Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

BAHAN DASAR INDUSTRI BERBASIS PATI


Karakterisasi Pati (Sifat Fisik, Kimia, Fungsional dan Amilografi)

Oleh:
Kelompok :3
Tanggal Praktikum : Rabu, 24 Mei 2018
Nama dan NPM : Acep Dadang S. (240310150024)
Andri Fauzi Ramlan (240310150020)
Mahdi Singgih.H (240310150023)
Mitha Thyana F. (240310150025)
Riska Putri Febrianti (240310150022)
Tio Vadellingga (240310150021)

Asisten : 1.
2.

LABORATORIUM PILOT PLANT


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karakteristik pati pada umumnya merupakan zat tepung dari karbohidrat


dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu
amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan
ikatan (alfa)-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan
(alfa)-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan (alfa)-1,6-glukosida.
Amilosa bersifat sangat hidrofilik, karena banyak mengandung gugus hidroksil.
Maka, molekul amilosa cenderung membentuk susunan paralel melalui ikatan
hidrogen. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel, meski konsentrasinya
tinggi. Karena itu, molekul pati tidak mudah larut dalam air. Berbeda dengan
amilopektin yang strukturnya bercabang, pati akan mudah mengembang dan
membentuk koloid dalam air.
Sifat fungsional dan amilografi pati yang kurang baik ini dapat diatasi dengan
teknik modifikasi pati. Pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu
yang bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik dari sifat sebelumnya atau
untuk mengubah beberapa sifat lainnya.
Rapid Visco Analyser adalah alat yang unik untuk pengembangan produk,
kualitas dan proses kontrol dan jaminan kualitas RVA adalah viskometer yang
dilengkapi dengan sistem pemanas dan pendingin untuk mengukur resistensi sampel
pada pengadukan terkontrol.pengukuran menggunakan RVA antara lain suhu awal
gelatinisasi atau pasting temperature(PT), yaitu suhu pada saat kurva mulai naik atau
awal terbentuknya viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air. Viskositas
puncak atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau
menunjukkan pati tergelatinisasi.
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu menganalisis
 Sifat fisik dan kimia pati
 Sifat fungsional pati
 Sifat amoligrafi pati
 Kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak


terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian. Berbagai macam pati
tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau
bercabang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil
yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap
jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi (Hill dan Kelley, 1942).
Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula,
lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976). Pati tersusun
paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara
seperti, protein dan lemak (Bank dan Greenwood, 1975). Umumnya pati mengandung
15 – 30% amilosa, 70 – 85% amilopektin dan 5 – 10% material antara. Struktur dan
jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati
tersebut.

Sifat birafringence dari granula pati adalah sifat merefleksikan cahaya


terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam-putih. Pada waktu granula
mulai pecah sifat birefringence ini akan hilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90%
butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke
bentuk normalnya disebut “Birefringence End Point Temperature” atau disingkat
BEPT (Winarno, 1984). Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat,
tidak berbau dan tidak berasa. Secara mikroskopik terlihat bahwa granula pati dibentuk
oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula
pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk
tak beraturan demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron
ini tergantung sumber patinya (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Granula Pati


Sumber : Fennema, 1985.

2.2 Gelatinisasi Pati

Menurut Shamekh (2002), gelatinisasi adalah proses transisi fisik bersifat


endotermis yang merusak keteraturan molekuler granula dan melibatkan proses
pembengkakan granula, pelelehan Kristal, hilangnya birefringence dan pelarutan pati.
Secara sensori, proses gelatinisasi bisa diamati karena akan menyebabkan
meningkatnya viskositas pati terdispersi. Hal ini terjadi karena absorbsi air oleh granula
pati. Mekanisme gelatinisasi pati secara ringkas dan skematis diuraikan oleh Harper
(1981) sebagai berikut:
Tahap pertama. Granula pati masih dalam keadaaan normal, belum berinteraksi
dengan apapun. Ketika granula mulai berinteraksi dengan molekul disertai dengan
peningkatan suhu suspensi maka terjadi pemutusan sebagian besar ikatan
intermolekular pada kristal amilosa, akibatnya granula akan mengembang.
Tahap kedua. Molekul-molekul amilosa mulai berdifusi keluar granula akibat
meningkatnya aplikasi panas dan air yang berlebihan yang menyebabkan granula
mengembang lebih lanjut.
Tahap ketiga. Proses gelatinisasi berlanjut hingga seluruh mol amilosa berdifusi
keluar. Hingga tinggal molekul amilopektin yang berada di dalam granula. Keadaan ini
pun tidak bertahan lama karena dinding granula akan segera pecah sehingga akhirnya
terbentuk matriks 3 dimensi yang tersusun olehmolekul-molekul amilosa dan
amilopektin.
2.3 Sifat amilografi

