Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.1.1 Islam di Indonesia

Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar umat Muslim di dunia. Ada sekitar
85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk. Walau Islam menjadi
mayoritas, namun Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam.
Sejarah telah menunjukkan bahawa masyarakat Indonesia pra-Islam, di sekitar abad ketujuh dan
sebelumnya, adalah masyarakat dagang dengan ciri kosmopolitan yang sangat kental.
Bagi Indonesia, dampak kedatangan para pedagang sangat berpengaruh terhadap penyebaran
agama Islam di nusantara. Apalagi bila diingat bahwa, sejak dimulainya proses penyebaran Islam
di Indonesia, belum terdapat suatu organisasi dakwah yang mapan untuk memperkenalkan Islam
kepada masyarakat luas.

Proses tersebarnya Islam pada waktu itu, semata-mata mengandalkan kemampuan dan
ketekunan tenaga-tenaga da'i pedagang atau guru sufi. Kerana itu, sangat beralasan bila
dikatakan proses penyebaran Islam di Indonesia membutuhkan waktu yang relative lama bahkan
berabad-abad.

Latarbelakang sejarah berkembangnya kelompok pedagang Muslim di kepulauan


Indonesia merupakan indikasi bahawa Islam disebarluaskan kepada masyarakat oleh kaum
pedagang. Mereka tidak semata-mata berperanan sebagai pedagang, namun sekaligus bertindak
sebagai da'i guru agama (Islam), orang sufi yang memberikan bimbingan keagamaan dan
kehidupan sehari-hari kepada masyarakat setempat.
1.2 Pokok-Pokok Permasalahan

Untuk membicarakan Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia mengingat materi yang


sangat luas dan mengingat waktunya yang terbatas maka perkenankan kami dalam tulisan ini
hanya ajakan menyampaikan pokok-pokok permasahannya yang meliputi:
a. Awal Masuknya Islam di Indonesia;
b. Sejarah Perkembangan Kerajaan Islam Indonesia; dan

1
c. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara
1.3 Uraian Singkat
1.3.1 Awal Masuknya Islam di Indonesia

Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme,
dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa
wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha.
Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan
Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat
diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian,
persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting
juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat
dan tidak ada paksaan.

Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, Islam masuk ke Indonesia pada abad
pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa
Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa
pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib),
disebarkan langsung dari Madinah.
1.3.2 Sejarah Perkembangan Kerajaan Islam Di Indonesia
1.Kerajaan Samudra Pasai
Urain singkat tentang Kerajaan Samudra Pasai:
a. Kerajaan Samudra Pasai berkembang pada abad Abad 13 yang terletak didaerah Kabupaten
Lhokseumauwe, Aceh Utara.
b. Keberadaan kerajaan Samudra Pasai dibuktikan dengan adanya
1. Catatan Marcopolo dari Venetia.
2. Catatan Ibnu Batutah dari Maroko.
3. Batu nisan Sultan Malik al-Saleh.
4. Jirat Putri Pasai.
c. Peranan Samudra Pasai dalam bidang perdagangan adalah Dengan letak yang strategis, maka
Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan
maritim dan memiliki hegemoni atas pelabuhan-pelabuhan yang penting di Pesisir

2
Pantai Barat Sumatera serta berkembang sebagai Bandar Transito.
d. Nilai yang dapat diambil dari keberadaan kerajaan Samudra Pasai
adalah Nilai keterbukaan dan kebersamaan dan penghormatan kepada setiap golongan
masyarakat serta prinsip kepemimpinan yang dekat dengan rakyat.
e. Raja-raja yang memerintah di Samudra Pasai antara lain
Sultan Malik al-Saleh (1285 – 1297),
Sultan Muhammad (Malik al-Tahir I),
Sultan Ahmad (Malik al-Tahir II), dan
Sultan Zaenal Abidin (Malik al-Tahir III).

2.Kerajaan Demak

Demak pada masa sebelumnya sebagai suatu daerah yang dikenal dengan nama Bintoro
atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Kadipaten
Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre
Kertabumi) yaitu raja Majapahit. Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat
berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan
kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap
Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di
pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa
Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak, yang
dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah
merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi). Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak
terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa
berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang
sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.

