Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MANDIRI

MALE SEXUAL DYSFUNCTION

Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary

Oleh:

Puput Lifvaria Panta A

135070201111004

Kelompok 3 – Reguler 2

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015
I. KLASIFIKASI
a. Gangguan Dorongan Seksual (GDS)
Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hormon testosteron,
kesehatan tubuh, faktor psikis dan pengalaman seksual sebelumnya. Jika diantara
faktor tersebut ada yang menghambat atau faktor tersebut terganggu, maka akan
terjadi GDS (Pangkahila, 2007), berupa:
a. Dorongan seksual hipoaktif
The Diagnostic and Statistical Manual-IV memberi definisi dorongan seksual
hipoaktif ialah berkurangnya atau hilangnya fantasi seksual dan dorongan secara
persisten atau berulang yang menyebabkan gangguan yang nyata atau kesulitan
interpersonal.
b. Gangguan eversi seksual
Timbul perasaaan takut pada semua bentuk aktivitas seksual sehingga
menimbulkan gangguan.
Diduga lebih dari 15% pria dewasa mengalami dorongan seksual hipoaktif. Pada usia
40-60 tahun, dorongan seksual hipoaktif merupakan keluhan terbanyak. Pada
dasarnya GDS disebabkan oleh faktor fisik dan psikis, antara lain adalah kejemuan,
perasaan bersalah, stres yang berkepanjangan, dan pengalaman seksual yang tidak
menyenangkan (Pangkahila, 2006).
b. Gangguan ereksi
Disfungsi ereksi (DE) berarti ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan
ereksi penis yang cukup untuk melakukan hubungan seksual dengan baik
(Pangkahila, 2007). Disfungsi ereksi disebut primer bila sejak semula ereksi yang
cukup untuk melakukan hubungan seksual tidak pernah tercapai. Sedang disfungsi
ereksi sekunder berarti sebelumnya pernah berhasil melakukan hubungan seksual,
tetapi kemudian gagal karena sesuatu sebab yang mengganggu ereksinya
(Pangkahila, 2006). Pada dasarnya DE dapat disebabkan oleh faktor fisik dan faktor
psikis. Penyebab fisik dapat dikelompokkan menjadi faktor hormonal, faktor
vaskulogenik, faktor neurogenik, dan faktor iatrogenik (Pangkahila, 2007). Faktor
psikis meliputi semua faktor yang menghambat reaksi seksual terhadap rangsangan
seksual yang diterima. Walaupun penyebab dasarnya adalah faktor fisik, faktor psikis
hampir selalu muncul dan menyertainya (Pangkahila, 2007). Disfungsi ereksi
merupakan indikator kesehatan secara umum karena umumnya disfungsi ereksi
berhubungan dengan endethelial dysfunction atau gangguan dinding kapiler
pembuluh darah. Ada beberapa penelitian yang mengkaitkan hubungan antara
munculnya nyeri dada dan disfungsi ereksi. Seseorang dengan nyeri dada yang
berhubungan dengan gangguan jantung umumnya akan berlanjut dengan disfungsi
ereksi
c. Gangguan ejakulasi
c. Ejakulasi dini
ED merupakan ketidakmampuan mengontrol ejakulasi sampai pasangannnya
mencapai orgasme, paling sedikit 50% dari kesempatan melakukan hubungan
seksual. Berdasarkan waktu, ada yang mengatakan penis yang mengalami ED
bila ejakulasi terjadi dalam waktu kurang dari 1-10 menit. Untuk menentukan
seorang pria mengalami ED harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
ejakulasi terjadi dalam waktu cepat, tidak dapat dikontrol, tidak dikehendaki
oleh yang bersangkutan, serta mengganggu yang bersangkutan dan atau
pasangannya (Pangkahila, 2007). ED merupakan disfungsi seksual terbanyak
yang dijumpai di klinik, melampaui DE. Survei epidemiologi di AS menunjukkan
sekitar 30% pria mengalami ED. Ada beberapa teori penyebab ED, yang dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyebab psikis dan penyebab fisik. Penyebab
fisik berkaitan dengan serotonin. Pria dengan 5-HT rendah mempunyai
ejaculatory threshold yang rendah sehingga cepat mengalami ejakulasi.
Penyebab psikis ialah kebiasaan ingin mencapai orgasme dan ejakulasi secara
tergesa-gesa sehingga terjadinya ED (Pangkahila, 2006).
d. Ejakulasi terhambat
Berlawanan dengan ED, maka pria yang mengalami ejakulasi terhambat (ET)
justru tidak dapat mengalami ejakulasi di dalam vagina. Tetapi pada umumnya
pria dengan ET dapat mengalami ejakulasi dengan cara lain, misalnya masturbasi
dan oral seks, tetapi sebagian tetap tidak dapat mencapai ejakulasi dengan cara
