C. Patofisiologi kehamilan
Untuk mempelajari proses konsepsi sebaiknya terlebih dahulu memahami
ovum dan sperma.
1. Ovum
a. Dikeluarkan oleh ovarium saat fase ovulasi, satu kali setiap siklus haid
dan akan habis jika sudah masuk masa menopause
b. Ovum mempunyai waktu hidup 24 – 28 jam setalah di keluarkan dari
ovarium
c. Bisa dibuahi jika sudah melewati proses oogenesis
d. Mempunyai diameter 0,1 mm, di tengah tengahnya dijumpai nucleus,
terapung – apung dalam sitoplasma yang kekuning – kuningan yakni
vitelus. Vitelus banyak mengandung karbohidrat dan asam amino.
e. Mempunyai lapisan pelindung sel – sel granulosum / korona radiata
dan zona pelusida, didalam zona ini terdapat ruang perivitelina, dan
tempat benda – benda kutub. Bahan – bahan dari sel korona radiata
dapat disalurkan ke ovum melalui saluran halus di zona pelusida.
Jumlah sel korona radiata dalam perjalanan ovum di ampul tuba makin
berkurang, sehingga ovum hanya dilingkari oleh zona pelusida pada
waktu berada dekat pada perbatasan ampula dan ismus tuba, tempat
pembuahan umum terjadi.
2. Sperma
a. Dikeluarkan oleh testis dan peristiwa pematangannyadisebut
spermatogenesis
b. Jumlahnya akan berkurang, tetapi tidak akan habis seperti pada ovum
dan tetap berproduksi meskipun pada lansia
c. Kemampuan fertilisasi selama 2 – 4 hari, rata – rata 3 hari
d. Terdapat 100 juta sperma pada setiap mili liter air mani yang
dihasilkan, rata – rata 3 cc tiap ejakulasi.
e. Pada spermatozoa di temukan peningkatan konsentrasi DNA di
nukleusnya, dan kaputnya lebih mudah mennembus dinding ovum
karenadapat mengeluarkan enzim hialuroidase untuk melunakkan
korona radiate atau sel – sel granulosa
f. Mempunya morfologi yang sempurna, yaitu kepala : berbentuk
lonjong agak gepeng berisi inti (nukleus), diliputi lagi oleh kromosom
dan membrane plasma. Leher : menghubungkan kepala dengan bagian
tengah. Ekor : panjangnya kurang lebih 10 kali bagian kepala dan
dapat bergetar sehingga sperma dapat bergerak dengan cepat.
Secara garis besar, proses kehamilan melputi beberapa tahapan sebagai
berikut :
a. Fertilisasi
Fertilisasi adalah penyatuan ovum (oosit sekunder) dan spermatozoa
yang biasanya berlangsung di ampul tuba (sarwono 2009). Saat terjadi
ejakulasi, kurang lebih 3 cc sperma dikeluarkan dari organ reproduksi
pria yang kurang lebih berisi 300 juta sperma. Setelah masuk keoargan
genetalia interna wanita, sperma akan menghadapi bebebrapa
rintangan antara lain lendir vagina yang bersifat asam, lendir serviks
yang kental, panjang uterus, serta silia yanga ada di tuba fallopi. Untuk
menghadapi rintangan tersebut sperma harus mempunyai akrosom
yang melewati proses kapasitasi. Sedangakan ovum akan di keluarkan
dari ovarium sebanyak satu dalam tiap bulan, ditangkap oleh fimbrae
dan berjalam menuju tuba fallopi. Tempat bertemu ovum dan sperma
paling sering adalah di daerah ampul tuba. Adapun proses fertilisasi
meliputi :
Penetrasi spermatozoa ke dalam ovum
Hanya satu spermatozoa yang telah mengalami proses kapasitasi
mampumelakukan penetrasi membrane sel ovum. Untuk mencapai
ovum, spermatozoa harus melewati korona radiata (lapisan del di
luar ovum) dan zona pelusida (suatu bentuk glikoprotein
ekstraseluler) , yaitu dua lapisan yang menutupi dan mencegah
ovum mengalami fertilisasi lebih dari satu sperma. Suatu molekul
kompleks khusus di permukaan kepala sperma mengikat ZP3
glikoprotein di zona pelusida. Pengikatan ini memicu akrosom
untuk mengaluarkan enzim yang membantu spermatozoa
menembus zona pelusida, pada saat yang bersamaan terjadi reaksi
korteks ovum. Granula korteks di dalam ovum (oosit sekunder)
berdifusi denganmembran plasma sel, sehingga enzim di dalam
granula – granula dikeluarkan secara eksitosis ke zona pelusida.