Sifat amilografi berkaitan pengukuran viskositas pati dengan kosentrasi tertentu


selama pemanasan dan pengadukan. Sifat amilografi tepung dapat di analisis
menggunakan alat Rapid Vosco Analyzer (RVA). RVA adalah viskometer yang
dilengkapi dengan sistem pemanas dan pendingin untuk mengukur resistensi sampel
pada pengadukan terkontrol.
Beberapa sifat adonan yang dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran
menggunakan RVA antara lain suhu awal gelatinisasi atau pasting temperature (PT),
yaitu suhu pada saat kurva mulai naik atau awal terbentuknya viskositas yang
menandakan pati mulai menyerap air. Viskositas puncak atau peak viscosity (PV), yaitu
viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukan pati tergelatinisasi.
2.3.1 Trough Viscosity (TV)
Viskositas pasta panas atau trough viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat
suhu di pertahankan 95 derajat celcius. Perubahan viskositas selama pemanasan atau
breakdown, yaitu selisih antara PV dan TV atau menunjukan ke stabilan viskositas
terhadap panas. Viskositas pasta dingin atau final viscosity (FV) yaitu viskositas pada
saat suhu dipertahankan 50 derajat celcius. Perubahan viskositas selama pendinginan
atau setback, yaitu selisih antara FV dengan TV atau menunjukan kemampuan untuk
meretrogradasi.
2.3.2 Suhu Gelatinisasi
Suhu gelatinisasi atau suhu pembentukan pasta adalah suhu pada saat mulai
terjadi kenaikan viskositas suspensi pati bila dipanaskan. Suhu tersebut dinamakan
suhu awal gelatinisasi (SAG). Apabila suhu terus meningkat, akan terjadi peningkatan
gelatinisasi maksimum. Peristiwa gelatinisasi terjadi karena adanya, pemutusan ikatan
hidrogen sehingga ari masuk ke dalam granula pati dan mengakibatkan pengembangan
granula.
Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai menyerap
air atau dapat terlihat denga mulai dengan meningkatkan viskositas. Berdasarkan hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa dengan semakin tingginya suhu menyebabkan granula
pati lebih resisten terhadap panas, sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi lagi
untuk mulai tergelatinisasi.
Secara miskroskopik perubahan granula pati selama pemasakan berlangsung
cepat dan melalui 3 tahap. Tahap pertama pada air dingin akan terjadi penyerapan air
sampai kira-kira 5-30% yang bersifat revesible. Tahap kedua terjadi pada suhu sekitar
60%C ketika granula pati mulai mengembang dan menyerap air dalam jumlah banyak
sehingga bersifat irreversible. Sedangkan pada tahap ketiga terjadi, pengembangan
granula yang lebih besar lagi dan amilosa keluar dari granula pati terdispersi ke dalam
larutan hingga akhirnya granula pati pecah. Makin banyak amilosa keluar dari granula
pati akan lebih banyak terdispersi ke dalam larutan sehingga daya larut pati makin
tinggi.
2.3.3 Viskositas Maksimum
Viskositas maksimum merupakan viskositas pasta yang dihasilkan selama
pemanasan. Peningkatan penggelembungan granula oleh pengaruh panas akan
meningkatkan viskositas pasta suspensi pati sampai mencapai tingkat pengembangan
maksimum atau viskositas maksimum (VM) yaitu viskositas puncak pada saat terjadi
gelatinisasi sempurna. Makin besar kemampuan mengembang granula pati maka
viskositas pasta makin tinggi dan akhirnya akan menurun kembali setelah pecahnya
granula pati.
Suspensi pati bila dipanaskan, granula-granula akan menggelembung karena
meyerap air dan selanjutnya mengalami gelatinisasi dan mengakibatkan terbentuknya
pasta yang di tandai dengan kenaikan viksositas pasta. Kenaikan viskositas ini di
sebabkan oleh terjadinya penggelembungan granula pati khususnya amilosa. Proses ini
berlanjut terus hingga viskositas puncak pasta tercapai, kemudian viskositas menurun
akibat gaya ikatan granula-granula pati yang telah mengembang dan tergelatinisasi
menjadi berkurang oleh pemanasan yang tinggi dan pengadukan yang keras. Selain itu
struktur granula pati juga pecah sehingga menyebabkan penurunan viskositas pasta
serta stabilitas viskositas pasta rendah. Pati ganyong yang termodifikasi dengan
perlakuan 3.4 dan 5 siklus pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang
mengalami penurunan nilai viskositas puncak.
Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam RVA di
lanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi lebih rapuh, pecah dan
terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya menurun akibat
terjadinya amylose leaching. Penurunan tersebut terjadi pada pemanasan suhu suspensi
95 derajat celcius yang di pertahankan selama 10 menit. Nilai penuruna viskositas yang
terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi
dipanaskan pada suhu 95 derajat celcius selama 10 menit disebut dengan breakdown
viscosity.
2.3.4 Penurunan Viskositas
Breakdown atau penurunan viskositas selama pemanasan menunjukan
kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta
yang terbentuk akan semakin stabil terhadap panas. Pati ganyong termodifikasi melalui
pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang mengalami penurunan nilai
breakdown dari tiap siklusnya. Menurut Beta dan Corke (2001) dan Panikulata (2008)
breakdown viscosity berhubungan dengan kstabilan pasta pati selama proses
pemanasan. Breakdown viscosity merupakan ukuran kemudahan pati yang di masak
untuk mengalami disintegrasi. Besarnya breakdown viscosity menunjukan bahwa
granula-granula tepung yang telah membengkak secara keselurahan bersifat rapuh dan
tidak tahan terhadap proses pemansan. Semakin rendah breakdown viscosity maka pati
semakin stabil pada kondisi panas dan diberikan gaya mekanis (shear).
Menurut Hoover et al. (1993) dalam pukkahuta et al. (2007) bahwa penurunan
viskositas puncak dan viskositas breakdown di duga karena meningkatnya keteraturan
matrik kristalin dan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang menurunkan
kapasitas pembengkakan granula dan memperbaiki stabilitas pasta selama pemanasan.
Nilai kenaikan viskositas ketika pasta pati didinginkan di sebut setback viscosity. Nilai
setback viscosity di peroleh dengan menghitung selisih antara viskositas pasta dingin
dengan viskositas pasta panas. Kenaikan viskositas pati yang terjadi disebabkan oleh
retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa yang berdekatan melalui
ikatan hidrogen intermolkuler. Beta et al (2001) menyatakan bahwa setback viscosity
merupakan ukuran dari rekristalisasi pati tergelatinisasi selama pendinginan. Laju
kristalisasi tergantung dari beberapa variabel yaitu rasio amilosa dan amilopektin suhu,
konsentrasi pati, dan keberadaan dari bahan organik dan anorganik.
Semakin tinggi nilai setback maka menunjukan semakin tinggi pula
kecenderungan untuk membentuk gel (meningkatkan viskositas) lama pendinginan.
Tingginya nilai setback menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya
retrogradasi. Hal tersebut di dasarkan pada pengertian retrogradasi yaitu terbentuknya
jaringan mikrokristal dari molekul-molekul amilosa yang berikatan kembali satu sama
lain atau dengan percabangan amilopektin di luar granula setelah pasta didinginkan.
Pati ganyong termodifikasi melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang
memiliki nilai setback yang lebih rendah dibandingkan dengan pati ganyong alami.
BAB III
METODE PENGAMATAN