3.Kerajaan Banten

Setelah Banten diislamkan oleh Fatahillah maka daerah Banten diserahkan kepada
putranya yang bernama Hasannudin, sedangkan Fatahillah sendiri menetap di Cirebon, dan lebih
menekuni hal keagamaan. Dengan diberikannya Banten kepada Hasannudin, maka Hasannudin

3
meletakkan dasar - dasar pemerintahan kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja
pertama, memerintah tahun 1552 – 1570. Lokasi kerajaan Banten terletak di wilayah Banten
sekarang, yaitu di tepi Timur Selat Sunda sehingga daerahnya strategis dan sangat ramai untuk
perdagangan nasional. Pada masa pemerintahan Hasannudin, Banten dapat melepaskan diri dari
kerajaan Demak, sehingga Banten dapat berkembang cukup pesat dalam berbagai bidang
kehidupan.

Untuk lebih jelasnya, simaklah uraian materi tentang kehidupan politik Banten berikut
ini:
Silsilah Raja-raja Banten
1. Sultan Hasannudin (1552 – 1570)

2. Panembahan Yusuf (1570 – 1580)

3. Maulana Muhammad (1580 – 1596)

4. Abulmufakir (1596 – 1640)

5. Abumaali Achmad (1640 – 1651)

6. Sultan Abdul Fatah/Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1682)

7. Abdulnasar Abdulkahar/Sultan Haji (1682 – 1687)

4. Kerajaan Mataram

Jawa Tengah Selatan. Pada awal perkembangannya kerajaan Mataram adalah daerah
kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut diberikan oleh Pangeran
Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang kepada Ki Gede Pamanahan atas jasanya membantu
mengatasi perang saudara di Demak yang menjadi latar belakang munculnya kerajaan Pajang.
Ki Gede Pamanahan memiliki putra bernama Sutawijaya yang juga mengabdi kepada raja Pajang
sebagai komando pasukan pengawal raja. Setelah Ki Gede Pamanahan meninggal tahun 1575,

4
maka Sutawijaya menggantikannya sebagai adipati di Kota Gede tersebut. Setelah pemerintahan
Hadiwijaya di Pajang berakhir, maka kembali terjadi perang saudara antara Pangeran Benowo
putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri, Bupati Demak yang merupakan keturunan dari Raden
Trenggono. Akibat dari perang saudara tersebut, maka banyak daerah yang dikuasai Pajang
melepaskan diri, sehingga hal inilah yang mendorong Pangeran Benowo meminta bantuan
kepada Sutawijaya.

Atas bantuan Sutawijaya tersebut, maka perang saudara dapat diatasi dan karena
ketidakmampuannya maka secara sukarela Pangeran Benowo menyerahkan takhtanya kepada
Sutawijaya. Dengan demikian berakhirlah kerajaan Pajang dan sebagai kelanjutannya muncullah
kerajaan Mataram.

Lokasi kerajaan Mataram tersebut di Jawa Tengah bagian Selatan dengan pusatnya di
kota Gede yaitu di sekitar kota Yogyakarta sekarang.
Dari penjelasan tersebut, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham, untuk mengetahui
lebih lanjut tentang perkembangan kerajaan Mataram, maka simaklah uraian materi berikut ini.
1.latar belakang berdirinya kerajaan Mataram!

Berdirinya kerajaan Mataram tidak terlepas dari perang saudara di Pajang. Karena setelah
kematian Pangeran Hadiwijaya, raja Pajang, maka terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran
Benowo putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri keturunan Pangeran Trenggono. Untuk
menghadapi Arya Pangiri, Pangeran Benowo meminta bantuan kepada Sutawijaya, sehingga
Sutawijaya berhasil mengatasi perebutan kekuasaan tersebut. Atas jasanya secara sukarela
Pangeran Benowo menyerahkan takhta Pajang kepada Sutawijaya sehingga Sutawijaya
mendirikan kerajaan Mataram.
2.Tindakan-tindakan Sultan Agung sebagai raja Mataram!

-Menundukkan daerah-daerah yang melepaskan diri untuk memperluas wilayah kekuasaannya.


-Mempersatukan daerah-daerah kekuasaannya melalui ikatan perkawinan.
-Melakukan penyerangan terhadap VOC di Batavia tahun 1628 dan 1629.
-Memajukan ekonomi Mataram.
-Memadukan unsur-unsur budaya Hindu, Budha dan Islam.

5
3. Sebab-sebab kehancuran dari kerajaan Mataram!
-Tidak adanya raja-raja yang cakap seperti Sultan Agung.
-Banyaknya daerah-daerah yang melepaskan diri.
-Adanya campur tangan VOC terhadap pemerintahan Mataram.
-Adanya politik pemecah-belah VOC melalui perjanjian Gianti 1755 dan Salatiga
1757.

5. Kerajaan Gowa – Tallo

Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone,
Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk
persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan
sebutan kerajaan Makassar.
Ini adalah uraian singkat tentang perkembangan kerajaan Makasar tersebut :
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Rebandang dari Sumatera, sehingga
pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun
memeluk agama Islam.

Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja
Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu
oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah.
Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan
berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said (1639 – 1653). Selanjutnya
kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin
(1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat
menunjang keperluan perdagangan Makasar. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa
Tenggara Barat.

Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh
karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah

6
berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur)
dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul
pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya
peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku. Dalam peperangan melawan VOC,
Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan
Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda
semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda
memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.
Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik
adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu
Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar meminta bantuan kepada VOC untuk melepaskan
diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk
menghancurkan Makasar. Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai
ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya
dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan
Makasar.

Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap
berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin)
meneruskan perlawanan melawan Belanda.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-
besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar
mengalami kehancurannya.
1. faktor yang menjadikan Makasar berkembang sebagai pusat
-Letaknya strategis di jalur perdagangan internasional.
-Memiliki pelabuhan yang baik.
-Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511.
2. dampak dari isi perjanjian Bongaya dalam bidang politik terhadap kerajaan
-VOC berkuasa di Makasar.
-Daerah kekuasaan Makasar semakin sempit karena banyak daerah-daerah yang melepaskan diri.
3. Akibat kekalahan Makasar terhadap Belanda antara lain:
-Peranan Makasar sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan di Indonesia Timur berakhir.
7
-Belanda dapat menguasai Makasar yang berarti menguasai perdagangan di Indonesia Timur.
6.Kerajaan Ternate – Tidore

Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di kepulauan Maluku. Maluku adalah kepualuan
yang terletak di antara Pulau Sulawesi dan Pulau Irian. Jumlah pulaunya ratusan dan merupakan
pulau yang bergunung-gunung serta keadaan tanahnya subur. Kehidupan Politik Kepulauan
Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Rempah-rempah tersebut
menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran dan perdagangan pada abad 15 – 17. Demi
kepentingan penguasaan perdagangan rempah - rempah tersebut, maka mendorong terbentuknya
persekutuan daerah-daerah di Maluku Utara yang disebut dengan Ulilima dan Ulisiwa. Ulilima
berarti persekutuan lima bersaudara yang dipimpin oleh Ternate yang terdiri dari Ternate, Obi,
Bacan, Seram dan Ambon. Sedangkan Ulisiwa adalah persekutuan sembilan bersaudara yang
terdiri dari Tidore, Makayan, Jailolo dan pulau-pulau yang terletak di kepulauan Halmahera
sampai Irian Barat.
1.3.3 Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah di Nusantara
1. Di Sumatra

Nusantara yang mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah
Pasai yang terletak di Aceh utara, dan di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan
kabupaten Aceh Besar).

Munculnya kerajaan baru di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam. Kerajaan
Aceh ini mempunyai peran penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh wilayah
Nusantara. Para da’i, baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah terus berusaha
menyampaikan ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan yang telah terjalin antara
kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin berkembang. Tidak saja para ulama dan
pedagang Arab yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia sendiri banyak pula yang
hendak mendalami Islam datang langsung ke sumbernya di Mekah atau Madinah. Kapal-kapal
dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke 16. Bahkan
pada tahun 974 H. atau 1566 M dilaporkan ada 5 kapal dari kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh
di bandar pelabuhan Jeddah. Ukhuwah yang erat antara Aceh dan Timur Tengah itu pula yang
membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.

8
2. Di Jawa

Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad
pertama Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam
bukunya Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi,
Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai
pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah selanjutnya
dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu
lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah
begitu pesat.

Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali
Sanga, yaitu :
(1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad
ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau
merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
(3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar
Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
(4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban,
Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di
Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara
menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
(6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa
Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni
bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
(8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara
Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
(9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan

9
Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.

3. Di Sulawesi Menurut catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke
Sulawesi, di tanah ini sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum
terlalu banyak, namun upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para da’i di Sumatra, Malaka
dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo atau yang dikenal dengan
negeri Makasar, terletak di semenanjung barat daya pulau Sulawesi.

Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah
pimpinan Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang da’i
bernama Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke kerajaan ini dan pada tanggal 22 September
1605 Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang kemudian bergelar
Sultan Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana menteri atau Wazir besarnya,
Karaeng Matopa.

Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam
kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera
menerima pesan Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan raja Bone yang bergelar
Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M. Dengan demikian Gowa (Makasar)
menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani. Pelabuhannya sangat ramai disinggahi para
pedagang dari berbagai daerah dan manca negara. Hal ini mendatangkan keuntungan yang luar
biasa bagi kerajaan Gowa (Makasar). Puncak kejayaan kerajaan Makasar terjadi pada masa
Sultan Hasanuddin (1653-1669).

4. Di Kalimantan

Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur.
Jalur pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para
muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan.
Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke
Kalimantan ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak

10
Muballig ke negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan melanjutkan
misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad Al
Banjari.

Jalur ketiga para da’i datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu
adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
5. Di Maluku.

Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1440 dibawa
oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para da’i yang dididik oleh
para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun
menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim adalah
Zaenal Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan yang ada di
Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol adalah dua kerajaan
, yaitu Ternate dan Tidore.
Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti :
a. Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
b. Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya dalam
menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina.
c. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
d. Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
e. Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.

Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang
disiarkan oleh raja-raja Islam di Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari
Maluku.
Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan
Pulau Gebi.

11
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Masuknya Islam ke Nusantara

Mengenai tempat asal dan kapan datangnya Islam ke Nusantara, sedikitnya ada lima teori
besar. Di bawah ini dijelaskan secara singkat seputar teori-teori yang berkaitan dengan masuknya
Islam di Nusantara :
2.1.1 Teori Arab

Pertama, teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab, atau tepatnya
Hadramaut. Teori ini dikemukakan Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), De
Hollander (1861), dan Veth (1878). Crawfurd menyatakan bahwa Islam datang langsung dari
Arab, meskipun ia menyebut adanya hubungan dengan orang-orang Mohameddan di India
Timur. Keyzer beranggapan bahwa Islam datang dari Mesir yang bermadzhab Syafii, sama
seperti yang dianut kaum muslimin nusantara umumnya. Teori ini juga dipegang oleh Niemann
dan de Hollander, tetapi dengan menyebut Hadramaut, bukan Mesir, sebagai sumber datangnya
Islam, sebab muslim Hadaramaut adalah pengikut madzhab Syafii seperti juga kaum muslimin
nusantara. Sedangkan Veth hanya menyebut orang-orang Arab, tanpa menunjuk asal mereka di
Timur Tengah maupun kaitannya dengan Hadramaut, Mesir atau India. Teori yang sama juga
diajukan oleh Hamka dalam seminar ‘Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia’ pada tahun 1962.
Menurutnya, Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab (Makkah), bukan dari India.
2.1.2 Teori Gujarat.

Teori yang mengatakan bahwa Islam di nusantara datang dari India pertama kali
dikemukakan oleh Pijnapel tahun 1872. Berdasarkan terjemahan Prancis tentang catatan
perjalanan Sulaiman, Marcopolo, dan Ibnu Batutah, ia menyimpulkan bahwa orang-orang Arab
yang bermadzhab Syafii dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke Asia
Tenggara. Dia mendukung teorinya ini dengan menyatakan bahwa, melalui perdagangan, amat
memungkinkan terselenggaranya hubungan antara kedua wilayah ini, ditambah lagi dengan
umumnya istilah-istilah Persia yang dibawa dari India, digunakan oleh masyarakat kota-kota
pelabuhan Nusantara.Teori ini lebih lanjut dikembangkan oleh Snouk Hurgronye yang melihat
para pedagang kota pelabuhan Dakka di India Selatan sebagai pembawa Islam ke wilayah

12
nusantara.Teori Snock Hurgronye ini lebih lanjut dikembangkan oleh Morrison pada 1951.
Dengan menunjuk tempat yang pasti di India, ia menyatakan dari sanalah Islam dating ke
nusantara. Ia menunjuk pantai Koromandel sebagai pelabuhan tempat bertolaknya para pedagang
muslim dalam pelayaran mereka menuju nusantara.
2.1.3 Teori Benggali.

Teori ketiga yang dikembangkan Fatimi menyatakan bahwa Islam datang dari Benggali
(Bangladesh). Dia mengutip keterangan Tome Pures yang mengungkapkan bahwa kebanyakan
orang terkemuka di Pasai adalah orang Benggali atau keturunan mereka. Dan, Islam muncul
pertama kali di semenanjung Malaya dari arah pantai Timur, bukan dari Barat (Malaka), pada
abad ke-11, melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan Trengganu. Ia beralasan bahwa
doktrin Islam di semenanjung lebih sama dengan Islam di Phanrang, elemen-elemen prasasti di
Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ditemukan di Leran. Drewes, yang
mempertahankan teori Snouck, menyatakan bahwa teori Fatimi ini tidak bisa diterima, terutama
karena penafsirannya atas prasasti yang ada dinilai merupakan perkiraan liar belaka. Lagi pula
madzhab yang dominan di Benggali adalah madzhab Hanafi, bukan madzhab Syafii seperti di
semenanjung dan nusantara secara keseluruhan.
2.1.4 Teori Persia.

Pembangun teori ini di Indonesia adalah Hoesein Djayadiningrat. Fokus pandangan teori
ini tentang masukkanya agama Islam ke nusantara berbeda dengan teori India dan Arab,
sekalipun mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta Madzhab Syafii-nya. Teori Persia
lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam
Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan Persia.

Kesamaan kebudayaan ini dapat dilihat pada masyarakat Islam Indonesia antara lain :
Pertama, peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syiah atas kematian
syahidnya Husain. Peringatan ini berbentuk pembuatan bubur Syura. Di Minangkabau bulan
Muharram disebut bulan Hasan-Husain. Di Sumatera Tengah sebelah Barat, disebut bulat Tabut,
dan diperingati dengan mengarak keranda Husain untuk dilemparkan ke sungai atau ke dalam
perariran lainnya. Keranda tersebut disebut tabut diambil dari bahasa Arab.
Kedua, adanya kesamaan ajaran antara ajaran syaikh Siti Jenar dengan ajaran sufi al-Hallaj,

13
sekalipun al-Hallaj telah meninggal pada 310 H/922 M, tetapi ajarannya berkembang terus dalam
bentuk puisi, sehingga memungkinkan syaikh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat
mempelajarinya.

Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda
bunyi harakat dalam pengajian al-quran tingkat awal. Dalam bahasa Persi Fathah ditulis jabar-
zabar, kasrah ditulis jer-zeer, dhammah ditulis p’es-py’es. Huruf sin yang tidak bergigi berasal
dari Persia, sedangkan sin bergigi berasal dari Arab.

Keempat, nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419) di
Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini teori Persia mempunyai kesamaan mutlak dengan
teori Gujarat. Tetapi sangat berbeda jauh dengan pandangan CE Morisson.
Kelima, pengakuan umat Islam Indonesia terhadap madzhab Syafii sebagai madzhab yang paling
utama di daerah Malabar. Dalam masalah madzhab Syafii, Hoesein Djayadiningrat mempunyai
kesamaan dengan GE Morrison, tetapi berbeda dengan teori Makkah yang dikemukakan oleh
Hamka. Hoesein Djayadiningrat di satu pihak melihat salah satu budaya Islam Indonesia
kemudian dikaitkan dengan kebudayaan Persia, tetapi dalam memandang madzhab Syafii
terhenti ke Malabar, tidak berlanjut dihubungkan dengan pusat madzhab Syafii di Makkah.
2.1.5 Teori Cina.

Islam disebarkan dari Cina telah dibahas oleh SQ Fatimi. Beliau mendasarkan torinya ini
kepada perpindahan orang-orang Islam dari Canton ke Asia tenggara sekitar tahun 876 .
Perpindahan ini dikarenakan adanya pemberontakan yang mengorbankan hingga 150.000
muslim. Menurut Syed Naguib Alatas, tumpuan mereka adalah ke Kedah dan Palembang.
Hijrahnya mereka ke Asia Tenggaran telah membantu perkembangan Islam di kawasan ini.
Selain Palembang dan Kedah, sebagian mereka juga menetap di Campa, Brunei, pesisir timir
tanah melayu (Patani, Kelantan, Terengganu dan Pahang) serta Jawa Timur.

Bukti-bukti yang menunjukan bahwa penyebaran Islam dimulai dari Cina adalah
ditemukannya : batu nisan syekh Abdul Kadir bin Husin syah Alam di Langgar, Kedah bertarikh
903 M, batu bertulis Phan-rang di Kamboja bertahun 1025 M, batu isan di pecan Pahang
bertahun 1028 M, batu nisan puteri Islam Brunei bertahun 1048 M, batu bersurat Trengganu
bertahun 1303 M dan batu nisan Fathimah binti Maimun di Jawa Timur bertarik 1082 M.

14
Walaupun dari kelima teori ini tidak terdapat titik temu, namun mempunyai persamaan
pandangan yakni Islam sebagai agama yang dikembangkan di Nusantara melalui jalan damai.
Dan Islam tidak mengenal adanya misi sebagaimana yang dijalankan oleh kalangan Kristen atau
Katolik.

15
BAB III
PEMBAHASAN

3.1Sejarah Lahirnya Islam di Indonesia

Islam merupakan salah satu agama besar di dunia saat ini. Agama ini lahir dan
berkembang di Tanah Arab. Pendirinya ialah Muhammad. Agama ini lahir salah satunya sebagai
reaksi atas rendahnya moral manusia pada saat itu. Manusia pada saat itu hidup dalam keadaan
moral yang rendah dan kebodohan (jahiliah). Mereka sudah tidak lagi mengindahkan ajaran-
ajaran nabi-nabi sebelumnya. Hal itu menyebabkan manusia berada pada titik terendah.
Penyembahan berhala, pembunuhan, perzinahan, dan tindakan rendah lainnya merajalela.
Islam mulai disiarkan sekitar tahun 612 di Mekkah. Karena penyebaran agama baru ini mendapat
tantangan dari lingkungannya, Muhammad kemudian pindah (hijrah) ke Madinah pada tahun
622. Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia.

Muhammad mendirikan wilayah kekuasaannya di Madinah. Pemerintahannya didasarkan


pada pemerintahan Islam. Muhammad kemudian berusaha menyebarluaskan Islam dengan
memperluas wilayahnya.Setelah Muhammad wafat pada tahun 632, proses menyebarluaskan
Islam dilanjutkan oleh para kalifah yang ditunjuk Muhammad. Sampai tahun 750, wilayah Islam
telah meliputi Jazirah Arab, Palestina, Afrika Utara, Irak, Suriah, Persia, Mesir, Sisilia, Spanyol,
Asia Kecil, Rusia, Afganistan, dan daerah-daerah di Asia Tengah. Pada masa ini yang
memerintah ialah Bani Umayyah dengan ibu kota Damaskus.

Pada tahun 750, Bani Umayyah dikalahkan oleh Bani Abbasiyah yang kemudian
memerintah sampai tahun 1258 dengan ibu kota di Baghdad. Pada masa ini, tidak banyak
dilakukan perluasan wilayah kekuasaan. Konsentrasi lebih pada pengembangan ilmu
pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban Islam. Baghdad menjadi pusat perdagangan,
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Setelah pemerintahan Bani Abbasiyah, kekuasaan Islam terpecah. Perpecahan ini


mengakibatkan banyak wilayah yang memisahkan diri. Akibatnya, penyebaran Islam dilakukan
secara perorangan. Agama ini dapat berkembang dengan cepat karena Islam mengatur hubungan
manusia dan TUHAN. Islam disebarluaskan tanpa paksaan kepada setiap orang untuk

16
memeluknya.
3.2 Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Indonesia
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama
dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya bandarbandar
perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain
yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh.

