1. MANIFESTASI KLINIS
Gejala menurut (Long,1996 : 369)
Gejala dini : lethargi,sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang,mudah tersinggung, depresi
Gejala yg lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah,nafas dangkal
2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKA
Pemeriksaan Laboratorium
Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia
Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis
Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein
Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun,
HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-
basa organik pada gagal ginjal.
Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl
BUN/Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir. Rasio
BUN dan kreatinin = 12:1 – 20:1
GDA: asidosis metabolic, PH <7,2
Protein albumin : menurun
Natrium serum : rendah, Nilai normal 40-220 mEq/l/hari tergantung berapa
banyak cairan dan garam yang dikonsumsi.
Kalium, magnesium : meningkat
Kalsium : menurun
Pemeriksaan Urin
Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin (anuria)
Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat yang tidak
terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat
sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin.
Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
Klirens kreatinin : mungkin menurun.
Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1
Pemeriksaan Radiologi: ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat
dari komplikasi yang terjadi
a. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat.
b. IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.
c. Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram memberikan
hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal
oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
d. Endoskopi : untuk menentukkan pelvis ginjal, batu, hematuria, dan pengangkatan
tumor selektif
e. Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
f. EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan, tanda-
tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.
g. Renal anterogram : mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan ekstravaskularisasi
serta adanya masa.
h. Rotgen thorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.
3. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi konservatif : tujuannya mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
(Sukandar, 2006).
Peranan Diet: 1) Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan
memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja
ginjal.2)Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi
(uremia).3)Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.4)Mencegah atau
mengurangi progresifitas gagal ginjal, dengan memperlambat turunnya laju filtrasi
glomerulus (Almatsier, 2006). Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan
untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Protein rendah, yaitu
0,6 – 0,75 gr/kg BB. Sebagian harus bernilai biologik tinggi.Lemak cukup, yaitu
20-30% dari kebutuhan total energi, diutamakan lemak tidak jenuh ganda.
Karbohidrat cukup, yaitu : kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari
protein dan lemak.Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria,
atau anuria, banyak natrium yang diberikan antara 1-3 g. Kalium dibatasi (60-70
mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria.
Kebutuhan Jumlah Kalori: untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu
mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi. Energi cukup yaitu 35 kkal/kg BB.
Kebutuhan Cairan: Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Cairan dibatasi yaitu sebanyak
jumlah urine sehari ditambah dengan pengeluaran cairan melalui keringat dan
pernapasan (±500 ml).
Kebutuhan Elektrolit dan Mineral: bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
Vitamin cukup, bila perlu berikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C,
vitamin D.
b. Terapi Simtomatik
Asidosis Metabolic: harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
Anemia:
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Penatalaksanaan anemia dengan rekombinan erythropoiesis-stimulating agents
(ESAs) dapat memperbaiki kondisi pasien CKD dengan anemia secara signifikan.
ESAs harus diberikan untuk mencapai dan mempertahankan konsentrasi hemoglobin
11.0 sampai 12.0 gr/dL. Pasien juga harus menerima suplemen zat besi selama
menerima terapi ESA karena erythropoiesis yang diinduksi secara farmakologis
dibatasi oleh supply zat besi, ditunjukkan dengan kebutuhan ESA yang lebih sedikit
setelah pasien menerima suplemen zat besi. Selain itu, karena tubuh membentuk
banyak sel darah merah, tubuh juga memerlukan banyak zat besi sehingga dapat
terjadi defisiensi zat besi. Serum ferritin dan persen transferrin saturation mengalami
penurunan setelah 1 minggu terapi ESA pada pasien dengan CKD yang menerima
dialysis. Karena pasien CKD mengalami gangguan metabolism zat besi, serum ferritin
dan persen transferrin saturation harus dipertahankan lebih tinggi daripada individu
normal. Maintenance serum ferritin yang disarankan yaitu ≥200 ng/mL, dan persen
transferrin saturation ≥20%. Sebagian besar pasien CKD membutuhkan suplementasi
zat besi parenteral untuk mencapai kadar zat besi yang disarankan.
Keluhan Gastrointestinal: Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan
yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
Kelainan kulit : Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
Kelainan neuromuskular: Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis regular yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
Hipertensi : Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
Kelainan sistem kardiovaskular : Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan
kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi Medis
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal .
Dialisis : Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius seperti
hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,
menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.
Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu
membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya.
Terdapat dua teknik yang digunakan dalam dialisis, yaitu :
Hemodialisis adalah suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan atau
produk limbah karena dalam tubuh penderita gagal ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut (Brunner&Suddarth, 2002). Menurut corwin (2000),
hemodialisis adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa darah
dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk kedalam sebuah mesin yang
dihubungkan dengan sebuah membran semipermeable (dializer) yang terdiri dari
dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat,
sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah dilakukan pembersihan oleh
dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-
shunt). Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi
tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati
azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN)
> 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat. Hemodialisis di
Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di
banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara
lain :
4. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra
(2006) antara lain adalah :
1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diit berlebih.
2) Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron. Tekanan Darah Tinggi. Karena salah satu fungsi ginjal
adalah mengatur tekanan darah,maka anda bisa mengalami tekanan darah tinggi
ketika terjadi gangguan kronis dari fungsi ginjal. Selanjutnya kondisi demikian
akan mempercepat peningkatan risiko penyakit jantung.
4) Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6) Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9) Hiperparatiroid dan Hiperfosfatemia.
10) Perdarahan
11) Neuropati perifer
12) Esofagitis, Pankreatitis, Infeksi
13) Perubahan Kulit. Ketika fungsi ginjal anda terganggu, akan tjd endapan garam
kalsium-fosfat di bawah kulit hingga menimbulkan rasa gatal. Rasa gatal ini
secara alamiah anda akan menggaruknya, hingga kadang2 sampai terluka dan
terinfeksi. Proses ini tidak kunjung membaik hingga keindahan kulit menjadi
rusak, bahkan terkesan kotor & berubah seperti kulit jagung (kasar & kering)
14) Kematian. Risiko kematian pada penderita GGK cukup tinggi. Dalam kejadian di
lapangan, kematian sering diawali dengan sesak nafas, atau kejang otot jantung,
atau tidak sadarkan diri, atau infeksi berat sebelumnya.
5. PENCEGAHAN
a) Pencegahan Primer : Pengaturan diet protein, menghindari obat netrotoksik,
menghindari kontak radiologik yang tidak amat perlu, mencegah kehamilan pada
penderita yang berisiko tinggi, konsumsi garam sedikit. makin tinggi konsumsi garam,
makin tinggi pula kemungkinan ekskresi kalsium dalam air kemih yang dapat
mempermudah terbentuknya kristalisasi ikatan kalsium urat oleh sodium.
b) Pencegahan Sekunder : berupa penatalaksanaan konservatif yang terdiri atas
pengobatan penyakit-penyakit co morbid (penyakit penyerta) untuk menghambat
progresifitas dan persiapan pengobatan pengganti yang terdiri dari dialisis dan
transplantasi ginjal. Pengobatan Konservatif : memanfaatkan faal ginjal yang masih
ada, menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan bila mungkin memperlambat
progresivitas gagal
c) Pengaturan diet kalium, natrium dan cairan
Diet rendah kalium .Asupan kalium dikurangi, diet yang dianjurkan adalah 40-80
mEq/hari. Penggunaan makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat
menyebabkan hiperkalemia. Selain itu,Diet rendah natrium Diet Na yang dianjurkan
adalah 40-90 mEq/hari (1-2 gr Na). Dapat mengakibatkan retensi cairan, edema
perifer, edema paru, hipertensi gagal jantung kongestif. Pengaturan cairan Asupan
yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema.
Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan
gangguan fungsi ginjal
d) Pencegahan Tersier : upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat atau
kematian, tidak hanya ditujukan kepada rehabilitasi medik tetapi juga menyangkut
rehabilitasi jiwa. Pencegahan tersier bagi penderita GG dapat berupa: mengurangi
stress, menguatkan sistem pendukung sosial atau keluarga untuk mengurangi pengaruh
tekanan psikis pada penyakit GGK, meningkatkan aktivitas sesuai toleransi, hindari
imobilisasi karena hal tersebut dapat meningkatkan demineralisasi tulang,
meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik, mematuhi program diet yang
dianjurkan untuk mempertahankan keadaan gizi yang optimal agar kualitas hidup dan
rehabilitasi dapat dicapai.