3.1 Alat
1. Rapid Visco Analyzer
2. Neraca analitik
3. spatula

3.2 Bahan
1. Aquades
2. Tepung pisang
3. Tepung ubi putih
4. Tepung ubi merah

3.3 Prosedur
1. Berat sampel dan aquades yang akan digunakan dihitung
menggunakan rumus 𝑊1 = 𝑊0 + (𝑆0 − 𝑆1)
2. Sampel pati ditambah aquades kemudian dimasukkan kedalam bowl
amylograph pada RVA
3. Sampel dipanaskan hingga mencapai suhu 50oC dan diaduk selama
10 detik agar terdispersi menyeluruh
4. Sampel dipanaskan hingga mencapai suhu 50oC selama 1 menit
kemudian dipanaskan kembali hingga mencapai 95oC dan
dipertahankan selama 5 menit
5. Sampel didinginkan hingga suhu 50oC dan suhunya dipertahankan
selama 4 menit
6. Profil gelatinisasi pasta seperti suhu gelatinisasi, viskositas puncak,
waktu untuk mencapai viskositas puncak, viskositas pasta panas,
viskositas pasta dingin, breakdown viscosity, dan setback viscosity
langsung diperoleh dan dihtiung dari kurva gelatinisasi melalui
perangkat lunak untuk RVA.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil Pengamatan Pengujian RVA


4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan
Hasil Pati Jagung Pati Sagu Pati Singkong

Time 03:06 02,42 02:42

Pasting Visc 8 8 0

Temp 75,48 70,52 70,46

Time 05:10 03:44 03:28

Peak Visc Visc 4471 6865 6207

Temp 94,81 83,02 79,8

Time 07:40 07:18 07:24

Hold Visc Visc 2794 2090 2256

Temp 90,32 94,88 94,03

Time 12:58 12:58 12:58

Final Visc Visc 4315 3484 3977

Temp 49,96 49,95 49,92

Breakdown Visc Visc 1677 4775 3951

Set Back Visc Visc 1521 1394 1721

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

4.1.2 Grafik Hasil Pengamatan


Gambar 1. Grafik Kurva Hubungan antara Waktu dan Temperatur terhadap
Viskositas Pati Jagung
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Gambar 2. Grafik Kurva Hubungan antara Waktu dan Temperatur terhadap


Viskositas Pati Sagu

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

Gambar 3. Grafik Kurva Hubungan antara Waktu dan Temperatur terhadap


Viskositas Pati Singkong
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018

4.2 Perhitungan Berat Sampel dan Berat Air


Perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(100 − M0 )
S1 = S0 𝑥
(100 − M1 )
W1 = W0 + (S0 − S1 )
Dimana:
S0 = Standar Berat Sampel (3,5 gram)
S1 = Berat Sampel Terkoreksi
W0 = Standar Air (25 ml)
W1 = Berat Air Terkoreksi
M0 = Standar Referensi Kadar Air Sampel
M1 = % Kadar Air Sebenarnya
4.2.1 Perhitungan Berat Sampel dan Berat Air Ubi Putih
(100 − M0 )
𝑆1 = 𝑆0 𝑥
(100 − M1 )
(100 − 11)
= 3,5 𝑥
(100 − 8,15)
= 3,5 𝑥 0,96897
= 3,3914 gram
𝑊1 = 𝑊0 + (𝑆0 − 𝑆1 )
= 25 + (3,5 − 3,3914)
= 25 + 0,1086
= 25,1086 ml
4.2.2. Perhitungan Berat Sampel dan Berat Air Ubi Merah
(100 − M0 )
𝑆1 = 𝑆0 𝑥
(100 − M1 )
(100 − 11)
= 3,5 𝑥
(100 − 8,5)
= 3,5 𝑥 0,9727
= 3,4044 gram
𝑊1 = 𝑊0 + (𝑆0 − 𝑆1 )
= 25 + (3,5 − 34044)
= 25 + 0,0956
= 25,0956 ml
4.2.3 Perhitungan Berat Sampel dan Berat Air Pisang
(100 − M0 )
𝑆1 = 𝑆0 𝑥
(100 − M1 )
(100 − 11)
= 3,5 𝑥
(100 − 1,7)
= 3,5 𝑥 0,905
= 3,1675 gram
𝑊1 = 𝑊0 + (𝑆0 − 𝑆1 )
= 25 + (3,5 − 3,1675)
= 25 + 0,3325
= 25,3325 ml
Riska Putri Febrianti
240310150022

