Anda di halaman 1dari 2

Yang Kita Tahu

11 April 2009

Hari ini hari yang baik untuk berpikir. Wira duduk di


bangku taman, menelungkupkan kedua telapak tangannya yang
saling menindih. Ia sedang menunggu seseorang. Masih banyak
waktu untuk berpikir. Ia menunggu dengan tenang, tidak cemas
atau bosan seperti kebanyakan orang. Ia menikmati waktu yang
dimilikinya.

Yang ditungguinya adalah orang yang istimewa, tetapi bukan


“istimewa” yang dimaksud remaja jaman sekarang, tapi
istimewa apa adanya. Ingatkah kamu tentang teman masa kecilmu, yang selalu
menungguimu jika kamu terlambat, memberikanmu sepotong kuenya walaupun ia sendiri
lapar, ataupun membantumu bangkit ketika terjatuh dari sepeda, semua ia lakukan dengan
tulus, polos, atas nama persahabatan.
Irin adalah teman yang istimewa itu.

Sudah empat tahun mereka mengenal, dan dua tahun mereka berkawan. Mereka saling
mengenal dari teman Wira yang berteman dengan seeseorang yang berteman dengan
seseorang yang mengenal teman Irin. Pendeknya, mereka sudah menyadari eksistensi satu
sama lain sejak lama oleh jaringan pertemanan. Hanya ketika kelas 1 SMA mereka
sekelas, sehingga menjadi lebih akrab, sampai sekarang.

Secara teoritis, mereka memang seharusnya cocok. Wira dan Irin sama-sama menyukai
komik-komik Eropa, gemar bersepeda di sore hari, dan berminat pada pelajaran Geografi.
Dan memang, kenyataannya mereka sangat nyambung jika bercakap-cakap, bisa sampai
berjam-jam mengobrolkan apa saja, padahal di sekolah mereka termasuk golongan orang-
orang yang irit bicara. Keakraban mereka tampak dari seringnya mereka terlihat
bersama.

Irin sering tampak membawakan minuman dan handuk setiap Wira bertanding basket, dan
Wira pun sesekali kelihatan mengantarkan Irin pulang jika sudah kemalaman belajar
kelompok. Begitulah gambaran persahabatan mereka selama dua tahun terakhir.
Singkatnya, mereka mengalami persahabatan yang ideal, dan mereka bahagia dengan itu.
Itu yang kita tahu.

Sementara itu, kembali ke taman, orang yang ditunggu telah datang, tepat waktu seperti
biasa. Irin tidak seperti kebanyakan teman-teman perempuan yang Wira kenal, yang
manja, keras kepala, dan kekanak-kanakan, dan itulah yang membuat Irin istimewa di
mata Wira. Wira tak pernah cemas ketika berada di dekat Irin, Ia akan menumpahkan
segala keluh-kesahnya tanpa beban. Dan Irinpun mendengarkan dengan sabar, tak akan
beranjak pergi sebelum Wira selesai bercerita, walaupun waktu sudah melewati batas
”wajar”.

Apakah mereka ……? Tidak! Itu belum cukup sebagai bukti.


Bukannya mereka belum pernah mengalami sesuatu yang melebihi ini. Wira pernah
merasakannya pada masa lalu. Ketika itu, yang ia rasakan adalah hatinya menggelora,
degup jantungnya dipercepat, dan ia begitu bertenaga, seolah-olah dapat menghancurkan
dunia demi pujaannya.

Wira memandang Irin yang berada di sampingnya. Mata cokelat Irin yang mungil
mengintip dibalik poni yang menutupi sebagian atas wajahnya. Ketika itu, degup
jantungnya pelan, hatinya tenang dan sejuk, seperti ada lapisan es tipis yang
menyelubungi kegalauan hatinya, dan ia merasa lemah dan rapuh. Dari reaksi perasaan
yang berbeda, Wira kesulitan mengambil kesimpulan.
Wira dan Irin bersahabat, dan itu yang Ia ketahui.

Sambil meluruskan urusannya, Wira melihat-lihat sekitar taman. Ke arah manapun ia


memandang, selalu ada pasangan remaja yang sibuk sendiri, seolah-olah sudah putus
koneksi dengan realita, seolah-olah mereka berada di dunia ciptaan sendiri. Lalu
pandangannya kembali ke perempuan yang berada di sampingnya. Irin, sahabatnya. Tetapi
mengapa mereka ada di sana?

Wira teringat percakapannya dengan Albert, yang mempunyai banyak pasangan yang
selalu berganti-ganti secara periodik.
”Albert, kapankah kita yakin bahwa diantara seseorang dan seseorang terjadi sesuatu
yang lebih dari sekedar persahabatan?”

”Itu tergantung dari mereka sendiri, seberapa kuat mereka menginginkannya. Tapi itu
sebenarnya tidak menjadi masalah.”
Iya, bagi seseorang sekaliber Albert, itu tidak masalah. Tetapi bagi seseorang yang
canggung dan peka seperti Wira, itu menjadi masalah.
Wira mengambil nafas dalam. Ini kesekian kalinya ia menghadapi situasi seperti ini.
Seringkali ia merusak persahabatan yang susah payah dibangun, yang seharusnya dapat
bertahan hingga masa jauh ke depan, hanya karena ia menginginkan suatu yang lebih,
namun pihak yang lain belum siap untuk menerimanya, dan akhirnya masing-masing kecewa.
Karena itulah Wira sering kehilangan teman.

Tetapi Ia tidak ingin ini terjadi dengan Irin. Ia sadar sepenuhnya bahwa mungkin akan
susah untuk menemukan seseorang seperti Irin lagi di dalam hidupnya, dan ia tidak rela
melepas Irin seandainya Irin memilih orang lain, tetapi ia tidak ingin mengambil resiko, ia
tidak ingin menanggung kekecewaan seperti masa lalu.

Ah, hati Wira kembali bergejolak ketika kembali melihat pasangan-pasangan di taman. Ia
merasa galau. Apa salahnya jika Ia ingin yakin? Yakin dengan dirinya, yakin dengan Irin,
dan segala sesuatu di antara mereka.
Tetapi bukankah Irin yang mengajaknya bertemu di sini? Bukankah Ia sadar bahwa sore
hari di taman adalah waktu untuk pasangan-pasangan?

”Irin!”
”Apa?”
Nafas Wira tercekat. Keringat dingin bercucuran.
”Hmm…………………….tidak jadi.”
Mungkin, sebaiknya kali ini Wira merelakannya. Mungkin, mereka tidak sedang jatuh hati.
Tetapi itu kan yang kita tahu. ***

Anda mungkin juga menyukai