Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hernia berasal bahasa latin yang berarti ruptur. Hernia didefinisikan sebagai
penonjolan atau protrusi abnormal dari sebuah organ atau jaringan melalui sebuah
defek pada dinding sekitarnya. Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Berdasarkan terjadinya,
hernia dibedakan menjadi hernia kongenital dan hernia akuisita. Berdasarkan
letaknya hernia diberi nama sesuai lokasi anatominya, seperti hernia diafragma,
inguinal, umbilikal, femoralis, dan lain-lain. Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar
lipat paha, berupa hernia inguinal direk, indirek, serta hernia femoralis; hernia
insisional 10%, hernia ventralis 10%, hernia umbilikalis 3%. Pada hernia di
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-
aponeurotik dinding perut. (Luthfi dan Thalut, 2010).
Menurut American College of Surgeon (2013), operasi adalah satu-satunya
cara memperbaiki hernia sehingga seseorang dapat kembali pada aktivitas normal.
Penatalaksanaan secara konservatif memiliki kemungkinan hernia bertambah besar
dan menimbulkan nyeri, bahkan pada kondisi usus yang terperangkap dan terjepit
dapat menimbulkan nyeri mendadak diserta muntah yang mana kondisi ini
memerlukan operasi darurat. Dengan demikian perbaikan hernia melalui prosedur
operasi menghindarkan pasien dari nyeri kronik serta membantu meningkatkan
kualitas hidup. Meskipun prosedur operasi hernia telah sering dilakukan, tidak
menutup kemungkinan adanya komplikasi tindakan yang mungkin muncul, antara
lain seperti nyeri postoperasi, cedera saraf, infeksi, dan rekurensi hernia.
(Malangoni dan Rosen, 2012).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hernia Secara Umum


Hernia berasal bahasa latin yang berarti ruptur. Hernia didefinisikan sebagai
penonjolan atau protrusi abnormal dari sebuah organ atau jaringan melalui sebuah
defek pada dinding sekitarnya, ada juga yang mengatakan hernia merupakan
penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
bersangkutan. Bagian hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Meskipun
hernia dapat terjadi di berbagai tempat pada tubuh, umumnya hernia melibatkan
dinding abdomen, khususnya regio inguinal (Malangoni dan Rosen, 2012 ; Luthfi
dan Thalut, 2010).

Gambar 2.1 Skema hernia abdomen (Luthfi dan Thalut, 2010):


(1) kulit dan jaringan subkutis, (2) lapisan muskulo-aponeurosis, (3) peritoneum parietale
dan jaringan praperitoneal, (4) rongga perut, (5) cincin atau pintu hernia, (6) kantong hernia.

Hernia merupakan salah satu kasus yang paling banyak ditemui oleh dokter
bedah. Diperkirakan sekitar 5% dari populasi akan mengalami hernia dinding
abdomen, lebih dari 600.000 operasi hernia dilakukan di Amerika Serikat secara
rutin. (Malangoni dan Rosen, 2012) Pada tahun 2003 sekitar 800.000 kasus hernia
inguinal (tidak termasuk kasus rekuren dan hernia bilateral) dihadapi oleh dokter
bedah. (Wagner et al., 2015).

2
Hernia dapat terjadi di berbagai bagian pada tubuh manusia, namun umumnya
melibatkan dinding abdomen. Sekitar 75% hernia dinding abdomen terjadi di area
lipat paha atau daerah inguinal, 2/3 kasus merupakan hernia indirect. Laki-laki 25
kali lebih berrisiko mengalami hernia inguinal dibandingkan perempuan. Pada
hernia femoral perempuan lebih berrisiko 10 kali, begitu pula pada kasus hernia
umbilikal perempuan memiliki risiko 3 kali lebih besar. Insidensi hernia inguinal
pada laki-laki memiliki distribusi bimodal, yaitu puncak kejadian sebelum usia 1
tahun dan setelah usia 40 tahun. Prevalensi hernia meningkat menurut usia,
khususnya pada hernia inguinal, umbilikal, dan femoral. Kejadian hernia
strangulasi dan kasus yang membutuhkan perawatan di rumah sakit juga meningkat
menurut usia. Strangulasi adalah komplikasi yang paling serius dan umum terjadi
pada kasus hernia, 1-3% pada kasus hernia inguinal, khususnya pada hernia
inguinal indirect. Pada hernia femoral, kejadian strangulasi dapat mencapai 15-
20%. (Malangoni dan Rosen, 2012; Wagner et al., 2015).

Gambar 2.2 Letak hernia (Luthfi dan Thalut, 2010):


(1) ventral, (2) epigastrik, (3) umbilikal (4) inguinal direk/lateral, (5) a.v.epigastrika inferior, (6)
inguinal direk/medial, (7) a.v.femoralis, (8) femoral, (9) obturatoria perineal, (10) rektum, (11)
perineal, (12) iskiadika, (13) m.piriform, (14) a.v.iliaka komunis kiri, (15) lumbal (Petit, Grynfelt),
(16) aorta, (17) hiatus diafragma, (18) v.kava inferior.

3
Menurut sifatnya hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar
masuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika berbaring
atau bila didorong masuk perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan
nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke
dalam rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel, biasanya disebabkan
pelekatan isi kantong kepada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia
akreta. Masih tidak ada keluhan nyeri dan tanda sumbatan usus. Hernia disebut
hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit oleh cincin hernia
sehingga isi kantong teperangkap dan tidak dapat kembali dalam rongga perut.
Akibatnya, terjadi gangguan pasase dan vaskularisasi. Secara klinis, istilah hernia
inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang disertai gangguan
pasase, sedangkan hernia strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel
yang disertai gangguan vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya, gangguan
vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat
gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis. Bila strangulasi hanya menjepit
sebagian dinding usus, hernianya disebut hernia richter. Ileus obstruktif mungkin
parsial atau total, sedangkan benjolan hernia tidak ditemukan dan baru terdiagnosis
pada saat laparotomi. Komplikasi hernia richter adalah strangulasi sampai terjadi
perforasi usus. Operasi darurat hernia inkaserta merupakan operasi terbanyak
nomor dua setelah operasi darurat apendisitis akut, selain itu hernia inkaserata
merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu di Indonesia. (Luthfi dan Thalut,
2010).
Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol keluar melalui dinding perut,
pinggang, atau perineum. Hernia interna adalah tonjolan usus tanpa kantong hernia
melalui suatu lubang dalam rongga perut, seperti foramen winslow, resesus
retrosekalis atau defek dapatan pada mesenterium umpamanya setelah operasi
anastomosis usus. Hernia insipiens atau hernia yang membalut merupakan hernia
indirek pada kanalis inguinalis yang ujungnya tidak keluar dari anulus eksternus.
Hernia yang kantongnya menjorok ke dalam celah antara lapisan dinding perut
dinamakan hernia interparietalis atau hernia interstitialis. Pada hernia inguinalis
lateralis, ujung kantong hernia mungkin terletak di dalam kanalis inguinalis di

4
antara lapisan otot. Hernia yang sebagian dinding kantongnya terbentuk dari organ
isi hernia misalnya sekum disebut hernia gelincir atau sliding hernia. Hernia
gelincir terjadi karena isi kantong berasal dari organ yang letaknya ekstraperitoneal.
Hernia epigastrika menonjol melalui defek di linea alba, kranial, dan umbilikus.
Yang jarang terjadi ialah hernia spieghel yang muncul melalui tempat lemah di
antara tepi lateral otot rektus abdominis dengan linea semisirkularis. Hernia
spieghel merupakan hernia interstitial yang terletak antara musculus transversus
abdominis dan musculus oblikus abdominis internus. Hernia lumbalis menempati
dinding perut bagian lateral. Hernia insisional terjadi pada bekas luka laparotomi.
Sayatan pada nervus menyebabkan anestsia kulit dan parlisis otot pada segmen
yang dipersarfi oleh saraf yang bersangkutan. Jika lebih dari dua saraf terpotong,
mungkin terjadi hernia ventrlis seperti pada insisi lumbotomi. (Luthfi dan Thalut,
2010).

Gambar 2.3 Hernia Usus (Luthfi dan Thalut, 2010):


(1) Kulit dan jaringan subkutan, (2) lapisan otot dan/atau aponeurosis, (3) peritoneum parietale dan
jaringan praperitoneal, (4) kantong hernia dengan usus. A. Hernia reponibel tanpa inkarserasi dan
strangulasi; B. Hernia ireponibel atau hernia akreta karena perlekatan. Tidak ada gejala atau
gangguan pasase isi usus; C. Hernia inkarserata dengan ileus obstruksi; D. Hernia stangulata, bila
ileus obstruksi disertai nekrosis sampai ganggren akibat gangguan peredaran darah .