Hal ini yang menyebabkan glikoprotein di zona pelusida berkaitan
satu sama lain membentuk suatu materi keras dan tidak dapat di
tembus oleh spermatozoa. Proses ini mencegah ovum di buahi
lebih dari satu sperma.
Fusi spermatozoa dan ovum
Spermatozoa yang telah masuk ke vitelus kehilangan membran
nukleusnya, yang tinggal hanya pronukleusnya, sedangkan ekor
spermatozoa dan mitokondrianya berdegenerasi. Itulah sebabnya
seluruh mitokondria mnusia berasal dari ibu. Masuknya
spermatozoa ke dalam vitelus membangkitkan nucleus ovum yang
masihdalam metaphase untuk proses pembelahan selanjutnya
(miosis ke II / anafase). Sesudah anaphase kemudian telofase, dan
benda kutub kedua menuju ke ruang perivitelina. Ovum sekarang
hanya mempunyai pronukleus yang haploid. Pronukleus
spermatozoa juga telah mengandung jumlah kromosom yang
haploid.
Fusi materi genetic
Kedua pronukleus dekat mendekati dan bersatu membentuk
zigotyang terdiri atas bahan genetic dari perempuan dan laki – laki.
Pada manusia terdapat 46 kromosom, ialah 44 kromosom otosom
dan 2 kromosom kelamin. Pada laki – laki satu X dan satu Y.
sesudah pembelahan kematangan, maka ovum matang mempunyai
22 kromosom otosom dan 1 kromosom X, dan suatu spermatozoa
mempunyai 22 kromosom otosom dan 1 kromosom X atau Y.
zigot yang memeliki 44 kromosom otosom dan 2 kromosom X
akan tumbuh menjadi janin perempuan, namun bila memeliki 44
kromosom otosom dan 1 kromosom X dan 1 kromosom Y akan
tumbuh menjadi janin laki – laki.
b. Nidasi
Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi kedalam
endometrium. Hasil konsepsi menanamkan dirinya dalam bentuk
blastokista (blastocyst), suatu bentuk yang dibagian luarnya adalah
trofoblas dan di bagian dalamnya disebut massa inner cell yang
berkembang menjadi plasenta. Blastokista diselubungi oleh suatu
simpai yang disebut trofoblas, sejak trofoblas terbentuk, produksi hCG
dimulai. Trofoblas mempunyai kemampuan menghancurkan dan
mencairkan jaringan endometrium dalam masa sekresi, dengan sel –
sel desidua. Blastula dengan bagian yang berisi inner cell mass akan
mudah masuk ke desidua, menyebabakan luka kecil yang kemudian
sembuh dan menutup lagi. Itulah sebabnya, terkadang nidasi terjadi
sedikit perdarahan akibat luka desidua (Tanda Hartman). Sel desidua
mengandung banyak glikogen serta mudah dihancurkan oleh trofoblas.
Nidasi diatur oleh suatu proses yang kompleks antara trofoblas dan
endometrium. Di suatu sisi trofoblas mempunyai kemampuan invasi
yang kuat, di sisi lain endometrium mengontrol invasi trofoblas
dengan mengeluarkan cyrokine dan protease. Keberhasilan nidasi dan
plasentasi yang normal adalah hasil keseimbangan proses antara
trofoblas dan endometrium.
c. Vagina
Terjadi peningkatan produksi lendir oleh mukosa vagina,
hipervaskularisasi pada vagina.
d. Ovarium
Tidak terjadi pembentukan folikel baru dan hanya terlihat
perkembangan dari korpus luteum.
e. Payudara
Terjadi hiperfaskularisasi pembuluh darah akibat peningkatan
hormone estrogen dan progesteron. Selain itu juga terjadi peningkatan
hormon somatomamotropin untuk produksi ASIsehingga menjadi
lebih besar.
2. Sitem pencernaan
a. Mulut dan gusi
Peningkatan hormone estrogen dan progesterone meningkatkan aliran
darah ke rongga mulut, hipervaskilarisasi pembuluh darah kapiler gusi
sehingga terjadi edema dan hiperplastis, ketebalan epitel berkurang
sehingga gusi lebih rapuh, timbulnya mual muntah menyebabkan
kebersihan mulut terganggu dan meningkatkan rasa asam di mulut.
b. Lambung
Terjadi relaksasi pada otot – otot pencernaan antaralain peristaltic di
lambung, sehingga pencernaan makanan oleh lambung menjadi lebih
lama dan mudah terjadi peristaltic balik ke esophagus. Selain itu,
pengaruh dari peningkatan hormon hCG juga dapat menyebekan ibu
hamil merasakan mual dan muntah
c. Usus halus dan usus besar
Relaksasi pada usus halus sehingga penyerapan makanan menjadi
lebih maksimal. Relaksasi juga terjadi pada usus besar sehingga
penyerapan air menjadi lebih lama.
