Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Belajar dan Pembelajaran

Belajar secara umum dapat diartikan sebagai perubahan pada individu yang

terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan

tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir

dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir.1 Bahwa antara belajar dan

perkembangan sangat erat kaitannya. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik

sengaja maupun tidak sengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada

suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan

prilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan kebiasaan yang baru

diperoleh individu. Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu

dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya. Jadi, belajar disini diartikan sebagai

proses perubahan prilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham

menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil dan dari kebiasaan lama

menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu

sendiri.

Belajar juga bisa diartikan sebagai suatu suatu usaha, perbuatan yang

dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua

1
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif dan Progresif, Konsep, Landasan dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kancana Prenada
Media, 2010), Hal. 16

10
11

potensi yang dimiliki baik secara fisik, mental serta dana, panca indra, otak dan

anggota tubuh lainnya. Demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti inteligensi,

bakat, motivasi, minat dan sebagainya.

Belajar dalam teori konstruktivisme adalah proses aktif dari peserta didik

untuk merekonstruksi makna dengan cara memahami teks, kegiatan dialog,

pengalaman fisik dan sebagainya. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan

menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang

sudah dimiliki, sehingga pengertiannya semakin berkembang.2

Belajar dalam perspektif agama islam merupakan kewajiban bagi setiap orang

beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat

kehidupan mereka. Hal ini dinyatakan dalam surat Mujadalah: 11 yang dalam ayat

tersebut menjelaskan bahwa Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada orang-

orang beriman dan berilmu. Ilmu dalam hal ini tentu saja tidak hanya berupa

pengetahuan agama tetapi juga pengetahuan yang relevan dengan tuntutan kemajuan

zaman. Selain itu, ilmu tersebut juga harus bermanfaat bagi kehidupan orang banyak

disamping bagi kehidupan diri pemilik ilmu itu sendiri.

Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah

suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh individu sebagai sebuah pengalaman yang

ada pada akhirnya akan menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar

yang telah dilakukan.

2
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2009),
Hal. 89
12

B. Model Pembelajaran

Model adalah pendekatan system yang diterapkan dalam perancangan

pembelajaran.3 Sebuah model merupakan gambaran mental untuk membantu

menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau

dialami secara langsung.4

Model pembelajaran adalah ragam, cara yang terbaik dalam proses belajar

mengajar yang berlangsung di kelas.5 Model desain pembelajaran menawarkan

stuktur dan pemahaman tentang desain pembelajaran sehingga membuat para

pengembang pembelajaran memahami masalah, merinci masalah ke dalam unit-unit

yang lebih mudah diatasi kdan menyelesaikan masalah pembelajaran.

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran dikelas yang mengacu pada pendekatan yang akan

digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam

kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Model

pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa model

pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai

3
Ramly Maha, Rancangan Pembelajaran, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2007), Hal. 53
4
Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Pakar
Raya, 2007), Hal. 60

5
Trianto,Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Konsep, Landasan dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Prenada Media, 2010),
Hal. 70
13

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas untuk menentukan perangkat-

perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum

dan lain-lain. Penerapan model pembelajaran sangat penting dalam proses

pembelajaran, penerapan model pembelajaran tersebut harus disesuaikan dengan

materi pembelajaran agar sesuai dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam suatu

proses pembelajaran.

Struktur suatu model umumnya terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1. Tahap-tahap, yaitu suatu kelompok kegiatan yang mempunyai fungsi tersendiri.

2. Langkah-langkah, yaitu urutan kegiatan yang harus dilalui berturut-turut dari

awal sampai akhir.

3. Alur-alur, yaitu arah langkah yang harus dilalui. Suatu alur dalam sebuah desain

dapat diperhatikan pada arah tanda panahnya, dan disitu pulalah terlihat

bermacam-macam hubungan antara satu langkah dengan langkah lainnya.6

C. Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah satu pandangan bahwa siswa membina sendiri


pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang
ada. Dalam proses ini siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan
pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru. Pembelajaran secara
konstruktivisme berlaku dimana siswa membina pengetahuan dengan menguji ide
dan pendektan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, kemudian
mengimplikasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan intelektual yang
akan diwujudkan.7 Berdasarkan pandangan konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat

Ramly Maha, Rancangan Pembelajaran…, Hal. 54


6

7
Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung: Alpabeta, 2012), Hal. 30
14

dipindahkan secara utuh dari guru ke siswa, namun sacara aktif dibangun sendiri
melalui pengsalaman nyata, sehingga peran guru hanya sebagai fasilitator.
Pandangan konstruktivisme tentang pembelajaran yaitu siswa diberi
kesempatan dan menggunakan model pembelajaran sendiri dalam pembelajaran dan
guru membimbing pelajar ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Secara lebih rinci
Driver dan Bell mengemukakan prinsip-prinsip konstruktivisme dalam pembelajaran
yaitu:

1. Hasil pembelajaran tidak hanya tergantung dari pengalaman pembelajaran di

ruang kelas, tetapi tergantung pula kepada pengetahuan pelajar sebelumnya.

2. Pembelajaran adalah mengkonstruksi konsep-konsep.

3. Mengkonstruksi konsep adalah proses aktif dalam diri pelajar.

4. Konsep-konsep yang telah dikonstruksi akan dievaluasi yang selanjutnya konsep

tersebut diterima atau ditolak.

5. Siswalah yang sesungguhnya paling bertanggung jawab terhadap cara dan hasil

pembelajaran mereka.

6. Adanya semacam pola terhadap konsep-konsep yang dikonstruksi pelajar dalam

struktur kognitifnya.8

Pendekataan teori konstruktivisme pada dasarnya menekankan pentingnya

siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar

mengajar. Sehingga proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada

teacher centered. Terdapat beberapa model pembelajaran yang melandasi

konstruktivisme yaitu model siklus belajar (learning cycle), model pembelajaran

generative (generative learning model), model pembelajaran interaktif (interactive

8
Ibid, Hal. 34
15

learning model), model CLIS (Children Learning in Science), dan model strategi

pembelajaran cooperative atau CLS (Cooperatiive Learning Strategis). Masing-

masing model tersebut memiliki kekhasan tersendiri, tetapi semuanya

mengembangkan kemampuan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan

sendiri melalui berpikir rasional.

D. Model Pembelajaran Learning Cycle Tipe 5E

Learning cycle merupakan model pembelajaran sains yang berbasis

konstruktivisme. Model ini dikembangkan oleh J. Myron Atkin, Robert Karplus dan

kelompok SCIS (Science Curriculum Improvement Study), di Universitas California,

Berkeley, Amerika Serikat sejak tahun 1967. Learning Cycle (LC) merupakan salah

satu model perencanaan yang telah diakui dalam pendidikan, khususnya pendidikan

IPA. Model ini merupakan model yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat

memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap

siswa.9

Salah satu pembelajaran yang di landasi konstruktivisme adalah model

Learning Cycle. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa

membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang

dibimbing langsung oleh guru.

Karplus dan Their mengungkapkan bahwa :


Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penelitian ini disingkat LC ada-
lah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).
LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi se-

9
Budiasih, Penerapan pendekatan Daur Belajar (Learning Cycle) dalam Pembelajaraan
Mata Kuliah PraktikumKimia Analisis Instrumen, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 10 (1),
2004, Hal, 70-78
16

demikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi


yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. LC
pada mulanya terdiri fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep
(concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application).10
Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan
konstruktivisme yang pada mulanya terdiri atas tiga tahap, yaitu Exploration
(eksplorasi), Explanation (menjelaskan), Elaboration(memperluas), dikenal dengan
Learning Cycle 3E. Pada tahap eksplorasi, pebelajar diberi kesempatan untuk
memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan
lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel,
mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan
lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur
mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-
pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level
reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana.

Pada proses selanjutnya, tiga tahap siklus tersebut mengalami pengembangan.


Tiga siklus tersebut saat ini dikembangkan menjadi lima tahap yaitu engagement
phase, exploration phase, explanation phase, elaboration phase, dan evaluation
phasesehingga dikenal dengan siklus belajar 5E (learning cycle 5E). Tahapan dalam
Learning Cycle 5E sebagai berikut:

Engagement phase bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong


kemampuan berpikirnya, dan membantu mereka menggali pengetahuan awal yang
telah dimilikinya. Hal penting yang perlu dicapai oleh pengajar pada fase ini adalah
timbulnya rasa ingin tahu siswa tentang tema atau topik yang akan dipelajari.
Keadaan tersebut dapat dicapai dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang
fakta atau fenomena yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Jawaban
siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang telah diketahui oleh mereka.
Pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang

10
Dasna Fajaroh, Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle untuk Meningkatkan
Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kimia Zat aditif dalam Bahan Makanan pada Siswa Kelas XI SMA
Negeri 1 Tumpang-Malang, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 11 (2) Oktober 2004, Hal 112-
122
17

akan dipelajari dan dibuktikan dalam fase eksplorasi. Fase ini dapat pula digunakan
untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa.

Pada exploration phase siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara mandiri
maupun secara kelompok tanpa instruksi atau pengarahan secara langsung dari guru.
Siswa bekerja memanipulasi suatu obyek, melakukan percobaan (secara ilmiah),
melakukan pengamatan, mengumpulkan data, sampai pada membuat kesimpulan dari
percobaan yang dilakukan. Dalam kegiatan ini, guru sebaiknya berperan sebagai
fasilitator membantu siswa agar bekerja pada lingkup permasalahan (hipotesis yang
dibuat sebelumnya).

Sesuai dengan teori Piaget, pada kegiatan eksplorasi siswa diharapkan


mengalami ketidak setimbangan kognitif (disequilibrium). Siswa diharapkan bertanya
kepada dirinya sendiri :”Mengapa demikian” atau “Bagaimana akibatnya bila…” dan
seterusnya. Kegiatan eksplorasi member kesempatan siswa untuk menguji dugaan
dan hipotesis yang telah mereka tetapkan. Mereka dapat mencoba beberapa alternatif
pemecahan, mendiskusikannya dengan teman sekelompoknya, mencatat hasil
pengamatan dan mengemukakan ide dan mengambil keputusan memecahkannya.

Kegiatan pada fase ini sampai pada tahap presentasi atau komunikasi hasil
yang diperoleh dari percobaan atau menelaah bacaan. Dari komunikasi tersebut
diharapkan diketahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang
dipecahkan.

Explanation phase bertujuan untuk melengkapi, menyempurnakan, dan


mengembangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru mendorong siswa untuk
menjelaskan konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan
contoh-contoh yang berhubungan dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya.
Pada kegiatan ini sangat penting adanya diskusi antar anggota kelompok untuk
mengkritisi penjelasan konsep dari siswa yang satu dengan yang lainnya. Pada
kegiatan yang berhubungan dengan percobaan, guru dapat memperdalam hubungan
antar variabel/ kesimpulan yang diperoleh siswa. Hal ini diperlukan agar siswa dapat
meningkatkan pemahaman konsep yang baru diperolehnya.
18

Kegiatan belajar pada elaboration phase mengarahkan siswa menerapkan


konsep-konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi baru.
Guru dapat mengarahkan siswa untuk memperoleh penjelasan alternatif dengan
menggunakan data atau fakta yang mereka eksplorasi dalam situasi baru. Guru dapat
memulai dengan mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian lewat
eksplorasi dengan melakukan percobaan, pengamatan, pengumpulan data, analisis
data sampai membuat kesimpulan.

Pada evaluation phase, guru ingin mengamati perubahan pada siswa sebagai
akibat dari proses belajar. Pada fase ini guru dapat mengajukan pertanyaan terbuka
yang dapat dijawab dengan menggunakan lembar observasi, fakta atau data dari
penjelasan sebelumnya yang dapat diterima. Kegiatan pada evaluasi berhubungan
dengan penilaian kelas yang dilakukan guru meliputi penilaian proses dan evaluasi
penguasaan konsep yang diperoleh siswa. Hal ini disajikan dalam gambar tentang
mekanisme fase-fase model pembelajaran Learning Cycle 5E sebagai berikut :

Gambar 1. Mekanisme fase-fase model pembelajaran Learning Cycle 5E

Dengan demikian proses pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E


bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa,tetapi merupakan proses
membangun konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan
langsung.

E. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Learning Cycle Tipe 5E


Learning Cycle merupakan suatu model pembelajaran yang memungkinkan
siswa menemukan konsep sendiri atau memantapkan konsep yang dipelajari,
19

mencegah terjadinya kesalahan konsep, dan memberikan peluang kepada siswa untuk
menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari pada situasi baru. Implementasi
model pembelajaran Learning cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan
konstruktivisme dimana pengetahuan dibangun pada diri peserta didik.
Beberapa kelebihan diterapkannya model pembelajaran Learning Cycle
adalah:
a. Pembelajaran bersifat student centered.
b. Informasi baru dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan
pemecahan masalah.
d. Proses pembelajaran menjadi lebih bermakna karena mengutamakan
pengalaman nyata.
e. Menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang cenderung menghafal.
f. Membentuk siswa yang aktif, kritis, dan kreatif.
Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi
diperkirakan sebagai berikut:
a. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan
langkah-langkah pembelajaran.
b. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran.
c. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
d. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana
dan melaksanakan pembelajaran.11

F. Sintaks Model Pembelajaran Learning Cycle 5E


Learning cycle tipe 5E memiliki langkah-langkah atau sintaks dalam suatu
proses pembelajarannya. Adapun sintaks model pembelajaran Learning cycle tipe 5E
adalah sebagaimana disajikan pada table 2.1:12

Budiasih, Penerapan pendekatan Daur Belajar (Learning Cycle)…, Hal. 70-78


11

12
Skripsi Mailida, Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E pada Materi Koloid di
Kelas XI SMA Negeri 5 Bannda Aceh, (Banda Aceh: Universitas islam Negeri, 2015), Hal. 23-25
20

Table 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Learning Cycle 5E


Tahapan Model LC 5E Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Engange Membangkitkan minat Mengembangkan minat
(Mengajak) siswa dan keingintahuan dan rasa ingin tahu siwa
siswa terhadap materi yang
akan diajarkan
Mengajukan pertanyaan Memberikan respon
mengenai permasalahan terhadap pertanyaan guru
yang berhubungan dengan
materi yag akan diajarkan
Explore Membentuk kelompok, Berkelompok dan
(Menyelidiki) member kesempatan untuk berusaha bekerja dalam
bekerja sama dalam kelompok.
kelompok secara mandiri
Guru berperan sebagai Membuktikan hipotesis
fasilitator yang sudah dibuat pada
tahap sebelunya,
mencoba alternative
pemecahannya dengan
melakukan pengamatan,
mengumpulkan data,
diskusi dengan
kelompoknya dan
membuat suatu
kesimpulan
Explain Mendorong siswa Mencoba memberikan
(Menjelaskan) menjelaskan konsep penjelasan terhadap
dengan kalimat mereka konsep yang ditemukan
sendiri.
Meminta bukti dan Menggunakan data hasil
21

klasifikasi dari penjelasan pengamatan dalam


siswa member penjelasan
Mendengarkan secara Melakukan pembuktian
kritis penjelasan antar terhadap konsep yang
siswa diajukan
Memandu diskusi Melakukan diskusi
Member definisi dan Mendengar dan
penjelasan tentang konsep memahami penjelasan
yang dibahas dengan guru.
menggunakan penjelasan
siswa
Elaborate Mengingatkan siswa pada Menerapkan konsep dan
(Memperluas) penjelasan alternative dan keterampilan dalam
mempertimbangkan data situasi dan menggunakan
saat mereka label dan definisi formal
mengeksplorasi situasi
baru
Mendorong dan Memecahkan masalah,
memfasilitasi siswa untuk member keputusan,
menerapkan konsep dalam melakukan percobaan
situasi yang baru dan pengamatan
Evaluate Mengamati pengetahuan Mengevaluasi belajarnya
(Menilai) dan pemahaman siswa sendiri dengan
mengajukan pertanyaan
dan mencari jawaban
dari bukti dan penjelasan
yang telah diperoleh
sebelumnya
Mendorong siswa Mengambil kesimpulan
melakukan evaluasi diri lanjut atas situasi belajar
22

