Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP HEMODIALISA di Ruang Hemodialisa


RS Tingkat II Dr. Soepraoen Malang

OLEH:

WAHYU DIANA SARI

201710461011008

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
KONSEP HEMODIALISA

a. HEMODIALISA
1. Definisi
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau
End Stage Renal Disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau
permanen. Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan
Madjid, 2010). Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi
sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal
ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat.
Penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian.
Hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2006 ; Nursalam, 2010).
2. Tujuan Terapi
Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas
hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi
ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid,
2010).
3. Indikasi
Hemodialysis diindikasikan pada pasien dalam kedaan akut yang memerlukan
tetapi dialysis jangka pendek atau pasien dengan gagal ginjal tahap akhir yang
memerlukanterapi jangka panjang/permanen. Indikasi dilakukan hemodialysis
pada penderita gagal ginjal adalah:
a. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit
b. Hyperkalemia
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum lebih dari 200mg/dl
e. Kelebihan cairan
f. Anusia berkepanjangan lebih dari 5 kali.
4. Kontra Indikasi
Menurut Suharyanto dan Madjid (2010) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2011) kontra indikasi
dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada
hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra
indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia
multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan
keganasan lanjut (PERNEFRI, 2010).
5. Penatalakasanaan pasien yang menjalani hemodialisis
Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya
memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan
penyakit ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat meningkatkan
kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal (Anita, 2012). Pasien
hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap dalam gizi
yang baik.
Gizi kurang merupakan prediktor yang 20 penting untuk terjadinya kematian
pada pasien hemodialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan
50 % terdiri atas asupan protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium
diberikan 40-70 meq/hari.
Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium
seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi.
Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah
insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40- 120 mEq/hari guna
mengendalikan tekanan darah dan edema.
Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya
mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama
periode di antara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar. Banyak
obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar
kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa
menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik akibat obat harus
dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2010).
6. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi terapi dialisis mencakup beberapa hal seperti hipotensi, emboli
udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan dialisis, dan pruritus. Masing – masing
dari point tersebut (hipotensi, emboli udara, nyeri dada, 21 gangguan
keseimbangan dialisis, dan pruritus) disebabkan oleh beberapa faktor. Hipotensi
terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisis natrium, penyakit jantung, aterosklerotik, neuropati otonomik,
dan kelebihan berat cairan. Emboli udara terjadi jika udara memasuki sistem
vaskuler pasien (Hudak & Gallo, 2010 ). Nyeri dada dapat terjadi karena PCO₂
menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh, sedangkan
gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang.
Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia
yang berat. Pruritus terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit (Smelzer, 2012) Terapi hemodialisis juga dapat
mengakibatkan komplikasi sindrom disekuilibirum, reaksi dializer, aritmia,
temponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, neutropenia, serta
aktivasi komplemen akibat dialisis dan hipoksemia, namun komplikasi tersebut
jarang terjadi. (Brunner & Suddarth, 2010).
7. Terapi pada pasien dengan gagal ginjal kronik
Adapun terapi untuk pasien gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal.
1. Hemodialisis adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme
melalui membran semipermeabel
atau yang disebut dialyzer. Sisa-
sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah
manusia itu dapat berupa air,
natrium, kalium, hidrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zatzat
lain. Hemodialisis telah menjadi
rutinitas perawatan medis untuk
End Stage Renal Disease (ESRD).
Salah satu langkah penting
sebelum memulai hemodialisis
yaitu mempersiapkan access
vascular beberapa minggu atau beberapa
bulan sebelum hemodialisis. access
vascular memudahkan dalam
perpindahan darah dari mesin ke tubuh pasien. Hemodialisis umumnya
dilakukan dua kali seminggu selama 4-5 jam per sesi pada kebanyakan pasien
ESRD. Menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah pasien baru yang menjalani
hemodialisis dari tahun ke tahun. Tindakan terapi dialisis tidak boleh
terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia dan malnutrisi. Tetapi
terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien gagal ginjal kronik yang
belum mencapai tahap akhir dalam perburukan fungsi ginjal.

2. Akhir-akhir ini sudah populer CAPD di pusat ginjal dan luar negeri. CAPD
dapat digunakan sebagai terapi alternatif dialisis untuk penderita ESRD
dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari. 14 Pertukaran cairan terakhir
dilakukan pada jam tidur
sehingga cairan peritoneal
dibiarkan semalam. Terapi
dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien dialisis peritoneal.
Indikasi dialisis peritoneal yaitu
pasien anak-anak dan orang tua
(umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan
bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien
dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih
cukup dan pasien nefropati diabetik disertai comorbidity dan co-mortality .

3. Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk


pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi ginjal jauh
melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang ada dan biasanya ginjal yang cocok
dengan pasien adalah yang memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga
hal ini membatasi transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih oleh
pasien. 2 Kebanyakan ginjal diperoleh dari donor hidup karena ginjal yang
berasal dari kadaver tidak sepenuhnya diterima karena adanya masalah sosial
dan masalah budaya. Karena kurangnya donor hidup sehingga pasien yang
ingin melakukan transplantasi ginjal harus melakukan operasi diluar negeri.
Transplantasi ginjal memerlukan dana dan peralatan yang mahal serta sumber
daya manusia yang memadai. Transplantasi ginjal ini juga dapat menimbulkan
komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan tubuh.

8. Cara kerja mesin Hemodialisa


Hemodialisis berfungsi membuang produk-produk sisa metabolisme seperti
potassium dan urea dari darah dengan menggunakan mesin dialiser. Mesin ini
mampu berfungsi sebagai ginjal menggantikan ginjal penderita yang sudah rusak
kerena penyakitnya, dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam perminggu,
penderita dapat memperpanjang hidupnya sampai batas waktu yang tidak
tertentu.
Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses osmotis dan
ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh.
Pada hemodialisis, darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin
dialiser (yang berfungsi sebagai ginjal buatan ) untuk dibersihkan dari zat-zat
racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis
(dialisat). Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan
tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di
dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses
hemodialisis melibatkan difusi solute (zat terlarut) melalui suatu membrane
semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa metabolisme) dari kompartemen darah
akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat
terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya.
Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalam tubuh.

Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan
dialisat, dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah
dari tempat tusukan vaskuler ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana
proses HD berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam
darah dan dialisat. Sedangkan tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya
darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh
penderita. Kecepatan dapat di atur biasanya diantara 300-400 ml/menit. Lokasi
pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan
dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-39 C sebelum dialirkan
kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu
tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin HD
sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan keselamatan.

Pada saat proses Hemodialisa, darah kita akan dialirkan melalui sebuah
saringan khusus (Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah metabolisme dan
air yang berlebih. Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan kedalam
tubuh. Pengeluaran sampah dan air serta garam berlebih akan membantu tubuh
mengontrol tekanan darah dan kandungan kimia tubuh jadi lebih seimbang.
Dialisator tersedia dalam berbagai jenis ukuran. Dialisator yang ukurannya lebih
besar mengalami peningkatan dalam membran area, dan biasanya akan
memindahkan lebih banyak padatan daripada dialisator yang ukurannya lebih
kecil, khususnya dalam tingkat aliran darah yang tinggi. Kebanyakan jenis
dialisator memiliki permukaan membran area sekitar 0,8 sampai 2,2 meter persegi
dan nilai KoA memiliki urutan dari mulai 500-1500 ml/min. KoA yang
dinyatakan dalam satuan ml/min dapat diperkirakan melalui pembersihan
maksimum dari dialisator dalm tekanan darah yang sangat tinggi dari grafik
tingkat alirannya. Secara singkat konsep fisika yang digunakan dalam hemodialisis
adalah konsep fluida bergerak. Syarat fluida yang ideal yaitu cairan tidak viskous
(tidak ada geseran dalam), keadaan tunak (steady state) atau melalui lintasan
tertentu, mengalir secara stasioner, dan tidak termampatkan (incompressible) serta
mengalir dalam jumlah cairan yang sama besarnya (kontinuitas).

9. Pedoman Pengkajian Praprosedur Hemodilasis


Pengkajian keperawatan praprosedur hemodialisa.

a. Pengkajian Anamnesis
- Kaji identitas klien
- Rasional: memudahkan kelengkapan asuhan
- Kaji adanya progam dokter tentang pelaksanaan hemodilasis
Rasional: Sebagai peran kolaboratif untuk melaksanakan intervensi
keperawatan yang sesuai dengan progam dokter

- Kaji kondisi psikologis, mekanisme koping, dan adanya kecemasan


praprosedur
Rasional: mekanisme koping maladktif terutama pada pasein yang
pertama kali divonis untuk cuci darah dapat memepengaruhi pelaksanaan.
Peran perawat sangat penting untuk membantu pasien dalam mencari
mekanisme koping yang positif. Prosedu kecemasan merupakan hal yang
paling sering dialami pasien yang pertama kali dilakukan hemodilalisis. Peran
perawat memberikan dukungan dan penjelasan yang ringkas dan mudah
dimengerti agar bisa menurunkan kecemasan pasien.
- Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur hemodialisis
Rasional: untuk menentukan tingkat koorperatif dan sebaga materi
dasar untuk memberikan penjelasan prosedur hemodialisis sesuai dengan
tingkat pengetahuannya.

- Beri penjelasan prosedur pemasangan dan lakukan penandatangan informed


consent
Rasional: hemodialisis dapat menimbulkan komplikasi. Klien perlu
diberi penjelasan dan menyatakan persetujuannya melalui surat pesetujuan
tindakan.

- Kaji adanya riwayat dilakukan hemodialisis sebelumnya.


Rasional: untuk memantau reaksi pasca hemodialisis
- Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya
Rasional: klien yang meminum obat-obatan (preparat glikosida
jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat
untuk memastikan agar kadar obat ini dalam darah dan jaringan dapat
dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksis. Beberapa obat akan
dikeluarkan dari darah pada saat dialisis, oleh karena itu penyesuaian dosis
oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak
akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain
bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien
menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisinya harus dievaluasi dengan
cermat. Terapi antihipertensi yang sering merupakan bagian dari susunan
terapi dialisis meruapakan salah satu contih dimana komunikasi, pendidikan
dan evalusasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui
kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat
antihipertensi diminum pada pagi hari yang sama dengan saat menjalani
hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan
menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
b. Pemeriksaan Fisik
- Timbang berat badan pasien
Rasional: sebagai pengukuran standar sebelum dilaksanakan
hemodialisis. Berat badan akan menurun pada saat prosedur selesai
dilaksanakan.
- Periksa Tanda-tanda vital
Rasional: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis. Denyut nadi dan
tekanan darah biasanya diatas rentang normal. Kondisi ini harus diukur pada
saat selesai prosedur dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur.
- Kaji adanya akses vakuler
Rasional: Pengkajian akses vaskular diperlukan dalam pengkajian
praprosedur
- Subklavia dan femoralis
Rasional: akses segera kedalam sirkulasi darah pasien pada
hemodialisis darurat dicapai melalui katerisasi subklavia untuk pemakaian
sementara. Kateter dwi lumen atau multi lumen dimasukkan ke dalam vena
subklavia. Meskipun metode akses vaskular ini memiliki risiko misalnya dapat
menyebabkan cedera vaskuler seperti hematom, pneumothoraks, infeksi,
trombosis vena subklavia, dan aliran darah yang tidak adekuar. Namun
metode tersebut biasanya dapat digunakan selama beberapa minggu. Kateter
femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah femoralis untuk
pemakaian segera dan sementara. Kateter tersebut dikeluarkan jika sudah
tidak diperlukan karena kondisi pasein telah membaik, atau terdapat cara
akses lain. Oleh karena mayoritas pasien hemodialisis jangka panjang yang
harus dirawat dirumah sakit merupakan pasien dengan kegagalan akses
sirkulasi yang permanen, maka salah satu prioritas dalam perawatan pasien
hemodilasis adalah perlindungan terhadap akses sirkulasi tersebut.
- Fistula arteri vena
Rasional: Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan
yang biasanya dilakukan pada lengan bawah dengan cara menghubungkan
atau menyambung pembuluh arteri dengan vena secara dihubungkan antar
sisi atau dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah. Fistula
tersebutkan memerlukan waktu 4 hingga 6 minggu untuk menjadi matang
sebelum siap digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberikan
kesempatan agar fistula pulih dn segmen vena fistula berdilatasi dengan baik
sehingga dapat menerima jarum berlumen besar dengan ukuran – 14 sampai
– 16. Jarum ditusukan ke dalam pembuluh darah agar cukup aliran darah yang
akan mengalir melalui dialiser. Segmen arteri fistula digunakan untuk aliran
darah arteri dan segmen vena digunakan untuk memasukan kembali reinfus
darah yang sudah didialisis. Untuk menampung aliran darah ini, segmen arteri
vena fistula tersebut harus lebih besar daripada pembuluh darah normal.
Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan guna meningkatkan ukuran
pembuluh darah yaitu dengan meremas remas bola karet untuk melatih fistula
yang dibuar dilengan bawah sehingga pembuluh darah yang sudah lebar dapat
menerima jarum berukuran besar yang digunakand alam proses hemodialisis.

- Shunt/ Tandur
Rasional: dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan
jarum dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong
pembuluh arteri atau vena dari sapi, materia; gore tex (heterografi) atau
tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila
pembuluh darah pasien tidak cocok untuk dijadikan fistula. Tandur biasanya
dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas. Pasien dengan
sistem vaskular yang terganggu seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan
pemasangan tandur sebelum menjalani hemodialisis. Oleh karena tandur
tersebut merupakan pembuluh darah artifisial, risiko infkesi akan meningkat.

c. Pengkajian Penunjang
- Kaji pemeriksaan laboratorium
Rasional: pemeriksaan lab menjadi parameter untuk dilakukan
hemodialisis, meliputi Hb, Hematokrit, kadar albumin, BUN, Kreatinin dan
elektrolit.

- Konfirmasi pemeriksaan HbSag dan status HIV


Rasional: Preventif perawat dalam menjaga atau mempertahankan
universa; precaution dan mencegahan menular

- Kaji adanya peningkatan kadar SGOT/PT


Rasional: Menilai keterlibatan hati dengan melihat peningkatan enzim
serum hati

d. Perawatan Hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)
a. Persiapan mesin :
o Listrik
o Air (sudah melalui pengolahan)
o Saluran pembuangan
o Dialyzer (ginjal buatan)
o AV Blood line
o AV Fistula/ Abocath
o Infuse set
o Spuit 50cc, 5 cc
o Insulin, Heparin Injeksi
o Xylocain (anestesi local)
o Nacl 0,90%
o Kain Kasa/ Gaas Steril
o Persiapan peralatan & obat
o Duk steril
o Sarung tangan steril
o Bak & mangkuk steril kecil
o Klem, Plester
o Desinfektan (alkohol)
o Gelas ukur
o Timbangan BB
o Formulir Hemodialisis
o Sirkulasi darah
b. Langkah – langkah:
o Letakkan GB (ginjal buatan) pada holder dengan posisi merah diatas
o Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah
o Hubungkan uung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL
dihubungkan dengan alat penampung/ matkan
o Letakkan posisi GB terbalik yaitu yang tanda merah dibawah, biru
diatas
o Gantungkan NaCl 0,9% (2-3 Kolf)
o Pasang inus set pada kolf NaCl
o Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat
khusus
o Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, 9untuk hubungan
tekanan arteri, tekanan vena, pemberian obat-obatan)
o Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set
o Jalankan Qb dengan kecapatan kurang lebih dari 100 ml/m
o Udara yang ada dalam GB harus hilang sampai bebas udara degan
cara menekan nekan VBL
o Air trap/ bubble trap disisi 2/3 – ¾ bagian
o Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan
o Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung
VBL, klem tetap dilepas
o Masukan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U
o Ganti kolf NaCl dengan baru yang telah diberi heparin 500 U dan
klem infus dibuka
o Jalankan sirkulasi darah dan soaking (melembabkan GB) selama 10-
15 menit sebelum dihubungkan dengan sirkulasi sistemik pasien
c. Catatan Istilah dalam kegiatan Hemodialisa Persiapan Sirkulasi:
o Rinsing (Membilas GB + VBL + ABL)
o Priming (Mengisi GB + VBL + ABL)
o Soaking (Melembabkan GB)
Cara melembabkan GB yaitu dengan menghubungkan GB
dengan sirkulasi dialisat. Bila mempergunakan dialyzer reuse/
pemakaian GB ulang:
o Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat
o Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat biarkan kurang lebih 15
menit pada posisi rinse.
o Test formalin dengan tablet clinitest:
Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau drain ambil 100
tts ( 1/ 2 cc) masukkan ke dalam tabung gelas, masukan 1 cairan tablet
clinitest ke dalam tabung gelas yang sudah berisi cairan. Lihat reaksi:

 Warna biru : - / negatif


 Warna hijau : + / positif
 Warna kuning : + / positif
 Warna coklat : + / positif
o Selanjutnya mengisis GB sesuai dengan cara mengisi GB baru.
o Volume priming: darah yang berada dalam sirkulasi (ABL + GB +
VBL)
Cara menghitung volume priming :

NaCl yang dipakai membilas dikurangi jumlah Nacl yang ada


didalam mat kan (gelas tampung/ukur). Contoh:

o NaCl yang dipakai membilas 1000 cc


o Nacl yang ada didalam mat kan : 750 cc
o Jadi volume priming : 1000 cc – 750 cc = 250 cc
d. Persiapan pasien: Persiapan mental, izin hemodialisis, persiapan fisik
(timbang BB, Posisi, Observasi Ku dan ukur TTV)
2. Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien
Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi:
o Dengan internal A-V shunt / Fistula cimino
o Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan
o Teknik aseptic + antiseptic: Betadine + acohol
o Anestesi local (lidocain, procain inj)
o Punksi vena. Dengan Av fistula no G. 14 s/d G. 16 abocath, fiksasi
tutup dengan kasa steril
o Berikan bolus heparin inj (dosisi awal)
o Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
o Dengn eksternal A-V shunt, desifektan, klem kanula arteri dan vena
o Bolus heparin inj (dosis awal)
o Tanpa 1 & 2 (femora, dll), desinfektan anestesi lokal
o Punksi outlet / vena salah satu vena yang besar biasanya dilengan
o Bolus heparin inj (dosis awal), fiksasi dan tutup kassa steril
o Punksi inlet (vena atau arteri femoralis), raba arteri femoralis, tekan
arteri femoralis 0,5 – 1 cm ke arah medial vena femoralis
o Anestesi lokal (infiltrasi anestesi)
o Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3 – 5 menit dan fiksasi,
tutup kassa steril
3. Memulai Hemodilasis
o Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
o Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
o Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, samoai sirkulasi
darah terisi semua
o Jalankan pompa darah dengan Ob
o Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL
dengan punksi outlet
o Fiksasi ABL dan VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
o Cairan priming diampung digelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan
dikeluarkan sesuai kebutuhan)
o Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa
dinaikan sampai 300 ml/ m (dilihat dari keadaan pasien)
o Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri
pressure, hidupkan air/ blood leak detector
o Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin
dilarutkan dengan NaCl
o Ukur Td, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah
lakukan megukur TD, nadi lebih sering
o Isi formulir HD antara lain: Nama, umur, BB, TD, N, S, P, Tipe GB,
cairan priming yang masuk, makan/ minum, keluhan selama HD,
Masalah selama HD.
Cacatan:

o Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara


posisi kembalikan ke posisi sebenarnya
o Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara
harus diamankan lebih dulu
o Semua sambungkan dikencangkan
o Tempat-tempat punksi harus sering dikontrol, untuk menghindari
terjadi perdarahan dari tempat punksi
Mesin:
a. Memprogam mesin hemodialisis:
o Qb: 200 – 300 ml/ m
o Qd : 300 – 500 ml/m
o Temperatur : 36 – 400 c
o TMP, UFR
o Heparinisasi
 Dosis awal : 25 – 50 U/ kg BB
 Dosis selanjutnya (maintance) = 500 – 1000 U/ kg BB
b. Cara memberikan:
Kontinus
o Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum
HD selesai
4. Pengamatan Observasi, Monitor Selama Hemodialisa
o Pasien: Keadaan umum, TTV, Perdarahan, tempat punksi inlet,
outlet, keluhan / komplikasi hemodialisis
o Mesin & Peralatan: Qb & Qd, temperature, koduktiviti, Pressure/
tekanan arterial & venous, dialysate, UFR, Air leak & blood leak,
heparinisasi, sirkulasi ekstra corporeal, sambungan-sambungan
Catatan:

o Obat menaikkan TD (Tu. Pend hipotensi berat): Efedrin 1 ampul +


10 cc aquadest kmd disuntik 2 ml/ IV
5. Perawatan Sesudah Hemodialisis (Post HD)
- Menghadiri HD:
- Persiapan alat:
Kain kassa/ gaas sterl, plester, verband gulung, alkohol/ betadine,
antibiotik powder (Nebacetin/cicatrin), bantal pasir (1 – ½ kram): pada
punksi femoral
- Cara Bekerja:
o Menit sebelum hemodialisis berakhir Qb diturunkan sekitar 100cc/m
UFR= 0
o Ukur TD, nadi
o Blood Pump Stop
o Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut, bekas punksi inlet ditekan
dengan kassa steril yang diberi betadine
o Hubungkan ujung ABL dengan indus set 50 – 100 cc, 100ml/m Nacl
masuk
o Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan dorong dengan Nacl
sambil Qb dijalankan
o Setelah darah masuk ke tubuh blood pump stop, ujun VBL diklem
o Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet & outlet ditekan dengan
kassa steril yang diberi betadine
o Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi
inlet dan outlet dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain
kassa/ band aid lalu pasang verband
o Ukur TTV : TD, N, S, P
o Timbang BB (kalau memungkinkan)
o Isi Formulir Hemodialisis
Catatan:

o Cairan pendorong/ pembilas NaCl sesuai dengan kebutuhan kalau


perlu didorong dengan udara (harus hati-hati)
o Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
o Bekas punksi femoral lebih lama, setelah peredarahn berhenti,
ditekan kembali dengan bantal pasir
o Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama
o Memakai teknik aseptik dan antiseptik
Scribner:

o Pakai sarung tangan


o Sebelum ABL & VBL dilepas dari kanula maka kanula arteri & kanula
vena harus diklem lebih dulu
o Kanula arteri & vena dibilas dengan Nacl yang diberi 250 U – 300 U
heparin inj
o Kedua sisi kanula dihubungkan kembali dengan konektor
o Lepas klem pada kedua kanula
o Fiksasi
o Pasang balutan dengan sedikit kanula bisa dilihat dari luar untuk
mengetahui ada bekuan atau tidak
o Bila perdarahan pada pungsi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi
inlet & outlet dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain
kassa/band aid lalu pasang verband
o Ukur TTV: TD, N, S, P
o Timbang BB
o Isi Formulir
Catatan:

o Cairan pendorong atau pembilas NaCl sesuai dengan kebutuhan.


Kalau perlu didorong dengan udara
o Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
o Bekas pungsi femoral lebih lama, setelah perdaragan berhenti, ditekan
kembali dengan bantal pasir
o Memakai teknik aseptik dan antiseptik.
DAFTAR PUSTAKA

Anita, dkk. (2012). Infeksi Saluran Kemih. Jakarta: ECG


Brunner dan Suddarth. (2010). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
Hudak dan Gallo, dkk. (2010). Keperawatan krisis. Jakarta: EGC
Nursalam, dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sintem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
PENEFRI. (2011). Two Types Of Dialysis. Jakarta: Konsensus PENEFRI
Suharyanto, Madjid. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sintem
Perkemihan. Jakarta: TIM

Anda mungkin juga menyukai