BAB V
PEMBAHASAN

Susunan molekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati memiliki sifat
khas pada setiap sumber pati yang berbeda-beda sehingga akan menentukan bentuk
dan ukuran granula dari masing-masing sampel pati. Rantai-rantai amilosa dan
amilopektin yang terbentuk akan saling berinteraksi sehingga dapat memberikan
integritas pada granula pati yang tersusun. Praktikum kali ini yaitu akan mengetahui
sifat fisik kimia dari sampel pati yang diteliti dengan menganalisis sampel tersebut.
Menganalisis sampel pati pada sifat fisik dan kimia dapat melalui analisis derajat putih,
bentuk ukuran granula, kadar amilosa dan amilopektin. Menganalisis sampel pati pada
sifat fungsional dapat melalui analisis swelling power dan kelarutan, kapasitas
penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak. Menganalisis sampel pati pada sifat
amilografi menggunakan RVA (Rapid Visco Analyzer).
Karena keterbatasan waktu dan tempat, praktikan menganalisis sifat amilografi
pada sampel pati pisang, ubi putih, dan ubi merah menggunakan RVA (Rapid Visco
Analyzer). RVA merupakan viskometer yang dilengkapi dengan sistem pemanas dan
pendingin sampel pada pengadukan terkontrol.
Pengujian sifat amilografi menggunakan RVA suhu gelatinisasi (pasting temperature),
viskositas puncak (peak viscosity), viskositas pasta panas (hot paste viscosity),
viskositas breakdown, viskositas pasta dingin (cold paste viscosity) dan viskositas balik
(setback viscosity). Sebelum dianalisis menggunakan RVA, sampel pati ditimbang dan
menimbang air kemudian dimasukan kedalam bowl amylograph yang terdapat pada
alat, setelah itu sampel dipanaskan hingga suhunya mencapai 50°C dan diaduk selama
10 detik agar terdispersi menyeluruh. Proses selanjutnya yaitu sampel dipanaskan pada
suhu 50°C selama 1 menit, kemudian dipanaskan hingga suhunya mencapai 95°C dan
dipertahankan selama 5 menit. Sampel didinginkan hingga suhunya mencapai 50°C
dan suhunya dipertahankan selama 4 menit. Kemudian data – data yang dibutuhkan
untuk menganalisis sifat amilografi pati seperti suhu gelatinisasi, viskositas puncak,
waktu untuk mencapai viskositas puncak, viskositas pasta panas, viskositas pasta
Riska Putri Febrianti
240310150022

dingin, breakdown viscosity, dan setback viscosity akan langsung didapatkan pada alat
RVA dan dibuat kurva untuk mendapatkan hasil olahan datanya. Pada saat praktikum,
terdapat sebuah kendala dimana data yang berasal dari RVA yang digunakan untuk
menganalisis sifat amilografi dengan menggunakan sampel pati ubi putih, ubi merah
dan pisang hilang sehingga hasil pengamatan serta kurva yang digunakan kali ini
menggunakan data bukan dari sampel yang sebelumnya dianalisis oleh alat RVA
melainkan menggunakan data dari sampel lain yaitu sampel pati jagung, pati sagu dan
pati singkong.
Berdasarkan dari data hasil pengamatan yang diperoleh dengan rumus berat
sampel serta berat air didapatkan data berat sampel ubi putih yang digunakan yaitu
sebanyak 3,3914 gram dan berat air yang digunakan yaitu 25,1086 ml, berat sampel
ubi merah yang digunakan yaitu sebanyak 3,4044 gram dan berat airnya yaitu sebanyak
25,0956 ml dan berat sampel pisang yaitu sebanyak 3,168 gram serta berat airnya
sebanyak 25,332 ml.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan, peak viscosity dengan sampel pati sagu
merupakan viskositas puncak dengan nilai yang paling tinggi sebesar 6865 pada suhu
83,02°C dengan waktu 03:44 menit sedangkan sampel pati jagung memiliki nilai
viskositas puncak yang paling rendah sebesar 4471 pada suhu 94,81°C dan waktunya
05:10. Viskositas pasta adalah karakteristik penting pada pati selama pemanasan
suspensi pati dan air. Semakin lama fermentasi maka suhu dan waktu puncak viskositas
menunjukkan nilai yang semakin tinggi karena kandungan minor (abu, protein dan
serat), dan amilopektin semakin meningkat serta amilosa yang semakin menurun.
Semakin tinggi kandungan minor, serta rasio amilosa dan amilopektin maka waktu dan
suhu viskositas puncak semakin tinggi. Semakin kecil ukuran partikelnya, semakin
besar dan luas permukaan sehingga penyerapan air semakin besar dan nilai viskositas
puncak meningkat. Viskositas puncak menggambarkan fragilitas dari granula pati yang
mengembang, yaitu pada saat pertama kali mengembang sampai pecah karena adanya
proses pengadukan peak viskosity dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kadar
amilosa, protein, lemak, dan ukuran granula.
Riska Putri Febrianti
240310150022

Suhu pasting merupakan suhu pada saat pertama kali viskositas larutan pati
mulai meningkat, suhu pecahnya granula pati karena pembengkakan granula setelah
melewati titik maksimum. Hasil dari waktu pasting pada sampel pati singkong yang
diamati merupakan waktu pasting yang tercepat diantara sampel yang lain, dengan
suhu 70,46°C. Sementara suhu pasting yang paling tinggi yaitu sampel pati jagung
dengan suhu 75,48°C. Suhu pasting dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sumber
pati, ukuran granula pati, asam, gula, lemak, dan protein yang terkandung di dalam
bahan serta kuat lemahnya ikatan di dalam granula. Semakin kuat ikatan antara molekul
pati maka semakin tinggi jumlah panas yang dibutuhkan untuk memecah ikatan antar
molekul.
Viskositas breakdown atau penurunan selama pemanasan menunjukan
kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta
yang terbentuk semakin stabil terhadap panas. Parameter viskositas breakdown dan
viskositas trough terkait satu sama lain karena viskositas breakdown merupakan selisih
antara viskositas puncak dengan viskositas trough. Peningkatan nilai viskositas trough
pati umumnya selalu diikuti oleh peningkatan nilai viskositas breakdown.
Viskositas pasta dingin yaitu viskositas setelah suhu di pertahankan 50oC.
Selama pendinginan, bergabungnya kembali antar molekul pati terutama amilosa akan
menghasilkan pembentukan struktur gel dan viskositas akan meningkat ke viskositas
pasta dingin. Peningkatan viskositas pada saat pendinginan menentukan
kecenderungan bergabungnya kembali pati yang merefleksikan kecenderungan produk
untuk teretrogradasi.
Nilai setback menunjukkan kemampuan pati mengalami retrogradasi. Semakin
tinggi viskositas setback akan semakin tinggi pula terjadinya retogradasi pati.
Berdasarkan dari tabel hasil pengamatan yang diperoleh nilai setback yang paling
tinggi diantara sampel lainnya yaitu pada sampel pati singkong dengan jumlah nilai
yaitu 1721 sementara nilai setback yang rendah yaitu pada sampel pati sagu dengan
nilai 1394. Perbedaan nilai setback antar sampel dapat terjadi karena adanya perbedaan
kadar amilosa. Semakin tinggi kadar amilosa pati maka viskositas setback akan
semakin tinggi, dengan jumlah nilai tersebut maka pati singkong bisa dikatakan pati
Riska Putri Febrianti
240310150022

dengan kadar amilosa yang tinggi. Viskositas setback pasta menunjukan


kecenderungan retrogradasi yang terjadi pada molekul amilosa karena amilosa lebih
mudah terpapar oleh air dan mudah mengalami rekristalisasi dibandingkan
amilopektin. Setback merupakan indikator tekstur produk akhir dan terkait dengan
sineresis selama siklus beku-cair, setback juga merupakan parameter yang dipakai
untuk melihat kecenderungan retrogradasi maupun sineresis dari suatu pasta. Hal ini
menandakan bahwa Pati dengan tingkat retrogradasi rendah mengindikasikan
kemampuan untuk mempertahankan tekstur selama penyimpanan.
Breakdown mengindikasikan seberapa mudah struktur granula pati pecah atau
retak. Berdasarkan dari tabel hasil pengamatan, nilai breakdown yang paling tinggi
yaitu nilai breakdown pada sampel pati sagu dengan nilai 4775 sementara nilai yang
paling rendah yaitu pada sampel pati jagung dengan nilai 1677. Nilai breakdown yang
tinggi selama pemasakan menunjukkan bahwa bahwa granula pati yang seluruhnya
telah membengkak memiliki sifat yang rapuh dan tidak tahan terhadap pemanasan.
Breakdown merupakan faktor penting yang memiliki pengaruh pada aplikasi pari
dalam makanan. Ketika granula pati membengkak dan mengalami panas dan geseran,
pati mengalami fragmentasi dan menghasilkan pengurangan viskositas yang
menunjukkan pemecahan pati. Jika semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas
breakdown akan semakin tinggi. Semakin rendah breakdown viscosity maka pati
semakin stabil pada kondisi panas dan diberikan gaya mekanis.
Viskositas akhir merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati
untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan atau pendinginan
serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan. Viskositas
akhir mengindikasikan kemampuan pati untuk membentuk gel setelah proses
pemanasan dan pendinginan. Berdasarkan dari tabel hasil pengamatan, nilai viskositas
akhir atau final viscosity yang paling tinggi yaitu pada sampel pati jagung sebesar 4315
pada suhu 49,96°C dan waktunya 12:58 menit, sementara nilai viskositas akhir yang
rendah yaitu pada sampel 3484 pada suhu 49,95°C dan waktunya 12:58 menit. Nilai
viskositas dapat dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin pada pati.
Semakin lama fermentasi nilai final viskositas (FV) pasta semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Dyah Ayu., Simon Bambang Widjanarko , Dian Widya Ningtyas. 2014.
Proporsi Tepung Porang (Amorphophallus Muelleri Blume): Tepung Maizena
Terhadap Karakteristik Sosis Ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No
3 p.214-223. Universitas Brawijaya. Malang.

Aristawati W, Ria., Windi Atmaka., dan Dimas Rahadian Aji Muhammad. 2013.
Subtitusi Tepung Tapioka (Manihot Esculenta) Dalam Pembuatan Takoyaki.
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.

Banks, W dan C.T. Greenwood. 1975. Starch Its Components. Halsted Press, John
Wiley and Sons, N.Y

Beynum, G.M.A. dan J.A. Roels. 1985. Starch Convertion Technology. Applied
Science Publ., London.

Copeland L, Blazek J, Salman H, Tang MC. 2009. Form and functionality of


starch. Food Hydrocolloids 23:1527-1534

Greenwood, C.T. dan D.N. Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam R.J. Priestley, ed.
Effects of Heat on Foodstufs. Applied Science Publ. Ltd., London. Harmon,
R.E., S.K.

Harper, J.M. 1981. Extrusion of Food Vol II. Florida: CRC Press Inc. Boca Raton.

Hill dan Kelley. 1942. Organic Chemistry. The Blakistan Co., Philadelphia, Toronto.

Hodge, J.E. dan E.M. Osman. 1976. Carbohydrates. Di dalam Food Chemistry. D.R.
Fennema, ed. Macel Dekker, Inc. New York dan Basel.

Koswari, Sutrisno. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook pangan.

Ladamay, Nidha Arfa., Yuwono, Sudarminto Setyo. 2014. Pemanfaatan Bahan Lokal
Dalam Pembuatan Foodbars (Kajian Rasio Tapioka : Tepung Kacang Hijau
Dan Proporsi Cmc. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.67-78,
Januari 2014. Universitas Brawijaya. Malang.

Matz, S.A. 1984. Food Texture. New York: The AVI Publ. Co.
Nwokocha LM, Aviara NA, Senan C, Williams PA. 2009. A comparative study
of some properties of cassava (Manihot esculenta, Crantz) and cocoyam
(Colocasia esculenta Linn) starches. Carbohydrate Polymers 76:362-367

Shamekh, SS. 2002. Effects of Lipids, Heating and Enyzmatic Treatment on Starches.
Finland: Technical Research Center of Finland.
Syamsir, Elvira., Purwiyatno Hariyadi,, Dedi Fardiat, Nuri Andarwulan dan Feri
Kusnandar. 2011. Karakterisasi Tapioka Dari Lima Varietas Ubikayu
(Manihot Utilisima Crantz) Asal Lampung. J Agrotek 01/2011; 5(1):93-105.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Southeast Asia Food and
Agricultural Science and Techonolgy (SEAFAST) Center IPB.

Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta:


PT.Gramedia

Tonukari NJ. 2004. Cassava and the future of starch. Electronic Journal of
Biotechnology. Vol. 7 No. 1. Issue of April 15. 2004

Widrial, R. 2005. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Tepung Maizena Terhadap Mutu


Nugget Ikan Patin (Pangasius) hypophthalmus. Skripsi. Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Bung Hatta.Padang.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan. Jakarta: PT. Gramedia

Wellyalina, F. Azima., Aisman. 2012. Pengaruh Perbandingan tetelan merah tuna dan
tepung maizena terhadap mutu nugget. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol
2. No. 1
LAMPIRAN

Gambar 1. Penimbangan Gambar 2. Hasil Tepung Ubi


Tepung Pisang Merah

Gambar 3. Penimbangan Tepung Ubi Putih

Anda mungkin juga menyukai