila letak otoskop sudah tepat, arahkan mata anda pada eyepiece
- Amati adanya kotoran, serumen, peradangan atau adanya benda
asing pada dinding lubang telinga

5
- Amati bentuk, warna, transparansi, kilau, perforasi atau adanya
darah / cairan pada membran timpani
2. Palpasi
- Pengkajian palpasi dengan memegang telinga menggunakan ibu jari
dan jari telunjuk
- Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari jaringan
lunak, kemudian jaringan keras, dan catat bila ada nyeri
- Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga dibawah
daun telinga. Bila ada peradangan, pasien akan merasa nyeri
- Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan

Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi


telinga, secara sederhana pendengaran dapat diperiksa dengan
menggunakan suara bisikan. Pendengaran yang baik akan dengan mudah
diketahui dengan adanya bisikan. Bila pendengaran dicurigai tidak
berfungsi baik, pemeriksaan yang lebih teliti dapat dilakukan dengan
garputala atau tes audiometri (oleh spesialis)
a. Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan
1. Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak sekitar
4,5-6 meter
2. Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak
diperiksa
3. Bisikkan suatu bilangan (mis: tujuh enam)
4. Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar
5. Periksa telinga sebelah dengan cara yang sama
6. Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri pasien
b. Cara pemeriksaan pendengaran menggunakan arloji
1. Pegang sebuah arloji di samping telinga pasien
2. Minta pasien menyatakan apakah mendengarkan detakan arloji
3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta
pasien menyatakan bila tidak mendengar lagi detak arloji tersebut.

6
Normalnya detak arloji masih dapat didengar sampai jarak 30 cm
dari telinga
4. Bandingkan telinga kanan dan kiri
c. Cara pemeriksaan pendengaran dengan Garpu Tala
1. Pemeriksaan pertama (rinne)
- Vibrasikan garpu tala
- Letakkan garpu tala pada mastoid kanan pasien
- Anjurkan pasien memberitahu sewaktu tidak merasakan
getaran lagi
- Angkat garputala dan pegang didepan telinga kanan pasien
dengan posisi garpu tala paralel terhadap lubang telinga luar
pasien
- Anjurkan pasien untuk memberitahu apakah masih mendengar
suara getaran atau tidak. Normalnya suara getaran masaih dapat
didengar karena konduksi udara lebih baik daripada konduksi
tulang
2. Pemeriksaan kedua (Weber)
- Vibrasikan garpu tala
- Letakkan garputala ditengah-tengah puncak kepala pasien
- Tanya pasien tentang telinga yang mendengar suaragetaran lebih keras.
Normalnya kedua telinga dapat mendengar secara seimbanng sehingga
getaran dirasakan di tengah-tengah kepala
- Catat hasil pemeriksaan pendengaran
- Tentukan apakah pasien mengalami konduksi tulang, udara, atau
keduanya.

C. Hidung dan Sinus


1. Hidung

7
Merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan dan
indera penciuman. Hidung terdiri dari hidung luar (nasus externus) dan
rongga hidung (cavum nasi). Sepertiga bagian atas hidung luar ditunjang
oleh tulang sedangkan dua pertiga bagian bawah terdiri dari kartilago yang
berpasangan. Melalui nares anterior, udara masuk ke rongga hidung melalui
daerah yang melebar yang disebut vestibulum dan melalui nares posterior
akan sampai di nasofaring. Vestibulum dilapisi oleh kulit berambut, bukan
oleh mukosa.

Rongga hidung terbagi dua oleh septum nasi yang tersusun oleh
tulang maupun kartilago. Septum nasi dilapisi oleh mukosa yang banyak
vaskularisasinya.Pada dinding lateral rongga hidung terdapat tiga buah
concha (superior, media, inferior) yaitu tulang yang menonjol ke dalam
rongga hidung, dilapisi oleh mukosa yang kaya vaskularisasi. Dibawah
setiap concha terdapat alur atau meatus yang dinamai sesuai concha di
atasnya. Dalam meatus inferior bermuara ductus nasolacrimalis, dan di
dalam meatus medius bermuara sebagian besar sinus paranasal.
Sinus paranasalis adalah rongga berisi udara yang terdapat dalam
tulang kranium di sekitar rongga hidung yang terdiri dari sepasang sinus
maxillaris, sepasang sinus ethmoidalis, sepasang sinus frontalis, dan satu
sinus sphenoidalis. Masing-masing sinus memiliki ostia (lubang). Sinus-