5
2.2 Hernia Inguinalis
2.2.1 Anatomi Regio Inguinal
Kanalis inguinalis merupakan saluran oblik yang menembus bagian bawah
dinding anterior abdomen dan terdapat pada kedua jenis kelamin. Saluran ini
merupakan tempat lewatnya struktur-struktur yang berjalan dari testis ke abdomen
dan sebaliknya pada laki-laki. Pada perempuan, saluran ini dilalui oleh ligamentum
teres uteri yang berjalan dari uterus ke labium majus pudendi. Selain itu, saluran ini
dilewati oleh nervus ilioinguinalis baik pada laki-laki maupun perempuan. Canalis
inguinalis panjangnya sekitar 1,5 inci atau 4 cm pada orang dewasa dan terbentang
dari anulus inguinalis internus, suatu lubang pada fasia transversalis, berjalan ke
bawah dan medial sampai anulus inguinalis eksternus, yaitu suatu lubang pada
aponeurosis oblikus eksternus abdominis (seperti yang terlihat pada gambar 1).
Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas ligamentum inguinale. (Snell,
2006).

Gambar 2.4 Lokasi dan Orientasi Kanalis Inguinalis dalam Basis


Pelvis (Wagner et al., 2015)

Seluruh panjang dinding anterior canalis inguinalis dibentuk oleh aponeurosis


musculus oblikus eksternus abdominis, diperkuat sepertiga lateralnya oleh serabut-
serabut origo musculus oblikus internus yang berasal dari ligamentum inguinale.
Seluruh panjang dinding posterior canalis inguinalis dibentuk oleh fasia
transversalis, diperkuat di sepertiga medialnya oleh tendo conjungtivus, yaitu
gabungan tendo dari insersio muskulus oblikus internus abdominis dan muskulus

6
transversus abdominis yang melekat pada crista pubica dan pecten ossis pubis.
Dinding inferior dibentuk oleh lipatan pinggir bawah aponeurosis muskulus oblikus
eksternus abdominis yang disebut ligamentum inguinale dan ujung medialnya
disebut ligamentum lacunare. Dinding superior dibentuk oleh serabut-serabut
terbawah musculus oblikus internus dan muskulus transversus abdominis yang
melengkung. (Snell, 2006).
Hernia inguinal umumnya diklasifikasikan menjadi hernia inguinal
indirect/medialis dan hernia inguinal direct/medialis seperti yang tampak pada
gambar 2. Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis karena
keluar dari rongga peritoneum melalui anulis inguinalis internus yang terletak
lateral dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke dalam kanalis
inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus.
Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum sehingga disebut
hernia skrotalis. Kantong hernia berada di dalam otot kremaster, terletak
anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funikulus spermatikus.
Hernia inguinalis direct disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung
ke depan melalui segitiga hasselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentum
inguinale di bagian inferior, pembuluh epigastrica inferior di bagian lateral, dan tepi
otot rektus di bagian medial. Dasar segitiga hasselbach dibentuk oleh fasia
transversal yang diperkuat oleh aponeurosis otot transversus abdominis yang
kadang tidak sempurna sehingga daerah ini berpotensi melemah. Hernia medialis
karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum, umumnya tidak
disertai strangulasi karena cincin hernia longgar. Nervus ilioinguinalis dan
iliofemoralis mempersarafi otot di regio inguinalis, sekitar kanalis inguinalis,
funikulus spermatikus, serta sensibilitas kulit regio inguinalis, skrotum, dan
sebagian kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial (Luthfi dan Thalut, 2010).

7
Gambar 2.5 Gambaran Posterior Daerah Inguinal
(Wagner et al, 2015)

2.2.2 Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau di dapat.
Hernia dapat dijumpai pada segala usia dan lebih banyak pada laki-laki. Selama
perkembangan normal, testis turun dari rongga intraabdomen ke skrotum pada
trimester ketiga. Proses tersebut didahului oleh protrusi atau penonjolan
gubernaculum dan divertikulum peritoneum melalui canalis inguinalis dan menjadi
prosesus vaginalis. Antar minggu 36 hingga 40 kehamilan prosesus vaginalis
menutup dan mengeliminasi pembukaan peritoneal pada anulis inguinal interna,
kegagalan penutupan ini menghasilkan paten prosesus vaginalis, mengakibat
insidensi hernia inguinal indirek tinggi pada bayi preterm (Wagner et al., 2015).
Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia di
anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia.
Selain itu, diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu
yang sudah terbuka cukup lebar itu. Pada orang sehat, ada tiga mekanisme yang
dapat mencegah terjadinya hernia inguinal, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan
miring, struktur otot oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis
internus ketika berkontraksi, dan fasia transversa kuat yang menutupi trigonum