3. Sistem kardiovaskular
Hipertrofi atau dilatasi ringan jantung mungkin disebabkan oleh
peningkatan volume darah dan curah jantung. Karena diafragma terdorong
ke atas, jantung terangkat keatas dan berotasi kedepan.
4. Sitem perkemihan
Peningkatan sensitivitas kandung kemih dan pada tahap selanjutnya
merupakan akibat kompresi pada kandung kemih yang nantinya akan
menimbulkan rasa ingin berkemih walaupun kandung kemih hanya berisi
sedikit urin.
5. Sistem integument
a. Muka
Terjadi perubahan warna bercak hiperpigmentasikekocklatan pada
kulit di daerah tonjolan maksila dan dahi, khususnya pada wanita
hamil berkulit hitam akibat peningkatan hormone estrogen dan
progesterone serta hormone melanokortikotropin.
b. Kulit
Hipersensitifitas alergen plasenta sehingga menyebabkan gatal – gatal
dan peningkatan keringat karena peningkatan kelenjar aporcrine akibat
peningkatan hormone, kelenjar tersebut meningkat akibat BB dan
kegiatan metabolic yang meningkat serta peningkatan aktivitas
kelanjar sebasea.
c. Perut
Terdapat garis pigmentasi dari sifisis pubis sampai ke bagian atas
fundus di garis tengah tubuh di induksi hormone timbul.
6. System pernafasan
a. Hidung
Peningkatan vaskularisasi yang merupakan respon terhadap
peningkatan hormone estrogen, juga terjadi pada traktus pernafasan
atas. Karena pembesaran kapiler, terbentuklah edema dan hyperemia
di hidung, faring, laring, trachea dan bronkus.
b. Toraks dan diafragma
- Semakin membesarnya uterus maka akan mengalami desakan pada
diafragma sehingga diafragma naik 4 cm
- terjadi pelebaran sudut toraks dari 68º menjadi 103º
- peningkatan hormone progesteron menyebabkan peningkatan
pusat syaraf untuk konsumsi oksigen.
7. System neurologi dan muskulo skeletal
- Penurunan kalsium dan alkalosis terjadi akibat perubahan pada
sistim pernafasan, tekanan uterus pada syaraf, keletihan, dan
sirkulasi yang buruk pada tungkai
- Perubahan titik pusat gaya berat akibat uterus yang bertambah
besar dan berat membuat wanita mengambil sikap yang dapat
menekan saraf ulnar, median, dan skiatik.
- Terjadi hipertensi postural yang berhungan dengan perubahan
hemodinamis
- Terjadi hipoglikemi
2. MENSTRUASI
A. PENGERTIAN
Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai
dengan pendarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat
kehamilan. Menstruasi yang berulang setiap bulan tersebut akhirnya membentuk
siklus menstruasi. Siklus menstruasi dihitung dari hari pertama haid sampai tepat
satu hari pertama haid bulan berikutnya. Siklus menstruasi berkisar antara 21-40
hari hanya sekitar 10-15 persen wanita yang memiliki siklus 28 hari.
B. SIKLUS MENSTRUASI
Menstruasi adalah peluruhan dinding uterus (endometrium) pada setiap
bulan secara periodik. Menstruasi biasanya terjadi selama 2-7 hari dengan rata-rata
durasi menstruasi + 4,7 hari. Saat menstruasi dapat kehilangan darah sekitar 10-80
cc darah dengan rata-rata 35 cc4. Siklus yang normal berlangsung 24-35 hari.
Menstruasi pertama (menarke) pada remaja putri sering terjadi pada usia 11
tahun. Namun tidak tertutup kemungkinan terjadi pada rentang usia 8-16 tahun.
Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang
perempuan, yang dimulai dari menarke sampai terjadinya menopause.
Awal siklus menstruasi dihitung sejak terjadinya perdarahan pada hari ke-1
dan berakhir tepat sebelum siklus menstruasi berikutnya. Umumnya, siklus
menstruasi yang terjadi berkisar antara 21-40 hari. Hanya 10-15% wanita yang
memiliki siklus 28 hari.
Jarak antara siklus yang paling panjang biasanya terjadi sesaat setelah
menarke dan sesaat sebelum menopause.
Bagi remaja putri, mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur pada
masa-masa awal adalah hal yang normal. Mungkin saja remaja putri mengalami
jarak antar 2 siklus berlangsung selama 2 bulan atau dalam 1 bulan terjadi 2 siklus.
Namun jangan khawatir, setelah beberapa lama siklus menstruasi akan menjadi
lebih teratur.
Pengetahuan akan siklus menstruasi yang dialami sangatlah penting bagi
remaja putri. Dengan mengetahui pola siklus menstruasi akan membantu dalam
memperkirakan siklus menstruasi yang akan datang.
Siklus dan lamanya menstruasi dapat diketahui dengan membuat catatan
pada kalender. Tandai setiap hari ke-1 siklus menstruasi yang terjadi setiap
bulannya dengan tanda silang, lalu hitung sampai tanda silang berikutnya. Dengan
cara ini, Anda dapat mengetahui pola siklus menstruasi pada diri Anda.
Setiap bulan, setelah hari ke-5 dari siklus menstruasi, endometrium mulai
tumbuh dan menebal sebagai persiapan terhadap kemungkinan terjadinya
kehamilan. Sekitar hari ke-14 terjadi pelepasan telur dari ovarium (disebut
ovulasi). Sel telur ini masuk ke dalam salah satu tuba falopii. Di dalam tuba falopii
dapat terjadi pembuahan oleh sperma. Jika terjadi pembuahan, sel telur akan
masuk ke dalam rahim dan mulai tumbuh menjadi janin sehingga terjadilah
kehamilan.
Pada sekitar hari ke-28, jika tidak terjadi pembuahan, maka endometrium
akan dilepaskan dan terjadilah perdarahan atau disebut sebagai siklus menstruasi.
Siklus dapat berlangsung selama 3-5 hari, terkadang sampai 7 hari. Proses
pertumbuhan dan penebalan endometrium kemudian dimulai lagi pada siklus
berikutnya.
Menstruasi terbagi dalam empat stadium yaitu,
1. Stadium Menstruasi atau Deskuamasi,
Pada stadium ini, endometrium luruh dari dinding rahim disertai dengan
perdarahan. Hanya lapisan tipis yang tertinggal yaitu stratum basale. Darah ini
tidak membeku karena adanya fermen yang mencegah pembekuan darah dan
mencairkan potongan-potongan mukosa. Bila darah banyak keluar, fermen
tidak mencukupi hingga timbul bekuan darah dalam darah haid3. Pada saat ini
ovarium mulai membentuk estrogen.
2. Stadium Post Menstruum atau Regenerasi,
Pada stadium regenerasi, endometrium mulai menebal. Luka peluruhan
ditutup oleh selaput lendir baru yang terbentuk dari sel epitel kelenjar-kelenjar
endometrium. Pada saat ini tebal endometrium ± 0,5 mm. Stadium ini sudah
mulai saat stadium menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.
3. Stadium intermenstruum atau stadium proliferasi
Pada stadium proliferasi, endometrium tumbuh menjadi cepat menjadi
tebal ±3,5 mm. Kelenjar endometrium tumbuh lebih cepat hingga berkelok-
kelok. Stadium proliferasi berlangsung pada hari ke 5-14 dari hari haid
pertama3. Pada saat ini terjadi peningkatan FSH yang memicu terjadinya
pematangan folikel di ovarium menjadi folikel de graaf. Folikel ini
menghasilkan estrogen dimana estrogen menghambat kerja FSH sehingga
pembentukan folikel lainnya dapat dihambat sehingga didapatkan satu folikel
de graaf saja yang matang. Estrogen memulai pembentukan lapisan baru pada
uterus.
Ketika folikel telah matang, folikel mensekresikan cukup estradiol untuk
memacu terjadinya pelepasan LH secara akut. Pelepasan LH ini terjadi pada
hari ke-12 dan bertahan selama 48 jam. LH mematangkan ovum, menipiskan
dinding folikel sehingga memungkinkan untuk terjadinya letupan pada folikel
agar terjadi ovulasi. Pada ovarium manakah ovulasi terjadi masih belum
diketahui, ovulasi terjadi pada ovarium secara acak. Pada beberapa wanita,
ovulasi disertai oleh nyeri tengah siklus yang disebut mittelschmerz akibat ada
cairan yang terbebas dari folikel yang meletup yang jatuh ke rongga abdomen
dan merangsang terjadinya rangsang peritoneum. Perubahan hormonal tiba-tiba
saat ovulasi dapat menyebabkan perdarahan ringan pada tengah siklus. Pada
beberapa penelitian didapatkan peningkatan kemampuan penciuman perempuan
saat ovulasi.
4. Stadium praementruum atau stadium sekresi3.
Pada stadium sekresi, tebal endometrium kira-kira tetap tetapi bentuk
kelenjar menjadi berliku dan mengeluarkan getah. Dalam endometrium sudah
terjadi penimbunan glikogen dan kapur untuk makanan telur. Stadium sekresi
ini berlangsung pada hari ke 14-28 dari haid hari pertama3. Setelah terjadi
ovulasi, folikel yang sudah kehilangan ovum berubah menjadi korpus luteum di
bawah pengaruh kelenjar hipofise. Korpus luteum menghasilkan progesteron
dan tambahan estrogen untuk sekitar 2 minggu, setelah itu korpus luteum mati.
Progesteron bertugas untuk menghasilkan lapisan yang cocok untuk implantasi
embrio. Progesteron meningkatkan suhu basal sekitar 0,5- 10F. Bila fertilisasi
terjadi, embrio akan mengalir ke dalam kavum uteri dan berimplantasi 6-12 hari
setelah ovulasi. Segera setelah implantasi embrio memberikan sinyal pada
sistem maternal. Sinyal awal berupa hCG. Sinyal ini berguna untuk
mempertahankan korpus luteum agar dapat terus menghasilkan progesteron.
Bila tidak terjadi kehamilan, endometrium akan meluruh sehingga terjadilah
menstruasi. prostaglandin dihasilkan dari dinding uterus dan menyebabkan otot
uterus kontraksi. Proses ini membantu untuk mengeluarkan darah dari uterus
dari dinding rongga uterus. Proses ini juga menjelaskan bagaimana terjadinya
nyeri saat haid.
Kelainan Kompartemen II
1. Kelainan ovarium
Kelainan ovarium dapat menyebabkan amenorrhea primer
maupun sekunder. 30-40% amenorrhea primer mengalami kelainan
perkembangan ovarium (Gonadal disgenesis). Pasien ini dapat terdiri
dari pasien dengan kariotip 45X (50%), mosaik (25%), 46XX (25%).
Wanita dengan gonadal disgenesis diseratai amenorrhea sekunder
berhubungan dengan kariotip 46xx, mosaik, 47 xxx ,dan 45x.
2. Sindrom Turner
Pada sindrom ini terjadi kehilangan satu X. Kromososm X aktif
dalam oosit untuk menghindari percepatan kematian folikel. Karena
pada pasien ini terjadi kekurangan folikel, terjadi kekurangan hormon
sex gonadal saat pubertas sehingga terjadi amenorrhea primer.
3. Kegagalan ovarium prematur
Sekitar 1% wanita akan mengalami hal ini sebelum usia 40
tahun. Hal ini juga terjadi pada wanita dengan amenorrhea. Kegagalan
ovarium yang prematur dapat disebabkan kelainan genetik dengan
peningkatan kematian folikel. Dapat juga merupakan proses autoimun
dimana folikel dihancurkan.
4. Efek radiasi dan kemoterapi
Efek radiasi tergantung dari umur dan dosis radiasi. Fungsi
barium dapat kembali setelah bertahun-tahun kemudian. Di lain pihak
kerusakan tidak akan muncul hingga terjadinya kegagalan ovarium
prematur. Ketika radiasi diberikan di luar pelvis, radiasi tidak
memberikan resiko terjadinya kegagalan ovarium prematur. Gonad
tidak dalam keadaan bahaya ketika di dapur menggunakan oven
microwave yang berdaya penetrasi rendah.
Kelainan Kompartemen IV
Gangguan pada pasien ini disebabkan oleh gangguan mental yang
secara tidak langsung menyebabkan terjadinya pelepasan neurotransmiter
seperti serotonin yang dapat menghambat lepasnya gonadotropin.
Gangguan pada kompartemen ini dapat terjadi pada penderita anoreksia
nervosa maupun atlet atau penari balet yang mengalami latihan dengan
ketegangan.
Amenorrhea dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit lain
seperti penyakit kronis (TBC), penyakit metabolik seperti penyakit tiroid,
pankreas dan glandula suprarenalis, kelainan gizi (obesitas dan
underweight), kelainan hepar dan ginjal.
c. Pengelolaan & prognosa
Pengelolaan pada pasien ini tergantung dengan penyebab. Bila
penyebab adalah kelainan genetik, prognosa kesembuhan buruk. Menurut
beberapa penelitian, dapat dilakukan terapi sulih hormon, namun fertilitas
belum tentu dapat dipertahankan.
d. Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakutkan dari amenorrhea adalah
infertilitas. Komplikasi lainnya adalah tidak percaya dirinya penderita
sehingga dapat menggangu kompartemen IV dan terjadilah lingkaran
setan terjadinya amenorrhea. Komplikasi lainnya munculnya gejala-gejala
lain akibat insufisiensi hormon seperti osteoporosis.
e. Langkah-langkah diagnosa bila ditemukan amenorrhea
Yang harus dilakukan adalah lakukan pemeriksaan TSH karena
pada keadaan hipotroid terjadi penurunan dopamin sehingga merangsang
pelepasan TRH. TRH merangsang hipofise anterior untuk menghasilkan
prolaktin dimana prolaktin akan menghambat pelepasan GnRH. Namun
pada satu waktu, saat hipofise anterior terangsang secara kronik, hipofise
anterior dapat membesar sehingga meningkatkan sekresi GnRH dan
menyebabkan terjadinya pematangan folikel yang terburu-buru sehingga
terjadi kegagalan ovarium prematur. Sehingga harus diwaspadai bila
terjadi suatu tanda-tanda hipotiroid, amenorrhea dan galaktorrhea.
Keadaan amenorrhea yang disertai keadaan galaktorrhea dapat juga
terjadi pada sindrom chiari-Frommel yang terjadi setelah kehamilan dan
merupakan amenorrhea laktasi yang berkepanjangan. Diduga keadaan ini
disebabkan oleh inhibisi dari faktor imhibisi prolaktin dari hipofise. Pada
sindrom Forbes-Albright terdapat adenoma chromopob dimana banyak
dihasilkan prolaktin. Pada sindrom Ahoemada del-Costello tidak terdapat
hubungan antara kehamilan dengan tumor hipofise. Sindrom ini diduga
akibat obat-obatan seperti kontrasepsi dan fenotiazin.
Pasien juga seharusnya dilakukan progesteron challenge. Bila
dengan pemberian progesteron lalu dilakukan withdrawl terjadi haid,
maka dipastikan amenorrhea disebabkan anovulasi. Terapi yang diberikan
pada pasien ini adalah pemberian progesteron.
Perlu juga diberikan preparat estrogen bila dengan pemberian
progesteron tidak menghasilkan haid untuk mencari apakah penyebab
terjadinya amenorrhea akibat kurangnya estrogen.
Bila dengan langkah-langkah di atas tidak didapatkan hasil yang
memuaskan, lakukan pemeriksaan FSH dan LH untuk mencari apakah
penyebab amenorrhea ada pada kompartemen III.
f. Amenorrhea pada atlet dengan latihan berlebih
Saat dilakukan latihan berlebih, dibutuhkan kalori yang banyak
sehingga cadangan kolesterol tubuh habis dan bahan untuk pembentukan
hormon steroid seksual (estrogen & progesteron) tidak tercukupi. Pada
keadaan tersebut juga terjadi pemecahan estrogen berlebih untuk
mencukupi kebutuhan bahan bakar dan terjadilah defisiensi estrogen dan
progeteron yang memicu terjadinya amenorrhea. Pada keadaan latihan
berlebih banyak dihasilkan endorpin yang merupakan derifat morfin.
Endorpin menyebabkan penurunan GnRH sehingga estrogen dan
progesteron menurun. Pada keadaan stress berlebih, corticotropin
releasing hormon dilepaskan, pada peningkatan CRH, terjadi peningkatan
opoid yang dapat menekan pemebentukan GnRH.
Oligomenorrhea
a. Definisi
Oligomenorrhea disebut juga sebagai haid jarang atau siklus panjang.
Oligomenorrhea terjadi bila siklus lebih dari 35 hari. Darah haid biasanya
berkurang.
b. Etiologi
Oligomenorrhea biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat
juga disebabkan kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-
hipotalamus, dan menopouse atau sebab sistemik seperti kehilangan berat
badan berlebih.
Oligomenorrhea sering terdapat pada wanita astenis6. Dapat juga
terjadi pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik dimana pada
keadaan ini dihasilkan androgen yang lebih tinggi dari kadara pada wanita
normal. Oligomenorrhea dapat juga terjadi pada stress fisik dan emosional,
penyakit kronis, tumor yang mensekresikan estrogen dan nutrisi buruk.
Oligomenorrhe dapat juga disebabkan ketidakseimbangan hormonal seperti
pada awal pubertas.
Oligomenorrhea yang menetap dapat terjadi akibat perpanjangan
stadium folikular, perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang kedua
stadium tersebut. Bila siklus tiba-tiba memanjang maka dapat disebabkan
oleh pengaruh psikis atau pengaruh penyakit.
c. Gejala
Gejala oligomenorrhea terdiri dari periode menstruasi yang lebih
panjang dari 35 hari dimana hanya didapatkan 4-9 periode dalam 1 tahun.
Beberapa wanita dengan oligomenorrhea mungkin sulit hamil. Bila kadar
estrogen yang menjadi penyebab, wanita tersebut mungkin mengalami
osteoporosis dan penyakit kardiovaskular. Wanita tersebut juga memiliki
resiko besar untuk mengalami kanker uterus.
d. Pengobatan
Pengobatan oligomenorrhea tergantung dengan penyebab. Pada
oligomenorrhea dengan anovulatoir serta pada remaja dan wanita yang
mendekati menopouse tidak memerlukan terapi. Perbaikan status gizi pada
penderita dengan gangguan nutrisi dapat memperbaiki keadaan
oligomenorrhea. Oligomenorrhea sering diobati dengan pil KB untuk
memperbaiki ketidakseimbangan hormonal. Pasien dengan sindrom
ovarium polikistik juga sering diterapi dengan hormonal. Bila gejala terjadi
akibat adanya tumor, operasi mungkin diperlukan. Pengobatan alternatif
lainnya dapat menggunakan akupuntur atau ramuan herba.
e. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya fertilitas
dan stress emosional pada penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya
kelainan haid lebih lanjut. Prognosa akan buruk bila oligomenorrhea
mengarah pada infertilitas atau tanda dari keganasan.
Polimenorrhea
a. Definisi
Polimenorrhea adalah kelainan haid dimana siklus kurang dari 21 hari5
dan menurut literatur lain siklus lebih pendek dari 25 hari.
b. Etiologi
Bila siklus pendek namun teratur ada kemungkinan stadium proliferasi
pendek atau stadium sekresi pendek atau kedua stadium memendek. Yang
paling sering dijumpai adalah pemendekan stadium proliferasi. Bila siklus
lebih pendek dari 21 hari kemungkinan melibatkan stadium sekresi juga
dan hal ini menyebabkan infertilitas.
Siklus yang tadinya normal menjadi pendek biasanya disebabkan
pemendekan stadium sekresi karena korpus luteum lekas mati. Hal ini
sering terjadi pada disfungsi ovarium saat klimakterium, pubertas atau
penyakit kronik seperti TBC.
c. Terapi
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan terapi hormonal.
Stadium proliferasi dapat diperpanjang dengan estrogen dan stadium
sekresi dapat diperpanjang dengan kombinasi estrogen-progesteron.
Metrorrhagia
Metrorrhagia adalah perdarahan tidak teratur dan tidak ada hubungannya
dengan haid6 namun keadaan ini sering dianggap oleh wanita sebagai haid
walaupun berupa bercak.
Metrorrhagia dapat disebabkan oleh kehamilan seperti abortus ataupun
kehamilan ektopik6 dan dapat juga disebabkan oleh faktor luar kehamilan
seperti ovulasi, polip endometrium dan karsinoma serviks. Akhir-akhir ini,
estrogen eksogen menjadi penyebab tersering metrorrhagia. Terapi yang
diberikan tergantung etiologi.
Hipomenorrhea (kriptomenorrhea)
Hipomenorrhea adalah suatu keadan dimana jumlah darah haid sangat
sedikit (<30cc), kadang-kadang hanya berupa spotting. Dapat disebabkan oleh
stenosis pada himen, servik atau uterus. Pasien dengan obat kontrasepsi
kadang memberikan keluhan ini11. Hal ini juga dapat terjadi pada hipoplasia
uteri dimana jaringan endometrium sedikit.
Dismenorrhea
a. Definisi
Dismenorrhea adalah nyeri sewaktu haid. Dismenorrhea terdiri dari
gejala yang kompleks berupa kram perut bagian bawah yang menjalar ke
punggung atau kaki dan biasanya disertai gejala gastrointestinal dan gejala
neurologis seperti kelemahan umum.
b. Klasifikasi
1). Dismenorrhea primer (idiopatik)
Dismenorrhea primer adalah dismenorrhea yang mulai terasa sejak
menarche dan tidak ditemukan kelainan dari alat kandungan atau organ
lainnya. Dismenorrhea primer terjadi pada 90% wanita dan biasanya
terasa setelah mereka menarche dan berlanjut hingga usia pertengahan
20-an atau hingga mereka memiliki anak. Sekitar 10% penderita
dismenorrhea primer tidak dapat mengikuti kegiatan sehari-hari. Gejala
nya mulai terasa pada 1 atau 2 hari sebelum haid dan berakhir setelah
haid dimulai. Biasanya nyeri berakhir setelah diberi kompres panas atau
oleh pemberian analgesik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu hiperaktivitas uterus,
endotelin, prostaglandin, vasopressin dan kerusakan saraf perifer.
Hiperaktivitas uterus berhubungan dengan aliran darah uterus.
Hiperaktivitas uterus terjadi pada endometriosis dan adenomiosis.
Uterus yang berkontraksi menyebabkan “angina” sehingga terjadilah
nyeri.
Endotelin adalah uterotonin poten pada uterus yang tidak hamil.
Endotelin berperan menginduksi kontraksi otot polos pada perbatasan
dengan kelenjar endometrium. Tempat yang paling banyak mengandung
ikatan endotelin adala epitel kelenjar pada tempat tersebut. Endotelin
tersebut dapat menginduksi pelepasan PGF2α dan menginduksi kelenjar
lainnya untuk menghasilkan endorpin lainnya (parakrin). Iskemi yang
terjadi akibat kontraksi selanjutnya merangsang pelepasan endorpin dan
PGF2α sehingga akan menyebabkan disperistaltis lebih lanjut.
Endometrium wanita dengan dismenorrhea menghasilkan PGF2α
lebih banyak daripada wanita normal. PGF2α adalah oksitoksi dan
vasokonstriktor yang poten yang bila diberikan pada uterus akan
menghasilkan nyeri dan mengakibatkan pengeluaran darah haid. Alasan
mengapa PGF2α lebih tinggi pada wanita tertentu belum diketahui
dengan pasti. Pada beberapa wanita, prostaglandin dapat mengakibatkan
otot polos dalam sistem gastrointestinal berkontraksi sehingga
menyebabkan mual, muntah dan diare.
Vasopresin merupakan vasokonstriktor yang menstimulasi
miometrium berkontraksi. Pada hari pertama menstruasi,kadar
vasopresin meningkat pada wanita dengan dismenorrhea.
Kerusakan saraf perifer pada miometrium dan serviks oleh
persalinan. Hal ini menjelaskan mengapa pada wanita yang telah
melahirkan dismenorrhea dapat berkurang.
2). Dismenorrhea sekunder
Dismenorrhea sekunder biasanya terjadi kemudian setelah
menarche6. Biasanya disebabkan hal lain. Nyeri biasanya bersifat
regular pada setiap haid namun berlangsung lebih lama dan bisa
berlangsung selama siklus. Nyeri mungkin nyeri pada salah satu sisi
abdomen.
Dismenorrhea sekunder dapat disebabkan oleh endometriosis
dimana jaringan uterus tumbuh di luar uterus dan ini dapat terjadi pada
wanita tua maupun muda. Implan ini masih bereaksi terhadap estrogen
dan progesteron sehingga dapat meluruh sat haid. Hasil peluruhan bila
jatuh ke dalam rongga abdomen dan merangsang peritoneum akan
menghasilkan nyeri. Endometriosis ditemukan pada 10-15% wanita usia
25-33 tahun. Dismenorrhea sekunder dapat juga disebabkan fibroid,
penyakit radang panggul; IUD; tumor pada tuba fallopi, usus atau vesika
urinaria; polip uteri; inflmatory bowel desease; skar atau perlengketan
akibat operasi sebelumnya dan adenomiosis yaitu suatu keadaan dimana
endometrium tumbuh menembus miometrium.
c. Terapi
Dismenorrhea primer biasanya diobati oleh NSAID seperti ibuprofen
dan naproxen yang dapat mengurangi nyeri pada 64% penderita
dissmenorrhea primer. Pil kontrasepsi menghilangkan nyeri dan gejala
lainnya pada 90% penderita dengan menekan ovulasi dan jumlah
perdarahan. Terapi ini membutuhkan waktu 3 siklus untuk menghilangkan
gejala. Kompres panas juga dapat mengurangi nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
: Sobotta, J. 1989. Alat Kelamin Wanita, Sobotta: Atlas Ananatomi Manusia-Atlas
II, Jakarta: EGC. Fisiologi haid
https://www.scribd.com/document/127519169/SIKLUS-MENSTRUASI-doc
https://www.scribd.com/doc/82072598/Laporan-Pendahuluan-Kehamilan-Normal