8
sinus ini bermuara ke rongga hidung dan dilapisi oleh mukosa. Hidung
terdiri dari:
a. Pangkal hidung (bridge) : perlekatan superior hidung pada cranium
b. Batang hidung (darsum nasi) : badan hidung yang terbentuk dari tulang
keras
c. Apeks hidung (apex nasi) : ujung hidung
d. Filtrum : depresi vertical yang terletak di bawah hidung, di atas bibir
e. Lubang hidung (nastril) : lubang luar kavum nasalis
f. Cuping hidung (ala nasi) : tepi nostril yang melebar
g. Sulkus nasalis alaris : depresi lateral di sisi hidung yang
menghubungkan hidung dengan jaringan wajah
2. Sinus
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada
empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,
sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kiri dan kanan. Sinus paranasal
merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam
rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3 sampai 4
bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus
etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari
sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatasasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari
bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus ini umumnya mencapai besar
maksimal pada usia antara 15-18 tahun. Sinus terdiri dari:
a. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar, saat
lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang
dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml saat

9
dewasa. Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding media
sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
b. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak
bulan keempat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir sinus frontal mulai berkembang
pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia
20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, yang satu
lebih besar daripada yang lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang
terletak digaris tengah. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya,
lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm.
c. Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi
dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan
fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Ukurannya dari anterior ke
posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cmdibagian anterior
dan 1,5 cm dibagian posterior. Sinus etmoid berongga-rongga terdiri
dari sel-sel yang enyerupau serang tawon, yang terdapat dalam massa
bagian lateral os etmoid yang terletak diantara konka media dan dinding
medial orbital.
d. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
pasterior, sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang di sebut setum
interspenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan
lebarnya 1,7 cm. volumenya berpariasi dari 5-7,5 ml. saat situs
berkembang pembuluh darah dan nerpus di bagian lateral os spenoid
akan menjadi sengat berdektan dengan rongga sinus dan tampak sebagai
indetasi pada dinding sinus spenoid.

e. Kompleks Ostio-Meatal

10
Pada sepertiga tengah titik lateral hidung yaitu di meatus medius,
ada muara-muara saluran dari sinus maksila sinus frontal dan sinus
efmoid anterior daerah ini rumit dan sempit dan di namakan komplek
ostio-meatal.
f. Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat
mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia
bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium
alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

D. Pemeriksaan Fisik Hidung dan Sinus


1. Inspeksi
a. Hiduang bagian Luar
- Duduk menghadap pasien
- Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan,
samping dan sisi atas. Perhatikan bentuk atau tulang hidung dari
ketiga sisi ini
- Amati warna dan pembengkakan pada kulit hidung
- Amati kesimetrisan lubang hidung
b. Hidung bagian dalam
- Duduk menghadap pasien
- Pasang lampu kepala
- Atur lampu sehingga tepat menerangi lubang hidung
- Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan hidung secara
lembut dengan ibu jari, kemudian amati bagian anterior lubang
hidung
- Amati posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi
- Amati bagian konka nasalis inferior
- Pasang ujung spekulum pada lubang hidung sehingga rongga hidung
dapat diamati

11
- Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung, atur posisi
kepala sedikit mengadah
- Dorong kepala mengadah sehingga bagian rongga atas hidung mudah
diamati
- Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-dinding
rongga hidung serta selaput lendir pada rongga hidung
- Bila sudah selesai, lepas spekulum secara perlahan-lahan
2. Palpasi dan sinus
- Palpasi hidung luar dan catat bila ditemukan ketidak normalan kulit
atau tulang hidung
- Kaji mobilitas septum nasi
- Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmodialis. Perhatikan adanya
nyeri tekan
-
E. Mulut
Mulut juga disebut rongga mulut, adalah bagian pertama dari saluran
cerna (atau saluran pencernaan). Batas-batas mulut dibentuk oleh bibir, pipi,
dasar mulut, dan langit-langit. Mulut memiliki gigi, lidah dan menerima sekresi
dari kelenjar ludah. Ia melakukan tiga fungsi utama, yaitu melakukan
pencernaan, pernapasan.

12
1. Fungsi Mulut
a. Mulut adalah tempat di mana makanan mulai masuk kedalam tubuh
dan di mana pencernaan dimulai (lihat sistem pencernaan). Mulut
disesuaikan untuk menerima makanan yang konsumsi, memecahnya
menjadi partikel kecil dengan pengunyahan, dan mencampurnya
dengan air liur. Fungsi pencernaan mulut meliputi:
 Mengunyah, menggiling, dan pencampuran makanan
 Pembentukan bolus
 Inisiasi proses pencernaan
 Menelan rasa
b. Mulut adalah lorong antara faring (rongga yang menghubungkan
hidung, mulut, dan laring) dan bagian luar tubuh. Hal demikian dapat
digunakan untuk bernapas ketika hidung tidak memadai, seperti yang
terjadi, selama latihan berat.
c. Mulut memainkan peran penting dalam pidato (lihat suara), karena
perubahan dalam bentuk mulut dan bibir memodifikasi suara yang
dibuat oleh lipatan vokal (pita suara) sedemikian rupa sehingga
menjadi yang disebut sebagai suku kata .
2. Struktur Mulut
Mulut, seperti banyak organ dalam tubuh manusia, adalah rongga-
rongga. Bagian depan dari gigi disebut ruang depan, sementara bagian
belakang adalah mulut itu sendiri. Dasar mulut yang terbentuk dari
lembaran jaringan otot yang melekat pada permukaan bagian dalam tulang
rahang, atau mandibula. Dinding samping yang dibentuk oleh pipi, yang
cukup fleksibel untuk memungkinkan mulut untuk membuka dan menutup.
Bagian atas mulut yang dibentuk oleh langit-langit, lembaran tipis jaringan
yang memisahkan mulut dari rongga hidung di atas. Di bagian belakang,
rongga mulut bergabung dengan faring, sementara di depan berkomunikasi
dengan luar melalui bibir.
Kecuali untuk gigi, seluruh permukaan bagian dalam mulut dilapisi
oleh selaput lendir. Di bagian belakang, membran melanjutkan dengan

13
melapisi saluran pencernaan, dan di depan itu dilipat untuk membentuk
bibir.
a. Bibir dan Pipi
Bibir dan pipi membantu memegang makanan di mulut dan
menyimpannya di tempat untuk dikunyah. Mereka juga digunakan
dalam pembentukan kata-kata untuk berbicara. Bibir mengandung
banyak reseptor sensorik yang berguna untuk menilai suhu dan tekstur
makanan.
b. Langit-langit Mulut
Langit-langit membentuk langit-langit mulut dan memisahkan mulut
dari rongga hidung. Langit-langit terdiri dari dua bagian yang sangat
berbeda. Bagian anterior (depan), langit-langit keras, didukung oleh
tulang. Bagian posterior (belakang), langit-langit lunak, adalah otot
rangka dan jaringan ikat. Posterior, langit-langit lunak berakhir dalam
proyeksi yang disebut uvula. Selama menelan, langit-langit lunak dan
uvula bergerak ke atas agar makanan tidak langsung masuk ke rongga
hidung dan ke orofaring.
c. Lidah
Lidah, yang terdiri dari serat otot, melekat pada bagian belakang lantai
mulut. Ketika tidak digunakan, itu terletak di antara gigi dan rahang
bawah. Tugas yang paling penting adalah untuk memindahkan
makanan di mulut selama mengunyah dan untuk membantu dalam
pembuatan suara saat berbicara. Pada permukaan atas lidah terdapat
sejumlah besar papila yang memberikan gesekan dan mengandung
pengacap rasa.
d. Gigi
Pada manusia, satu set lengkap gugur (primer) gigi mengandung 20
gigi. Ada 32 gigi secara lengkap permanen (sekunder) set. Bentuk
masing-masing jenis gigi sesuai dengan cara menangani makanan. Di
bagian depan delapan gigi berbentuk pahat berfungsi sebagai

14
pemotongan, atau gigi seri. Di balik ini adalah empat gigi taring, dan
di belakang ini adalah delapan premolar dan 12 gigi geraham.
e. Amandel
Di bagian belakang mulut adalah dua lipatan tipis jaringan di setiap sisi
yang berjalan dari langit-langit lunak atas ke akar lidah bawah. Lipatan
ini disebut pilar fauces. Ada pilar anterior (depan) dan posterior
(belakang) di setiap sisi, dan antara pilar-pilar ini terletak amandel.
Amandel adalah dua kelenjar kecil yang terbuat dari jaringan limfatik.
f. Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah adalah kelenjar kecil, ditemukan di banyak bagian
mulut, yang menghasilkan air liur. Semuanya terletak di bawah selaput
lendir. Kelenjar ludah terbesar adalah kelenjar parotid yang terletak
pada setiap sisi, hanya di depan telinga. Yang besar lainnya adalah
kelenjar submandibula, di dasar mulut, dan kelenjar sublingual, di
bawah lidah. Air liur membasahi makanan yang kita makan, yang
membuat menelan lebih mudah; juga membantu dalam proses
pencernaan, serta mengandung enzim amilase, yang memecah pati
dalam makanan.
g. Otot Mulut
Berbagai bagian mulut harus membuat banyak gerakan halus
dikendalikan agar kita dapat makan dan berbicara. Gerakan-gerakan ini
semua disebabkan oleh banyak otot yang terletak di bawah selaput
lendir, dan yang melekat pada kerangka, sering agak jauh dari mulut.

F. Pemeriksaan fisik Mulut dan Faring


1. Inspeksi
- Bantu pasien duduk berhadapan dan tinggi yang sejajar dengan anda
- Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan kongenital, bibir
sumbing, warna bibir, ulkus, lesi dan massa
- Lanjutkan pengamatan pada gigi dan anjurkan pasien membuka mulut

15
- Atur pencahayaan yang memadai dan bila diperlukan gunakan
penekan lidah agar gigi agar tampak lebih jelas
- Amati posisi, jarak, gigi rahang atas dan bawah, ukuran warna, lesi,
atau adanya tumor pada setiap gigi. Amati juga akar-akar gigi dan gusi
secara khusus
- Periksa setiap gigi secara sistematis, bandingkan gigi bagian kiri,
kanan, atas dan bawah serta anjurkan pasien untuk memberitahu bila
merasa nyeri sewaktu gigi diketuk
- Perhatikan pula ciri-ciri umum sewaktu melakukan pengkajian antara
lain kebersihan mulut dan bau mulut
- Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya.
Minta pasien menjulurkan lidah dan amati kelurusannya, warna, ulkus,
dan setiap ada kelainan
- Amati warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan,
ulkus, dan perdarahan pada selaput lendir semua bagian mulut secara
sistematis
- Beri kesempatan pasien istrahat dengan menutup mulut sejenak bila
capai, lalu lanjutkan inspeksi paring dengan menganjurkan pasien
membuka mulut dan menekan lidah pasien kebawah sewaktu pasien
berkata “ah”. Amati kesimetrisan uvula pada faring
2. Palpasi
- Atur posisi pasien duduk menghadap anda
- Anjurkan pasien membuka mulut
- Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk (jari telunjuk berada
didalam). Palpasi pipi secara sistematis dan perhatiikan adanya tumor
atau pembengkakan. Bila ada pembengkakan, tentukan menurut
ukuran, konsistensi, hubungan dengan daerah sekitarnya dan adanya
nyeri.
- Lanjutkan palpasi pada palatumdengan jari telunjuk dan rasakan
adanya pembengkakan dan fisura

16
- Palpasi dasar mulut dengan cara meminta pasien mengatakan “el”,
kemudian lakukan palpasi pada dasar mulut secara sitematis dengan
jari telunjuk kanan, bila diperlukan beri sedikit penekanan dengan ibu
jari dari bawah dagu untuk mempermudah palpasi. Catat bila
didapatkan pembengkakan
- Palpasi lidah dengan cara pasien menjulurkan lidah, pegang lidah
dengan kasa steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari telunjuk
tangan kanan. Lakukan palpasi lidah terutama bagian belakang dan
batas-batas lidah

G. Tenggorokan
Tenggorokan adalah bagian yang cukup kompleks anatomi, bukan
hanya tidak merupakan bagian dari saluran pernapasan bagian atas, tetapi
membantu dengan tahap awal pencernaan bersama dengan membantu
membentuk pembicaraan kita.
Secara umum, tenggorokan terdiri dari laring (yang meliputi lipatan
vokal), faring, epiglotis dan uvula; ada juga kelenjar getah jaringan di
tenggorokan disebut amandel dan kelenjar gondok.

1. Laring

17
Laring adalah sekelompok jaringan dan termasuk otot, tulang rawan
dan jaringan lunak lainnya yang ditemukan di bagian atas trakea. Lipatan
vokal (atau pita suara), yang terkandung antara struktur dan dekat untuk
memungkinkan makanan untuk lulus hanya esofagus dan dicegah dari
memasuki trakea dan maju ke paru-paru. Ketika udara didorong melalui
laring pita suara bergetar dan suara yang dihasilkan, intensitas suara dapat
diubah tergantung pada seberapa cepat udara dipaksa melalui laring. Ada
tiga sub-struktur yang terkandung dalam laring dan ini disebut glotis,
supraglottis dan subglottis itu.
2. Faring
Faring adalah bagian atas dari jalan napas dan dimulai pada bagian
belakang hidung dan hasil ke atas esofagus. Hal ini umumnya dianggap
sebagai bagian dari kedua saluran pernapasan dan saluran pencernaan.
Sebagai faring berisi banyak struktur yang berbeda itu dipecah
menjadi tiga komponen: orofaring, nasofaring dan laringofaring tersebut.
Orofaring ini terletak di bagian belakang mulut dan terdiri dari uvula
(bagian dari jaringan lunak yang terletak di bagian belakang mulut),
epiglotis, amandel dan pangkal lidah.
Nasofaring termasuk jaringan lunak yang terletak di bagian
belakang hidung dan laringofaring mengacu pada struktur yang terletak di
daerah tenggorokan di bawah orofaring terus pembukaan kerongkongan.
3. Epiglotis
Ini adalah nama yang diberikan untuk bagian dari tulang rawan yang
terletak di antara bagian belakang lidah dan laring. Ini adalah struktur yang
sangat penting karena hal inilah yang menyebabkan laring yang akan
diblokir selama menelan untuk melindungi paru-paru dari makanan dan
cairan. Ia bekerja sebagai katup dan menutup setiap kali kita menelan,
(bahkan air liur) tanpa kita harus membuat usaha sadar untuk menjalankan
aksinya.
4. Uvula

18
Uvula adalah sepotong kecil jaringan yang menggantung di
belakang tenggorokan. Ketika kita menelan membantu untuk
menyembunyikan hidung dan melindungi saluran udara kita dari terhalang
dengan makanan dan cairan.
5. Adenoids dan amandel
Para adenoid dan tonsil adalah jaringan limfatik dan oleh karena itu
merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh kita. Amandel dapat dilihat
di bagian belakang tenggorokan dan kelenjar gondok ditemukan ke arah
belakang bagian hidung.
Meskipun mereka adalah bagian dari kekebalan kita, baik struktur
dapat dihapus jika mereka menjadi bermasalah, meskipun praktik ini terjadi
jauh lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Mereka biasanya
hanya akan dihapus jika serangan berulang dari infeksi yang menyebabkan
terlalu banyak absen dari pekerjaan atau sekolah atau memiliki dampak
yang parah pada kehidupan secara umum.
Banyak orang meremehkan fungsi tenggorokan karena mereka tidak
menyadari struktur halus yang disertakan dan bagaimana struktur ini fungsi.
Tanpa jaringan otot dan tulang rawan paru-paru kita akan perlahan-lahan
menjadi rusak akibat menghirup makanan dan cairan dan akan serius
kompromi kelangsungan hidup kita.
H. Pemeriksaan Fisik Trakhea
1. Inspeksi
- Posisi pasien duduk tegak menghadap lurus kedepan dengan leher
terbuka
- Posisi pemeriksa di depan pasien agak kesamping.
- Leher pasien sedikit fleksi sehingga otot sternokleidomastoideus
relaksasi.
- Posisi dagu pasien harus digaris tengah.
- Perhatikan bagian bawah trachea sebelum masuk dalam rongga dada,
bagian ini paling mudah bergerak.

19
2. Palpasi
- Pemeriksa dengan menggunakan ujung jari telunjuk yang ditekankan
lembut kedalam lekukan suprasternal tepat dimedial dari sendi
sternoklavikularis bergantian dikedua sisi trachea
- Keadaan normal bila ujung jari hanya menyentuh jaringan lunak
disebelah menyebelah trakhea
- Bila ujung jari menyentuh tulang rawan trakhea tidak digaris median
maka deviasi trakhea kearah tersebut, sedangkan sisi lain hanya
menyentuh jaringan lunak.
- Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat pada status

I. LEHER

Leher adalah struktur yang rumit karena menghubungkan kepala dan


thoraks. Struktur yang melewati leher antara lain adalah batang otak, saraf,
trakea, esophagus, dan pembuluh darah besar. Selain itu, di leher juga ada
kelenjar penting serta beberapa otot yang berfungsi dalam proses mobilitas.
Leher adalah area yang penting secara klinis karena melalui permukaannya
kita dapat mencari struktur yang lebih dalam. Leher di bagi menjadi 4 regio,
yaitu:
a. Regio antreposterios, yang di sebut serviks. Pada regio ini terdapat
sebagian saluran pencernaan dan saluran pernapasan, seperti laring,
pembuluh dara dari kepala, saraf, serta kelenjar paratiroid.
b. Regio lateral dekstra

20
c. Regio lateral sinistra, masing-masing terdiri atas otot leher yang besar
dan kelenjar limfe servikalis
d. Regio posterior, di sebut juga nuka yang berisi struktur batang otak,
vertebra, dan struktur lain.

Struktur yang paling menonjol di leher adalah kartilago tiroideus.


Laringeal prominensia bisa di palpasi pada bagian depan leher. Kartilago ini
lebih besar pada laki-laki dari pada wanita karena pengaruh hormone seks
pria di masa pubertas. Tulang hiodeus bisa di palpasi tepat di atas laring.
Kedua struktur ini bisa di palpasi saat menelan. Kartilago krikoideus terletak
tepat di bawah kartilago tiroideus. Lokasi kartilago krikoideus penting saat
mencari cincin kartilago yang akan di lubangi saat akan membuat jalan
napas buatan.
Kelenjar tiroid bisa di palpasi pada kedua sisi leher. Selain itu kita bisa
merasakan denyutan A. Karotis pada sisi l;ateral agak superior laring.
Simpul jugularis adalah cekungan yang berbentuk huruf V di atas
manubrium sterni, yang menciptakan depresi pada bagian tengah inferior
regio servikalis. Kedua klavikula dapat di lihat dengan jelas pada semua
orang karena posisisnya tepat di bawah kulit.
Otot sternokleidomastoideus dan trapezius bisa di palpasi pada kedua
sisi leher saat kepala menoleh ke samping. Tendon kedua otot ini melekat
klavikuladi atas sebelah simpul jugular. Otot trapezius bisa di rasakan saat
saat bahu di kencangkan ke atas. Inflamasi pada otot trapezius bisa
menyebabkan kaku leher. Jika seseorang marah dan kerah bajunya ketat,
kita bisa melihat vena jugularis akstrena, arahnya melintangi otot
sternokleidomastoideus.

J. Pemeriksaan Fisik Leher


1. Inspeksi
- Perhatikan kesimetrisan leher, lihat apakah ada bekas luka di leher.
Ketidaksimetrisan dapat di sebabkan oleh pembengkakan.

21
Pembengkakan yang terjadi dapat di sebabkan oleh aneurisma A.
karotis dan mungkin terdapat pada satu sisi dan pulsasi arteri dapat di
raba pada daerah tersebut.
- Pulsasi yang abnormal, adanya bendungan vena. Jika ada bendungan
aliran darah ke V. torakalis, vena di daerah jugularis akan menonjol.
- Terbatasnya gerakan leher yang dapat di sebabkan oleh
pembengkakan. Ada tidaknya kaku kuduk (saat klien diangkat
kepalanya, leher dan tubuh akan ikut terangkat), terutama pada klien
dengan tetanus dan meningitis.
- Tortikolis: pada kondisi ini, leher akan miring ke tempat yang sakit dan
sulit di gerakan karena terasa nyeri. Kondisi ini di temukan pada
infeksi otot sternokleidomastoideus, otot trapesius, dan tuberculosis
vertebra servikalis.
- Adanya pembesaran kelenjar limfe. Bisa di temukan pada klien dengan
tuberculosis kelenjar, leukemia, limfoma maligna. Jika mendapati
pembesaran kelenjar limfe, catat besarnya, konsistensinya, serta
adanya nyeri tekan.
- Lihat adanya pembesaran pada kelenjar gondok. Dokumentasikan
besar dan bentuknya (difusi atau nodular), konsistensinya (lunak atau
keras) (Markum, 2003).
2. Palpasi
- Pasien posisi duduk santai dan pemeriksa dibelakangnya
- Pasien menundukan kepala sedikit atau mengarah kesisi pemeriksa
untuk merelaksasikan jaringan dan otot-otot
- Palpasi lembut dengan 3 jari tangan masing-masing nodus limfe
dengan gerakan memutar. Periksa masing-masing nodus limfe dengan
gerakan memutar.
- Periksa tiap nodus dengan urutan sebagai berikut :
 Nodus oksipital pada dasar tengkorak,
 Nodus aurikel poterior diatas mastoideus,
 Nodus preaurikular tepat didepan telinga,

22
 Nodus tonsiliar pada sudut mandikula,
 Nodus submaksilaris, dan nodus sunmental pada garis tengah
dibelakang ujung mandibula
- Bandingan kedua sisi leher, Periksa ukuran, bentuk, garis luar,
gerakan, konsistensi dan rasa nyeri yang timbul.
- Jangan gunakan tekanan berlebihan saat mempalpasi karena nodus
kecil dapat terlewati.
- Lanjutkan palpasi nodus servikal superfisial, nodus servikal posterior,
nodus servikal profunda, dan nodus supraklavikular yang terletak pada
sudut yang dibentuk oleh klavikula dan otot sternomastoideus
- Palpasi trakea terhadap posisi tengahnya dengan menyelipkan ibujari
dan jari telunjuk di masing-masing sisi pada cekungan suprasternal.
Bandingkan ruang sisa antara trakea dan otot sternokleidomastoideus
- Untuk memeriksa kelenjar tiroid dengan posisi dari belakang. lakukan
palpasi ringan dengan 2 jari dari tangan kanan kiri dibawah kartilago
krikoid.
- Beri pasien segelas air, minta pasien menundukan dagu dan mengisap
sedikit air dan menelannya, rasakan gerakan istmus tiroid.
- Dengan lembut gunakan dua jari untuk menggerakkan trakea kesatu
sisi dan minta pasien untuk menelan lagi. Palpasi badan lobus utama
dan kemudian palpasi tepi lateral dari kelenjar.
- Ulangi prosedur untuk lobus yang berlawanan.
- Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat pada status

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemeriksaan klinis atau lebih dikenal dengan nama pemeriksaan fisik
adalah sebuah proses dari seorang ahli medis seperti bidan ataupun dokter
dalam memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan fisik ini akan dicatat dalam sebuah rekam medis. Rekam medis
dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari
bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak dengan urutan teknik
pemeriksaan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

B. Saran
Saran kami dalam makalah ini semoga para pembaca bisa lebih
memahami isi dari makalah ini dan dapat menerapkannya dalam melakukan
asuhan keperawatan dan membandingkan dengan referensi lainnya.

24
DAFTAR PUSTAKA
Bates, B. (1991). A Guide to Physical Examination and History Taking (5th ed).
New York: J.B. Lippincot.

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History
Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009.

Jonathan Gleadle, 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, Penerjemah : Annisa


Rahmalia, Penerbit Erlangga : Jakarta.

Robert. P (2007). Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi II

25

Anda mungkin juga menyukai