3.2.1 Peranan Kaum Pedagang

Seperti halnya penyebaran agama Hindu-Buddha, kaum pedagang memegang peranan


penting dalam proses penyebaran agama Islam, baik pedagang dari luar Indonesia maupun para
pedagang Indonesia.Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di
daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di
sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang.

Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama, untuk menunggu
datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari
berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling
memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan agama. Bukan hanya melakukan perdagangan,
bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan.

Di antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang
umumnya beragama Islam. Mereka mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para
pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah ada penduduk Indonesia
yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan penganut agama Islam makin banyak. Bahkan
kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir.
Penduduk setempat yang telah memeluk agama Islam kemudian menyebarkan Islam kepada
sesama pedagang, juga kepada sanak familinya. Akhirnya, Islam mulai berkembang di
masyarakat Indonesia. Di samping itu para pedagang dan pelayar tersebut juga ada yang menikah
dengan penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak yang Islam.
Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun sehingga akhirnya muncul sebuah komunitas
Islam, yang setelah kuat akhirnya membentuk sebuah pemerintahaan Islam. Dari situlah lahir

17
kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara.
3.2.2 Peranan Bandar-Bandar di Indonesia

Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang.


Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat tinggal para
pengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan
internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki peranan dan arti
yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia.
Di bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para
pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu
masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak geografis kota-
kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir-pesisir dan muara
sungai.

Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota


bahkan ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda
Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore.
Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya pun kemudian
banyak memeluk agama Islam.

Peranan bandar-bandar sebagai pusat perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para
pedagang di dalam kota mempunyai perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya
ditentukan atas persetujuan dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat
perkampungan orang Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu.
Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar kerajaan lainnya. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa kota-kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki ciri-
ciri yang hampir sama antara lain letaknya di pesisir, ada pasar, ada masjid, ada perkampungan,
dan ada tempat para penguasa (sultan).
3.2.3 Peranan Para Wali dan Ulama

Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping
sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh
yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini

18
berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan
pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya
setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga
mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.

Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah
orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali
ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah
tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang
dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut :
a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik

Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran
Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga
pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik
b. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)

Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia
sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan
terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang
marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M.
Jasa-jasa Sunan Ampel :
1) Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig
kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden
Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah diutus
untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
2) Berperan aktif dalam membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 M.
3) Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah sebagai
Sultan pertama.
c. Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)

19
Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu
Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum
Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya
sebagai mufti tanah Jawa.
d. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)

Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama
Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.
e. Sunan Kalijaga (Raden Syahid)

Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang
kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena
wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini adalah
sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam.
f. Sunan Drajat

Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah
beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari
berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.

g. Syarif Hidayatullah

Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah,
yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke
Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga
dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada
tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja
Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.
h. Sunan Kudus

Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun
1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia

20
membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan
budaya Nusantara.
i. Sunan Muria

Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau
menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah
lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.
Diparuh awal abad 16 M, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan damai
dalam ayoman keSultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah
atau Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah mengakhiri
masa Siwa-Budha serta animisme. Merekapun memiliki kepastian hidup bukan karena wibawa
dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang pasti yaitu syari’at Islam
“Salokantara” dan “Jugul Muda” itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan
syari’at Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama
derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol
oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai tim kabinet atau
merangkap sebagai dewan penasehat Sultan.

Disamping wali-wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi
dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini
memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya.

3.3 Kapan dan dari mana Islam Masuk Indonesia?

Sejarah mencatat bahwa sejak awal Masehi, pedagang-pedagang dari India dan Cina
sudah memiliki hubungan dagang dengan penduduk Indonesia. Namun demikian, kapan tepatnya
Islam hadir di Nusantara?

Masuknya Islam ke Indonesia menimbulkan berbagai teori. Meski terdapat beberapa


pendapat mengenai kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli sejarah cenderung
percaya bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita Cina zaman
Dinasti Tang. Berita itu mencatat bahwa pada abad ke-7, terdapat permukiman pedagang muslim
dari Arab di Desa Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara.

21
Abad ke-13 Masehi lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan
tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan
Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 dan
berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam. Bukti yang turut memperkuat
pendapat ini ialah ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang
berangka tahun 1297.

Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak, bagian utara
Sumatra. Hal ini menyangkut strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut
perdagangan internasional dari barat ke timur. Berikutnya ialah Kerajaan Samudra Pasai.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam
Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di
Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah
keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan
makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H
atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno.
Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga
istana Majapahit.

Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab
bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang,
Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-
makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan
diperkirakan berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka
tahun Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh
dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji
Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang
disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti
kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun
1434 M.

22
Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam
ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang
memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun
1603. Adapun penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik,
Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk melalui bagian utara, yakni Ternate,
Tidore, Bacan, dan Jailolo. Diperkirakan Islam di daerah ini disiarkan oleh keempat ulama dari
Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah menulis dan mengamati proses Perkembangan Islam Di Nusantara, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.Indonesia merupakan Negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia, namun
Indonesia bukan Negara Islam;
2.Agama Islam masuk ke wilayah Indonesia dengan jalan damai, tidak melalui perang. Kerana
itu, Islam berhasil merebut simpati masyarakat Indonesia yang kemudian sebahagian besarnya
menganut agama islam. Dalam masyarakat yang sudah muslim itu, lahir dan berkembang
kerajaan-kerajaan Islam yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan
Islam di Indonesia. Hal ini ditandai dengan begitu cepatnya Islam menyatu dengan budaya
masyarakat Indonesia, sehingga dengan mudah Islam bisa berkembang ;
3.Proses penyebaran agama islam di Indonesia sangat unik dan melalui berbagai jalur, salah
satunya adalah jalur perdagangan ;

4.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurnah, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang
lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari
makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka
makalah.

24
DAFTAR PUSTAKA

Google. 2003. Perkembangan Islam Di Indonesia. Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat
UIN Jakarta.
Google. 2008. Perkembangan Islam Di Indonesia. Jakarta: saef-jaza.blogspot.com
Zuani, A. 2007. Sejarah Perkembangan Kerajaan Islam Indonesia. Jakarta: Tanggo blog
Kusuma, A. 2009. Lahirnya Islam Di Indonesia. Jakarta: Buku Sekolah
Ricklefs, A. History of Modern Indonesia Since c. 1200 , (California: Stanford University Press,
2001) h. 3
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII.
(Jakarta: Prenada Media, 2005) h. 7. GWJ Drewes, New Light on the Coming of Islam in
Indonesia, compiled by Ahmad Ibrahim, Sharon Siddique & Yasmin Hussain, Readings on Islam
in Southeast Asia, (Singapore: Institue of Southeast Asia Studies, 1985) h. 7-19.
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana & Kekuasaan. (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1999) h. 31.
Hamka, Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di daerah pesisir Sumatra Utara, dalam
Risalah Seminar Sedjarah Masuknya Islam ke Indonesia, (Medan, Panitia Seminar Sedjarah
Masuknya Islam ke Indonesia, 1963) h. 91.
TW Arnold, The Preaching of Islam, A History of the Propogation of the Muslim Faith,
(London: Luzac & Company, 1935) h. 363.
Arnold, The Preaching of Islam, h. 363-364.
Mahayudin Hj. Yahya & Ahmad Jelani Halimi, Sejarah Islam. (Pulau Penang: Fajar Bakti
SDN.BHD, 1993) h. 559.
Sayed Alwi bin Thahir al-Haddad, Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh, (Jakarta: Maktab
al-Daimi, 1957) h. 21.
Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 32
Fatimi SQ, Islam Comes to Malaysia, (Singapore: Malaysian Sociological Reseach Institude,
Ltd, 1963).
Syed Nagib Alatas, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of Malay-
Indonesian Archipelago, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969) h. 11.
A

25

Anda mungkin juga menyukai