BAB II PJR
BAB II PJR
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Demam rematik akut (DRA) dan penyakit jantung rematik (PJR) merupakan
komplikasi nonsupuratif dari faringitis streptokokus Grup A oleh karena adanya
respon imun tertunda (delayed immune response).1
PJR merupakan penyakit jantung didapat yang paling sering terjadi pada anak-
anak yang terjadi di beragai negara di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang.
PJR merupakan keadaan kronik pada jantung yang disebabkan oleh DRA yang dapat
dicegah dan dapat dikendalikan. DRA disebabkan oleh infeksi streptokokus grup
Asebelumnya. DRA terutama mempengaruhi jantung, sendi, dan system saraf pusat.
DRA dapat menyebabkan fibrosis katup jantung yang kemudian akan menyebabkan
kecacatan pada katup jantung, gagal jantung, dan kematian.2
Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang terjadi karena adanya kerusakan
katup jantung yang disebabkan oleh respon imun abnormal terhadap infeksi
streptokokus grup A, biasanya terjadi selama masa kanak-kanak.3
Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat jantung akibat karditis rematik.
PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam
21
Rematik Akut (DRA), yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung. Definisi
lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari DR, yang merupakan suatu kondisi
yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus grup
Apada saluran nafas bagian atas. DR dan atau PJR eksaserbasi akut adalah suatu
sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada
tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala
mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema
marginatum. 5
Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyebab kelainan katup yang terbanyak terutama pada
anak sehingga mengurangi produktivitas dan kualitas hidup. Gejala sisa demam
rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan katup jantung. Setiap tahun
kurang lebih didapatkan 300.000 kasus PJR baru. Angka kejadian yang tinggi di
negara berkembang berhubungan dengan sosial ekonomi yang rendah, pelayanan
kesehatan yang kurang memadai, infeksi tenggorok yang tidak diobati atau
penanganan yang lambat, lingkungan yang padat, industrialisasi, dan urbanisasi.6
22
Angka kesakitan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) di Amerika
Serikat pada tahun 1996, dilaporkan hamper mencapai 60 juta penderita, dimana 1,8
juta di antaranya menderita PJR. Statistik rumah sakit di Negara berkembang pada
tahun 1992 menunjukkan sekitar 10%-35% dari penderita penyakit jantung yang
masuk ke rumah sakit adalah penderita DR dan PJR. Insidens PJR tertinggi
dilaporkan terjadi pada suku Samoan di Kepulauan Hawaii sebesar 206 penderita per
100.000 penduduk pada periode tahun 1980-1984. Prevalensi PJR di Ethiopia (Addis
Ababa) tahun 1999 adalah 6,4 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5-15 tahun.
Dari klasifikasi PJR, yakni stenosis mitral, ditemukan perempuan lebih sering terkena
daripada laki-laki dengan perbandingan 7:1. DR Akut dan PJR diduga hasil dari
respon autoimun, namun patogenesis yang pasti masih belum jelas. Walaupun PJR
adalah penyebab utama kematian 100 tahun yang lalu pada orang berusia 5-20 tahun
di Amerika Serikat, insiden penyakit ini telah menurun di negara maju, dan tingkat
kematian telah menurun menjadi hanya di atas 0% sejak tahun 1960-an. Di seluruh
dunia, PJR masih merupakan masalah kesehatan yang utama. PJR Kronis
diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak-anak dan orang dewasa muda; 90.000 orang
meninggal karena penyakit ini setiap tahun. Angka kematian dari penyakit ini masih
1%-10%. Sebuah sumber daya yang komprehensif mengenai diagnosis dan
pengobatan disediakan oleh WHO. Dilaporkan di beberapa tempat di Amerika Serikat
pada pertengahan dan akhir tahun 1980-an telah terjadi peningkatan insidens DR,
demikian juga pada populasi aborigin di Australia dan New Zealand dilaporkan
peningkatan penyakit ini. Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang
disebabkan infeksi Streptokokus Beta Hemolitik grup A menderita DR. Sekitar 3%
dari penderita infeksi saluran nafas atas terhadap Streptokokus Beta Hemolitik grup A
di barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4% didapati pada
anak yang tidak diobati setelah epidemi infeksi Streptokokus Beta Hemolitik grup A
pada populasi masyarakat sipil.5
23
Data di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Hasan Sadikin menunjukkan bahwa
dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir belum terdapat penurunan berarti kasus
demam reumatik dan penyakit jantung reumatik. Setiap tahunnya rata rata ditemukan
7-8
55 kasus dengan DRA dan PJR. Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar
0,3-0,8 anak sekolah 5-15 tahun.7,9DRA merupakan penyebab utama penyakit jantung
didapat pada anak usia 5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang dengan
keadaan sosio ekonomi rendah dan lingkungan buruk.7, 10-13
Untuk mengetahui
insidensi infeksi tenggorok oieh kuman Streptococcus betahemolyticus grup A dan
DRA serta prevalensi PJR, dilakukan survei pada anak sekolah di daerah Kecamatan
Senen. Hasil survei ini menunjukkan bahwa insidensi infeksi tenggorok oleh kuman
Streptococcus beta hemolyticus grup A cenderung menurun, akan tetapi insidensi
demam reumatik dan prevalensi penyakit jantung reumatik tidak akan berubah bila
dibandingkan dengan laporan penelitian sebelumnya. 7,9
24
DRA adalah penyakit usia muda, terutama anak anak sebelum masa pubertas.
Usia tersering DRAadalah 6-15 tahun dimana pada hampir 50% kasus ditemukan
antistreptolisin O lebih dari 200 U Todd, yang menunjukkan seringnya infeksi
berulang pada rentang umur ini. Insidensi jarang pada anak dibawah 5 tahun ataupun
orang dewasa diatas 35 tahun. Sering nya infeksi berulang pada masa remaja dan
dewasa muda serta efek kumulatif dari infeksi berulang ini diperkirakan
menyebabkan penyakit jantung rematik.7,10-13Pada banyak populasi kejadian DRA
dan PJR sering pada wanita dengan alasan yang beraneka ragam, antara lain
peningkatan paparan terhadap streptokokus grup A melaui mengasuh anak, ataupun
kurang nya akses terhadap terapi pencegahan terhadap wanita pada kebudayaan
tertentu. 7,10-13
Pada infeksi faringitis oleh streptokokus grup A 0.3% akan mengalami demam
rematik, dan 39% penderita DRAakan mengalami pankarditis yang disertai dengan
insufisiensi katub, gagal jantung, perikarditis bahkan kematian. PJR adalah
komplikasi terberat dari DRA. 7, 10-13
DRA dan PJR diperkirakan berasal dari respon autoimun, tetapi patogenesa
pastinya belum jelas.Di seluruh duniaDRAdiperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak
anak dan dewasa muda. 90.000 akan meninggal setiap tahunnya. Mortalitas penyakit
ini 1-10%.7, 10-13
25
Angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga
8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang dan di daerah Asia Tenggara
diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000-332.000 yang meninggal
diseluruh dunia karena penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-
adjusted life years (DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000
di negara maju hingga 173,4 per 100.000 di negara berkembang yang secara
ekonomis sangat merugikan. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit
sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang
terdapat pada anak sekolah. Insidens per tahunnya cenderung menurun dinegara
maju, tetapi di negara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150
per 100.000 di China. Pada tahun 2001 di Asia Tenggara, angka kematian akibat PJR
sebesar 7,6 per 100.000 penduduk. Di Utara India pada tahun 1992-1993, prevalens
PJR sebesar 1,9- 4,8 per 1.000 anak sekolah (dengan umur 5-15 tahun). Sedangkan
Nepal (1997) dan Sri Lanka (1998) masing-masing sebesar 1,2 per 1.000 anak
sekolah dan 6 per 1.000 anak sekolah.1, 5
Faktor Risiko
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi DRA dan PJR diantaranya adalah
factor sosioekonomi dan factor lingkungan. Kedua hal tersebut meberikan efek tidak
langsung namun memiliki peran penting terhadap derajat keparahan DRA dan PJR.
Factor seperti sedikitnya sumber daya dan fasilitas kesehatan yang berkualitas,
kurangnya kemampuan penyedia pelayanan kesehatan, dan rendahnya kesadaran
terhadap penyakit ini di lingkungan, dapat mempengaruhi insidens dari penyakit ini.
Kepadatan memberikan efek yang besar terhadap insidens DRA.1
26
Terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi penyakit jantung rematik.
Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyakit jantung rematik:1
Etiologi
Streptokokus adalah bakteri gram positif yang ciri khasnya berpasangan atau
membentuk rantai selama pertumbuhannya. Terdapat sekitar dua puluh spesies
Streptokokus, termasuk Streptococcus pyogenes (grup A), Streptococcus agalactie
(grup B) dan Enterococci (grup D). Secara morfologi, Streptokokus merupakan
27
bakteri berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti rantai yang membentuk
gambaran diplokokus atau terlihat seperti bentuk batang. Panjang rantai sangat
bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dinding sel Streptokokus
mengandung protein (antigen M, R, dan T), karbohidrat (spesifik untuk tiap grup),
dan peptidoglikan. Pada Streptokokus grup A, terdapat juga pili yang tersusun dari
sebagian besar protein M yang dilapisi asam lipoteikoat. Pili ini berperan penting
dalam perlekatan Streptokokus ke sel epitel.14
28
menimbulkan demam rematik. Serotip tertentu Streptokokus β-hemolitikus grup A,
misalnya serotip M tipe 1, 3, 5, 6, 18, 24 lebih sering diisolasi dari penderita dengan
demam rematik akut. Namun, karena serotip tidak diketahui pada saat diagnosis
klinis faringitis Streptokokus, klinisi harus menganggap bahwa semua Streptokokus
grup A mempunyai kemampuan menyebabkan demam rematik, karena itu semua
episode faringitis Streptokokus harus diobati. Protein M merupakan faktor virulensi
utama dari Streptococcus pyogenes. Apabila tidak ada antibodi spesifik tipe-M,
organisme ini mampu bertahan terhadap proses fagositosis oleh polimorfonuklear.
Protein M dan antigen pada dinding sel Streptokokus memiliki peranan penting
dalam patogenesis demam rematik.14
Patofisiologi
Terdapat tiga hal yang berperan penting dalam terjadinya demam rematik,
yakni agen penyebab penyakit yaitu Streptokokus β-hemolitikus grup A, host
Gambar 4. Patofisiologi
29
(manusia), dan faktor lingkungan. Streptokokus akan menyerang sistem pernafasan
bagian atas dan melekat pada jaringan faring. Adanya protein M menyebabkan
organisme ini mampu menghambat fagositosis sehingga bakteri ini dapat bertahan
pada faring selama 2 minggu, sampai antibodi spesifik terhadap Streptokokus selesai
dibentuk. 14
Protein M, faktor virulen yang terdapat pada dinding sel Streptokokus, secara
immunologi memiliki kemiripan dengan struktur protein yang terdapat dalam tubuh
manusia seperti miokardium (miosin dan tropomiosin), katup jantung (laminin),
sinovial (vimentin), kulit (keratin) juga subtalamus dan nukleus kaudatus
(lysogangliosides) yang terdapat diotak. Adanya kemiripan pada struktur molekul
inilah yang mendasari terjadinya respon autoimun yang pada demam rematik. 14
Kelainan respon imun ini didasarkan pada reaktivitas silang antara protein M
Streptokokus dengan jaringan manusia yang akan mengaktivasi sel limfosit B dan T.
Sel T yang telah teraktivasi akan menghasilkan sitokin dan antibodi spesifik yang
30
secara langsung menyerang protein tubuh manusia yang mirip dengan antigen
Streptokokus. Seperti pada korea Sydenham, ditemukan antibodi pada nukleus
kaudatus otak yang lazim ditemukan terhadap antigen membran sel Streptokokus
(Behrman, 1996). Dan ditemukannya antibodi terhadap katup jantung yang
mengalami reaksi silang dengan N-acetylglucosamine, karbohidrat dari Streptokokus
grup A, membuktikan bahwa antibodi bertanggung jawab terhadap kerusakan katup
jantung. Genetik juga berperan terhadap kerentanan terjadinya demam rematik,
namun mekanisme yang pasti belum diketahui. Resiko terjadinya demam rematik
setelah faringitis oleh Streptokokus, pada mereka yang mempunyai kerentanan secara
genetik, adalah sekitar 50% dibandingkan dengan mereka yang tidak rentan secara
genetik. Telah diidentifikasi suatu alloantigen pada sel B dari 75% penderita demam
rematik, sedangkan hanya didapatkan 16% pada yang bukan penderita. Penelitian lain
juga menyebutkan bahwa antigen HLA-DR merupakan petanda PJR. Akhirnya,
faktor lingkungan berhubungan erat terhadap perkembangan demam rematik.
Kebersihan lingkungan yang buruk, kepadatan tempat tinggal, sarana kesehatan yang
kurang memadai juga pemberian antibiotik yang tidak adekuat pada pencegahan
primer dan sekunder demam rematik, meningkatkan insidensi penyakit ini. 14
31
hemolitycus grup A. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang
antibody terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup Adengan otot jantung yang
mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A.
Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun. Dalam keadaan normal,sistem imun
dapat membedakan antigen tubuh sendiri dari antigen asing, karena tubuh mempunyai
toleransi terhadap self antigen, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa
adakalanya timbul reaksi autoimun. Reaksi autoimun adalah reaksi sistem imun
terhadap antigen sel jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen, sedang
antibody yang dibentuk disebut autoantibodi. Reaksi autoantigen dan autoantibodi
yang menimbulkan kerusakan jaringan dan gejala-gejala klinis disebut penyakit
autoimun, sedangkan bila tidak disertai gejala klinis disebut fenomena autoimun.
Oleh karena itu pada umumnya para ahli sependapat bahwa DR termasuk dalam
penyakit autoimun.5
Manifestasi Klinis
32
R Akut terdiri dari sejumlah manifestasi klinis, di antaranya artritis, korea, nodulus
subkutan, dan eritema marginatum. Berbagai manifestasi ini cenderung terjadi
bersama-sama dan dapat dipandang sebagai sindrom, yaitu manifestasi ini terjadi
pada pasien yang sama, pada saat yang sama atau dalam urutan yang berdekatan.
Manifestasi klinis ini dapat dibagi menjadi manifestasi mayor dan manifestasi minor.5
33
Gejala dini karditis adalah rasa lelah, pucat, tidak berghairah, dan anak tampak sakit
meskipun belum ada gejalagejala spesifik. Karditis merupakan kelainan yang paling
serius pada DR Akut, dan dapat menyebabkan kematian selama stadium akut
penyakit. Diagnosis klinis karditis yang pasti dapat dilakukan jika satu atau lebih
tanda berikut ini dapat ditemukan, seperti adanya perubahan sifat bunyi jantung
organik, ukuran jantung yang bertambah besar, terdapat tanda perikarditis, dan
adanya tanda gagal jantung kongestif.5
Korea merupakan gangguan sistim saraf pusat yang ditandai oleh gerakan tiba-
tiba, tanpa tujuan, dan tidak teratur, seringkali disertai kelemahan otot dan emosi
yang tidak stabil. Gerakan tanpa disedari akan ditemukan pada wajah dan
anggotaanggota gerak tubuh. Gerakan ini akan menghilang pada saat tidur. Korea
biasanya muncul setelah periode laten yang panjang, yaitu 2-6 bulan setelah infeksi
Streptokokkus dan pada waktu seluruh manifestasi DR lainnya mereda. Korea ini
merupakan satu-satunya manifestasi klinis yang memilih jenis kelamin, yakni dua
kali lebih sering pada anak perempuan dibandingkan pada laki-laki. 5
34
Manifestasi klinis minor merupakan manifestasi yang kurang spesifik tetapi
diperlukan untuk memperkuat diagnosis DR. Manifestasi klinis minor ini meliputi
demam, atralgia, nyeri perut, dan epistaksis. Demam hampir selalu ada pada
poliartritis rematik. Suhunya jarang melebihi 39°C dan biasanya kembali normal
dalam waktu 2 atau 3 minggu, walau tanpa pengobatan. Atralgia adalah nyeri sendi
tanpa tanda objektif pada sendi, seperti nyeri, merah, hangat, yang terjadi selama
beberapa hari atau minggu. Rasa sakit akan bertambah bila penderita melakukan
latihan fisik. Gejala lain adalah nyeri perut dan epistaksis, nyeri perut membuat
penderita kelihatan pucat dan epistaksis berulang merupakan tanda subklinis dari DR.
Para ahli lain ada menyatakan manifestasi klinis yang serupa yaitu umumnya dimulai
dengan demam remiten yang tidak melebihi 39°C atau arthritis yang timbul setelah 2-
3 minggu setelah infeksi. Demam dapat berlangsung berkali-kali dengan tanda umum
berupa malaise, astenia, dan penurunan berat badan. Sakit persendian dapat berupa
atralgia, yaitu nyeri persendian dengan tanda-tanda panas, merah, bengkak atau nyeri
tekan, dan keterbatasan gerak. Artritis pada DR dapat mengenai beberapa sendi
secara bergantian. Manifestasi lain berupa pankarditis (endokarditis, miokarditis, dan
perikarditis), nodul subkutan, eritema marginatum, korea, dan nyeri abdomen.5
Sebuah diagnosis PJR dibuat setelah konfirmasi adanya DR. Menurut kriteria
Jones (direvisi tahun 1992) menyediakan pedoman untuk diagnosis demam rematik.
Tanda Catatan
Poliartritis Migrans Umum diitemukan, bengkak, keterbatasan gerakm nyeri
tekan, eritema
berpindah-pindah; melibatkan sendi besar,tetapi jarang
melibatkan sendi kecil tau vertebra
Karditis Umum ditemukan: pankarditis, katup, pericardium,
miokardium
Takikardia yang tidak dapat dijelaskan oleh suhu/demam;
murmur insufiensi mitral atau aortic yang baru terdengar;
murmur mid-diastolik Carey-Coombs; gagal jantung
Korea (Penyakit Jarang; manifestasi muncul setelahinfeksi faring elah lama
35
Sydhenham) sembuh; lebih sering terjadi pada wanita; antibody
antineuronal positif
Eritema Marginatum Jarang; macula berwarna merah muda padabatang tubuh
atau ekstremitas proksimal, berkembang menjadi leso
dengan tepi serpiginosa dan bagian tengah berwarna
terang; cepat menghilang, dipicu oleh aplikasi panas
lokal; non pruritic
Nodul Subkutan Jarang; berhubungan dengan episode rekuren atau karditis
berat; ditemukan pada permukaan ekstensor siku, lutut,
buku jari, dan tumit atau kulit kepala dan tulang belakang;
keras, tidak nyeri bila ditekan
-Kriteria minor terdiri dari demam (suhu 101-102oF [38,2oC-38,9oC]), arthralgia,
riwayat demam rematik sebelumnya, leukositosis, peningkatan laju endap darah/ C
reactive protein, dan pemanjangan interval PR pada EKG.
-satu kriteria mayor dan dua minor, atau dua mayor disertai bukti
infeksistreptokokuss grup A yang baru terjadi (demam skarlatina, kultur tenggorok
positif, peningkatan titer antistreptolisin O atau antibody antistreptokokal lain)
merupakan indikasi kuat demam reumatik akut.
36
Tabel 4. Kriteria Diagnosis DR/PJR berdasarkan kriteria WHO 200315
Pada PJR aktif, proses radang yang terjadi dapat melibatkan sistem konduksi,
endokardium, miokardium, dan perikardium. Akibatnya, terjadi aritmia dan dilatasi
jantung yang selanjutnya dapat menyebabkan regurgitasi mitral dan/ atau aorta.
Kelainan konduksi yang sering terjadi adalah blokade konduksi AV. Pemanjangan
Interval P-R menunjukkan adanya blokade AV derajat I dan merupakan kriteria
minor pada kriteria diagnostik Jones. Adanya keterlibatan miokardium ditunjukkan
dengan gelombang T yang rendah dan depresi S-T. 14
Hipertrofi ventrikel dan atrium dapat terjadi karena peradangan dan regurgitasi
mitral dan/atau regurgitasi aorta. Pada pembesaran atrium kiri dapat dijumpai : (1)
durasi gelombang P > 0,11 detik, (2) gelombang P berlekuk disadapan I, II, aVL yang
37
disebut P mitral, dan (3) Gelombang P bifasik di sadapan V1 dengan bagian inversi
yang dominan. Sedangkan adanya gelombang R yang tinggi di sadapan V6
menandakan adanya hipertrofi ventrikel kiri.14
Pada penyakit jantung rematik kronik masalah utama yang muncul adalah
regurgitasi valvula. Bila regurgitasi mitral besar, maka akan terjadi penambahan
beban volume, baik pada atrium kiri maupun pada ventrikel kiri dan terjadi hipertensi
vena pulmonalis.14
Pada penyakit jantung rematik kronik masalah utama yang muncul adalah
regurgitasi valvula. Bila regurgitasi mitral besar, maka akan terjadi penambahan
beban volume, baik pada atrium kiri maupun pada ventrikel kiri dan terjadi hipertensi
vena pulmonalis.14
38
gambaran hipertropi atrium kiri. Hipertropi atrium kiri yang berat dapat menyebabkan
fibrilasi atrium.14
39
Pencegahan Primordial
Tahap pencegahan ini bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yang sehat
supaya tetap sehat dan terhindar dari segala macam penyakit termasuk penyakit
jantung. Untuk mengembangkan tubuh maupun jiwa serta memelihara kesehatan dan
kekuatan, maka diperlukan bimbingan dan latihan supaya dapat mempergunakan
tubuh dan jiwa dengan baik untuk melangsungkan hidupnya sehari-hari.5
Cara tersebut adalah dengan menganut suatu cara hidup sehat yang mencakup
memakan makanan dan minuman yang menyehatkan, gerak badan sesuai dengan
pekerjaan sehari-hari dan berolahraga, usaha menghindari dan mencegah terjadinya
depresi, dan memelihara lingkungan hidup yang sehat.5
Pencegahan Primer
40
terhadap PJR Akut sebaiknya dimulai terutama pada pasien anak-anak yang
menderita penyakit radang oleh streptococcus beta hemolyticus grup A pada
pemeriksaan THT (telinga,hidung dan tenggorokan), di antaranya dengan melakukan
pemeriksaan radang pada anak-anak yang menderita radang THT, yang biasanya
menyebabkan batuk, pilek, dan sering juga disertai panas badan. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui kuman apa yang meyebabkan radang pada THT tersebut. Selain
itu, dapat juga diberikan obat anti infeksi, termasuk golongan sulfa untuk mencegah
berlanjutnya radang dan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya DR. Pengobatan
antistreptokokkus dan anti rematik perlu dilanjutkan sebagai usaha pencegahan
primer terhadap terjadinya PJR Akut. 5
41
Pencegahan Sekunder
- Benzatin penicillin G, dosis tunggal Untuk BB > 30 kg : dosis 1,2 juta U i.m,
dan Untuk BB < 30 kg : dosis 600.000 U i.m
- Jika alergi terhadap benzatin penisilin G : Eritromisin 40 mg/kgbb/hari dibagi
2-4 dosis selama 10 hari
- Alternatif lain : Penisilin V (Phenoxymethylpenicilin) oral, 2 x 250 mg
Sulfadiazin oral, 1 gr sekali sehari Eritromisin oral, 2 x 250 mg
Pengobatan anti radang cukup efektif dalam menekan manifestasi radang akut
demam rematik, seperti salasilat dan steroid. Kedua obat tersebut sangat efektif untuk
mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Lebih khusus lagi,
salisilat digunakan untuk DR tanpa karditis dan steroid digunakan untuk memperbaiki
keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju endapan darah cepat
5
menurun. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan beratnya penyakit.
Dosis, diantaranya:
42
- Prednison: 2 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis selama 2 minggu dan
diturunkan sedikit demi sedikit (tapering off ) dengan pengurangan dosis
harian sebanyak 5 mg setiap 2-3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin 75
mg/kgbb/hari dalam 2 minggu dan dilanjutkan selama 6 minggu
- Aspirin: 100mg/kgbb/hari dibagi dalam 4-6 dosis; setelah minggu ke-2 dosis
aspirin diturunkan menjadi 60 mg/kgbb/hari.
Semua pasien DR Akut harus tirah baring di rumah sakit. Pasien harus
diperiksa tiap hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir
selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak awal serangan, sehingga pengamatan yang
ketat harus dilakukan selama masa tersebut. 5
Pencegahan Tertier
43