8
Hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan mekanisme ini seperti
pada kondisi prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan intraabdomen,
dan kelemahan otot dinding perut dapat menyebabkan terjadinya hernia (Luthfi dan
Thalut, 2010).
Pada hernia yang didapat, berbagai faktor menjadi predisposisi seperti
aktivitas fisik yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal, yang
bagaimanapun proses terjadinya hernia dipengaruhi oleh kombinasi adanya paten
prosesus vaginalis atau kelemahan otot dinding abdomen. Penyakit paru obstruktif
kronik memiliki pengaruh signifikan terhadap munculnya hernia. Beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa obesitas meningkatkan risiko terjadinya hernia
inguinal. Pada pemeriksaan mikroskopik kulit dari pasien dengan hernia inguinal
didapatkan penurunan signifikan rasio kolagen tipe 1 berbanding tipe 3 (Wagner et
al., 2015).
Hal-hal yang diasumsikan dapat menyebabkan munculnya hernia inguinal
(Wagner et al., 2015):
a. Batuk
b. PPOK
c. Obesitas
d. Konstipasi
e. Gangguan Prostat
f. Kehamilan
g. Berat badan lahir <1500 gr
h. Riwayat keluarga dengan hernia
i. Manuver valsava
j. Asites
k. Upright position
l. Kelainan jaringan ikat kongenital
m. Sintesis kolagen defektif
n. Insisi abdomen kuadran kanan bawah sebelumnya
o. Aneurisma arterial
p. Kebiasaan merokok

9
q. Mengangkat beban berat
r. Latihan yang menggunakan beban berat

2.2.3 Diagnosis
Gejala dan tanda klini hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada
hernia reponible, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang
muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah
berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.
Nyeri yang disertai mual dan muntah baru timbul kalau terjadi inkaserasi karena
ileu atau strangulasi karena nekrosis atau gangren. Tanda klinis pada pemeriksaan
fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat
hernia inguinalis lateralis yang muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang
berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong kadang
dapat diraba pada funikulus spermatikus dengan cara menggesek dua lapis kantong
yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera, tanda ini disebut tanda
sarung tangan sutera, umumnya sukar ditemukan. Kalau kantong hernia berisi
organ, bergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum, atau
ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada pasien anak, dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Jika hernia
tersebut dapat direposisi, pada waktu jari masih di dalam anulus inguinalis
eksternus, pasien diminta mengedan. Jika ujung jari menyentuh hernia, berarti
hernia inguinalis lateral, jika sisi jari yang menyentuhnya berarti hernia inguinalis
medial. Diagnosis ditegakan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atas dasar
tidak adanya batas yang jelas di sebelah kranial dan adanya hubungan kranial
melalui anulus eksternus. Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis
skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya
(Luthfi dan Thalut, 2010).

10
Pada hernia yang sulit diidentifikasi ultrasonografi dapat membantu
penegakan diagnosis. Modalitas lain seperti CT scan dan MRI juga dapat
dipertimbangkan pada hernia yang tak biasa, yang sulit dibedakan dengan massa di
daerah inguinal. Biasanya, laparoskopi digunakan untuk diagnosis sekaligus terapi
pada kasus-kasus tertentu (Malangoni dan Rosen, 2012).

a. Hernia inguinalis medialis


Hernia inguinlais medialis atau hernia direct hampir selalu disebabkan oleh
peninggian tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
hasselbach. Oleh sebab itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral, khususnya pada
lelaki tua. Hernia ini jarang, bahkan hampir tidak pernah, mengalami inkaserasi dan
strangulasi. Mungkin terjadi hernia gelincir yang mengandung sebagian dinding
kandung kemih atau kolon. Kadang ditemukan defek kecil di otot oblikus internus
abdominis, pada segala usia, dengan cincin yang kaku dan tajam yang sering
menyebabkan strangulasi (Luthfi dan Thalut, 2010).