apapun. Dalam 10 tahun terakhir ini hanya 4 pasien datang dengan keluhan ET.
Sebagian besar ET disebabkan oleh faktor psikis, misalnya fanatisme agama
sejak masa kecil yang menganggap kelamin wanita adalah sesuatu yang kotor,
takut terjadi kehamilan, dan trauma psikoseksual yang pernah dialami. Selain itu
bisa disebabkan karena pengaruh beberapa obat-obatan anti depresan dan
trauma pada tulang belakang.
e. Ejakulasi retrogade
Kelainan ejakulasi dimana sperma yang seharusnya terpancara keluar melalui
uretra, namun malah berbalik menuju kandung kemih. Sehingga, pada pria yang
mengalami keluhan ini biasanya disertai dengan gangguan infertilitas. Gangguan
ini sangat umum terjadi terjadi pada pria dengan diabetes yang mengalami
neuropati diabetik. Gangguan persarafan ini menyebabkan ketidakmampuan
saraf-saraf pada kandung kemih untuk berespon terhadap siklus seksual. Selain
diabetes, gangguan ini juga bisa disebabkan karena penggunaan obat-obatan
anti depresan tertentu.
d. Disfungsi orgasme
Disfungsi orgasme adalah terhambatnya atau tidak tercapainya orgasme yang
bersifat persisten atau berulang setelah memasuki fase rangsangan (excitement
phase) selama melakukan aktivitas seksual. Hambatan orgasme dapat disebabkan
oleh penyebab fisik yaitu penyakit SSP seperti multiple sklerosis, parkinson,
dan lumbal sympathectomy. Penyebab psikis yaitu kecemasan, perasaan takut
menghamili, dan kejemuan terhadap pasangan. Pria yang mengalami hambatan
orgasme tetap dapat ereksi dan ejakulasi, tapi sensasi erotiknya tidak dirasakan.
(Pangkahila, 2007)
e. Dispareunia
Dispareunia berarti hubungan seksual yang menimbulkan rasa sakit pada kelamin
atau sekitar kelamin. Salah satu penyebab dispareunia ini adalah infeksi pada
kelamin. Ini berarti terjadi penularan infeksi melalui hubungan seksual yang terasa
sakit itu. Pada pria, dispareunia hampir pasti disebabkan oleh penyakit atau
gangguan fisik berupa peradangan atau infeksi pada penis, buah pelir, saluran
kencing, atau kelenjar prostat dan kelenjar kelamin lainnya. (Pangkahila, 2007)
II. DEFINISI
Disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau lebih aspek
fungsi seksual (Pangkahila, 2006). Definisi secara luasnya, disfungsi seksual adalah
ketidakmampuan untuk menikmati secara penuh hubungan seks. Secara khusus,
disfungsi seksual adalah gangguan yang terjadi pada salah satu atau lebih dari
keseluruhan siklus respons seksual yang normal (Elvira, 2006). Sehingga dapat
disimpulkan definisi disfungsi seksual pada laki-laki adalah semua gangguan yang bisa
menyebabkan penurunan fungsi seksual pada pria.
Siklus respon seksual (Kolodny, Master, Johnson, 1979):
1. Fase Perangsangan (Excitement Phase)
Perangsangan terjadi sebagai hasil dari pacuan yang dapat berbentuk fisik atau
psikis. Kadang fase perangsangan ini berlangsung singkat, segera masuk ke fase
plateau. Pada saat yang lain terjadi lambat dan berlangsung bertahap memerlukan
waktu yang lebih lama. Pemacu dapat berasal dari rangsangan erotik maupun non
erotik, seperti pandangan, suara, bau, lamunan, pikiran, dan mimpi.
2. Fase Plateau
Pada fase ini, bangkitan seksual mencapai derajat tertinggi yaitu sebelum mencapai
ambang batas yang diperlukan untuk terjadinya orgasme.
3. Fase Orgasme
Orgasme adalah perasaan kepuasan seks yang bersifat fisik dan psikologik dalam
aktivitas seks sebagai akibat pelepasan memuncaknya ketegangan seksual (sexual
tension) setelah terjadi fase rangsangan yang memuncak pada fase plateau.
4. Fase Resolusi
Pada fase ini perubahan anatomik dan faal alat kelamin dan luar alat kelamin yang
telah terjadi akan kembali ke keadaan asal.
Sehingga adanya hambatan atau gangguan pada salah satu siklus respon seksual di
atas dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual.
III. ETIOLOGI
a. Faktor psikoseksual
Faktor psikoseksual ialah semua faktor kejiwaan yang terganggu dalam diri
penderita. Gangguan ini mencakup gangguan jiwa misalnya depresi, anxietas
(kecemasan) yang menyebabkan disfungsi seksual. Pada orang yang masih muda,
sebagian besar disfungsi seksual disebabkan faktor psikoseksual. Kondisi fisik
terutama organ-organnya masih kuat dan normal sehingga jarang sekali
menyebabkan terjadinya disfungsi seksual (Tobing, 2006). Tetapi apapun etiologinya,
penderita akan mengalami problema psikis, yang selanjutnya akan memperburuk
fungsi seksualnya. Disfungsi seksual pria yang dapat menimbulkan disfungsi seksual
pada wanita juga ( Abdelmassih, 1992, Basson, R, et al., 2000). Masalah psikis
meliputi perasaan bersalah, trauma hubungan seksual, kurangnya pengetahuan
tentang seks, dan keluarga tidak harmonis (Susilo, 1994, Pangkahila, 2001, 2006,
Richard, 1992)
b. Faktor fisik
Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan tertentu
atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat menyebabkan
disfungsi seksual dalam berbagai tingkat (Tobing, 2006). Faktor fisik yang sering
mengganggu seks pada usia tua sebagian karena penyakit-penyakit kronis yang tidak
jelas terasa atau tidak diketahui gejalanya dari luar. Makin tua usia makin banyak
orang yang gagal melakukan koitus atau senggama (Tobing, 2006). Kadang-kadang
penderita merasakannya sebagai gangguan ringan yang tidak perlu diperiksakan dan
sering tidak disadari (Raymond Rosen., et al, 1998). Dalam Product Monograph
Levitra (2003) menyebutkan berbagai faktor resiko untuk menderita disfungsi seksual
sebagai berikut:
1. Gangguan vaskuler pembuluh darah, misalnya gangguan arteri koronaria.
2. Penyakit sistemik, antara lain diabetes melitus, hipertensi (HTN), hiperlipidemia
(kelebihan lemak darah).
3. Gangguan neurologis seperti pada penyakit stroke, multiple sklerosis.
4. Faktor neurogen yakni kerusakan sumsum belakang dan kerusakan saraf.
5. Gangguan hormonal, menurunnya testosteron dalam darah (hipogonadisme)
dan hiperprolaktinemia.
6. Gangguan anatomi penis seperti penyakit peyronie (penis bengkok).
7. Faktor lain seperti prostatektomi, merokok, alkohol, dan obesitas.
Beberapa obat-obatan anti depresan dan psikotropika menurut penelitian juga dapat
mengakibatkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain: barbiturat, benzodiazepin,
selective serotonin seuptake inhibitors (SSRI), lithium, tricyclic antidepressant (Tobing,
2006).
Baik pria maupun perempuan dapat mengalami disfungsi seksual. Gangguan ini bisa
terjadi pada usia berapun setelah akil baliq. Umumnya mereka yang sering terkena
gangguan ini adalah pada usia-usia tua (geriatri), dan dihubungkan dengan menurunnya
fungsi fisiologi tubuh dikarenakan pengaruh penuaan. Pada pria dapat terjadi
andropause, dimana terjadi penurunan fungsi seksual namun tidak terjadi penurunan
fungsi reproduksi. Penurunan fungsi seksual yang paling sering terjadi pada pria adalah
gangguan ejakulasi, disfungsi ereksi dan gangguan libido.
IV. PATOFISIOLOGI
(terlampir)
V. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala umum dari male sexual dysfunction (Karriem, Verdana 2014) adalah
a. Kurangnya hasrat seksual, fantasi seksual, atau kepentingan dalam hubungan seksual
b. Ketidakmampuan untuk memiliki atau mempertahankan ereksi
c. Ketidakmampuan untuk memiliki atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk
fungsi seksual
d. Ketidakmampuan untuk mencapai orgasme meskipun rangsangan seksual yang
cukup dan tanda-tanda gairah
e. Kemampuan untuk mencapai orgasme hanya setelah sebuah periode waktu yang
panjang stimulasi
f. Kemampuan untuk mencapai orgasme hanya selama masa masturbasi atau selama
seks oral
g. Kemampuan untuk mencapai orgasme hanya dalam situasi yang dianggap aneh atau
tabu, seperti fetish
h. Kesulitan mengendalikan waktu orgasme dan ejakulasi, sehingga terjadi sangat awal
dalam kontak seksual
i. Kurangnya ejakulasi
j. Ereksi terus menerus berhubungan dengan hasrat seksual
k. Ejakulasi berdarah (ini bisa menakutkan, tetapi biasanya tidak serius)
l. Nyeri yang meningkat pada penis terutama pada saat ereksi
VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Secara umum, pemeriksaan diagnostik dimulai dengan pemeriksaan fisik dan anamnesa.
Selain itu, dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk menyingkirkan masalah medis yang
mungkin berkontribusi terhadap disfungsi:
 Tes darah – tes ini dilakukan untuk mengevaluasi tingkat hormon
 Penilaian vaskuler – tes ini melibatkan evaluasi aliran darah ke penis. Sumbatan pada
pembuluh darah yang masukke penis mungkin berkontribusi terhadap ereksi
 Penguji sensori – terutama berguna dalam mengevaluasi dampak dari neuropati
diabetes, pengujian sensorik mengukur kekuatan impuls saraf di daerah tertentu dari
tubuh
 Nocturnal Penile Tumesence (NPT) – tes ini digunakan memonitor ereksi yang terjadi
secara alami selama tidur. Tes ini dapat membantu menentukan apakah masalah
ereksi seorang pria disebabkan oleh penyebab fisik atau psikologi
 Bulbokavernosus reflek – tes ini dilakukan untuk mengevaluasi sensasi sarafa di penis
 Vasoactive injection – selama tes ini, dokter akan menyuntikan larutan khusus yang
menyebabkan pembuluh darah pada penis membesar, sehingga darah dapat masuk
dengan lancar ke dalam penis dan dapat terjadi ereksi
VII. KOMPLIKASI
a. Kehidupan seks yang tidak memuaskan
b. Stress atau kecemasan
c. Harga diri rendah
d. Perkawinan atau hubungan bermasalah
e. Ketidakmampuan untuk mendapat pasangan hamil
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Disfungsi seksual baik yang terjadi pada pria ataupun wanita dapat dapat mengganggu
keharmonisan kehidupan seksual dan kualitas hidup, oleh karena itu perlu
penatalaksanaan yang baik dan ilmiah. Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual
pada pria dan wanita adalah sebagai berikut (Susilo, 1994; Pangkahila, 2001; Richardson,
1991):
 Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut
 Membuat diagnosa dari disfungsi seksual
 Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual
a. Pada gairah seksual yang rendah, bila penyebabnya karena kadar hormon
testosteron yang rendah maka bisa diberikan hormon testoterone
tambahan. Kemudian jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka sebaiknya
pemakaian obat-obatan dihentikan atau dosisnya dikurangi atau diganti
dengan obat lain.
b. Pada ejakulasi dini, secara umum perlu dilakukan untuk mengatasi kelainan
ini seperti latihan dan relaksasi. Jika terapi perilaku tidak berhasil mengatasi
masalah ini atau penderita enggan melakukannya, maka bisa diberikan obat
untuk menunda ejalukasi. Contohnya adalah Fluoxetine, Paroxetine atau
Setraline. Obat-obatan tersebut sebaiknya dikonsumsi atas saran dokter.
c. Untuk mengatasi disfungsi ereksi, perlu diketahui penyebabnya. Latihan
khusus perlu dilakukan jika disebabkan oleh masalah psikis. Teknik ini
mendorong hubungan intim dan kehangatan emosional. Dan jika tidak
berhasil, mungkin penderita perlu menjalani psikoterapi. Beberapa obat
terkadang bisa digunakan, seperti Sildenafil, Vardenafil dan Tadalafil.
Namun, obat ini hanya bekerja efektif saat seorang pria bangkit hasrat
seksnya. Efek sampingnya sakit kepala, muka merah, perut melilit dan
ganggguan pengelihatan. Obat ini juga tidak boleh diminum bersamaan
dengan obat golongan nitrat karena bisa menimbulkan efek samping yang
serius. Oleh karena itu, pemakaiannya harus dengan saran dokter.
 Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan bedah
(prostesis penis) dan pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy,
obat-obatan, alat bantu seks, serta pelatihan jasmani).
DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sebelas Maret. 2010. Disfungsi Seksual. http://psks.lppm.uns.ac.id/disfungsi-seksual-


psks-lppm-uns.html (online, diakses pada tanggal 9 Juni 2015)

Bagus Rahmat Prabowo. 2012. Disfungsi Seksual Pada Pria.


http://dokterbagus.com/2012/11/01/disfungsi-seksual-pada-pria/ (online, diakses pada tanggal 9
Juni 2015)

Medica Store. Disfungsi Seksual Pria.


http://medicastore.com/penyakit/3109/Disfungsi_Seksual_Pria.html (online, diakses pada tanggal 9
Juni 2015)

Hinting A. Bagan alir infertilitas pria. Dalam : Pelatihan standarisasi penatalaksanaan infertilitas
wanita dan pria. UPF/Lab. Obgin FK UNAIR / RSUD Dr. Soetomo, September 1997 So WK. Male
subfertility. JPOG 1991; 17 : 19 – 28

Speroff L, Glass RH, Kase NG. Male infertility. In : Clinical gynecologic endocrinology and infertility.
5th ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994 : 873-98
PATOFISIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai