Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

LANSIA DENGAN KEBUTUHAN NUTRISI


(GASTRITIS)

Keperawatan Gerontik

Disusun oleh

Rifqa putri nabilah P17120016074

Dibimbing oleh :
Heni Nurhaeeni SKp, MKM

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta 1

Jurusan Keperawatan
Jl. Wijaya Kusuma Raya 47-48 Cilandak Barat- Jakarta Selatan (12430)
Jakarta
2018
A. Latar Belakang
Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam saluran
gastrointestinal. Namun, karena luasnya persoalan fisiologis pada sistem
gastrointestinal, hanya sedikit masalah-masalah yang berkaitan dengan usia yang
dilihat dalam kesehatan lansia (Stanley&Mickey, 2006). pada buku Ajar Keperawatan
Gerontik edisi 2, proses penuaan mempengaruhi kebutuhan nutrisi dan status nutrisi
pada 30 juta lansia, 6 juta dari mereka berisiko tinggi terhadap malnutrisi. Studi-studi
mengindikasikan bahwa lansia yang memiliki penghasilan kurang dari 6000 dolar per
tahun atau kurang dari 35 dolar per minggu untuk konsumsi makanan, dan para lansia
yang kelebihan berat badan sebesar 25 kg atau yang kekurangan berat badan 10 kg
adalah mereka yang berisiko tinggi mengalami malnutrisi, selain dari jutaan orang
yang mengalami malnutrisi.
Proses menua terjadi karena penurunan kemampuan dalam replikasi
(membelah), nekrosis yang dipengaruhi oleh fisik maupun kimiawi sehingga terjadi
perubahan dari tingkat sel hingga sampai dengan sistem organ (Hidayat, 2007).
Akibat perubahan-perubahan yang terjadipada lansia juga dapat berpengaruh pada
saluran pencernaan. Salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada saluran
pencernaan lansia adalah Gastritis.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Asminarsih,
2009) yang menyatakan lansia lebih beresiko terkena penyakit gastritis akibat
perubahan-perubahan yang terjadi dan tingkat stres yang tinggi akibat
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas dan ketergantungan kepada orang lain
sehingga lansia merasa tidak berguna dan tidak berdaya, keadaan stress meningkatkan
produksi asam lambung sehingga asam lambung yang berlebihan dapat mengiritasi
lambung dan menyebabkan penyakit gastritis.
Beberapa hasil persentase angka kejadian gastritis didunia. Dimulai dari
negara yang kejadian gastritisnya paling tinggi yaitu Amerika dengan persentase
mencapai 47% kemudian diikuti oleh India dengan persentase mencapai 43% lalu
dibeberapa negara lainnya seperti Inggris, Cina 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%,
Perancis 29,5%, dan di Indonesia 40, 85%. Angka kejadian gastritis pada beberapa
daerah diindonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,397 kasus dari 238,452,952
jiwa penduduk dan di Jakarta 50% penderita lansia gatritis. Menurut (Maulidiyah dan
Unun, 2010, dalam Malinda 2014).
B. Proses Keperawatan
1. Konsep Lansia
Menurut Setianti (2004, dalam buku Buku Ajar Keperawatan Gerontik, 2014),
seseorang dikatan lanjut usia (Lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Menurut
Pudjiastuti (2003, dalam buku Buku Ajar Keperawatan Gerontik, 2014) lansia
bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai denga penuruna kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansi menurut Hawari (2001, dalam buku Aajar Keperawatan
Gerontik, 2014) adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisis stres fisiologi.
Berkaitan dengan lanjut usia, munculah gerontologi. Gerontologi berasal dari
bahasa latin, yaitu Geros, yang berarti lanjut usia, dan Logos, yang berarti ilmu.
Gerontologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang proses
penuaan dan permasalahan yang dialami oleh lansia. Menurut Kozier, gerontologi
adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua.
Geriatri berasal dari kata Geros (tua) dan eatried (kesehatan). Geriatri
merupakan salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari
khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotif,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badani, jiwa dan
sosial, serta penyakit cacat. Geriatri berfokus pada kondisi abnormal lansia dan
treatmentnya.
2. Konsep Gastritis
a. Definisi Gastritis
Gastritis adalah suatu inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut
atau kronis. Gastritis akut, adalah penyakit lambung yang paling umum
memnyebabkan kemerahan pada mukosa, edema, hemoragi, dan erosi. Gastritis
kronis biasa terjadi pada lansia dan pasien yang menderita anemia pernisiosa.
Gastritis kronis seringkali muncul sebagai gastritis atropik kronis, dengan semua
lapisan mukosa lambung mengalami inflamasi dan terjadi penurunan jumlah –
jumlah sel – sel utama dan parietal. Akan tetapi, gastritis akut atau kronis dapat
terjadi pada semua umur.
Gastritis akut memiliki beberapa penyebab meliputi ingesti kronis, makanan
yang menimbulkan iritasi, seperti merica (atau reaksi alergi terhadap makanan
tersebut) atau alkohol ;obat – obatan, seperti aspirin dan agens antiinflamasi non
steroid ( dalam dosis besar atau berulang) agens sitotoksik, kafein, kortikosteroid,
antimetabolit, fenil butaon, dan indomestasin ; ingesti racun, khususnya amonia,
air raksa, karbon tetra klorida, atau zat – zat korosif serta endotoksin yang
dilepaskan oleh bakteri penginfeksi seperti stafilokokus ecoli atau salmonella.
Gastritis akut dapat terjadi pada penyakit akut khususnya jika pasien mengalami
trauma mayor ; luka bakar ; infeksi berat ; gagal hati atau nafas atau pembedahan
mayor.
Gastritis kronis biasanya melibatkan kondisi patologi yang mendasari yang
merupakan akibat dari atrofi mukosa lambung. Gastritis jenis ini umumnya terkait
dengan anemia, pernisiosa, ulkus lambung, dan kanker. Gastritis kronis
diperkirakan disebabkan oleh heliobacter pylori. Gastritis kronis dapat
menyebabkan pasien mengalami ulkus lambung dan karsinoma. Insiden kanker
terutama tinggi pada pasien yang menderita anemia pernisiosa.
b. Etiologi
1. Obat analgetik antiinflamasi terutama aspirin
2. Bahan kimia misalnya lisol
3. Merokok
4. Alkohol
5. Stres fisis yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal
pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat
6. Refluk usus lambung
7. Endotoksin
c. Patofisiologi
1) Patofisiologi Gastritis Akut
Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemi (kongesti dengan
jaringan, cairan dan darah) dan mengalami erosi superfisial, bagian ini
mengsekresi sejumlah getah lambung, yang mengandung sangat sedikit asam
tetapi banyak mukus. Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat
menimbulkan hemoragi. Pasien dapat mengalami ketidaknyamanan, sakit
kepala, malas, mual dan anoreksia, serta disertai cegukan. Beberapa pasien,
asimtomatik. Mukosa lambung mampu memperbaiki diri sendiri setelah
mengalami gastritis. Kadang-kadang, hemoragi memerlukan intervensi
bedah. Bila makanan pengiritasi tidak dimuntahkan tetapi mencapai usus,
dapat mengakibatkan kolik dan diare. Biasanya, pasien sembuh kira-kira
sehari, meskipun nafsu makan mungkin menurun selama 2 atau 3 hari
kemudian.
2) Patofisiologi Gastritis Kronis
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A
(sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel
pariental, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan
dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa. Dan terjadi pada fundus
atau korkus dari lambung. Tipe B (kadang disebut gastritis H.Pylori)
mempengaruhi antrum dan pilorus (ujung bawah lambung deka duodenum)
ini dihubungkan dengan bakteri H. Pylori, faktor diet seperti minum panas
atau pedas, penggunaan obat-obat alkohol, merokok atau refluks isi usus
kedalam lambung.
d. Tanda dan gejala Gastritis
1) Gastritis akut
a) Ketidaknyamanan pada epigastric, nyeri karena sulit mencerna makanan,
kram, anoreksia, mual, hematemesis, serta muntah (yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari)
b) Keletihan, meringis atau kegelisahan
c) Disertai pendarahan lambung, pucat, takikardia, hipotensi
d) Distensi abdomen, nyeri tekan dan spasme otot.
e) Peningkatan bising usus.
2) Gastritis akut
a) Tanda dan gejala serupa dengan gastritis akut atau hanya ketidaknyamanan
epigastric ringan.
b) Intoleransi terhadap makanan pedas dan berlemak.
c) Nyeri epigastric ringan yang mereda dengan makan.

e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Endoskopi GI Atas (umumnya dengan biopsi) memastikan gastritis ketika
dilakukan dalam 24 jam perdarahan. Pemeriksaan ini dikontraindikasikan
setelah menelan agen korosif.
2) Pemeriksaan laboratorium dapat mendeteksi perdarahan saman dalam
muntah atau feses (atau keduanya) jika pasien mengalami perdarahan
lambung.
3) Pemeriksaan darah menunjukan bahwa kadar hemoglobin dan hematokrit
mengalami penurunan apabila pasien telah mengalami anemia akibat
perdarahan.
4) Pemeriksaan H Pylori dan nafas berbau urea memperlihatkan adanya
antibody H Pylori.

f. Penatalaksanaan
Prioritas penanganan segera adalah menghilangkan penyebab gastritis.
Sebagai contoh, gastritis yang disebablan oleh bakteri diobatkan dengan
antibiotik ; ingesti racun dinetralakan dengan antidot yang tepat. Ketika
penyakit yang terkait diobati atau agens penyebab dihilangkan atau
dinetralkan, mukosa lambung biasanya akan mulai sembuh.
Terapi gastritis akut bersifat asimptomatik dan supportif. Penyembuhan
biasanya terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah penyebab
dihilangkan. Antagonis reseptor histamin-2 ( H2) seperti famotidin,
pemberiannya dapat diprogramkan untuk menghambat sekresi lambung.
Antasida dapat digunakan sebagai agens pendapar.
Untuk pasien yang menderita sakit kronis antasida diberikan perjam
dengan atau tanpa antagonis reseptor –H2, yang dapat mengurangi frekuensi
episode gastritis akut. Sebagai apsien juga membutuhkan analgesik. Sampai
terjadi pemulihan, kebutuhan oksigen, volume darah, serta keseimbangan
cairan dan elektrolit pasien harus dipantau dan dipertahankan.
Ketika gastritis menyebabkan perdarahan masif, penanganan mencakup
penggantian darah; lavase saling dingin jika mungkin dengan norepinefrin;
angiografi dengan vasopresin yang diinfuskan dalam larutan salin normal; dan
kadang kala, pembedahan.
Sebagai usaha terakhir, pembedahan dilakukan jika hanya penanganan
yang lebih konserfatif gagal. Vagotomi dan pilorolasti telah digunakan dengan
keberhasilan yang terbatas. Gastrotomi sebagian atau total mungkin
diperlukan, namun jarang dilakukan.
Karena pasien yang menderita gastritis kronis dapat asimptomatik atau
dengan keluhan yang tidak jelas, tidak ada penanganan khusus yang
dibutuhkan kecuali menghindari aspirin dan makanan pedas. Jika tanda dan
gejala terjadi atau menetap pasien tersebut dapat minum antasida. Jika anemia
pernisiosa adalah penyebab yang mendasari vitamin B12 dapat diberikan
secara parenteral. Jika H Pylori diimplikasikan sebagai penyebab gastritis
kronis, terapi anti infeksi yang tepat dimulai.

g. Komplikasi
1) Komplikasi gastritis akut
a) Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan
medis. Kadang – kadang perdarahan cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan kematian.
b) Terjadi ulkus kalau prosesnya hebat.
c) Jarang terjadi perforasi.

2) Komplikasi gastritis kronik


a) Atropi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terutama
terhadap vitamin B12. Gangguan penyerapan terhadap vitamin B12
selanjutnya dapat menyebabkan anemia yang secara klinik hampir sama
dengan anemia pernisiosa. Keduanya dapat dipisahkan dengan
memeriksa antibodi terhadap faktor intrinsik. Selain vitamin B12-
penyerapan besi juga dapat terganggu.
b) Gastritis kronik antrum pilorum dapat menyebabkan penyempitan daerah
antrum pilorum. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan keganasan
lambung, terutama gastritis kronik antrum pilorus.
3. Konsep Asuhan Keperawatan Gastritis
a. Pengkajian
1) Riwayat atau adanya faktor resiko
Riwayat garis perama keluarga tentang gastritis
Penggunaan kronis obat yang mengiritasi mukosa lambung
Apakah klien Perokok berat?
Pemajanan pada stres emosi kronis
2)Pengkajian fisik
a) Nyeri epigastrik. Nyeri terjadi 2 – 3 setelah makan dan sering disertai
dengan mual dan muntah. Nyeri sering digambarkan sebagai tumpul, sakit,
atau rasa terbakar, sering hilang dengan makanan dan meningkat dengan
merokok dan stres emosi.
b) Penurunan berat badan
c) Perdarahan sebagai hematemesis dan melena bila berat
3) Kaji diet khusus dan pola makan selama 72 jam perawatan dirumah sakit
4) Kaji respon emosi pasien dan pemahaman tentang kondisi, rencana
Tindakan, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan perawatan diri preventif
5) Kaji metode pasien dalam menerima peristiwa yang menimbulkan stres dan
persepsi tentang dampak penyakit pada gaya hidup