b. Hernia inguinalis lateralis


Hernia disebut lateralis karena menonjol dari lateral pembuluh epigastrika
inferior, dan disebut indirect karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu
anulus dan kanalis inguinalis, berbeda dengan hernia medialis yang langsung
menonjol melalui segitiga hasselbach dan disebut sebagai hernia direct. Pada
pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong, sedangkan
hernia medialis berbentuk bulat. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan
oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum
sebagai akibat proses turunnya testis ke skrotum. Hernia gelincir dapat terjadi di
sebelah kanan atau kiri. Hernia yang di kanan biasanya berisi sekum dan sebagian
kolon asendens, sedangkan yang di kiri berisi sebagian kolon desendens (Luthfi dan
Thalut, 2010).
Pada umumnya, keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha
yang muncul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan
menghilang waktu istirahat berbaring. Pada bayi dan anak, adanya benjolan yang
hilang timbul di lipat paha, jika hernia mengganggu dan anak dan bayi sering

11
gelisah, banyak mengangis, dan perut kembung, harus dipikirkan kemungkinan
hernia strangulata. Pada inspeksi, diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi
lipat paha, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta
mengedan atau batuk sehingga benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat. Palpasi
dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba
mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan tereposisi dengan
jari telunjuk atau jari kelingking pada anak, cincin hernia, berupa anulus inguinalis
yang melebar kadang dapat diraba. Pada hernia insipien, tonjolan hanya dapat
dirasakan menyentuh ujung jari di dalam kanalis inguinalis dan tidak menonjol
keluar. Pada bayi dan anak, kadang tidak terlihat adanya benjolan sewaktu
menangis, batuk, atau mengedan. Dalam hal ini, perlu dilakukan palpasi funikulus
spermatikus dengan membandingkan sisi kiri dan kanan. Kadang didapatkan tanda
sarung tangan sutera (Luthfi dan Thalut, 2010).

Gambar 2.6 Hernia inguinalis direk dan indirek (Luthfi dan Thalut, 2010): Hernia
inguinalis indirek diraba dengan ujung jari dan hernia inguinalis direk diraba dengan sisi ujung
jari.

2.2.4 Diagnosis Banding


Diagnosis banding hernia inguinal meliputi (Wagner et al., 2015):
a. Malignansi
b. Primary testicular
c. Aneurisma arteri femoral atau pseudoaneurisma
d. Limfonodus
e. Kista sebasea

12
f. Hidradenitis
g. Varises saphenous
h. Abses psoas
i. Hematoma
j. Asites

2.2.5 Tatalaksana
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah
direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada
pasien anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia
sambil membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin
hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada
anak-anak, ikarserasi lebih sering terjadi pada usia di bawah 2 tahun. Reposisi
spontan lebih sering terjadi dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang
terjadi dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia
pada anak lebih elastis. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak menggunakan
sedatif dan kompres es di atas hernia. Bila reposisi berhasil, anak disiapkan untuk
operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil, operasi harus
segera dilakukan dalam waktu enam jam. Pemakaian bantalan penyangga hanya
bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah
menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup. Hal ini tidak dianjurkan
karena menimbulkan komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding
perut di daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak
cara ini dapat menimbulkan atrofi testis karena funikulus spermatikus mengandung
pembuluh darah testis tertekan (Luthfi dan Thalut, 2010).
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi suda ada begitu diagnosis ditegakan. Prinsip dasar
operasi hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplasti. Pemaparan regio inguinal
anterior dilakukan dengan insisi oblik atau horizontal pada daerah inguinal, dimulai

13
dua jari inferior dan medial dari spina iliaka anterior superior, kira-kira 6-8 cm. Hal
ini dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.7 A. Lapisan Anterior Dinding Abdomen pada Insisi Hernia, B.


Identifikasi Kantong Hernia Direct dan Indirect (Wagner et al., 2015).

Pada herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.


Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit, diikat seringgi mungkin lalu dipotong. Pada
hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting dalam
mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai
metode hernioplasti, seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan
terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan
otot transversus internus abdominis dan otot oblikus internus abdominis yang
dikenal dengan nama conjoint tendon, ke ligamentum inguinale pouparti menurut
metode Bassini, atau menjahitkan fasia transversa, otot transversa abdominis, dan
otot oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Lotheissen-
McVay. Metode bassini merupakan teknik herniorafi yang pertama diperkenalkan

14
tahun 1887. Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekonstruksi dasar lipat
paha dengan cara mendekatkan muskulus oblikus internus abdominis, muskulus
transversus abdominis, dan fasia transversalis ke traktus iliopubik dan ligamentum
inguinale. Teknik ini dapat diterapkan baik pada hernia direk maupun indirek
(Luthfi dan Thalut, 2010).

Gambar 2.8 Metode Bassini (Wagner et al., 2015): A.Pembukaan Fasia Transversalis,
B. Rekonstruksi Dinding Posterior

Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik
herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan pada otot-otot yang
dijahit. Untuk mengatasi masalah ini, dipopulerkan pendekatan operasi bebas
regangan, yaitu teknik hernioplasti bebas regangan menggunakan mesh, dan
sekarang teknik ini banyak dipakai. Pada teknik ini, digunakan mesh prostesis untuk
memperkuat fasia transversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa
menjahitkan otot-otot ke ligamentum inguinale. (Luthfi dan Thalut, 2010) Terdapat
beberapa metode antara lain Lichtensein Tension-Free Repair atau pun Plug and
Patch Technique. Pada gambar 5 menunjukkan metode Lichtenstein Tension-Free

15
Repair yang mana mesh berbentuk persegi dengan ukuran 7 x 15 cm, harus dapat
menutupi 2-3 cm superior dari trigonum hasselbach (Wagner et al., 2015).

Gambar 2.9 Lichtenstein Tension-Free Repair Hernioplasty


(Wagner et al., 2015)

Pada hernia kongenital bayi dan anak-anak yang penyebabnya adalah


prosesus vaginalis yang tidak menutup, hanya dilakukan herniotomi karena anulus
inguinalis internus cukup elastis dan dinding belakang cukup kuat. Teknik operasi
hernia bilateral pada bayi dan anak dilakukan dalam satu tahap. Mengingat kejadian
hernia bilateral cukup tinggi pada anak, kadang dianjurkan eksplorasi kontralateral
secara rutin terutama pada hernia inguinalis sinistra. Pada hernia bilateral orang
dewasa, dianjurkan melakukan operasi dalam satu tahap, kecuali jika ada
kontraindikasi. Kadang ditemukan insufisiensi dinding belakang kanalis inguinalis
dengan hernia inguinalis medialis besar yang biasanya bilateral. Dalam hal ini,
diperlukan hernioplasti yang dilakukan secara cermat dan teliti. Tidak satu pun
teknik yang dapat menjamin bahwa tidak akan terjadi residif. Yang penting
dilakikan ialah mencegah terjadinya regangan dan kerusakan pada jaringan.
Umumnya dibutuhkan bahan mesh prostesis untuk memperkuat defek didnding
yang lemah (Luthfi dan Thalut, 2010).

16
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada dewasa
dilaporkan berkisar 0,6-3%. Pada hernia inguinalis lateralis, penyebab residif yang
paling sering ialah penutupan anulus inguinalis internus yang tidak memadai,
diantaranya karena diseksi kantong yang kurang memadai dan tidak
teridentifikasinya hernia femoralis atau hernia inguinal direk. Sementara itu,
kekambuhan dari perbaikan hernia direk adalah 1-28%. Pada hernia inguinalis
medialis, penyebab residif umumnya karena regangan yang berlebihan pada jahitan
plastik atau akibat relaxing incision pada sarung rektus. Penggunaan mesh pada
perbaikan bentuk menurunkan risiko kekambuhan 50-75%. Pada operasi hernia,
secara laparoskopik mesh protesis diletakkan di bawah peritoneum secara
intraperitoneal on lay mesh procedure (IPOM) pada dinding perut atau
ekstraperitoneal secara trans abdominal preperitoneal technique (TAPP) atau total
extraperitoneal mesh placement (TEP) (Luthfi dan Thalut, 2010).

2.2.6 Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia ireponible. Hal ini dapat
terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ
ekstraperitoneal atau merupakan hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinis
kecuali berupa benjolan. Isi hernia dapat pula tercekik oleh cincin hernia sehing
terjadi hernia inkarserata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Bila cincin
hernia sempit, kurang elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan
hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial, jarang terjadi inkarserasi
reterograd, yaitu dua segmen usus terperangkap di dalam kantong dan satu segmen
lainnya berada dalam rongga peritoneum seperti huruf W. Jepitan cincin hernia
akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi
bendungan vena sehingga terjadi edem organ atau struktur di dalam hernia dan
transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya edem menyebabkan jepitan pada
cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat

17
berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi
perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika
terjadi hubungan dengan rongga perut (Luthfi dan Thalut, 2010).
Gambaran klinis hernia inkarserata yang berisi usus dimulai dengan
gambaran obstruksi usus disertai gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam basa. Bila telah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, akan terjadi
gangren sehingga gambaran klinis menjadi toksi, suhu tubuh meninggi, dan
terdapat leukositosis. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri
akan menetap karena rangsangan peritoneal. Pada pemeriksaan lokal ditemukan
benjolan yang tidak dapat dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan tergantung
keadaan isi hernia, dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses lokal. Hernia
strangulata merupakan keadaaan gawat darurat yang perlu pertolongan segera
(Luthfi dan Thalut, 2010).
Pada tindakan operasi hernia, juga memiliki risiko munculnya komplikasi,
komplikasi tersebut antara lain (Wagner et al., 2015):

a. Rekurensi
b. Nyeri inguinal kronik (dapat bersifat nosiseptif maupun neurogenik)
c. Gangguan cord dan testikular seperti hematoma, orchitis, atrofi testikular,
disejakulasi, hidrokel, dan lain-lain
d. Cedera kandung kemih
e. Infeksi luka
f. Seroma
g. Hematoma pada luka, skrotal, dan retroperitoneal
h. Osteitis pubis
i. Komplikasi prostetik seperti kontraksi, erosi, infeksi, rejeksi, dan fraktur
j. Komplikasi laparoskopik seperti cedera vaskular, cedera viseral, dan obstruksi
bowel
k. Komplikasi berupa keluhan umum seperti ileus paralitik, mual, muntah, dan
lain-lain

18
BAB III
KESIMPULAN

Hernia adalah penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan, meruapakan salah satu kasus yang paling umum
dijumpai oleh dokter bedah. Berdasarkan terjadinya, hernia dibedakan menjadi
hernia kongenital dan hernia akuisita. Berdasarkan letaknya hernia diberi nama
sesuai lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikal, femoralis,
dan lain-lain. Pada kebanyakan kasus hernia terjadi pada dinding abdomen, dengan
75% kasus merupakan hernia inguinal (2/3 kasus merupakan hernia inguinal
indirect).
Menurut sifatnya hernia dibedakan menjadi hernia reponible dan hernia
ireponible. Hernia ireponible terjadi apabila telah terdapat perlengketan isi hernia
ke peritoneum kantong hernia, disebut hernia akreta. Hernia inkarserata terjadi
apabila terdapat gangguan pasase usus, sedangkan disebut hernia strangulata jika
terdapat gangguan vaskularisasi. Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol
keluar melalui dinding perut, pinggang, atau perineum. Hernia interna adalah
tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut, seperti
foramen winslow, resesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesenterium.
Penatalaksanaan secara konservatif masih dapat diterima pada kasus yang
asimtomatik maupun pada hernia reponible. Akan tetapi terapi operatif merupakan
satu-satunya yang rasional, cara memperbaiki hernia sehingga seorang pasien dapat
kembali ke aktivitas normal dan terhindar dari nyeri kronik. Operasi hernia dapat
dilakukan secara open hernia repair maupun laparoscopic hernia repair.

19
DAFTAR PUSTAKA

Luthfi A, Thalut K. 2010. Dinding Abdomen, Hernia, Retroperitoneum, dan


Omentum. Di dalam: Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah
Sjamsuhidajat-De Jong Edisi ke-3. Jakarta. EGC. 619-637
Malangoni MA, Rosen MJ. 2012. Hernias. Di dalam: Townsend CM. Sabiston
Textbook of Surgery Ed. 19. Philadelphia. Elsevier Saunders. 1114-
1139
Snell RS. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta. EGC. 160-
163
Strand N, Feliciano D, Hawn M. Groin Hernia: Inguinal and Femoral Repair.
American College of Surgeon. 2013; 37(8): 1-8.
Wagner JP, Brunicardi C, Amid PK, Chen DC. 2015. Inguinal Hernias. Di dalam:
Brunicardi C. Schwartz’s Principles of Surgery Ed. 10. New York. Mc
Graw-Hill. 1495-1517
Sabiston, David C. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC

20

Anda mungkin juga menyukai