yang dilakukannya
Mendorong siswa Melihat dan
memahami kekurangan menganalisis kekurangan
dan kelebihannya dalam atau kelebihan dalam
kegiatan pembelajaran kegiatan pembelajaran
Berdasarkan table diatas, terlihat bahwa proses pembelajaran bukan lagi
sekedar transfer ilmu pengetahuan dari guru dan siswa, melainkan proses
berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa. Siswa dapat mempelajari materi secara makna
dengan bekerja dan berpikir, pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa
melalui penyelidikan dan penemuan untuk memecahkan masaalah, kemudian siswa
dapat mengungkapka konsep yang sesuai dengan pengalamannya dan menggunakan
pemahaman yang telah diperoleh untuk memecahkan permasalahan lain yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sedangkan guru lebih banyak bertanya
daripada memberi tahu. Dengan demikian hasil belajar siswa dapat digali dengan
menerapkan model Learning Cycle Tipe 5E.

G. Keterampilan Proses Sains

Para ilmuwan berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dengan bekerja

secara sistematis, jujur dan disiplin. Mereka mengembangkan semua keterampilan

yang mereka miliki. Keterampilan itu dinamakan keterampilan proses.13 Sains

merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang mengandung

pertanyaan, pencarian pemahaman, serta penyempurnaan jawaban tentang suatu

gejala dan karakteristik alam sekitar, dimana gejala dan karakteristik alam tersebut

diperoleh melalui proses pengetahuan yang meliputi pengamatan, penggalian peneliti,

13
Tia Mutiara, dkk, Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMK dan MAK kelas X, (Jakarta: Erlangga,
2008), Hal.5
23

dan penyampaian informasi dan produk (pengetahuan ilmiah dan terapannya) yang

diperoleh melalui berpikir dan bekerja ilmiah.14

Keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan

kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan

dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan berhasil menemukan sesuatu yang

baru.

Keterampilan proses sains (science process skill) merupakan keterampilan

yang yang harus dimiliki siswa sebagai modal dasar memahami ilmu sains dan

pembentukan sikap ilmiah. Keterampilan proses perlu dilatih atau dikembangkan

karena keterampilan proses mempunyai peranan untuk membantu siswa belajar

mengembangkan pikirannya, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan

penemuan, meningkatkan daya ingat, memberikan kepuasaan intrinsic bila anak telah

berhasil melakukan sesuatu dan membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains.

Selain itu, keterampilan proses sains juga bertujuan untuk membuat siswa lebih aktif

dalam memahami, menguasai rangkaian yang telah dilakukannya. Rangkaian

kegiatan tersebut seperti kegiatan mengamati, menggolongkan, menafsirkan,

meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, dan mengkomunikasikan.

Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau

intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual dengan

melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan

14
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),
Hal. 89
24

manual terlibat dalam penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau

perakitan alat. Keterampilan sosial dimaksudkan bahwa dengan keterampilan proses

siswa berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Keterampilan proses sains tidak dapat dipisahkan dari praktek ilmu

pengetahuan dan merupakan kunci dalam pembelajaran ilmu sains baik secara formal

maupun informal. Keterampilan proses sains terdiri dari keterampilan yang satu sama

lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam

keterampilan-keterampilan tersebut. Jenis-jenis indikator keterampilan proses sains

adalah sebagai berikut:15

1. Mengamati (observasi)

Mengamati adalah proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa

dengan menggunakan inderanya. Untuk dapat menguasai keterampilan mengamati,

siswa harus menggunakan sebanyak mungkin inderanya, yakni melihat, mendengar,

merasakan, mencium dan mencicipi. Dengan demikian dapat mengumpulkan fakta-

fakta yang relevan dan memadai.

2. Mengelompokkan (klasifikasi)

Mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk

menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu. Proses

mengklasifikasikan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari kesamaan, mencari

15
Nuryani Y Rustaman, dkk, Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri
Malang, 2005), Hal. 78-79
25

perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan, dan mencari dasar

penggolongan.

3. Menafsirkan pengamatan (interpretasi)

Menafsirkan hasil pengamatan ialah menarik kesimpulan tentatif dari data

yang dicatatnya. Hasil-hasil pengamatan tidak akan berguna bila tidak ditafsirkan.

Karena itu, dari mengamati langsung, lalu mencatat setiap pengamatan secara

terpisah, kemudian menghubung-hubungkan hasil-hasil pengamatan itu. Selanjutnya

siswa mencoba menemukan pola dalam suatu seri pegamatan, dan akhirnya membuat

kesimpulan.

4. Meramalkan (Prediksi)

Meramalkan adalah memperkirakan berdasarkan pada data hasil pengamatan

yang reliabel. Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatannya

untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum

diamatinya, maka siswa tersebut telah mempunyai kemampuan proses meramalkan.

5. Mengajukan pertanyaan

Keterampilan proses mengajukan pertanyaan dapat diperoleh siswa dengan

mengajukan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, pertanyaan untuk meminta

penjelasan atau pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.

6. Merumuskan hipotesis
26

Hipotesis adalah suatu dugaan yang dapat diuji mengenai bagaimana atau

mengapa sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis siswa mengetahui bahwa ada lebih dari

satu kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian, dan menyadari bahwa suatu

kejelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau

melakukan cara pemecahan masalah.

7. Merencanakan percobaan

Keterampilan merencanakan percobaan dapat dimiliki siswa, jika siswa

tersebut dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan,

selanjutnya siswa harus dapat menentukan variabel yang harus dibuat tetap, dan

variabel mana yang berubah, demikian pula siswa perlu untuk menentukan apa yang

akan diamati, diukur, atau ditulis, menentukan cara dan langkah-langkah kerja. Siswa

dapat pula menentukan bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan.

8. Menerapkan konsep

Konsep dikuasai siswa apabila siswa dapat menggunakan konsep yang telah

dipelajarinya dalam situasi baru atau menerapkan konsep itu pada pengalaman-

pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.

9. Berkomunikasi

Keterampilan ini meliputi keterampilan membaca grafik, tabel, atau diagram

dari hasil percobaan. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram

juga termasuk berkomunikasi. Keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan

menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang lain.


27

10. Menggunakan alat/bahan

Keterampilan menggunakan alat dan bahan dapat dimiliki siswa jika dengan

sendirinya siswa dapat menggunakan secara langsung alat dan bahan agar dapat

memperoleh pengalaman langsung. Selain itu, siswa harus mengetahui mengapa dan

bagaimana cara menggunakan alat dan bahan tersebut, misalnya ketika akan

memasukan suatu larutan kedalam botol, siswa dapat menentukan alat apa yang

dapat digunakan serta cara menggunakannya.

Keterampilan proses sains yang harus dimiliki siswa, seiring dengan

penguasaan keterampilan proses sains tersebut diharapkan siswa pun akan memiliki

sikap sains yang dapat dikembangkan dalam kehidupan mereka. Ada beberapa sikap

yang sangat penting dalam pembelajaran sains adalah keingintahuan, ketekunan, hal

positif terhadap kegagalan, terbuka, bekerja sama dengan orang lain, toleransi, tidak

memihak, skeptis yang sehat, kejujuran dan tidak percaya takhayul.

Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman

langsung sebagai pengalaman pembelajaran. Melalui pengalaman langsung seseorang

dapat lebih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan.

Ada empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses harus diwujudkan

dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu:

a. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,

guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari sekian

mata pelajaran, karena waktunya tidak akan cukup.


28

b. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis

lebih mudah memahami konsep, apalagi yang sulit, bila disertai dengan

contoh-contoh konkrit, dialami sendiri, sesuai dengan lingkungan yang

dihadapi. Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau

aktivitas, baik fisik maupun mental.

c. Ilmu pengetahuan dapa dikatakan bersifat relatif, artinya suatu kebenaran teori

pada suatu saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan

situasi. Suatu teori bisa gugur bila ditemukan teori-teori yang lebih baru dan

lebih jitu.

d. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang utuh

artinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan.

H. Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

Larutan merupakan campuran homogeny antara dua zat atau lebih dimana kita

tidak dapat membedakan lagi antara zat terlarut dengan pelarut, karena kedua zat

tersebut sudah tersebar secara merata. Larutan adalah suatu campuran homogen

antara dua zat ataau lebih dimana partikel-partikel dari komponen-komponen

penyusunnya tersebar secara merata. Komponen-komponen larutan adalah pelarut

(biasanya dengan jumlah lebih banyak) dan zat terlarut (biasanya dengan jumlah

sedikit).16

Menurut daya hantar listriknya, larutan dapat dibagi dua yaitu larutan

elektrolit dan nonelektrolit.

16
Johari dan Rahmawati, Kimia SMA untuk Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2005), Hal. 192
29

1. Larutan elektrolit

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik,

dimana ion-ionnya dapat terurai secara sempurna. Pada alat penguji elektrolit, larutan

elektrolit memberikan gejala yaitu timbulnya gelembung gas dan lampu menyala.

Larutan elektrolit dapat dibagi dua yaitu:

a. Larutan elektrolit kuat

Larutan elektrolit kuat adaalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik

dengan daya hantar listrik yang baik. Pada alat penguji elektrolit , jenis zat terlarut

pada larutan elektrolit kuat adalah senyawa ion dan senyawa kovalen polar yang

terhidrolisis secara sempurna/hampir sempurna serta nyala lampunya terang.

Contohnya natrium klorida (NaCl), asam nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4),

natrium hidroksida (NaOH) dan kalium asetat (CH3COOK).

b. Larutan elektrolit lemah

Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik

dengan daya hantaar listrik yang buruk. Pada alat penguji elektrolit , jenis zat terlarut

pada larutan elektrolit lemah adalah senyawa kovalen polar yang terhidrolisis

sebagian kecil dan nyala lampunya redup. Contohnya asam asetat (CH3COOH),

amonia (NH3) dan asam karbonat (H2CO3).

c. Larutan nonelektrolit
30

Larutan nonelektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus

listrik. Pada alat penguji elektrolit, jenis zat terlarut pada larutan nonelektrolit adalah

senyawa kovalen polar yang tidak terhidrolisis dan lampunya tidak menyala.

Contohnya sukrosa (C12H22O11), etanol (C2H5OH), urea (CO(NH2)2, glukosa

(C6H12O6), gliserin (C3H5(OH)3) dan etilen glikol (C2H4(OH)2).17

Ada beberapa peranan larutan elektrolit dan nonelektrolit dalam kehidupan

sehari-hari, diantaranya:

a. Aki kendaraan mempunyai fungsi utama untuk menstarter kendaraan. Sel aki

terdiri dari anode Pb dan katode PbO2 dengan larutan elektrolit H2SO4. Adanya

larutan elektrolit memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang menghasilkan

listrik untuk menghidupkan kendaraan.

b. Air sungai dan air tanah mengandung ion-ion sehingga dapat menghantarkan

listrik. Sifat in digunakan untuk menangkap ikan di sungai dengan cara setrum

listrik. Sewaktu ujung alat yang telah dialiri listrik dimasukkan ,ke dalam air

sungai/air tanah, maka ikan yang berada didekatnya akan mati kena setrum.

c. Cairan tubuh mengandung komponen larutan elektrolit. Adanya komponen ini

memungkinkan terjadi daya hantar listrik yang diperlukan untuk kerja impuls

saraf. Orang yang kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi, contohnya akibat

diare, harus mengkonsumsi larutan elektrolit seperti larutan oralit.

17
Unggul Sudarmo, Kimia untuk SMA Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2005), Hal. 108-110
31

d. Air suling merupakan larutan nonelektrolit karena mengandung ion-ion dalam

jumlah yang sangat kecil. Air suling digunakan untuk membuat larutan dalam

percobaan komia nonelektrolit.18

18
Ibid, Hal. 201

Anda mungkin juga menyukai