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut /kronis b/d peningkatan lesi skunder terhadap peningkatan
sekresi gastik
2. Resiko peningkatan inefektif regimen terapeutik yang b/d kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, kontra indikasi, tanda dan gejala,
komplikasi, dan program pengobatan
3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d rasa tidak nyaman setelah
makan , anoreksia, mual, muntah

c. Rencana Keperawatan
1. Dx. Nyeri Akut /kronis b/d peningkatan lesi skunder terhadap peningkatan
sekresi gastik
Kriteria hasil klien akan :
1) Melaporkan gejala ketidaknyamanan dengan segera
2) Mengungkapkan peningkatan rasa nyaman dalam respon terhadap
rencana pengobatan
Intervensi
a) Jelaskan hubungan antara sekresi asam hidroklorit dan awitan nyeri
b) Berikan antasida, antikolinergik, sukralfat, bloker H2 sesuai pesanan
c) Beri dorongan untuk melakukan aktivitas yang meningkatkan
istirahat dan rileks
d) Bantu klien untuk mengidentifikasi subtansi pengiritasi misalnya
makanan gorengan, pedas, kopi
e) Ajarkan tehnik diversional untuk reduksi stres dan penghilang nyeri
f) Nasehati klien untuk menghindari merokok dan penggunaan alkohol
g) Dorong klien untuk menurunkan masukan minuman yang
mengandungkafein, bila ada indikasi
h) Peringatkan klien berkenaan dengan penggunaan salisal kecuali bila
dianjurkan dokter
2. Dx. Resiko peningkatan inefektif regimen terapeutik yang b/d kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, kontra indikasi, tanda dan gejala,
komplikasi, dan program pengobatan
Kriteria hasil :
Berkaitan dengan perencanaan pemulangan, rujuk pada rencana
pemulangan
Intervensi:
1) Jelaskan patofisiologi penyakit gastritis menggunakan terminologi dan
media yang tepat untuk tingkat pengetahuan klien dan keluarga
2) Jelasskan perilaku yang dapat diubah atau dihilangkan untuk mengurangi
resiko kekambuhan:
a. penggunaan tembakau,
b. masukan alkohol berlebihan,
c. makanan dan minuman yang mengandung kafein,
d. jumlah besar produk yang mengandung susu.
3) Diskusikan tentang pengobatan lanjut bahkan saat tidak ada gejala
4) Instruksikan klien dan keluarga untuk memperhatikan dan melaporkan
gejala ini :
a) Feces merah / hitam
b) Muntahan berdarah / hitam
c) Nyeri epigastrik menetap
d)Nyeri abdomen berat dan tiba-tiba
e) Konstipasi
f) Mual dan muntah menetap
g) Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya
5) Rujuk ke sumber komunitas, bila ada indikasi( misal : program
penghentian merokok, minum alkohol, penatalaksanaan stres)
3. Dx. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d rasa tidak nyaman
setelah makan , anoreksia, mual, muntah
Kriteria hasil : mempertahankan masukan makanan yang adekuat
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi pasien: diit, pola makan, makanan yang dapat
menjadi pencetus rasa nyeri
2) Kaji riwayat pengobatan pasien: aspirin, steroid, vasopresin
3) Pantau tanda-tanda vital / 4 jam
4) Pantau masukan dan haluaran
5) Pertahankan lingkungan tampa stres
6) Berikan diit dalam jumlah kecil dan sering
7) Pantau keefektifan / efek samping obat
DAFTAR PUSTAKA

Asminarsih (2009) “ Pengaruh Teknik Relaksasi Progresif Terhadap Respon Nyeri Dan
Frekuensi Kekambuhan Nyeri Pada Lansia Dengan Gastritis Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok”jurnal keperawatan FIK UI.
Alini. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap penuruan skala nyeri pada lansia
dengann gastritis di desa Sibiruang wilayah kerja puskesmas koto Kampar Hulu
Tahun 2015 : Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Link
file:///C:/Users/Pavilion/Downloads/238-61-350-1-10-20170911.pdf
Hidayat, Aziz Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :
salemba medika
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Profil kesehatan dinas kesehatan nasional (2010) dalam Malinda (2014).
Stahley, Mickey & Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2. Jakarta : EGC
Capernito L.J, (2000), Rencana Askep dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai